Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kartika Frully
"Penelitian mengenai putusnya perkawinan karena perceraian dan Perjanjian Penyerahan Rumah ini adalah merupakan penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan tipe penelitian yang bersifat deskriptif dan evaluatif terhadap pelaksanaan Undang-undang Perkawinan jo Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Perkawinan dan Buku Ketiga tentang Perikatan Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Putusnya perkawinan karena perceraian harus dilakukan di depan sidang Pengadilan dan dihadapan Hakim yang berwenang. Perceraian hanya dapat dilakukan apabila terdapat alasan-alasan yang diatur secara limitatip dalam ketentuan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Sebelum proses perceraian berlangsung Hakim wajib lebih dahulu mendamaikan kedua belah pihak. Apabila alasan untuk bercerai tidak termasuk dalam salah satu alasan yang diatur maka Hakim dapat menolak untuk menjatuhkan putusan cerai. Dalam putusnya perkawinan karena perceraian tidak ada peraturan yang melarang suami isteri yang akan bercerai mengadakan perjanjian yang berkaitan dengan harta benda yang dimiliki suami atau isteri sebelum terjadi proses perceraian. Perjanjian Penyerahan Rumah yang dibuat para pihak merupakan perikatan bersyarat karena pelaksanaannya ditangguhkan terhadap sesuatu hal yang akan terjadi. Perjanjian yang dibuat harus memenuhi keempat syarat yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPer yaitu kata sepakat, cakap, hal tertentu dan sebab yang halal. Dalam Surat Tanda Penyerahan Rumah dinyatakan bahwa Misno akan menyerahkan rumahnya setelah putusan cerai mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Misno menolak menyerahkan rumahnya dengan alasan bahwa perjanjian telah ia batalkan sebelum jatuh putusan cerai. Perjanjian dapat dibatalkan apabila tidak memenuhi salah satu syarat sahnya perjanjian. Karena Surat Tanda Penyerahan Rumah sah secara hukum maka sikap penolakan Misno merupakan tindakan wanprestasi."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16329
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Sardjono
Jakarta: Gitama Jaya, 2004
346.016 SAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sealey, Raphael
London: University of North Carolina Press, 1990
346.38 SEA w
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriana
"Dalam suatu perkawinan seringkali terdapat permasalahan hukum mengenai harta kekayaan. Hal ini terutama terjadi saat perkawinan tersebut putus karena perceraian. Oleh karena itu, Penulis tertarik untuk melakukan analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung RI No. 3149 K/PDT/2012. Dalam kasus ini, terdapat permasalahan mengenai status harta isteri yang diperoleh dari hibah dan di atasnamakan suami dengan cara meminjam nama, setelah bercerai. Terkait dengan hal itu, Penulis melakukan penelitian dengan metode deskriptif analitis. Berdasarkan penelitian Penulis, harta isteri yang diperoleh dari hibah akan kembali kepada isteri, jika tidak diadakan syirkah atau ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan, meskipun atas harta tersebut meminjam nama suami.

