Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
A. Harryanto Reksodiputro
"ABSTRAK
Limfoma malignum ialah suatu penyakit keganasan primer daripada jaringan limfoid yang bersifat padat. Penyakit ini dibagi dalam dua golongan besar, yaitu penyakit Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin (LNH). Sel ganas pada penyakit Hodgkin berasal dart sel retikulum. Limfosit-limfosit yang merupakan bagian integral proliferasi sel pada penyakit ini diduga merupakan manifestasi reaksi kekebalan seluler terhadap sel-sel ganas tadi. Limfoma non-Hodgkin pada dasarnya merupakan keganasan sel limfosit.
Pada penyakit Hodgkin telah dicapai kesepakatan mengenai prosedur diagnostik yang harus dilakukan untuk menetapkan diagnosis, tingkat penyakit dan mengenai pengobatan penderita. Pada LNH keadaannya amat berbeda. Hal ini tercermin pada usaha terus menerus selama seperempat abad ini untuk mengajukan penggolongan-penggolongan dan nomenklatur-nomenklatur yang baru. Di samping itu skema yang tetap untuk menilai tingkat penyakit maupun pengobatan belum ada.
1. Gambaran umum penderita-penderita INH di Jakarta
Selama lima tahun terakhir, yaitu antara tanggal 1 Oktober 1978 hingga 1 Oktober 1983, 583 penderita baru limfoma malignum dijumpai di Subbagian Hematologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penilaian histologis jaringan tumor penderita-penderita tersebut dibuat oleh ahli Patologi Anatomik berbagai laboratorium di Jakarta dan di luar Jakarta, 88,5% di antaranya didiagnosis sebagai LNH.
Duaratus tujuh puluh lima di antara 583 penderita baru tersebut datang antara tanggal 1 Oktober 1978 hingga I April 1981 dan diteliti lebih lanjut. Diagnosis histologis pada 250 penderita dibuat oleh ahli Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Duabelas kasus telah diperiksa di rumah sakit lain, namun diagnosis histologisnya diteliti kembali oleh bagian Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pada tigabelas kasus lainnya, diagnosis dibuat oleh ahli Patologi Anatomik dari laboratorium lain. Di antara 275 penderita ini, hanya 30 orang (10,9(1o) yang menderita penyakit Hodgkin sedangkan 245 orang menderita penyakit LNH (89,1 %).
Angka kejadian penyaldt Hodgkin yang rendah telah dilaporkan oleh Soeripto (211) yang menemukan hanya dua orang penderita (2,607o) penyakit Hodgkin di antara 75 penderita limfoma malignum yang ditelitinya. Angka-angka yang rendah juga ditemukan di Irian Timur (Papua New Guinea) dan Jepang (tabel 1). Penyebab variasi geografis ini tidak diketahui walaupun bukti-bukti yang ada pada waktu ini menunjukkan bahwa berbagai faktor yang berhubungan dengan "tuan rumah" dan lingkungan turut berperan.
2. Tujan penelitian
LNH ialah suatu penyakit yang heterogen. Bergantung pada gambaran his tologis tumomya, perjalanan penyaldt penderita dapat bermacam-macam mulai dari yang perkembangannya amat lambat dan dapat disandang dengan baik sampai pada yang cepat berkembang menjadi fatal. Penderita-penderita penyakit LNH derajat keganasan rendah acapkali tidak memerlukan pengobatan selama bertahun-tahun, namun penyembuhan yang sempuma jarang terjadi. Sebaliknya beberapa kelompok dengan penyakit yang cepat menjadi fatal bila tidak diobati, mempunyai harapan untuk sembuh jika mendapat pengobatan yang tepat.
