Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
YONATAN
"

Peraturan Kepailitan sebelum Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UUKPKPU”) diundangkan mengatur ketentuan norma bahwa hanya Debitor saja yang dapat mengajukan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“PKPU”), sedangkan pada UUKPKPU membolehkan Kreditor untuk mengajukan Permohonan PKPU. Dibolehkannya Kreditor mengajukan Permohonan PKPU telah membuat banyaknya Permohonan PKPU dibandingkan dengan Permohonan Kepailitan. Hal ini karena waktu proses hukum acara PKPU lebih cepat dibandingkan dengan proses hukum acara Kepailitan, dan sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (“MKRI”) Nomor 23 Tahun 2021 terhadap Putusan PKPU pada tingkat pertama tidak terbuka upaya hukum apapun, dan setelah adanya Putusan MKRI Nomor 23 Tahun 2021 telah membuka upaya hukum Kasasi bagi Permohonan PKPU yang diajukan oleh Kreditor dan Rencana Perdamaian yang diajukan oleh Debitor tidak diterima oleh Kreditor. Putusan MKRI Nomor 23 Tahun 2021 dimaksud masih membedakan upaya hukum yang dapat dilakukan atas Putusan Pailit dengan Putusan PKPU, sehingga masih dianggap kurang memenuhi rasa keadilan. Pada penelitian ini, norma ketentuan yang membolehkan Kreditor mengajukan Permohonan PKPU tanpa adanya tes insolvensi dianggap kurang tepat. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif (yuridis normatif), penelitian ini hendak mengkaji tentang apakah norma ketentuan yang membolehkan Kreditor mengajukan Permohonan PKPU tanpa adanya tes insolvensi telah sesuai dengan teori keadilan dari John Bordley Rawls, teori banyak nilai (teori visi etis) dari Elizabeth Ann Warren, dan Prinsip Perencanaan Rasional dari Donald R. Korobkin. Pendekatan metode penelitian hukum dalam penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan, yaitu: pendekatan perbandingan hukum dan pendekatan peraturan perundang-undangan. Negara-negara terbanding dalam penelitian ini diambil dari negara Belanda yang mewakili negara dengan sistem hukum Civil Law, dan negara Singapura dan Amerika Serikat yang mewakili negara dengan sistem hukum Common Law, serta organisasi dunia United Nations Commission On International Trade Law (“UNCITRAL”) yang dalam penelitian ini dianggap sebagai ‘wasit’ yang mewakili sebagai pihak yang netral. Hasil penelitian dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ketentuan PKPU dalam UUKPKPU lebih berpihak kepada Kreditor daripada Debitor, sehingga perlu dilakukan reformulasi norma hukum yang terdapat pada UUKPKPU terkait dengan pihak yang dapat mengajukan Permohonan PKPU. Atas hal tersebut, diberikan 2 (dua) pilihan alternatif: Pertama, hanya Debitor saja yang mempunyai hak untuk mengajukan Permohonan PKPU; Kedua, dalam hal Kreditor diberi hak untuk mengajukan Permohonan PKPU harus dilekatkan tes insolvensi.