In a marriage, there's often legal issues regarding marital property. These issues can happen particularly after the divorce. Therefore, the author is interested to analyze the Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 3149 K/PDT/2012. In this case, there's a problem regarding the legal status of wife's assets which is the grant for her which she puts on behalf of the husband after the divorce. The author uses descriptive analysis methods in this research. Based on the research, the wife's assets that obtained from the grant, will be returned to the wife as long as there's no syirkah or marriage agreement, although the assets was put on behalf of the husband."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S58794
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ichtijanto
"A. Latar Belakang Masalah
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (disingkat UUP) yang disusun berdasar Pancasila sebagai cita hukum nasional berlaku bagi seluruh penduduk Indonesia menggantikan hukum perkawinan lama. Sesudah menjadi Undang-undang, Rancangan Undang-undang Perkawinan (RUUP) yang diajukan oleh Pemerintah mengalami perubahan fundamental, terutama perubahan falsafah hukumnya dan rumusannya. Undang-undang ini diundangkan pada tanggal 2 Januari 1974 (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 3019), berlaku efektif sejak 1 Oktober 1975 sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yang diundangkan pada tanggal 1 April 1975 (Lembaran Negara Nomor 12). Perubahan dari RUUP menjadi UUP terutama mengenai falsafah hukumnya dan rumusannya. Dari proses sejarah pembentukan UUP, dapat disimpulkan bahwa: a) UUP sudah tidak mengandung ketentuan yang bertentangan dengan Hukum Agama; b) perkawinan adalah sah bila dilaksanakan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu (Pasal 2 ayat I UUP); c) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk (disingkat NTR) dan UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman dijamin kelangsungannya,1
Dalam negara Republik Indonesia yang berdasar atas hukum. Undang Undang Dasar 1945 (UUD) sebagai hukum dasar menyatakan, "Negara menjamin kemerdekaan penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu" [Pasal 29 ayat (1)]. Dengan adanya kebebasan memeluk agama maka di Indonesia, maka di Indonesia ada pluralitas agama.2 UUP mendudukkan hukum-hukum agama dibidang perkawinan pada kedudukan esensial pasal 2 ayat (1) UUP. Maka di Indonesia berlaku hukum-hukum perkawinan agama sehingga di Indonesia ada pluralitas hukum perkawinan. Setelah menjadi UUP (yang mendudukkan dalam kedudukan fundamental dan esensial), Pasal 57 UUP menentukan pengertian perkawinan campuran sebagai berikut:
Pasal 57 UUP berbunyi: "Yang dimaksud dengan Perkawinan Campuran dalam Undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.
Penjelasan Pasal 57 UUP berbunyi "Cukup jelas".3 Pasal 57 UUP berasal dari Pasal 64 RUUP. Dalam proses pelaksanaan UUP timbul perbedaan pendapat tentang pengertian dan pengaturan perkawinan campuran. Ada pendapat yang berakibat tidak ada pelayanan perkawinan antar penganut agama yang berbeda;4 Pelayanan perkawinan dengan pelaksanaan dan pencatatan yang beraneka ragam.5 Ada perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda yang dilangsungkan di luar negeri walaupun kedua pasangan tetap?"
Depok: Universitas Indonesia, 1993
D143
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frieda Russa Yuni
"Perkawinan adalah perjanjian suci membentuk keluarga kekal dan bahagia yang bertujuan untuk meneruskan atau melanjutkan keturunan. Perkawinan bisa berarti akad nikah yang menghalalkan pergaulan dan melaksanakan hak dan kewajiban. Untuk mengatur mengenai kehidupan berkeluarga secara nasional telah diciptakan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia. Sehingga peraturan yang lama tidak berlaku lagi. Perkawinan dapat dilihat dari 3 segi pandangan. Perkawinan merupakan suatu perjanjian yang sangat kuat. Perkawinan dari segi agama perkawinan dari segi sosial. Perkawinan bertujuan membentuk keluarga sakinah mawaddah warahmah. Diharapkan perkawinan dilakukan sekali seumur hidup. Perkawinan yang tidak dapat dipertahankan lagi berakibat terjadinya perceraian. Perceraian perbuatan halal yang dibenci oleh Allah SWT. Banyak larangan Tuhan dan Rasul mengenai perceraian. Putusnya hubungan perkawinan terdapat dalam berbagai bentuk talak takliq pelaksanaan talaq berdasarkan syiqaq, ills, zhihar, fahisyah, khuluk, fasakh, _ian, dan murtad. Dapatkah perceraian yang berdasarkan talak talak karena kesewenang-wenangan seorang suami? Mengapa taklik talak disebut sebagai perjanjian? Adapun metode yang dipergunakan dalam penelitian ini menggunakan metode kepustakaan yang bersifat yuridis normatif yang dengan penelitian melalui studi kepustakaan dengan penelitian data sekunder serta menggunakan tipelogi penelitian evaluatif yang menggunakan sumber data sekunder yang telah ada serta menganalisa peraturan perundang¬undangan yang berkaitan dengan perkawinan. Perceraian dapat terjadi berdasarkan taklik talak Ekarena kesewenangan wenangan suami. Taklik talak disebut sebagai perjanjian. Perjanjian yang menggantungkan pada suatu sebab yang akan mengakibatkan perjanjian ini terlaksana bila perjanjian terlanggar. Perjanjian ini terlaksana berdasarkan kehendak kedua belah pihak.