Selain bergantung pada gambaran histologis tumor, pengobatan LNH bergantung juga pada tingkat penyakit penderita. Hingga saat ini belum ada keseragaman mengenai pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan dalam penatalaksanaan penderita penyakit LNH. Di negaranegara maju acapkali dilakukan berbagai pemeriksaan yang rumit dan mahal untuk dapat memperoleh keterangan yang lengkap mengenai penyakit penderita. Selain biaya pemeriksaannya, biaya pengobatan penyakit LNH juga sangat mahal, sedangkan hasil yang dicapai acapkali mengecewakan. Memperpanjang masa harapan hidup penderita dengan beberapa bulan mungkin penting artinya dalam rangkaian up coba klinis untuk perbaikan pengobatan penderita di masa depan, tetapi agaknya tidak relevan untuk negara yang mempunyai keterbatasan dana seperti di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengenal pola penyakit LNH di Indonesia (meliputi aspek histologis, sitologis, imunologis dan klinis) serta menentukan strategi yang paling berdaya guna dan tepat guna dalam menetapkan diagnosis, tingkat penyaldt dan pengobatan penyakit LNH di negara ini, dengan mempertimbangkan hambatan segi kedokteran maupun ekonomi yang terdapat di sini."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1984
D290
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusna Sudhari Riyanta
"ABSTRAK
Penyakit kanker merupakan Salah satu penyakit yang termasuk paling banyak meminta korban, di negara-negara telah maju satu dari lima kematian disebabkan oleh kanker. Penyakit kanker limfoma malignum merupakan Salah satu penyakit keganasan hematologik dan dibedakan dalam 2 golongan besar yaitu; penyakit Hodgkin dan limfoma non Hodgkin (LNH).
Protokol pengobatan pada penyakit LNH, disesuaikan dengan jenis limfoma, tingkat penyakit dan tingkat keganasannya. Pemberian kemoterapi agresif dosis tinggi memerlukan perhatian dan keterampilan pemantauan efek samping, maupun efek toksik hematologik. Untuk melihat efektivitas pengobatan sebaiknya dilakukan pemantauan kondisi imun tubuh penderita, sebelum, selama dan sesudah pengobatan. Hasil pengamatan tersebut menimbulkan pemikiran, untuk melakukan penelitian mengenai status imunitas selular penderita LNH sebelum, pada pertengahan dan sesudah kemoterapi terakhir.
Rancangan penelitian dilakukan secara clinical Trial dengan menggunakan disain Cohort Prospective dengan kelompok kontrol relawan normal sebagai pembanding. Setiap penderita LNH diambil darah tepi dalam 3 tahap; perlakuan P1 sebelum kemoterapi, P2 pada pertengahan kemoterapi dan P3, 3 minggu setelah kemoterapi terakhir. Setiap sampel dari kelompok kontrol maupun perlakuan dilakukan pemeriksaan; darah tepi lengkap, petanda imunologik dan kultur transformasi limfosit.
Hasil dan Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan imunitas selular secara kuantitatif dan kualitatif pada penderita LNH; sebelum kemoterapi terjadi penurunan imunitas selular yang sangat bermakna (P<0,01), dan adanya defisiensi imunitas selular. Pada pertengahan kemoterapi (9 minggu setelah mendapat pengobatan), terjadi penurunan lagi sistem imunitas selular yang sangat bermakna (P<0,01), namun ratio sel T penolong/ T penekan dalam batas normal. Selanjutnya 3 minggu setelah kemoterapi terakhir terjadi peningkatan sistem imunitas selular, tidak adanya perbedaan bermakna (P>0,05), dalam hal ini imunitas selular secara kuantitatif maupun kualitatif menunjukkan peningkatan.

ABSTRACT
Cancer is disease with a very high mortality rate, in develoved countries causing one out of every five deaths. Malignant lymphoma is a hematologic malignancy and can be divided into two categories, i.e., Hodgkin?s and non Hodgkin?s (NHL) type.
