Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Myriam Husna Syahkarim
"Penelitian ini memfokuskan pada analisa pertanggungjawaban Pelaku Usaha kepada Konsumen menurut hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia, Inggris, dan Belanda. Dalam hal Konsumen menderita kerugian yang disebabkan oleh produk yang diproduksi dan/atau diedarkan oleh Pelaku Usaha, maka berdasarkan product liability, Pelaku Usaha wajib bertanggungjawab kepada Konsumen. Atas dasar kerugian yang dialami Konsumen akibat produk cacat yang diproduksi dan/atau diedarkan oleh Pelaku Usaha, maka Pelaku Usaha wajib bertanggungjawab atas kerugian tersebut, namun tulisan ini tidak akan membahas mekanisme penyelesaian sengketa baik melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) maupun pengadilan, melainkan tulisan ini akan berfokus pada analisa pertanggungjawaban Pelaku Usaha terhadap Konsumen. Pada dasarnya, hukum Indonesia, dan hukum Inggris dan Belanda sebagai pembanding memiliki pengaturan yang berbeda-beda terkait product liability dan pengaturan tentang batasan tanggung jawab Pelaku Usaha kepada Konsumen. Indonesia tidak menganut prinsip strict liability secara sempurna, dimana prinsip strict liability dalam UU Perlindungan Konsumen mensyaratkan adanya unsur kesalahan, yang mana hal ini berbeda dengan hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Inggris dan Belanda. Selain itu, mengacu pada Product Liability Directive yang dikeluarkan oleh Uni Eropa, hukum Inggris dan Belanda melarang adanya ketentuan pembatasan pertanggungjawaban Pelaku Usaha kepada Konsumen untuk hal-hal tertentu, sebagaimana yang tercermin pada masing-masing peraturan perundang-undangannya (CPA 1987 (Inggris), CRA 2015 (Inggris), NBW (Belanda)) (dan yurisprudensi). Hal ini berbeda dengan hukum Indonesia, yang mana UU Perlindungan Konsumen sama sekali tidak mengatur ketentuan larangan pembatasan tanggung jawab Pelaku Usaha kepada Konsumen. Sebagai kesimpulan, UU Perlindungan Konsumen dapat mengadopsi ketentuan hukum perlidungan konsumen yang berlaku di Inggris dan Belanda, yang mana pada hukum tersebut telah diatur ketentuan definisi “produk cacat” yang merupakan pilar dalam menentukan tanggung jawab Pelaku Usaha kepada Konsumen, pengaturan dan implementasi strict liability yang jelas, dan pengaturan yang jelas mengenai larangan pembatasan tanggung jawab Pelaku Usaha kepada Konsumen.

This study focuses on the analysis of the liability of Business Actors to Consumers according to consumer protection laws in force in Indonesia, England and the Netherlands. In the event that the Consumer suffers a loss caused by the product produced and/or distributed by the Business Actor, then based on product liability, the Business Actor is responsible to the Consumer. On the basis of losses suffered by consumers as a result of defective products produced and/or distributed by Business Actors, Business Actors are obliged to be responsible for these losses, however this study will not discuss the dispute resolution mechanism either through the Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) or the courts, but this study will focus on the analysis of the accountability of Business Actor to Consumer. Fundementally, Indonesian law, and English and the Netherlands law as comparisons have different regulations regarding product liability and limits of liability of Business Actos to Consumers. Indonesia does not adhere the strict liability principle perfectly to its regulations, in which the strict liability principle in the Consumer Protection Law (UU Perlindungan Konsumen) requires an element of fault, where such regulation is different from the prevailing consumer protection laws of England and the Netherlands. In addition, referring to the Product Liability Directive issued by the European Union (EU), English and Dutch laws prohibit provisions limiting the liability of Business Actors to Consumers for certain matters, as reflected in their respective laws and regulations (CPA 1987 (England) , CRA 2015 (England), NBW (the Netherlands)) (including jurisprudence). This is different from Indonesian law, where the Consumer Protection Law (UU Perlindungan Konsumen) does not regulate prohibition to limit the responsibility of Business Actor to Consumers. In conclusion, the Consumer Protection Law (UU Perlindungan Konsumen) shall adopt the provisions of consumer protection law of English and Dutch Law, where these laws have regulated the definition of "defective product" which is a pillar in determining the responsibility of Business Actor to Consumers, clear and definite regulation regarding the implementation of strict liability and the prohibition Business Actor responsibility to Consumers."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktaviana Azalia Putri Widyanti
"Skripsi ini membahas tentang tanggung jawab pelaku usaha terhadap penjualan produk berupa mobil bekas. Semakin meningkatnya jumlah konsumen yang berminat membeli mobil bekas dan meningkatnya transaksi jual beli mobil bekas berarti hukum perlindungan konsumen harus lebih ditegakkan. Pelaku usaha harus sungguh-sungguh menjalankan kewajibannya yaitu memberikan jaminan dan bertanggung jawab atas kenikmatan dan kecacatan yang terdapat pada produk. Kewajiban tersebut termasuk kepada fasilitas layanan purna jual yang disediakan pelaku usaha dari mulai servis berkala sampai perbaikan terhadap komponen mobil. Jangan sampai pelaku usaha melakukan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen dan juga melakukan perbuatan yang tidak baik yang mengakibatkan konsumen mengalami kerugian. Sehingga permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai tanggung jawab pelaku usaha terhadap produk bekas dan bagaimana batasan tanggung jawab tersebut. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif melalui studi pustaka dan wawancara dengan narasumber. Penelitian ini menjelaskan bahwa tanggung jawab pelaku usaha yang melekat pada produk bekas merupakan tanggung jawab produk yang diatur dalam Pasal 19 ayat (1) Undang Undang Perlindungan Konsumen. Kemudian mengenai batasan tanggung jawab pelaku usaha telah diatur dalam Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 27 huruf e Undang Undang Perlindungan Konsumen. Pelaku usaha dibebaskan dari tanggung jawab tuntutan ganti rugi konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli barang dan/atau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan terhadap barang tersebut. Selain itu, pelaku usaha juga dibebaskan dari tanggung jawab apabila telah lewat masa penuntutan empat tahun sejak barang dibeli atau lewat masa jaminan.

This thesis discusses the responsibilities of business actors for product sales in the form of used cars. The increasing number of consumers who are interested in buying used cars and the increase in used car buying and selling transactions means that consumer protection laws must be more enforced. Business actors must seriously carry out their obligations, namely providing guarantees and taking responsibility for the enjoyment and defects found in the product. This obligation includes after-sales service facilities provided by business actors starting from periodic servicing to repairs to car components. Do not let business actors violate consumer rights and also commit bad actions that result in consumers experiencing losses. So that the problems discussed in this study are regarding the responsibility of business actors for used products and how to limit this responsibility. This research uses a normative-juridical method through literature studies and interviews with source person. This research explains that the responsibility of business actors attached to used products is product responsibility which is regulated in Pasal 19 (1) UUPK. Then regarding the limitation of the responsibilities of business actors it has been regulated in Pasal 24 (2) and Pasal 27 e UUPK. Business actors are released from responsibility for claims for consumer compensation if other business actors who buy goods and/or services resell them to consumers by making changes to the goods. In addition, business actors are also released from responsibility if the prosecution period of four years has passed since the goods were purchased or the warranty period has passed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library