Marriage is holy agreement form happy and everlasting family with aim to to continue or continue clan. Marriage can mean legalization of marriage allowing association and execute rights and obligations. To arrange to to [regarding/ hitj family life nationally have been created by Code/Law Marriage of Number 1 year 1974 going into effect for all Indonesia people. So that not applicable regulation old ones again. Marriage can be, seen from 3 point of view. Marriage represents a/n very strong agreement. Marriage of marriage religion facet of social facet. Marriage aim to form family of sakinah rahma mawaddah. Expected by marriage [done/conducted] once for a lifetime. Indefensible marriage again causes the happening of divorce. Divorce of hateful lawful deed by Allah SWT. Many prohibition order God and of Rasa' concerning divorce. Broken [of] marriage [relation/link] him there are in so many divorce form of takliq execution of talaq Pursuant to syiqaq, illa, zhihar, fahisyah, khuluky fasakh, lian, and apostate. Can divorce which pursuant co divorce of taqlik because arbitrary a husband ? Why divorce taglik conceived of by agreement? As for method which [is] utilized in this research use bibliography method having the character of normatif yuridis which with research [pass/through] bibliography study with research of data of sekunder and also use cipelogi research of evaluative using the source of data of sekunder which have there [is] and also analyze law and regulation related to marriage. Divorce earn happened pursuant co divorce of taqlik because husband un controls. Divorce Taklik conceived of by agreement. Agreement reckoning on a[n cause to result this agreement is executed by if/when agreement impinged. This agreement [is] executed pursuant co both parties will; desire.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19623
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lita Arijati
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sudargo Gautama
Bandung : Citra Aditya Bakti, 1993
349.95 8 SUD e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Soleman
"Apabila hukum dirumuskan sebagai kaidah, yaitu yaitu sebagai pedoman atau patokan perilaku, maka esensi dan eksistensinya ada di dalam pergaulan hidup yang disebut masyarakat. Masyarakat sebagai suatu pergaulan hidup itu beragam bentuknya. Ia dapat menunjuk pada kelompok-kelompok seperti keluarga, kesatuan hidup setempat, suku-bangsa, bangsa maupun negara.
Pengejewantahan hukum sebagai perilaku, menurut teori tindakan sosial (social action), hukum harus menjadi referensi. Di samping itu, dalam pengejewantahan sebagai perilaku aktor (warga masyarakat) memilih berbagai alternatif cara, dan juga dibatasi oleh kendala.
Friedman dan Soerjono Soekanto, menyatakan bahwa terwujudnya hukum sebagai perilaku, didasarkan pada motif dan gagasan berupa:
a. kepentingan sendiri
b. sensitif terhadap sanksi
c. pengaruh sosial, dan
d. kepatuhan
Kendala bagi terwujudnya hukum sebagai perilaku, adalah faktor-faktor yang dipinjam dari Selo Soemardjan, tentang penolakan perubahan sosial. Hal-hal itu ialah:
a. nilai--nilai dan norma-norma
b. tekanan golongan kepentingan
c. risiko sosial
d. tidak memahami
Apabila hukum mengejewantah sebagai perilaku, maka masyarakat akan mengalami perubahan, yang disebut perubahan sosial. Perubahan itu akan menyangkut pranata/institusi, sebab isi utama dari masyarakat adalah pranata atau institusi ini.
Sesuai dengan latarbelakang di atas, maka penelitian ini menelaah dua hal, meliputi:
1. pengaruh hukum terhadap masyarakat
2. perubahan sosial sebagai akibat pengaruh hukum
Hukum yang ditelaah pengaruhnya, adalah hukum tertulis, yang bersumber pada perundang-undangan dan yurisprudensi Mahkamah Agung, mencakup:
a. Undang-undang No.l tahun 1974
b. Peraturan Pemerintah No.9 tahun 975
c. Yurisprudensi Mahkamah Agung,
(1)No. 130 K/Sip/1957
(2)No. 110 K/Sip/1960
(3)No. 179 K/Sip/1961
Penelitian ini menggunakan metode survey, dengan mengambil masyarakat Lampung Buay Subing sebagai kesatuan analisis, dengan anek Terbanggi dan Mataram Marga sebagai sampelnya. Pada dasarnya, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data tentang hal berlakunya hukum dalam masyarakat, dengan melihat pula faktor relevan yang mendukung maupun menghambat terwujudnya perilaku hukum, dan menjabarkan perubahan yang terjadi dalam masyarakat, khususnya perubahan pada pranata/institusi perkawinan dan waris, maupun pranata yang kena dampak dari padanya.
