Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ratih Merinda
Abstrak :
Latar belakang: Kombinasi Handheld Ultrasonography (HHUS) dan Color Doppler Ultrasonography (CDUS) memberikan informasi morfologis dan vaskularisasi lesi, sehingga mampu meningkatkan nilai diagnostik. Modalitas pencitraan baru Automated Breast Ultrasound (ABUS) memiliki keunggulan yaitu akuisisi gambar otomatis, tidak bergantung operator serta waktu penggunaannya lebih singkat dan dilakukan dalam satu kali pemeriksaan. Saat ini ABUS belum banyak digunakan di Rumah Sakit seluruh Indonesia dan penelitian mengenai ABUS masih terbatas. Sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai ABUS terhadap metode lain yang lebih obyektif. Tujuan: Penelitian ini bertujuan menilai kesesuaian antara kombinasi HHUS dan CDUS dengan ABUS terhadap hasil patologi anatomi (PA) lesi payudara. Metode: Dilakukan pemeriksaan kombinasi HHUS dan CDUS menggunakan transduser linear 7-12 MHz ultrasonografi GE tipe Logic S8, kemudian dilakukan pemeriksaan ABUS menggunakan transduser konkaf linear 6-12 MHz ABUS GE tipe Invenia. Seluruh pemeriksaan dilakukan sendiri oleh peneliti di Departemen Radiologi RSCM, kemudian dikonfirmasi oleh dokter spesialis radiologi konsultan payudara yakni pembimbing penelitian sebelum pendataan hasil penelitian. Seluruh sampel penelitian telah dilakukan pemeriksaan patologi anatomi. Kesesuaian hasil pemeriksaan kombinasi HHUS dan CDUS dengan ABUS dianalisis menggunakan uji Mc Nemar. Hasil: Pada penelitian ini, diperoleh 25 sampel lesi payudara dari 22 subyek (rentang usia 35-62 tahun; rerata ± SD usia 46,8 ± 8,3 tahun). Kesesuaian hasil pemeriksaan kombinasi HHUS dan CDUS dengan ABUS didapatkan kesesuaian kuat antara kedua modalitas untuk membedakan lesi jinak, indeterminate, dan ganas dengan nilai Kappa Cohen R 0,870 (p 0,001). Hasil kesesuaian kombinasi HHUS dan CDUS terhadap PA lesi payudara memiliki nilai p 0,082 dan Kappa Cohen R 0,421 (p 0,001) sedangkan hasil kesesuaian ABUS terhadap PA lesi payudara memiliki nilai p 0,189 dan Kappa Cohen R 0,356 (p 0,01). Simpulan: kombinasi HHUS dan CDUS memiliki kesesuaian sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan ABUS terhadap hasil pemeriksaan PA dalam menilai lesi payudara jinak, indeterminate dan ganas. Kombinasi pemeriksaan HHUS dan CDUS terhadap pemeriksaan PA memiliki kesesuaian sedang (moderate agreement). Sedangkan pemeriksaan ABUS terhadap pemeriksaan PA memiliki kesesuaian lemah (fair agreement) dalam menilai lesi payudara. Kombinasi pemeriksaan HHUS dan CDUS terhadap ABUS dan HHUS terhadap ABUS memiliki kesesuaian kuat (almost perfect agreement) dalam menilai lesi payudara. ......Background: Combinations of Handheld Ultrasonography (HHUS) and Color Doppler Ultrasonography (CDUS) provide morphological information and vascularity of lesions, so as to increase diagnostic values. The new imaging modalities of Automated Breast Ultrasound (ABUS) have the advantage of automatic image acquisition, no operator dependence and the examination time is shorter. At present ABUS is not widely used in hospitals throughout Indonesia and research on ABUS is still limited. So it is necessary to do research on ABUS on other methods that are more objective. Objective: This study aimed to assess the suitability between the combination of HHUS and CDUS with ABUS on the results of Pathological Anatomy (PA) of breast lesions. Methods: A combination of HHUS and CDUS was examined using linear transducer 7-12 MHz GE ultrasonography Logic type S8, then ABUS was examined using a 6-12 MHz linear concave transducer GE Invenia ABUS type. All examinations were carried out by the researchers in the Radiology Department of the RSCM, then confirmed by the radiology specialist breast consultant before the data collection. All research samples have been examined for anatomical pathology. The suitability of the HHUS and CDUS combination results with ABUS was analyzed using the Mc Nemar test. Results: In this study, 25 samples of breast lesions were obtained from 22 subjects (age range 35-62 years; mean ± SD age 46.8 ± 8.3 years). The suitability of the results of the combination of HHUS and CDUS with ABUS found a strong match between the two modalities to distinguish benign, indeterminate, and malignant lesions with Kappa values 0.870 (p 0.001). The results of the suitability of the combination of HHUS and CDUS on PA breast lesions have Kappa values 0.421 (p 0.001) whereas the results of ABUS conformity to PA breast lesions have Kappa values 0.356 (p 0.01). Conclusion: The combination of HHUS and CDUS examination against PA examination has moderate agreement while the ABUS examination of PA examination has fair agreement in breast assessment. The combination of examining HHUS and CDUS against ABUS and HHUS against ABUS has a almost perfect agreement in assessing breast lesions.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59136
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christy Amanda Billy
Abstrak :