The Bankruptcy Regulations before Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations ("UUKPKPU") were promulgated regulated the norm that only Debtors could submit Applications for Suspension of Debt Payment Obligations ("PKPU"), whereas the UUKPKPU allowed Creditors to submit a PKPU application. Allowing Creditors to submit PKPU Applications has made PKPU Applications more numerous compared to Bankruptcy Applications. This is because the legal process for PKPU is faster than the procedural law for bankruptcy, and prior to the Decision of the Constitutional Court of the Republic of Indonesia ("MKRI") Number 23 of 2021 against the PKPU Decision at the first level there was no legal remedy whatsoever, and after the Decision MKRI Number 23 of 2021 has opened a Cassation legal effort for the PKPU Application submitted by the Creditor and the Reconciliation Plan submitted by the Debtor is not accepted by the Creditor. The Constitutional Court Decision Number 23 of 2021 is intended to still distinguish the legal remedies that can be taken on a Bankruptcy Decision from a PKPU Decision, so that it is still considered as not fulfilling a sense of justice. In this research, the norm of provisions that allow creditors to submit an application for PKPU without an insolvency test is considered inappropriate. By using the normative legal research method (normative juridical), this research examines whether the provisions that allow creditors to apply for a PKPU without a bankruptcy test are in accordance with the theory of justice from John Bordley Rawls, the theory of multiple values (ethical vision theory) from Elizabeth Ann Warren, and the Principles of Rational Planning from Donald R. Korobkin. The legal research method approach in this study uses several approaches, namely: a comparative legal approach and a statutory approach. The results of this research indicate that the PKPU provisions in UUKPKPU are more in favor of creditors than debtors. Based on this research and comparison with the bankruptcy laws of the Netherlands, Singapore, the United States, and the world organization United Nations Commission on International Trade Law (“UNCITRAL”), it is necessary to amend the UUKPKPU on the following matters, namely: First, only debtors are has the right to submit a PKPU application; Second, in the event that the creditor is given the right to submit an application for PKPU, it must be accompanied by an insolvency test.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didi Nisjahbudin
"ABSTRAK
Notaris adalah salah satu rechtfigur organ Negara yang diberikan kekuasaan umum openbaar gezag didalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam bidang hukum perdata khususnya dalam membuat akta otentik. Permasalahan penelitian ini untuk mengetahui Pertanggungjawaban Notaris sebagai Pejabat Umum atas Akta yang dibuat dihadapannya dan mengetahui hubungan Hubungan Hukum antara Notaris dan Penghadap dalam pembuatan Akta Otentik serta Bentuk Sanksi sebagai Pertanggungjawaban Notaris terhadap Akta yang dibuatnya dan Upaya Hukum bagi Notaris yang dijatuhi Sanksi. Metode penelitianmenggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep.Penelitian ini juga menggunakan analisis kualitatif dengan bentuk Penelitian perskriptif.HasilPenelitian ini menunjukan bahwa dalam UUJN aspek pertanggungjawaban Notaris terhadap Akta yang dibuatnya tidak disebutkansecara eksplisit mengenai prinsip pertanggungjawaban yang dianut dan hanya dinyatakan secara umum pada Pasal 65 dan Pasal 4 ayat 2 . KUHPerdatamenganut prinsip pertanggungjawabanberdasarkan unsur kesalahan yang mengacu Pasal 1365 KUHPerdata. Dalam UUJNHubungan hukum antara notaris dengan para pihakdalam pembuatan Akta Otentik tidak terkonstruksikan dengan jelas dan hanya beberapa pasal dalam UUJN mengatur hak Para Pihak untuk melakukan gugatan kepada Notaris berkaitan dengan sanksi Perdata.Ajaran yang dianut dalam Hukum Kenotariatan bahwa Notaris berada di luar Para Pihak; Notaris bukan Pihak, baik di dalam akta maupun pihak pada akta sehingga dengan demikian hubungan hukum antara notaris dengan para pihak tidak dapat dikonstruksikan pada saat pembuatan akta Verlijden dan hubungan hukumnyabaru timbul sejak adanya permasalahan hukum berkaitan dengan akta otentik yang dibuatsesuai Pasal 1869KUHPerdata. Hubungan hukum notaris dan para pihak tersebut dapat dikualifikasikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum. Bentuk sanksi sebagai bentuk pertanggungjawaban Notarisyaitu dari Sanksi Administratif , Sanksi Etika, Sanksi Perdata dan Sanksi Pidana. Upaya hukum Notaris yang dikenai sanksi internal dalam bentuk pembelaan diri dan banding administratif serta mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tata usaha Negara. Kata kunci: Notaris, Pejabat Umum, Akta Notaris, Pertanggungjawaban, Kode Etik Notaris, Perbuatan Melawan Hukum, Sanksi, Upaya Hukum.