Melalui perbandingan antara yang ideal dengan realita maka penelitian ini dapat mengenali perilaku masyarakat dalam dua kategori, yaitu perilaku sesuai dan tidak sesuai dengan hukum. Adanya perilaku yang sesuai dengan kaidah hukum, menandakan bahwa hukum mewujud sebagai perilaku, dan penelitian ini menemukan faktor: (1) kepentingan sendiri, (2) sensitif sanksi, (3) pengaruh sosial, dan (4) kepatuhan, merupakan faktor pendorong, tetapi dalam kontribusi yang rendah (kecil). Di sisi lain, dalam perilaku tidak sesuai dengan kaidah hukum, menandakan pula ada faktor yang menghambat. Faktor-faktor seperti: (a) nilai-nilai dan norma-norma (diwakili oleh adat-istiadat atau tradisi), (b) tekanan golongan kepentingan, (c) tidak memahami, dan (d) risiko sosial, merupakan faktor yang menyumbang pada tidak terwujudnya perilaku sesuai dengan hukum.
Penelitian ini juga menemukan kontribusi positif terhadap berlakunya hukum. Risiko sosial dan nilai-nilai dan norma-norma sosial menunjang atau memperkuat ide untuk mempersulit perceraian.
Pengaruh hukum, dalam hal ini Undang-undang No.1 tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah No.9 tahun 1975, ternyata tidak banyak. Perilaku hukum yang ada dalam masyarakat, walaupun perilaku itu diatur oleh kedua ketentuan itu, untuk sebagian besar adalah perilaku yang sudah terwujud sebelum kehadiran kedua ketentuan tadi.
Pengaruh yang dirasakan mempunyai dampak pada institusi lain terletak pada perkawinan dengan wanita lebih dari satu (poligami), dan menyentuh institusi atau pranata masyarakat yang disebut nyemalang. Di samping itu, ketentuan Undang-undang dan Peraturan Pemerintah ini tidak saja membawa kaidah substansi dan kaidah tata cara, tetapi juga lembaga. Dalam masyarakat ada lembaga pencatatan perkawinan dan pengadilan yang sudah digunakan oleh masyarakat. Lembaga pencatatan perkawinan ternyata telah lama digunakan, tetapi lembaga pengadilan untuk hal-hal yang diatur oleh kedua ketentuan ini, misalnya untuk kawin ulang, masih relatif kecil.
Pada sisi lain, walaupun gejala perubahan yang ada dalam masyarakat bukan semata-mata pengaruh hukum, pada aspek tertentu, seperti: kedudukan yang seimbang antara suami-istri, harta bersama, mulai menapak. Artinya bahwa ada gejala yang berjalan ke arah yang dikehendaki oleh hukum (dalam hal ini Undang-undang No. 1 tahun 1974).
Pengaruh hukum (yurisprudensi Mahkamah Agung) di lapangan waris, terasa tidak ada, namun perubahan yang terjadi dalam masyarakat ternyata sebagian ada yang sesuai dengan ide yang terkandung dalam ketentuan ini melalui pemberian harta benda. Anak-anak (laki-laki dan perempuan) memperoleh harta benda, seperti dimaksudkan oleh yurisprudensi, namun bagian lain, ide tentang kesamaan hak, belum menjadi kenyataan (dalam pemberian harta benda, bagian anak laki-laki dan perempuan tidak sama). Lembaga pengadilan yang ada belum digunakan oleh warga masyarakat, khususnya kaum wanita, untuk memperoleh kesamaan hak dalam pembagian harta.
