Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Octav Bayu Dirgantara
"Peningkatan aktivitas perompakan bersenjata dan penculikan di Laut Sulu yang mencakup perairan sekitar Indonesia, Malaysia, dan Filipina telah terjadi sejak 2016 menjadikannya sebagai salah satu perairan berbahaya di dunia. Untuk itu, Indonesia bersama Malaysia dan Filipina melakukan kerja sama Trilateral Maritime Patrol (TMP) Indomalphi dalam rangka menjaga keamanan dan keselamatan maritim sehingga bebas dari gangguan dan ancaman kekerasan, ancaman navigasi, ancaman sumber daya laut, dan ancaman pelanggaran hukum. Penelitian ini membahas efektivitas operasi Trilateral Maritime Patrol di Laut Sulu untuk mengukur efektivitas operasi terhadap penurunan angka pembajakan dan penculikan di Laut Sulu serta menilai efektivitas operasi TMP dalam menjaga keamanan dan keselamatan maritim di Laut Sulu dan sekitarnya. Namun, terdapat tantangan internal yang dihadapi oleh masing-masing Angkatan Laut tiga negara dalam pelaksanaan operasi Trilateral Indomaphi, baik dari sisi anggaran, ketersediaan unsur/alutsista, maupun personel. "
Jakarta: Seskoal Press, 2020
023.1 JMI 8:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ramanitya Citra Khadifa
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan mengapa kerja sama keamanan berhasil dilakukan dan berjalan efektif, meskipun terdapat sensitivitas antarnegara. Hal ini terjadi dalam kesepakatan kerja sama keamanan maritim di Laut Sulu pada tahun 2016, yaitu Trilateral Cooperative Arrangement (TCA), yang berhasil mereduksi ancaman keamanan di Laut Sulu di tengah isu sengketa wilayah Sabah antara Malaysia dan Filipina. Klaim atas wilayah Sabah yang dilontarkan oleh Presiden Rodrigo Duterte pada tahun 2016 menimbulkan sensitivitas dalam hubungan antara Malaysia dan Filipina. Namun, pada saat yang sama, ancaman di Laut Sulu akibat kejahatan transnasional semakin meningkat. Dengan menggunakan teori kerja sama dalam sistem anarki, penelitian ini berargumen bahwa kerja sama antara Filipina dan Malaysia terwujud karena adanya tiga faktor. Ketiga faktor tersebut adalah adanya kepentingan bersama Malaysia dan Filipina terhadap Laut Sulu, proyeksi kekhawatiran atas ancaman di masa depan, dan jumlah aktor serta pemilihan mitra kerja sama yang sesuai. Melalui pendekatan kualitatif dan metode causal-process tracing, ditemukan bahwa ketiga faktor ini mendorong Malaysia dan Filipina untuk memprioritaskan kerja sama dalam mengatasi ancaman keamanan di Laut Sulu serta mengesampingkan sensitivitas akibat sengketa wilayah Sabah.

This research aims to explain why security cooperation can be successfully carried out and effectively run despite the sensitivities between the cooperating countries. This can be observed in the Trilateral Cooperative Arrangement (TCA) in the Sulu Sea in 2016, which effectively reduced security threats in the Sulu Sea despite the Sabah territorial dispute between Malaysia and the Philippines. In 2016, President Rodrigo Duterte's claim to the Sabah region reignited tension between Malaysia and the Philippines. But at the same time, the threat in the Sulu Sea from transnational crime was increasing. By applying the theory of cooperation under anarchy, this research demonstrates that cooperation between Malaysia and the Philippines is feasible due to three key factors: both Malaysia and the Philippines have a mutuality of interest in the Sulu Sea, they are concerned about future security threats, and numbers of actors involved and partner selection. Through a qualitative approach and causal-process tracing method, this research found that these three factors led Malaysia and the Philippines to prioritize addressing security threats in the Sulu Sea, considering it a paramount concern. As a result, the two countries prioritize forging a cooperative agreement over the issue of the Sabah dispute.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Primayanti, Luh Putu Ika
"Perkembangan lingkungan strategis berdampak pada pesatnya perkembangan ancaman asimetris. Kawasan Asia Tenggara merupakan salah satu yang menghadapi ancaman ini. Indonesia sebagai salah satu negara di Kawasan Asia Tenggara melakukan kerjasama Trilateral Cooperation Arrangement untuk menangkal ancaman asimetris khususnya di Laut Sulu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi Trilateral Cooperation Arrangement sebagai strategi pertahanan Indonesia dalam penanggulangan ancaman asimetris di Kawasan Asia Tenggara. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian ini menggunakan teori ilmu pertahanan, konsep strategi, counter terrorism, asymmetric warfare, kerjasama pertahanan, cooperative security, dan deterrence theory. Hasil dari penelitian ini dapat dibagi menjadi tiga yaitu pertama, ancaman asimetris yang terjadi di Asia Tenggara khususnya Laut Sulu terus berkembang dan secara khusus dibagi menjadi terorisme; kejahatan transnasional yaitu perompakan bersenjata dan penculikan untuk tebusan; serta migrasi ilegal. Kedua, dalam pelaksanaannya, Trilateral Cooperation Arrangement (TCA) di Laut Sulu terdiri dari Patroli Laut Terkoordinasi (Coordinated Sea Patrol), Patroli Udara (Air Patrol), Pertukaran Informasi dan Intelijen (Information and Intelligent Sharing) dan Latihan Darat Bersama (Land Exercise). Keempat patroli tersebut merupakan kerjasama strategis yang merupakan suatu kesatuan sehingga tidak dapat dipisahkan perbagian atau fungsinya. Namun dalam pelaksanaannya, terdapat peluang dan tantangan yang perlu menjadi perhatian baik pengempu kebijakan atau pihak operasional. Ketiga, Trilateral Cooperation Arrangement merupakan strategi yang dapat menanggulangi ancaman asimetris yang terjadi di Kawasan Asia Tenggara khususnya di Laut Sulu sejak tahun 2016-2018, namun ditahun 2019 ancaman asimetris di Laut Sulu mengalami peningkatan. Adapun strategi yang digunakan adalah menggunakan kerjasama pertahanan serta menggunakan softpower maupun hardpower yang memberikan efek deterrence kepada pelaku ancaman asimetris. Selain itu, memperkuat kerjasama Kementerian dan Lembaga sebagai pembuat kebijakan, serta TNI dan pemerintah daerah sebagai pelaksana operasional serta aturan pendukung seperti aturan prosedure operasional."
Bogor: University of Indonesia, Faculty of Humanities, 2020
355 JDSD 10:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library