Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"This book is the third volume in the European Environmental Law Forum (EELF) Book Series. The EELF is a non-profit initiative of environmental law scholars and practitioners from across Europe aiming to support intellectual exchange on the development and implementation of international, European and national environmental law in Europe. One of the activities of the EELF is an annual conference. This book bundles 15 contributions from those presented during the Third EELF Conference in Aix-en-Provence, hosted by the CERIC, Aix-Marseille University, from 2 to 4 September 2015.The central topic of the book is the effectiveness of environmental law. Indeed the impressive developments in environmental law in recent years have not always been matched by corresponding improvements in environmental quality. The threats to our environment and, by extension, to human health have never been so numerous or so serious. Paradoxically, the effectiveness of environmental law has been a long-neglected issue. This book offers a fruitful and stimulating dialogue between practitioners and academics, from varied countries and varied fields, combining empirical and theoretical approaches to the topic. Suggestions for improving the effectiveness of environmental law range from classic - yet still necessary - approaches working within criminal and administrative channels, such as civil sanctions, liability rules and strengthening the regulatory structure and the role of judges, to more innovative methods involving public participation, collaborative or hybrid governance and private environmental enforcement.Dr. Sandrine Maljean-Dubois is a professor at the CNRS (Centre national de la recherche scientifique) and teaches international environmental law at the Faculty of Law and Political Sciences of Aix-Marseille University. She has edited several books and a large number of articles in this field, focusing in particular on biodiversity, non-compliance mechanisms and climate change negotiations. She is a member of the advisory board of the European Environmental Law Forum (EELF)."
Cambridge: Intersentia, 2017
e20520271
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Duvic-Paoli, Leslie-anne
"Prevention is recognized as a cornerstone of international environmental law, but this principle remains abstract and elusive in terms of exactly what is required of states to prevent environmental harm. In this illuminating work, Leslie-Anne Duvic-Paoli addresses this issue by offering a systematic, comprehensive assessment in which she clarifies the rationale, content, and scope of the prevention principle while also placing it in a wider legal context. The book offers a detailed analysis of treaty law, custom codification works, and case law before culminating in a conceptualization of prevention based on three definitional traits: 1. Its anticipatory rationale; 2. Its due diligence content; and 3. Its wide spatial scope to protect the environment as a whole. This book should be read by anyone seeking to understand the evolving principle of prevention in international environmental law, and how it increasingly shares common ground with reparation in the arena of compliance control."
Cambridge: Cambridge University Press, 2018
e20522085
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Demeyere, Siel
"This book includes the conference proceedings of a conference in September 2019. The Institute for Property Law of the University of Leuven had the opportunity to welcome numerous authoritative legal scholars to debate on the impact of sustainability challenges on the crossroads between contract and property. While environmental issues, and more broadly sustainability, are often conceived as a matter of public law, if a matter of law at all, in recent years, also private law aims to join in. More fundamentally, environmental law could challenge the main division in private law, the division between contract and property. Fundamental rules of traditional private law, with strong historical roots, such as the privity of contracts, the closed system of property rights, the praedial rule with regard to servitudes, etc. are under pressure. The contributions of this book therefore are situated at the point of encounter of at least three fields of law: environment, contract and property. Very often, a fourth field of law joins this encounter: the constitutional protection of ownership plays a major role in the described challenges. The contributions in this book are on the one hand, careful analyses of national laws, and on the other hand, more general views on the interplay between property law and sustainability:-Property Law, Contract Law and Environmental Law: Shaking Hands with the (Historical) Enemy - Vincent Sagaert-Sustainable Obligations in (Dutch) Property Law - Bram Akkermans-Contractual Regulation of Property Rights: Opportunities for Sustainability and Environmental Protection - Siel Demeyere-Towards Sustainable Real Estate in a Circular Economy - Benjamin Verheye-Quebec Private Law, Destined to Preserve the Environment?- Gaële Gidrol-Mistral-Real Burdens in Scots Law: An Environmental Perspective - Andrew J M Steven-Positive and Negative Obligations of Landowners in South African Law: An Environmental Perspective - Elsabé van der Sijde-The Introduction of Conservation Covenants in English Law - Christopher Pulman and Nicholas Hopkins-The 'obligation réelle environnementale' in French law- Blandine Mallet-Bricout.-Environmental Duties in the German Land Register - Christine Godt-Nordic Perspectives on Contract and Property Law with an Environmental Perspective: Examples from Norway Berte-Elen Konow"
Cambridge: Intersentia, 2020
e20527764
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurrahman
Bandung: Alumni, 1986
344.046 ABD p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Satya Arinanto
"Sejalan dengan penetapan pembangunan ekonomi sebagai prioritas utama pembangunan pada masa Orde Baru, pada tahun 1994 Indonesia mulai melaksanakan era industrialisasi. Dalam implementasinya, kegandrungan terhadap pembangunan industri ternyata telah mengabaikan kebutuhan pembangunan sektor-sektor lainnya. Masalah sosial dan ekonomi yang serius pun timbul, seperti ketidakmerataan pendapatan dan kekayaan serta pengangguran.
