Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 67 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Djoko Poerbohadidjojo
"Pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat cukup banyak namun dirasakan masih belum memadai sebagaimana yang diharapkan. Salah satu instansi yang memberikan pelayanan pada masyarakat adalah kepolisian.
Pelayanan yang diberikan oleh kepolisian salah satunya adalah pelayanan dalam memberikan perijinan. Salah satu perijinan yang diberikan oleh kepolisian adalah SIM. Dalam penerbitan SIM terdapat prosedur yang telah baku namun kenyataannya jumlah pemohon yang akan membuat SIM cukup banyak. Selain itu juga sarana dalam memberikan pelayanan tidak cukup menampung banyaknya pemohon. Banyaknya pemohon menimbulkan keinginan dari pemohon untuk mendapat SIM dengan mudah. Adanya permintaan dari pemohon dipenuhi oleh penyediaan dari calo.
Cara mendapatkan SIM dengan mudah dimanfaatkan oleh calo yang dapat mengurus SIM tanpa melalui prosedur yang seharusnya namun dengan imbalan biaya sebagai jasanya. Penertiban terhadap calo dilakukan tetapi hanya sementara karena aturan yang melarang kegiatan calo belum ada.
Tujuan penulisan tesis adalah dapat mendeskripsikan praktek percaloan dan memberikan gambaran proses pembuatan SIM yang dilakukan di kantor pelayanan SIM Polda Metro Jaya.
Penelitian yang dilakukan menggunakan metode kualitatif dengan instrumen penelitian yang digunakan pengamatan, pengamatan terlibat dan wawancara berpedoman yang dilakukan terhadap gejala-gejala yang terjadi di lingkungan kantor pelayanan SIM dan pada calo, petugas pelayanan dan pemohon SIM.
Teori dan konsep yang digunakan adalah "Teori Pertukaran" dari George C Homans dan "Hubungan Patron-Klien" dari James Scott, konsep berupa "Interaksi sosial", "Kebutuhan hidup", "Kesepakatan dan "Solidaritas".
Hasil penelitian bahwa adanya kegiatan percaloan yang terjadi karena adanya hubungan saling menguntungkan antara calo dengan petugas dimana calo mendapatkan kemudahan dari petugas dan petugas mendapat uang sebagai imbalan. Hubungan calo dengan pemohon juga saling menguntungkan dimana calo mendapat imbalan uang dan pemohon mendapat pelayanan cepat tanpa harus membuang waktu lama, tidak repot-repot dan tidak harus memahami prosedur pembuatan SIM yang benar. Calo sulit untuk diberantas kerana selain belum adanya aturan yang melarang juga karena memang dibutuhkan oleh petugas sehingga penertiban yang dilakukan hanya bersifat sementara. Hubungan sesama calo terdapat aturan yang disepakati bersama dan adanya rasa senasib, sepenanggungan untuk tetap mempertahankan keberadaan mereka dalam melakukan kegiatannya."
Lengkap +
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T5660
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibrahim Idham
"Pada tanggal 10 Oktober 1975 telah ditandatangani perjanjian M-MO di Jakarta tentang pengalihan teknologi melalui "licensing" untuk membuat mesin diesel. Bagi M perjanjian tersebut sangat penting dalam mempertaharikan pemasaran barangnya di luar negeri dan turut dalam persaingan barang diesel dalam perdagangan internasional.
Bagi MO perjanjian tersebut penting untuk meningkatkan kemampuan membuat mesin diesel sendiri secara bertahap. Sebelumnya PT SS telah menjadi penyalur tunggal M, sehingga mesin diesel H terkenal di Indonesia melalui impor-ekspor.