Latar belakang: Kanker payudara adalah kanker dengan insiden tertinggi dan penyebab kematian utama akibat kanker pada perempuan di dunia. Magnetic resonance imaging (MRI) adalah modalitas pencitraan yang memiliki sensitivitas tinggi, tetapi spesifisitas terbatas, dalam mendeteksi kanker payudara. Diffusion weighted imaging (DWI) dan magnetic resonance spectroscopy (MRS) adalah sequence MRI fungsional yang dilaporkan memiliki spesifisitas yang lebih baik dibandingkan protokol MRI standar dalam membedakan lesi payudara jinak dan ganas. Telaah sistematis dan meta-analisis ini dibuat dengan tujuan membandingkan akurasi diagnostik sequence DWI dan MRS dalam membedakan lesi payudara jinak dan ganas. Metode: Pencarian sistematis dilakukan untuk mengidentifikasi studi yang membandingkan akurasi diagnostik antara sequence DWI dan MRS dalam membedakan lesi payudara jinak dan ganas yang terdeteksi lewat pemeriksaan fisik atau radiologis, dengan referensi baku pemeriksaan patologi anatomi. Pencarian dilakukan pada Maret 2021 lewat data dasar Scopus dan PubMed menggunakan kata kunci yan telah ditentukan, daftar pustaka dari artikel terpilih, dan grey literature. Temuan utama yang diekstraksi dari tiap studi adalah jumlah positif benar, positif palsu, negatif benar, dan negatif palsu untuk mendapatkan nilai sensitivitas, spesifisitas, likelihood ratio (LR), dan diagnostic odds ratio (DOR) masing-masing uji indeks. Penilaian kualitas metodologi studi dilakukan menggunakan QUADAS-2. Penilaian kualitas bukti dilakukan menggunakan GRADE. Hasil: Delapan studi (632 perempuan, 687 lesi payudara) diidentifikasi. Proporsi lesi ganas payudara 38,2–72,4%. Tiga studi menunjukkan risiko bias yang tinggi pada salah satu domain. Empat studi menunjukkan setidaknya dua risiko bias yang tidak jelas. Sensitivitas spesifisitas, LR+, LR-, dan DOR sequence DWI secara berturutan adalah 90% (95% CI 86–93%), 83% (95% CI 67–93%), 5,4 (95% CI 2,6–11,4), 0,12 (95% CI 0,09–0,17), dan 45 (95% CI 18–109). Sensitivitas, spesifisitas, LR+, LR-, dan DOR sequence MRS secara berturutan adalah 85% (95% CI 66–94%), 85% (95% CI 76–91%), 5,7 (95% CI 3,3–10,0), 0,17 (95% CI 0,07–0,45), dan 33 (95% CI 8–131). Kualitas bukti rendah–sedang. Kesimpulan: Sequence DWI dan MRS memiliki akurasi diagnostik yang hampir sebanding dalam membedakan lesi payudara jinak dan ganas. Sequence DWI memiliki sensitivitas lebih baik, sedangkan sequence MRS memiliki spesifisitas lebih baik. Akan tetapi, penerapan temuan telaah sistematis dan meta-analisis ini terbatas karena kualitas metodologi studi dan kualitas bukti yang terbatas. ......Background: Breast cancer is cancer with the highest incidence and leading cause of cancer death among women worldwide. Magnetic resonance imaging (MRI) is an imaging modality of high sensitivity, but limited specificity in detecting breast cancer. Diffusion weighted imaging (DWI) and magnetic resonance spectroscopy (MRS) are functional MRI sequences reported to have higher specificity compared to standard MRI protocol in differentiating benign and malignant breast lesions. This systematic review and meta-analysis are written to compare diagnostic accuracy of DWI and MRS sequence in differentiating benign and malignant breast lesion. Methods: Studies that compared diagnostic accuracy of DWI and MRS sequence in differentiating benign and malignant breast lesions, previously detected through physical or radiological examination, with pathological examination as reference standard were identified. Scopus and PubMed were systematically searched through March 2021. Reference lists of eligible studies and various grey literatures searches were searched additionally. Findings extracted from each eligible study included true positive, true negative, false positive, dan false negative value to estimate sensitivity, specificity, likelihood ratio (LR), and diagnostic odds ratio (DOR) of each index tests. Methodological quality was assessed using QUADAS-2. Evidence quality was summarized using GRADE. Results: Eight studies (632 women, 687 breast lesions) were identified. Proportion of malignant breast lesions were 38.2–72.4%. Three studies displayed high risks of bias in one domain. Four studies displayed at least two unclear risk of bias. Sensitivity, specificity, LR+, LR-, and DOR of DWI sequence were 90% (95% CI 86–93%), 83% (95% CI 67–93%), 5.4 (95% CI 2.6–11.4), 0.12 (95% CI 0.09–0.17), and 45 (95% CI 18–109), respectively. Sensitivity, specificity, LR+, LR-, and DOR of MRS sequence were 85% (95% CI 66–94%), 85% (95% CI 76–91%), 5.7 (95% CI 3.3–10.0), 0.17 (95% CI 0.07–0.45), and 33 (95% CI 8–131), respectively. The quality of evidence was low to moderate. Conclusion: DWI and MRS sequence has comparable diagnostic accuracy in differentiating benign and malignant breast lesions. DWI sequence has higher sensitivity, while MRS sequence has higher specificity. However, limited methodological and evidence quality limits the application of research findings.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library