The treatment regimen for NHL depends on the type of histology, stage of disease and degree of malignancy. High-dose aggressive chemotherapy needs special attention with regard to monitoring of side-effects and hematologic toxicity, and requires a high degree of clinical skill. To assess the efficacy of treatment it is best to know the immunological status of the patients, before, during, and after chemotherapy. These observations prompted this investigation in assessing cellular immunity status among non Hodgkin's lymphoma patients, before, during, and after last chemotheray with cyclophosphamide, doxorubicin, vincristine and prednison.
This investigation was conducted as a clinical trial using the cohort prospective design with a control group consisting of healthy volunteers. Peripheral blood was drawn from each NHL patient in three phases: Pl before chemotherapy, P2 during chemotherapy, and P3 for the period of three weeks after the last chemotherapy. Each blood sample from the study and control groups also underwent complete hemogram, immunophenotyping, and lymphocyte transformation studies.
Results and Conclusions
This study shows qualititative and quantitative cellular immunity status of the NHL patient studied, which revealed that before chemotherapy there was statistically very significant decrease in cellular imunity (P<0,01), and a cellular immune deficiency. During chemotherapy (9 weeks after treatment), there was another very significant decrease in cellular immunity (P<0,01), although the T helper/T suppressor ratio was within normal limits. Three weeks after the last chemotherapy there was a statistically insignificant increase (P>0,05), in cellular immunity, both quantitatively and qualititatively.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Hestiningtyas Arini Djohansjah
"Latar Belakang : Kemoterapi sitostatika dilaporkan meningkatkan
aktivitas koagulasi (D-dimer meningkat) dan mengubah hypercoagulable state
menjadi hiperkoagulasi. Hypercoagulable state adalah suatu kondisi yang
berpotensi untuk terjadinya trombosis (misal pada pasien kanker) yang ditandai
dengan perubahan aktivitas koagulasi pra trombin (peningkatan fragmen
protrombin 1-2 atau kompleks TAT) dengan D-dimer yang normal.
Hiperkoagulasi ditandai dengan PT dan aPTT memendek sementara fibrinogen
dan D-dimer meningkat. Insidens kemoterapi menimbulkan trombus pertahun
sekitar 11 %. Insidens tromboemboli vena pada pasien yang dirawat inap yang
mendapat kemoterapi pada populasi Thailand ttinggi, terutama pada pemberian
terapi. Sampai saat ini belum ada laporan mengenai insidens TEV pada pasien
kanker limfoma yang menjalani kemoterapi di Indonesia.
Tujuan Penelitian : Menilai aktivitas koagulasi (D-dimer) dan sistem
koagulasi (PT,aPTT, fibrinogen) pada pasien limfoma non Hodgkin yang
mendapatkan kemoterapi R-CHOP
Metode Penelitian : Penelitian pre dan post prospektif pada pasien
limfoma non Hodgkin yang menjalani kemoterapi dengan rejimen R-CHOP
secara consecutive sampling di Ruang Rawat Inap Gedung A RSCM dan Ruang
Rawat Inap RS Kanker Dharmais. Penelitian dilakukan pada April-Juni 2019.
Pasien diambil darah dengan parameter aktivitas koagulasi (D-dimer) dan system
koagulasi (PT, aPTT, fibrinogen). Analisis data untuk melihat perubahan rerata
pre dan post kemoterapi dilakukan uji t berpasangan (distribusi normal) dan uji
Wilcoxon (tidak terdistribusi normal).
Hasil Penelitian : Sebanyak 33 pasien dilibatkan dalam penelitian ini.