MO adalah suatu perusahaan PMDN yang bergerak di bidang perbaikan dan pemeliharaan, mesin diesel, sekarang ingin memperluas usahanya dengan memproduksi sendi ri mesin diesel dan generating sets yang di jalankan dengan mesin diesel. Untuk tujuan tersebut, MO telah menyiapkan tanah dan bangunan tempat bekerja. MO telah meminta M, perusahaan asing dari Jerman Barat agar M memberinya lisensi memproduksi mesin diesel seri D 302-dua silinder dan D 325-dua/tiga empat dan enam silinder. M telah mengembangkan mesin tersebut dan telah menghasilkan secara lengkap bertahun-tahun lamanya. M telah mengadakan perbaikan terhadap hasil produknya untuk keperluan di pabrik, perkapalan, dan kendaraan darat. Mesin tersebut juga di produksi oleh perusahaan DT di Spanyol dan dalam hal ini akan bertindak sebagai agen M. Pembuatan mesin di atas dilakukan menurut rencana khusus.
Karena Indonesia masih merupakan negara berkembang, tentu saja perjanjian internasional M-MO tidak dapat di samakan dengan perjanjian internasional lainnya antara perusahaan negara industri maju, yang memiliki segala perlengkapan ekonomi dan keterampilan telah berjalan dengan lancar dan serba lengkap. Perangkat undang-undang mengenai teknologi saja belum dimiliki oleh Indonesia yang mengatur dan mengawasi teknologi yang masuk dan meneliti persyaratan dalam perjanjian agar tidak terjadi hal-hal yang terlalu merugikan perekonomian Indonesia. Meninjau know-how {secret technology) dalam perjanjian M-MO, dan perjanjian lain merupakan pokok persoalan yang terpenting dalam setiap perjanjian lisensi, baik lisensi paten, lisensi merek, lisensi desain maupun lisensi Know-How yang berdiri sendiri.
Pengkajian perjanjian M-MO dan perjanjian lainnya dimaksudkan untuk mendapat suatu gambaran baik dari segi hukum maupun dari segi ekonomi, mengenai kerjasama di bidang produksi yang dilakukan oleh kedua belah pihak. Pedoman yang telah dikeluarkan oleh UNCTAD, UNIDO, dan WIPO, di pergunakan untuk melihat sampai di mana saran badan internasional tersebut dapat di jelmakan dalam bentuk perjanjian oleh kedua pihak. Sampai di mana daya saing perusahaan dalam negeri dalam berhadapan dengan perusahaan asing, dapat memperjanjikan hal yang tidak terlampau merugikan salah satu pihak dan juga tidak terlalu merugikan negara dan bangsa penerima lisensi."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Suryadi Setiawan
"Kepailitan telah dikenal di Indonpsia sejak jaman kolonial Belanda, yang diatur dalaln Faillissements verordening stb 1905 217 jo stb 1906 348. dalam perkembangannya peraturan mengenai kepailitan ini terus berkembang dan terakhir diperbarui dengan Undang-undang No. 4 tahun 1998 tentang Kepailitan (UUK). Sebagaimana ketentuan dalam hukum perdata, bahwa prinsip dari kepailitan adalah sitaan umum atas harta si debitur pailit, baik benda bergerak ataupun tidak bergerak untuk dijadikan jaminan hutang bagi seluruh %reditur dengan mempertimbangkan asas berimbang menurut besar kecilnya piutang masing-masing kreditur. Sitaan umum tersebut dilakukan oleh Kurator melalui penetapan keputusan pailit. Menjadi persoalan adalah ketika dalam pelaksanaan sitaan umum tersebut terdapat hak merek yang merupakan salah satu bagian dari Hak Kekayaan Intelektual yang merupakan suatu konsep hak kebendaan (dapat dimiliki) dan termasuk kategori benda bergerak tidak berwujud / intangible moveable goods. Terlebih nilai ekonomis atas hak merek tersebut cenderung lebih ditentukan oleh faktor subyektivitas yang nilainya sulit di prediksikan oleh orang awam bahkan Kurator sekalipun. Oleh karena sifat subyektifnya inilah yang dalam beberapa kasus, menyebabkan Kurator tidak memasukkan hak merek ini kedalam budel pailit. Yang menarik dikaji dasar apakah yang memungkinkan hak merek ini dapat dimasukkan menjadi budel pailit sedangkan dalam pasal 20 UUK secara tegas mengecualikan hak cipta dalam budel pailit? Terkait dengan nilai subyektif tersebut, bagaimana perhitungan nilai ekonomis dan proses pencairan budel pailit dalam lingkup pembagian budel pailit kepada masing¬masing kreditumya berikut peralihan hak merek tersebut dan tanggung jawab kurator atas kelalaiannya bilamana tidak memasukkan hak merek tersebut sebagal budel pailit? Disamping itu akan dikaji pula akibat hukum dari suatu putusan pailit terhadap peijanjian lisensi yang telah diberikan oleh pemegang merek kepada penerima lisensi."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T19172
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Durrant, Fiona
"A practical guide on how to get the best deal for online subscriptions. The processes outlined in this book can be applied to a range of electronic products, ranging from e-journals to multi-modular databases. This text guides you through the stages of negotiation, and offers advice on the skills and techniques of negotiation."
