Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ida Ayu Wedayani
"Tulisan ini membahas tentang proses tradisi kependetaan yang secara turun temurun di Griya Sanur Pejeng, fokusnya pada proses seorang calon sulinggih yang akan menjadi seorang pedanda dengan melalui proses akhir yaitu madiksa sebagai tanda telah resmi menjadi pedanda beserta material culture pendukungnya di griya, sebutan untuk rumah Pedanda. Data yang digunakan terkait dengan tradisi kependetaan yang secara turun temurun di Griya Sanur Pejeng yaitu arca-arca, prasasti, naskah kuno, relief, perangkat pemujaan dan busana kependetaan. Metode yang digunakan yaitu pengamatan data pustaka dan lapangan, dilanjutkan dengan pengolahan data yang dilakukan dengan mengidentifikasi informasi mengenai material culture yang berkaitan dengan life course seorang pedanda yang dimulai sejak masa kanak-kanak dengan mempertimbangkan unsur dasar life course yang terdapat di dalamnya yaitu transition atau transisi, yang mencakup perubahan peran dan status seseorang dari yang sebelumnya. Salah satu yang dipelajari di dalam ilmu arkeologi ialah arkeologi anak-anak, kemudian secara lebih luas lagi mengkategorikan usia kedalam analisis identitas sosial melalui konsep life course atau perjalanan hidup. Life course seorang pedanda tercermin dalam komitmennya terhadap pelayanan kepada masyarakat dan pencarian keselarasan dengan Tuhan, karena seorang pedanda memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan spiritualitas, memelihara tradisi, sebagai perantara Tuhan dan pemimpin spiritual dalam masyarakat Hindu.

This paper discusses the hereditary process of the priesthood tradition in Griya Sanur Pejeng, focusing on the journey of a prospective sulinggih who will become a pedanda. The culmination of this process is marked by madiksa as an official sign of becoming a pedanda, along with its supporting material culture in Griya, referred to as the Pedanda’s residence. The data used is related to the hereditary priesthood tradition in Griya Sanur Pejeng, including scluptures, inscriptions, ancient manuscripts, reliefs, worship devices, and priestly attire. The method employed involves observing data from literature and the field, followed by data processing that includes identifying information about the material culture associated with the life course of a pedanda. This life course begins in childhood, in roles and status from the previous stage. One aspect studied in archaeological science is the archaeology of children, which is then broadly categorized into the analysis of social identities through the concept of life course or life journey. The life course of a pedanda is reflected in their commitment to serving the community and seeking harmony with God. This is because a pedanda plays a crucial role in maintaining the balance of spirituality, preserving traditions, and serving as an intermediary between God and spiritual leaders in the Hindu Community."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Zaqi
"Tulisan ini membahas tentang perwujudan arca dewa-dewi pada Kelenteng Li Tie Guai yang berada di Jakarta Barat. Perwujudan arca pada kelenteng ini dibahas dengan menggunakan perspektif life course. Data yang digunakan adalah keseluruhan arca dewa-dewi pada kelenteng yang berjumlah tiga puluh arca. Metode yang digunakan yaitu pengamatan data pustaka dan lapangan, dilanjutkan dengan pengolahan data yang dilakukan dengan mengklasifikasikan arca berdasarkan wujud tua, dewasa, remaja, dan anak-anak serta wujud laki-laki, perempuan, dan lainnya. Tahap selanjutnya dilakukan penafsiran data. Hasil penelitian menunjukkan lebih banyak arca yang digambarkan dalam wujud dewasa dan tua dibandingkan dengan wujud remaja dan anakanak. Hal ini menunjukkan dalam perspektif life course seseorang dalam masa hidupnya menjadi dewa lebih banyak pada saat dewasa dan tua karena dalam proses menjadi dewa memerlukan kemampuan khusus dan kesucian jiwa yang didapatkan dalam waktu yang lama. Kemudian perwujudan arca laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perwujudan arca perempuan dan lainnya. Hal ini menunjukkan pada masa lalu khususnya di Cina laki-laki memiliki dominasi yang lebih besar dibandingkan perempuan dan lainnya.

This paper will discuss the embodiment of the statues of the gods at the Li Tie Guai Temple in West Jakarta. The embodiment of the statues in this temple will be explained distinctly with the life course perspective. The data will consist of thirty statues of gods inside the temple. There are several procedure starting from observation of library and field data, followed by data processing by classifying statues based on the variety of age appearance stretching from old, adult, adolescent, to younglings as well as male, female, and others. The last procedure is data interpretation. The result shows that the majority of the statue were depicted as the form of adults and elders compared to the forms of teenagers and children. It shows that in the lifecourse perspective, a person in his span of a lifetime will trancend it self into a god-like being in their adulthood and old stage because becoming a god requires the purity of soul obtained in a long time. The embodiment of male statues surpass the number of the embodiment of female statues and other gender. It indicates that in the past, especially in Chinese culture, men had a dominate social role over women and other gender did. 