Terdapat peningkatan D-dimer secara bermakna (p : 0.046), pemendekkan PT
(0.048) dan aPTT ( <0.001) secara bermakna, disertai penurunan kadar fibrinogen
namun tidak signifikan secara statistika
Kesimpulan : Peningkatan D dimer secara bermakna, disertai
pemendekkan PT dan aPTT secara bermakna, sedangkan fibrinogen mengalami
penurunan walaupun tidak signifikan secara statistik. Hal ini menunjukkan
kecenderungan pasien mengalami status hiperkoagulasi

Background : Cytostatic chemotherapy is reported to increase
coagulation activity (increased D-dimer) and change the hypercoagulable state
into hypercoagulation. Hypercoagulable state is a condition that has the potential
for thrombosis (for example in cancer patients) characterized by changes in prethrombin
coagulation activity (increase in prothrombin fragments 1-2 or TAT
complex) with normal D-dimers. Hypercoagulation is characterized by PT and
aPTT shortening while fibrinogen and D-dimer are increasing. The incidence of
chemotherapy causes thrombus annually about 11%. The incidence of venous
thromboembolism in hospitalized patients receiving chemotherapy in the high
Thai population, especially in the administration of therapy. To date there have
been no reports of TEV incidence in lymphoma cancer patients undergoing
chemotherapy in Indonesia.
Objectives : Assess the activity of coagulation (D-dimers) and
coagulation systems (PT, aPTT, fibrinogen) in non-Hodgkins lymphoma patients
receiving R-CHOP chemotherapy
Methods : Pre and post prospective studies in non-Hodgkins
lymphoma patients undergoing chemotherapy with the R-CHOP regimen by
consecutive sampling in the Inpatient Room of Building A RSCM and the
Inpatient Room of Dharmais Cancer Hospital. The study was conducted in April-
June 2019. Patients were taken blood with parameters of coagulation activity (Ddimer)
and coagulation system (PT, aPTT, fibrinogen). Data analysis to see
changes in mean pre and post chemotherapy was performed paired t test (normal
distribution) and Wilcoxon test (not normally distributed).
Results: A total of 33 patients were included in this study. There was a significant
increase in D-dimer (p: 0.046), PT shortening (0.048) and aPTT (<0.001)
significantly, accompanied by a decrease in fibrinogen levels but not statistically significant
Conclusion : D significantly increased dimer, accompanied by
significant shortening of PT and aPTT, whereas fibrinogen decreased even though
it was not statistically significant. This shows the tendency of patients to
experience hypercoagulable state"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Whisnu Bambang Jatmiko
"Latar Belakang: Limfoma Non-Hodgkin (LNH) sel B merupakan jenis keganasan yang paling sering ditemui di regio adneksa okular, dimana sebagian besar jenisnya merupakan derajat indolen yang memiliki manifestasi klinis yang ringan dan tidak spesifik, sehingga pasien seringkali datang dengan kondisi morbiditas yang buruk disertai dengan turun atau hilangnya fungsi penglihatan.BCL-10 sebagai salah satu biomarker yang diketahui memiliki peranan sebagai agen pro-apoptosis yang seharusnya menekan perkembangan tumor, justru lebih banyak ditemukan pada LNH sel B.
Tujuan: Menilai hubungan antara ekspresi biomarker BCL-10 terhadap prognosis yang berupa overall survival (OS), progression free survival (PFS) dan event free survival (EFS) pada pasien dengan LNH sel B adneksa okular.