London: Facet Publishing, 2006
346.420 7 DUR n
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
New York : United Nations , 1987
346.04 UNI l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Deydra Azhara
"Indonesia akan menghadapi liberalisasi perbankan pada tahun 2015 dimana sektor perbankan dituntut untuk mempersiapkan diri agar tidak ada kekhawatiran pangsa pasar perbankan didominasi oleh asing karena keunggulan modal. Oleh karena itu, Bank Indonesia menerbitkan Kebijakan Peraturan Bank Indonesia No. 14/26/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank (Multi License). Skripsi ini membahas mengenai pengaturan modal pada Bank Umum terkait diberlakukannya PBI tersebut, dan bagaimana dampak dari pemberlakuan PBI tersebut ditinjau dari penyertaan modal dan tingkat kesehatan pada Bank Bukopin. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah pemberlakuan PBI tersebut dapat melindungi perbankan serta menganalisis daya saing dan tingkat kesehatan modal Bank Bukopin untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi pemberlakuan Qualified ASEAN Banks (QAB) yang akan berlangsung pada tahun 2020.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang dipadu dengan wawancara narasumber. Hasil penelitian dalam skripsi ini menyarankan agar PBI tersebut tetap diberlakukan dan Bank Umum harus siap dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut dengan meningkatkan modal dan menjaga tingkat kesehatan bank.

Indonesia will challenge banking liberalization in 2015, which banking sector are demanded to engage themselves in order to avoid hesitation in the market share that are dominated by foreign banks that has advantages in terms of capital strength. Regarding this issue, Bank of Indonesia issued Regulation of Bank Indonesia No. 14/26/PBI/2012 on Enterprise Actions and Bureau Network based on Core Capital Bank (Multi License). This thesis discuss about capital regulation on Public Bank relating to the establishment of Regulation of Bank Indonesia that may protect the banking sector including analyzing competitiveness and capital health level of Bank Bukopin in order to engage the Qualified ASEAN Banks (QAB) enforcement in 2020.
This research uses literature research method combined with interview on reliable resource. The result recommend to keep on establishing Regulation of Bank Indonesia and Public bank must be ready to implement the regulation by increasing capital and stabilizing the level of bank health."