Melalui pembicaraan di atas, dapat disimpulkan bahwa keberadaan dari kaidah dalam Undang-undang No.1 tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah No.9 tahun 1975, sepanjang kaidah yang dirumuskan belum menjadi pola kelakuan pada saat kehadiran keduanya, ternyata relatif kecil, dan yurisprudensi Mahkamah Agung belum menyentuh masyarakat ini. Kondisi ini mengambarkan bahwa keberlakuan (efektivikasi) hukum memang masih rendah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
T6785
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulina Riza
"Perkawinan campuran dapat menimbulkan permasalahan hukum dikemudian hari, antara lain apabila Warga Negara Indonesia yang menikah dengan warga negara asing tidak memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Undangundang Perkawinan dan Undang-undang Kewarganegaraan yang berlaku. Perkawinan campuran yang dilangsungkan di luar wilayah Republik Indonesia adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara tempat perkawinan dilangsungkan dan bagi Warga Negara Indonesia tidak melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, kemudian agar dapat memiliki akibat hukum bukti perkawinan tersebut harus didaftarkan dalam waktu 1 (satu) tahun setelah pasangan suami istri kembali ke wilayah Indonesia.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia menyatakan bahwa Warga Negara Indonesia yang menikah dengan warga negara asing dapat kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum negara asal istri atau suaminya mengikuti kewarganegaraan istri atau suaminya tersebut sepanjang tidak menyebabkan kewarganegaraan ganda, jika ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia dapat mengajukan surat pernyataan mengenai keinginannya kepada Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia setelah 3 (tiga) tahun sejak tinggal perkawinannya. Warga Negara Indonesia yang menikah dengan warga negara asing kemudian bertempat tinggal diluar wilayah Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun berturutturut juga dapat kehilangan kewarganegaraannya jika dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia sebelum 5 (lima) tahun itu berakhir, dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya.
Penelitian menggunakan metode preskriptif dan pendekatan kualitatif. Data yang dipergunakan adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian bahan-bahan kepustakaan, kemudian data tersebut diseleksi, dikelompokkan dan disusun secara sisimatis untuk selanjutnya dianalisis. Warga Negara Indonesia yang menikah dengan warga negara asing dan atau bertempat tinggal di luar wilayah Republik Indonesia dapat kehilangan kewarganegaraannya jika tidak menyampaikan surat pernyataan keinginan untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia.

A mixed marriage could bring about a problem in the future due to some reasons, one of which is in case it is not conducted in accordance with the applicable Law concerning the Marriage and the Law of Citizenship. A mixed marriage held outside the territory of Republic of Indonesia is considered as valid if it is conducted in accordance with the applicable law of the country in which the marriage is held, and particularly for the Indonesian citizen, as long as he/she doesn't break the Indonesian Law No.l Year 1974 concerning marriage. Furthermore, in order to make the marriage possessing a legal impact, the marriage should be registered within at most I (one) year after the couple arrived in the territory of Republic of Indonesia.
The Law No.12 Year 2006 concerning Citizenship states that an Indonesian citizen who is married to a foreign citizen could Ioose his/her Indonesian citizenship if the law of the couple's origin country determines that the Indonesian couple should be imposed with the nationality of the other couple, as long as it doesn't bring a risk to have a double nationality. On the other hand, if the couple origins from Indonesia would like to keep his/her Indonesian citizenship, then he/she could express this wish to the concerned official or the Representative of Republic of Indonesia after 3 (three) years of the marriage. An Indonesian citizen who is married to a foreigner and domiciles beyond the territory of the Republic of Indonesia for 5 (five) years in sequence also faced to a risk of loosing his/her Indonesian citizenship if deliberately doesn't show any intention to state his/her wish to remain as an Indonesian citizen before the 5 (five) years pass, and in every next 5 (five) years.
This research uses the prescriptive method and qualitative approach. The data utilized is the secondary one, that is, the data gained from the library study, which were then selected, grouped and arranged systematically to be then analyzed. An Indonesian citizen who is married to a foreigner and/or domiciles beyond the territory of Republic of Indonesia could loose his/her Indonesian nationality if he/she doesn't submit a wish statement keep his/her citizenship as an Indonesian.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19521
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>