Metode: Pewarnaan imunohistokimia menggunakan antibodi BCL-10 dilakukan pada jaringan LNH sel B adneksa okular di blok parafin yang berasal dari data rekam medis sejak Juni 2016 – Juni 2021 di RSCM. Penilaian ekspresi dilakukan pada nukleus dan sitoplasma dengan metode manual dan semi-kuantitatif pada 5 lapang pandang dari hasil foto dan diproses ke dalam peranti lunak Qupath. Hasil penilaian selanjutnya di cek silang dengan data klinis pasien yang sudah dicatat di tabel induk dan kemudian dianalisa secara statistik untuk mengetahui hubungan keduanya
Hasil: Total 47 pasien dengan ketersediaan blok parafin dianalisa berdasarkan data klinis dan ekspresi BCL-10 serta hubungannya dengan prognosis. Kelompok usia > 61 tahun saat terdiagnosis limfoma memiliki risiko 10 kali lebih besar untuk meninggal (p=0,03). Jenis histopatologi terbanyak adalah Extranodal Marginal Zone Lymphoma (EMZL) sebanyak 83%. Ekspresi BCL-10 pada nukleus dan sitoplasma lebih banyak ditemukan pada LNH sel B derajat agresif (p<0,01 dan p=0,01). Persentase masing-masing prognosis adalah OS 80%, PFS 55%, dan EFS 82%. Tidak terdapat hubungan antara ekspresi BCL-10 pada prognosis (p>0,05), namun uji Regresi-Cox menunjukkan bahwa ada kecenderungan hubungan antara jenis histopatologi dengan semakin rendah nilai OS, PFS, dan EFS berdasarkan nilai hazard ratio. (HR=1,07; HR= 0,74; HR=0,08)
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara ekspresi BCL-10 di nukleus dan sitoplasma dengan prognosis baik OS, PFS, dan EFS. Namun terdapat kecenderungan hubungan antara ekspresi positif dan intensitas kuat pada sitoplasma dengan semakin rendah nilai laju kesintasan, laju bebas progresivitas, dan laju bebas kejadian. Sementara itu, terdapat korelasi kuat antara semakin tua pasien saat terdiagnosis limfoma dengan risiko yang lebih besar untuk meninggal dan ekspresi BCL-10 lebih banyak ditemukan pada LNH sel B derajat agresif.

Background: B-cell Non-Hodgkin Lymphoma (NHL) is the most common type of malignancy in the ocular adnexa region. Most types are indolent grades with mild and non-specific clinical manifestations, so patients often come with poor morbidity accompanied by a decrease or loss of visual function. BCL-10, known as one of the biomarkers which have a role as a pro-apoptotic agent that suppresses tumor development, is even more found in B-cell NHL.
Objective: To assess the relationship between the expression of the BCL-10 and the prognosis in the form of overall survival (OS), known progression-free survival (PFS) and event-free survival (EFS) in patients with ocular adnexal B-cell NHL.
Methods: Immunohistochemical staining using BCL-10 antibody was performed on ocular adnexal B cell NHL tissue in paraffin blocks derived from medical record data from June 2016 – June 2021 at RSCM. Expression assessment was carried out on the nucleus and cytoplasm by manual and semi-quantitative methods in 5 fields of view from the photographs and processed into Qupath software. The assessment results were then cross-checked with the patient's clinical data recorded in the main table and then statistically analyzed to determine the relationship between the two.
Results: A total of 47 patients with paraffin block availability were analyzed based on clinical data and BCL-10 expression and its relationship with prognosis. When diagnosed with lymphoma, the age group > 61 years had a ten times greater risk of dying (p=0.03). The most common histopathological type was Extranodal Marginal Zone Lymphoma (EMZL), with 83%. BCL-10 expression in the nucleus and cytoplasm was found more in aggressive B cell NHL (p<0.01 and p=0.01). The percentage of each prognosis is OS 80%, PFS 55%, and EFS 82%. There was no relationship between BCL-10 expression and prognosis (p>0.05). However, the Cox-Regression test showed a tendency for a relationship between the type of histopathology and lower OS, PFS, and EFS values based on the hazard ratio. (HR=1.07; HR=0.74; HR=0.08).