Lengkap +
2014
S53938
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retnowulan Sopiyani
"Tarif listrik di rumah susun umumnya ditetapkan sepihak oleh P3SRS/Pengelola melebihi tarif PLN. Menurut pemilik/penghuni tindakan tersebut merupakan kegiatan usaha penjualan listrik yang hanya dapat dilakukan oleh badan usaha pemegang izin. Sedangkan bagi P3SRS/Pengelola selisih tarif merupakan bagian dari biaya pengelolaan yang diperkenankan dan tidak termasuk kegiatan pengusahaan yang membutuhkan izin. Adanya perbedaan pandangan terkait tarif listrik dan kewajiban kepemilikan izin merupakan sumber sengketa penyediaan tenaga listrik antar pemilik/penghuni dengan P3SRS/Pengelola. Berdasarkan hal tersebut, dibutuhkan analisis perizinan usaha penyediaan tenaga listrik di rumah susun berdasarkan regulasi ketenagalistrikan dan penyelesaian sengketa penyediaan listrik di rumah susun antar pemilik/penghuni dengan P3SRS/Pengelola. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah yuridis normatif dengan analisis preskriptif. Adapun hasil penelitian adalah regulasi ketenagalistrikan mewajibkan badan usaha yang melakukan penyediaan listrik di rumah susun untuk memenuhi ketentuan perizinan penyediaan listrik bagi kepentingan umum, yaitu memiliki penetapan wilayah usaha, IUPTL dan penetapan tarif listrik. Sedangkan untuk penyelesaian sengketa usaha penyediaan tenaga listrik di rumah susun dapat diselesaikan oleh para pihak dengan cara mematuhi hak dan kewajiban yang telah diatur oleh regulasi ketenagalistrikan dan regulasi rumah susun.

Electricity rates in flats are generally set unilaterally by P3SRS/manager, exceeding PLN rates. According to the owner/occupant, it is the electricity sales business activities that should only be done by a business entity license holder. Meanwhile, according to P3SRS/manager difference in rates is part of the management costs and does not include business activities that require licenses. The difference in views related to electricity rates and the obligation to own electricity supply licenses is a source of dispute between the owner/occupant and P3SRS/managers. Based on this, it required analysis on electricity supply business licenses in flats based on electricity regulation and dispute settlement of electricity in the flats between the owner/occupant and P3SRS/manager. The method used in this research is normative juridical with prescriptive analysis. The research results are the regulation of electricity obligates business entities that conduct electricity supply in flats to meet the licensing requirements of supplying electricity to the public, which has business area licenses, IUPTL and electricity tariffs. As for the dispute settlement in electricity supply business in flats can be resolved by the parties by comply the rights and obligations that have been set by electricity regulation and flats regulation."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simorangkir, Indra Jaya
"Maraknya permasalahan hukum dalam perdagangan khususnya tentang pelanggaran merek, mendorong Pemerinlah untuk melakukan pengaturan merek dalam hubungannya dengan penegakan hukum di Indonesia. Salah satu upaya Pemerinlah tersebut dituangkan dalam Undang-Undang RI Nomor.15 tahun 2001 tentang Merek. Undang - Undang RI Nomor.15 tahun 2001 tentang Merek, ini diperlukan sebagai pengaturan yang memadai tentang merek guna memberikan perlindungan bagi pemegang merek dagang maupun merek jasa.
Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ; kriteria apakah yang dipakai untuk menentukan terjadinya penggunaan merek tanpa hak/pemalsuan merek, bagaimana perlindungan hukum yang diberikan oleh Dit.Jen Hak Kekayaan Intektual Departemen Hukum dan HAM RI, Direktorat Merek terhadap merek terkenal, bagaimana proses pembuktian terjadinya penggunaan merek tanpa hak di Indonesia.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, dan pendekatan deskTiptif kualitatif. Pendekatan yuridif normati dipergunakan dalam usaha menganalisis data dengan mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat.dalam Persetujuan TRIPs, Konvensi Paris khususnya yang berkaitan dengan merek atau trademark dan Peraturan Undang-undang tentang Merek yang berlaku di Indonesia yang dimulai sejak lahimya Undang-Undang RI Nomor.21 tahun 1961 sampai dengan Undang-Undang RI Nomor.I5 tahun 2001, dokumen lainnya seperti buku, majalah, jurnal dan basil penelitian lain dengan pembaca dan mengkaji literature yang relevan dengan materi penelitian.