"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Erin Trivoni
"Kebahagiaan individu tidak hanya bergantung pada usia, tetapi pada yang menurut individu menjadi hal penting dalam kebahagiaannya, yaitu berkaitan dengan keluarga. Penelitian ini bertujuan menganalisis bagaimana asosiasi family life-course pada kebahagiaan di Indonesia. Berdasarkan hasil pengolahan data SPTK tahun 2017, status perkawinan dan status orang tua memiliki peran penting dalam kebahagiaan di Indonesia. Hasil regresi linier OLS memperlihatkan bahwa indeks kebahagiaan tertinggi dirasakan setelah menikah dan memiliki anak berusia dewasa dan indeks kebahagiaan terendah terjadi ketika cerai hidup. Terdapat perbedaan pola lintasan kebahagiaan menurut jenis kelamin. Laki-laki lebih bahagia setelah menikah (baik sebelum maupun setelah memiliki anak) dan kebahagiaan menurun ketika melajang (baik sebelum menikah maupun ketika mengalami perceraian). Laki-laki merasakan kebahagian paling tinggi ketika menikah tanpa anak dan paling rendah ketika cerai hidup. Pada perempuan, kebahagiaan paling tinggi dirasakan sebelum menikah. Kebahagiaan perempuan menjadi lebih rendah ketika menikah dimana kebahagiaan terendah terjadi ketika anaknya masih berusia di bawah umur. Berdasarkan distribusi nilai indeks, kelompok Low merasakan kebahagiaan terendah ketika cerai hidup dan cerai mati. Sementara kebahagiaan paling tinggi dirasakan kelompok High ketika menikah dan belum memiliki anak.

How a person experiences happiness is not only dependent on age but also on what the individual deems important for their happiness, which is often related to family. This study aims to analyze the association of the family life-course and happiness in Indonesia. Based on the results of the 2017 SPTK analysis, marital status and parental status play significant roles in happiness in Indonesia. The results of the OLS linear regression show that individuals who are married with adult children experience the highest levels of happiness. Meanwhile, the lowest level of happiness is experienced by individuals who are divorced. There are differences in the happiness trajectories by gender. Men tend to feel happier after marriage, both before and after the arrival of children, and tend to be less happy when they are single, either before marriage or divorced/widowed. Men who are married without children experience the highest levels of happiness and the lowest is divorced. Meanwhile, for women, the highest levels of happiness are felt before married. Women tend to be less happy when they are married, with the lowest level of happiness experienced when they have young children. Based on the distribution of index values, the Low group experience the lowest levels of happiness when going through divorce or widowhood and the High group when they are married and do not yet have children."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Malawat, Alifia Firdauzi
"Latar Belakang: Berbagai studi menunjukkan hubungan status kesehatan gigi dan mulut orang tua dan anak. Keterlibatan pengaruh intergenerasi dalam paradigma life course memungkinkan penelitian untuk melihat hubungan pengalaman karies antar dua generasi dan faktor-faktor yang mungkin ada dalam lintas generasi.
Objektif: Analisis hubungan pengalaman karies orang tua dan faktor-faktor tingkat individu dan keluarga dengan pengalaman karies anak pada gigi sulung usia 3-11 tahun di Indonesia.
Metode: Studi observasional cross-sectional menggunakan data sekunder Riset Kesehatan Dasar 2018 pada anak dengan gigi sulung usia 3-11 tahun beserta ayah dan ibu kandungnya yang dilakukan wawancara dan pemeriksaan klinis.
Hasil: Anak-anak dengan ayah yang memiliki pengalaman karies (OR = 2,154) lebih berisiko untuk mengalami karies pada gigi sulung mereka dibandingkan ketika ibu mereka memiliki pengalaman karies (OR = 1,538). Persepsi tentang masalah kesehatan gigi anak (OR = 1,412), praktik menyikat gigi anak (OR = 1,257), dan praktik menyikat gigi ibu (OR = 1,248) memiliki hubungan yang bermakna dengan pengalaman karies anak. Perilaku dalam keluarga menunjukkan hubungan yang bermakna antara orang tua dan anak-anak mereka.
Kesimpulan: Pengalaman karies orang tua, begitu pula faktor-faktor tingkat individu dan keluarga, memiliki hubungan yang bermakna dengan pengalaman karies anak pada gigi sulung; sejalan dengan model life course intergenerasi.

Background: Several studies show association between parent’s oral health status and that of their children. Intergenerational complicity in life course approach paradigm enables investigation to assess the relationship between two generations’ caries experience and factors that may exist across generation.
Objective: Analyse relationship between parent’s caries experience, as well as individual-and family-level factors, with their children’s caries experience in primary teeth aged 3-11 years in Indonesia.
Method: Cross-sectional observational study using secondary data Riset Kesehatan Dasar 2018 on children with primary teeth aged 3-11 years with their biological father and mother who went through interview and clinical examination.
Results: Children whose father has caries experience (OR = 2,154) pose a greater risk of having caries experience in their primary teeth compared to when their mother has it (OR = 1,538). Perception about child’s dental health (OR = 1,412), child’s toothbrushing practice (OR = 1,257), and mother’s toothbrushing practice (OR = 1,248) were significantly associated with children’s caries experience. Behaviors established within family show significant association between parents and their children.
Conclusion: Parent’s caries experience, as well as individual-and family-level factors, have significant association with their children’s primary teeth caries experience; which complies with intergenerational life course model.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library