Conclusion: There is no significant relationship between BCL-10 expression in the nucleus and cytoplasm with OS, PFS, and EFS prognosis. However, there is a tendency for a relationship between positive expression and strong intensity in the cytoplasm with lower survival rates, progression-free rates, and event-free rates. Meanwhile, there is a strong correlation between the older the patient when diagnosed with lymphoma and the greater risk of death and BCL-10 expression is found more in aggressive B-cell NHL.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Safa Vindya Aurellia
"CPOB merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan penggunannya, bila perlu dapat dilakukan penyesuaian pedoman dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap dicapai. Salah satu aspek pada Sistem Pemastian Mutu yang harus benar dan tepat dalam pembuatan obat adalah memastikan pemasok bahan awal dan bahan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan. Tugas khusus ini bertujuan untuk melakukan kesesuaian data pada manajemen vendor yang berupa monitoring vendor dan kualifikasi vendor serta mengembangkan sistem mapping agar pengolahan data tersebut lebih efisien. Pengambilan data diperoleh dengan observasi dan studi literatur untuk mengetahui metode yang efektif dalam melakukan mapping dan kesesuaian data untuk dikembangkan pada sistem data manajemen vendor yang telah ada. Berdasarkan hasil observasi dan studi literatur, dapat disimpulkan bahwa monitoring vendor dan kualifikasi vendor telah dilakukan pengembangan sistem pendataan.

GMP is a guideline that aims to ensure that the quality of the drugs produced is in accordance with the requirements and intended use. If necessary, adjustments to the guidelines can be made on the condition that the predetermined drug quality standards are still achieved. One of the aspects of the Quality Assurance System that must be correct and precise in the manufacture of drugs is ensuring that suppliers of starting materials and packaging materials are evaluated and approved to meet the quality specifications set by the company. This special task aims to conform data to vendor management in the form of monitoring vendors and vendor qualifications as well as developing a mapping system so that data processing is more efficient. Data collection was obtained by observation and literature study to find out effective methods for mapping and suitability of data to be developed in existing vendor management data systems. Based on the results of observations and literature studies, it can be concluded that vendor monitoring and vendor qualifications have been carried out by developing a data collection system.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fadli Maulana
"Limfoma non-Hodgkin (LNH) merupakan salah satu jenis limfoma yang ditandai dengan keberadaan sel Reed-Sternberg. Regimen kemoterapi yang paling sering digunakan pada pengobatan LNH adalah kombinasi Rituximab, Cyclophosphamide, Doxorubicin, Vincristine, dan Prednisone atau disebut juga regimen R-CHOP atau regimen kemoterapi tanpa Rituximab (regimen CHOP). Penggunaan kombinasi obat ini dapat menyebabkan risiko efek samping pada pasien. Laporan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh regimen pengobatan LNH terhadap efek samping yang terjadi. Metode yang digunakan yaitu observasi dan wawancara secara prospektif ke pasien LNH di RSUP Fatmawati periode bulan Februari. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa dosis pengobatan pasien LNH belum sepenuhnya sesuai dengan protokol pengobatan LNH menggunakan regimen R-CHOP/CHOP karena 4 dari 8 (50 %) pasien yang didata belum mendapatkan regimen lengkap R-CHOP/CHOP. Di sisi lain pengobatan kanker LNH dengan kombinasi R-CHOP memberikan hasil pengobatan yang cukup baik kepada pasien yang dapat ditunjukkan dengan benjolan yang berkurang di tiap siklusnya dan minimum efek samping yang terjadi.

Non-Hodgkin Lymphoma (NHL) is a type of lymphoma characterized by the presence of Reed-Sternberg cells. The chemotherapy regimen most often used in the treatment of NHL is a combination of Rituximab, Cyclophosphamide, Doxorubicin, Vincristine, and Prednisone or also called the R-CHOP regimen or chemotherapy regimen without Rituximab (CHOP regimen). The use of this drug combination can cause a risk of side effects in patients. This report aims to determine the effect of the NHL treatment regimen on the side effect that occurs. The method used was observation and prospective interviews with NHL patients at RSUP Fatmawati for the period of February. Based on the research conducted, it can be concluded that the treatment dose for NHL patients is not fully in accordance with the NHL treatment protocol using the R-CHOP/CHOP regimen because 4 out of 8 (50%) patients who were recorded did not receive the complete R-CHOP/CHOP regimen. On the other hand, the treatment of NHL cancer with the combination of R-CHOP provides quite good treatment results for patients which can be shown by the reduced lumps in each cycle and the minimum side effects that occur."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library