Bagi sebagian masyarakat, kesempatan untuk berusaha semakin sempit dan mata pencaharian mereka menghilang karena kesalahan manajemen dari kegiatan industri yang mengabaikan pertimbangan sosial budaya dan lingkungan. Program diversifikasi industri pada Pembangunan Lima Tahun (Pelita) II dan IV telah mendorong tumbuhnya industri-industri kimia seperti pulp, kertas, rayon, pupuk, semen, dan industri petrokimia. Masing-masing jenis pembangunan tersebut memiliki konsekuensi terhadap lingkungan (Heroepoetri, 1994: 76-80).
Semua kegiatan tersebut tentunya memerlukan aturan-aturan hukum untuk menjamin keseimbangan sumberdaya alam yang ada dengan aktivitas-aktivitas manusia yang menggangunya. Sayangnya, gegap gempita pembangunan industri tersebut tidak diikuti dengan tersedianya perangkat pengawasan terhadap pencemaran yang menyeluruh. Di tengah masih terdapatnya berbagai kekosongan hukum lingkungan ini, kendala utamanya adalah bagaimana agar para pelaku industri tersebut mentaati (compliance) peraturan yang ada, dan bagaimana hukum yang ada dapat ditegakkan (enforcement).
Salah satu pihak yang diharapkan dapat berperan serta dalam upaya penegakan hukum lingkungan di tengah kondisi masih terdapatnya berbagai kekosongan hukum lingkungan tersebut ialah lembaga swadaya masyarakat (LSM). Hal ini sejalan dengan ketentuan Undang-Undang (UU) No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana diubah dengan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang memberikan ruang bagi lembaga swadaya masyarakat untuk berperan sebagai penunjang dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Dalam UU No. 23 Tahun 1997 tersebut, hak, kewajiban, dan peran masyarakat mendapatkan pengakuan. Hal tersebut tercantum dalam Bab III yang terdiri dari Pasal 5, 6, dan 7. Sedangkan dalam UU yang berlaku sebelumnya, yakni UU No. 4 Tahun 1982, peran serta masyarakat juga mendapatkan pengakuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 dan 19."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagalung, Ronald Tumpal, examiner
"ABSTRAK
Pertumbuhan pembangunan gedung-gedung bertingkat di kota-kota besar seperti DKI Jakarta menimbulkan berbagai implikasi khususnya di bidang hukum pertanahan dan lingkungan. Di bidang hukum tanah timbul persoalan karena pembangunan gedung-gedung bertingkat tidak hanya di permukaan saja melainkan ke dalam tubuh bumi yang lazim disebut ruang bawah tanah. Masalah hukum yang timbul adalah banyaknya Perda yang berdiri sendiri karena tidak adanya peraturan yang menjadi payung sehingga berbenturan dengan ketentuan peraturan dan aspek hukum lain seperti hukum lingkungan. Penerapan pasal 33 ayat (1) UUD 45, UUPA terutama pasal 1, 2, 4, dan 16 serta UUPLH No. 23/ 1997, UU SDA No.7/2004, dan UU Penataan Ruang No.26/ 2007 pada faktanya tidak terlalu efektif dalam pengembangan ruang bawah tanah terutama mengenai keuntungan ekonomi (economy benefit) dan kerugian ekonomi (economy lost). Penelitian dalam tulisan ini bersumber pada masalah konsep pengembangan dan pengelolaan ruang bawah tanah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada dan bagaimana dukungan aspek hukum tanah dan lingkungan dalam kebijakan pengembangan dan pengelolaan ruang bawah tersebut. Masalah yang yang kedua adalah bagaimana permasalahan hukum yang terjadi dan ekologis (tata guna air) akibat pengembangan ruang bawah tanah sebagai konsep aktivitas di kota-kota besar seperti DKr Jakarta.Metode penelitian yang dipergunakan adalah penelitian normatif dengan pendekatan undang-undang yakni menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut pant dengan isu hukum mengenai lingkungan dan pengembangan ruang bawah tanah khususnya di DKI Jakarta. Di samping itu, penelitian juga bersifat deskriftif analisis dengan dukungan data primer dan sekunder.Akhir tulisan dari basil penelitian ini disimpulkan bahwa permasalahan pengembangan dan pengelolaan ruang bawah tanah di kota-kota besar seperti DKI Jakarta rnerupakan masalah yang cukup kompleks karena belum ada Undang-Undang yang khusus mengatur ruang bawah tanah. Akibatnya sering terjadi pelanggaran oleh para pengembang dengan menggunakan izin pihak regulator Pemerintah Daerah yakni IMB. Pelanggaran IMB berakibat buruk pada tatanan lingkungan umumnya dan khususnya cekungan air tanah karena sistemnya telah rusak akibat pengembangan ruang bawah tanah yang tidak terkendali. Dampak buruk lingkungan akibat pengembangan ruang bawah tanah khususnya tata guna air cukup besar di kawasan-kawasan gedung bertingkat."
2007
T19593
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library