Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Amanda Larasati
Abstrak :
Dalam rangka menaikkan daya saing ekspor produk kulit, Pemerintah memberikan kebijakan berupa kemudahan dalam mengimpor bahan baku untuk diproduksi menjadi barang dengan tujuan ekspor, yang disebut Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE). Kebijakan KITE yang diberikan pada Industri Kulit diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang terjadi pada Industri Kulit, yaitu mengenai kontinuitas bahan baku. Atas kemudahan yang diberikan dalam fasilitas ini, diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang terjadi pada Industri Kulit yang nantinya akan berpengaruh juga terhadap harga dari produk kulit yang tujuannya diekspor akan lebih bersaing. Penelitian ini akan membahas implementasi Kebijakan KITE atas Industri Kulit serta hambatan yang dihadapi dalam implementasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif dan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan yang dilakukan dengan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi Kebijakan KITE atas Industri Kulit belum cukup efektif, karena terdapat hambatan-hambatan yang belum diselesaikan secara optimal. Akibatnya masih banyak perusahaan Industri Kulit yang belum menggunakan fasilitas ini. ......In order to increase the competitiveness, the Government provided a policy in the form of easing importing raw materials to be produced into goods for export purposes, which is called “Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE)”. The KITE Policy given to the Leather Industry is expected to overcome the problems that occur in the Leather Industry, which is the continuity of raw materials. The convenience provided by this incentive is expected to be able to overcome the problems that occur in the Leather Industry, which will also affect the prices of leather products in which its purpose to be exported. This study will discuss the implementation of KITE Policy for the Leather Industry and the obstacles faced in its implementation. This study uses a qualitative approach with descriptive design dan data collection techniques such as library research and field studies which is conducted with interviews. The results show that the implementation of KITE Policy for the Leather Industry have not been really effective, because there are obstacles that have yet to be resolved optimally. As a result, there are still many companies in the Leather Industry that have not use this incentive.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Nizar
Abstrak :
Kesejagatan ekonomi dunia yang menuntut keunggulan usaha dalam merebut pasar dunia, serta semakin ketatnya persyaratan berkaitan dengan issu lingkungan hidup dan hak-hak azasi manusia menyebabkan banyak faktor harus dipertimbangkan pada setiap produk yang dihasilkan. Sebagaimana diketahui bahwa industri kulit dan produk kulit (KPK) merupakan jenis industri dengan tingkat pencemaran sangat tinggi dan tersebar 70 % di Pulau Jawa menyatu dengan pemukiman penduduk, khususnya yang berskala kecil. Kebijaksanaan pemerintah dalam pengembangan kawasan industri kulit terpadu untuk menyatukan berbagai industri kulit (hulu-hilir), adalah pemecahan terbaik dari tekanan masyarakat. Pihak pemrakarsa KIKT-PT.Cahaya Timur Indah menangkap peluang bagi penyatuan unit usaha industri KPK dari hulu - ke hilir, dengan keseimbangan sistem produksi, pemasaran, dan penguasaan jaringan distribusi, serta produk yang memenuhi baku mutu lingkungan yang lestari sebagai syarat memasuki pasar global, yang mampu memenangkan keunggulan berkelanjutan ("Sustainable Competitive Advantage"). Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji perihal yang terkait dengan daya tarik pengusaha industri KPK untuk masuk dalam kawasan, kinerja manajemen pemrakarsa, potensi pasar KPK, kebijakan pemerintah dalam investasi, serta strategi SCA yang diterapkan. Penelitian didukung datalinformasi primer dan sekunder, yang diolah secara analitis kualitatif dan kuantitatif, serta deskriptif dengan pendekatan deduktif dan induktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ; manajemen perusahaan belum mampu menarik minat investor untuk bergabung dalam kawasan ini. Peluang investasi yang perlu direbut adalah pada bidang pengadaan bahan baku, karena 80 % kulit mentah masih harus diimpor. Oleh karena itu pihak pengelola KIKT-PT. Cahaya Timur Indah harus mampu mengurangi kendala pengadaan bahan baku, dengan jalan meningkatkan pasok bahan baku dalam negeri, dan mampu memberi kemudahan bagi impor bahan baku yang belum dapat dilayani dari dalam , sehingga para pengusahalunit industri tertarik masuk ke dalam kawasan ini. Tantangan lain yang perlu diraih berupa kebutuhan KPK dunia terus meningkat (15,20 %/tahun). Aliansi strategic sebagai pilihan utama dalam penerapan "SCA" bagi KIKT-PT. Cahaya Timur Indah dengan 40 negara mitra dagang yang telah ada. Ketidak sinkronan kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam perizinan dan pengadaan lahan perlu penyelesaian secara tuntas. Berdasarkan kajian rantai nilai dan tinjauan kekuatan dan kelemahan pihak MKT- PT.Cahaya Timur Indah, maka dinilai kinerja pemrakarsa mutlak perlu ditingkatkan menyongsong pencerahan ekonomi Indonesia di suasana reformasi pembangunan ini.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Anggraeni
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai persepsi risiko bahaya kimia pada pekerja sektor informal tahun 2014. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif yang menggunakan kuesioner ceklis untuk menilai variabel-variabel independen. Tujuan penelitian adalah untuk melihat gambaran persepsi terhadap risiko bahaya kimia beserta gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi risiko bahaya kimia, diantaranya pengalaman, kesukarelaan, ketakutan, pengendalian, potensi dampak, dan kondisi lingkungan kerja. Penelitian ini juga dilakukan untuk melihat gambaran perbandingan persepsi pekerja terhadap risiko bahaya kimia di kedua tempat industri informal yaitu industri penyamakan kulit dan industri sablon. Hasil penelitian menggambarkan bahwa secara umum persepsi risiko bahaya kimia pada pekerja sektor informal sudah baik, walaupun masih ada beberapa pekerja yang memiliki persepsi yang buruk terhadap risiko bahaya kimia. Berdasarkan lokasi kerja, persepsi risiko bahaya kimia pada pekerja sablon lebih baik dibandingkan dengan pekerja penyamakan kulit. Persepsi yang baik pada pekerja dikedua tempat ini didapatkan karena : pekerja sudah memiliki pengalaman yang baik terkait kejadian risiko bahaya kimia, sukarela menerima risiko bahaya kimia, memiliki ketakutan terhadap risiko bahaya kimia, pekerja merasa mampu mengendalikan risiko bahaya kimia, menilai risiko bahaya kimia sebagai risiko yang berpotensi katastropik, dan menilai lingkungan kerja sudah aman dari risiko bahaya kimia. ...... This research describes risk perception of chemical hazard on the informal sector worker 2014. This is a descriptive study that uses quantitative research methods with quesionnaire checklist as research instrument. Quesionnaire checklist used to assess the independent variabels. The purpose of this study is to see the overview of risk perception of chemical hazard and factors related to perception, such as experience, voluntary, dread, control, effect, and work environment. This study also looked at differences in workers perception between leather industry and shirt screen printing industry. The result of this study show that generally risk perception of chemical hazard on informal sector is good, although there are some workers who still have bad risk perception of chemical hazard. Based on the work location, the risk perception of chemical hazard to shirt screen printing worker is better than leather worker. Workers’ good perception can be achieve because they have good experience about chemical hazard, voluntarily accept the risks of chemical hazard, they are afraid of the risk of chemical hazard, workers assume that they can control the risk of chemical hazard, they assume the risk of chemical hazard as a result of catastropic, and they also assume that their working environment was safe from the risk of chemical hazard.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S54784
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library