Penelitian kualitatif yaitu melakukan penelitian langsung ke obyek yang dapat memberikan informasi dan data, dengan mewawancarai respon dart masyarakat yang meliputi unsur Penyidik POLRI; Penitera Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Kehakiman dan HAM RI, dalam hal ini Direktorat Merek.
Berdasarkan pembahasan dapat diperoleh basil sebagai berikut:
1. Kriteria terjadinya penggunaan merek tanpa hal/pemalsuan karena adanya unsur
a. Dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak Iain untuk barang dan/jasa sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan.
b. Dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang danlatau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan.
2. Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal dilakukan dengan penerapan Undang-Undang RI Nomor.i5 Tahun 2001 tentang Merek yang menyalakan bahwa merek tidak dapat terdaftar pada Direktorat Merek apabila merek tersebut mengandung salah satu unsur :
a. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum.
b. Tidak memiliki daya pembeda
c. Teiah menjadi milik umum
d. Merupakan kelerangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.
3. Proses pembuktian terjadinya penggunaan merek tanpa hak didasarkan pada ketentuan Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, dalam hal ini Pasal 90, dan 91, yakni Pasal 90 mengatur tentang pelanggaran penggunaan merek tanpa hak pada keseluruhannya dan Pasal 91 mengatur tentang penggunaan merek tanpa hak pada pokoknya."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T19188
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Ayu
"Adapun Hukum Merek pada dasarnya bertujuan untuk melindungi hasil karya seorang Pemilik Merek, namun demikian tidak semua Merek dapat didaftarkan dan dilindungi. Merek Generik adalah Merek yang telah menjadi milik umum, sedangkan Merek Deskriptif adalah Merek yang merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya, Keduanya merupakan dua dari jenis-jenis Merek yang tidak dapat didaftarkan sebagaimana disebutkan di dalam UU No. 15 Tahun 2001 Pasal 5 huruf c dan d. Adapun Tesis ini merupakan penelitian yang berupaya meninjau tentang bagaimana pengaturan Merek Generik dan Deskriptif di Indonesia berdasarkan UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek (khususnya dalam hal kriteria Merek Generik dan Deskriptif yang dapat dilindungi berdasarkan UU No. 15 Tahun 2001) dan secara internasional berdasarkan Perjanjian-perjanjian Internasional yang terkait dengan Merek, kemudian di dalam Tesis ini akan dianalisa pula mengenai bagaimanakah penerapan Pasal 5 huruf c dan d UU No. 15 Tahun 2001 dalam prakteknya di Indonesia dengan melakukan analisa atas 2 (dua) Putusan Mahkamah Agung terkait permohonan pendaftaran Merek Generik dan Desktiptif di Indonesia. Maka pada Penelitian ini dapat dilihat bahwa UU No. 15 Tahun 2001, Pemeriksa Merek, dan Hakim berperan penting dalam memberikan kepastian hukum atas perlindungan Merek di Indonesia.

It is known that Law of Trademark is basically aimed at protecting the creation of Brand owner; however, not all brand are registrable and protected. Generic brand is a brand which has become public possession; meanwhile, Descriptive brand is a brand which literally delivers information related to the goods or service being registered. Both are two brands among many types of non-registrable Brands/Trademark as it has been explained in Law number 15 year 2001 article 5C&D. This thesis includes a research conducted to observe the management of Generic and Descriptive brand and internationally based on International Agreements related on Brand. Later on, the thesis also analyzed the practical enforcement of article 5C&D of Law No. 15 year 2001 in Indonesia based on 2 (two) verdicts from Supreme Court related to registration appeal of Generic & Descriptive Trademark in Indonesia. In conclusion, the research unveils the importance of Law No. 15 year 2001, Brand Examiner and Judge in delivering Law assurance on Trademark protection in Indonesia.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32669
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifuddin
Bandung: Alumni, 2013
346.048 SYA p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>