ABSTRACT
Notary is one of Law of Figure the organs of the State was given general authority in providing services to people in the field of civil law, especially in making authentic deed.The research method use normative legal research with the statute approach and conceptual approach. This study also used qualitative analysis research and prescriptiveresearch.The results of this study show that under Notary Law the,Notary 39 s Liability aspects of the Act that made no explicit mention of the principle of liability is embraced and expressed only in general to Article 65 and Article 4 clause 2 . Civil Code, the principle of liability based on fault element that refers to Article 1365 of the Civil Code. The legal relationship between a notary by the parties in making authentic deedunconstructed with clear and only a few chapters under Notary Law regulatethe rights of the Parties to pursue a lawsuit to the Notary relating to civil sanctions. Based on Docrine espoused in that Notary Law, The Notary are outside the Parties Notary not a Party, whether in deed nor the parties on the deed and thus the legal relationship between the notary by the parties can not be constructed upon a deed and relations law emerging since the legal issues relating to the authentic deed made pursuant to Article 1869 Civil Code. Notary and legal relations between the parties can be qualified as Torts.Type of sanctions as a form of Notaries Liability is Administrative Sanctions, Sanctions Ethics, Civil and Criminal Sanction Sanction. The Efforts law Notary sanctioned internally in the form of self defense and administrative appeals and filed a lawsuit in the District Court and the Administrative Court of State activity. Keywords Notary, the Notary Deed, Liability, Notary Code, Torts,Sanctions,and Legal Effort"
2017
T47134
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kezia Shevania Therina Paenden
"Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) adalah suatu tindakan hukum yang memberikan hak kepada debitor yang menghadapi kesulitan dalam membayar utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, untuk mengajukan rencana perdamaian. Rencana tersebut memungkinkan debitor untuk melakukan restrukturisasi utangnya. Awalnya, menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU (UUK & PKPU), tidak ada upaya hukum yang dapat diajukan terhadap putusan PKPU. Namun, seiring berjalannya waktu, terjadi pergeseran dalam aturan terkait upaya hukum terhadap putusan PKPU. Semula tidak diizinkannya upaya hukum apapun terhadap putusan PKPU, namun kemudian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 23/PUU-XIX/2021 mengubah hal tersebut. Putusan ini memungkinkan pengajuan upaya hukum kasasi terbatas terhadap putusan PKPU. Adapun perubahan ini berlaku ke depan (prospektif) dan tidak berlaku surut (retroaktif), hal ini bertujuan untuk menghindari ketidakpastian hukum yang dapat timbul jika putusan tersebut diterapkan secara retroaktif. Lebih lanjut, meskipun Putusan MK No. 23/PUU-XIX/2021 memberikan izin untuk kasasi terbatas, namun belum ada regulasi yang secara khusus mengatur prosedur dan proses pengajuan kasasi terhadap permohonan PKPU. Hingga saat ini, pelaksanaan kasasi terhadap putusan PKPU juga belum diatur secara spesifik atau khusus oleh UUK & PKPU. Oleh karena itu, peraturan mengenai kedudukan hukum kreditor di luar perkara dalam mengajukan kasasi terhadap putusan PKPU juga masih berlaku mutatis mutandis terhadap ketentuan pengajuan kasasi atas putusan pailit.

Postponement of Debt Payment Obligations (PKPU)is alegal action that gives debtors who are facing difficulties in paying debts that are due and collectible the right to submit a peace plan. This plan allows debtors to restructure their debts. Initially, according to Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and PKPU (UUK & PKPU), no legal action could be filed against PKPU decisions. However, over time, there has been a shift in the rules regarding legal action against PKPU decisions. Initially no legal action was permitted against the PKPU decision, but then the Constitutional Court Decision Number 23/PUU-XIX/2021 changed this. This decision allows the filing of limited cassation efforts against PKPU decisions. This change applies in the future (prospective) and does not apply retroactively, this aims to avoid legal uncertainty that could arise if the decision is applied retroactively. Furthermore, even though MK Decision no. 23/PUU-XIX/2021 provides permission for limited cassation, but there are no regulations that specifically regulate the procedure and process for submitting cassation against PKPU applications. Until now, the implementation of cassation against PKPU rulings has also not been specifically regulated or specifically by UUK & PKPU. Therefore, the regulation regarding the legal position of creditors outside the case in filing cassation against the PKPU decision also still applies mutatis mutandis to the provisions for filing cassation for bankruptcy decisions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library