Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurhayati
"Keaspekan merupakan salah satu makna kewaktuan yang bersifat semesta. Baik bahasa beraspek maupun bahasa takberaspek mampu mengungkapkan makna keaspekan tersebut. Keterkaitan antara keaspekan dan makna kewaktuan lain, yaitu keaksionalan dan kekaiaan, menyebabkan banyak ahli bahasa merumuskan ketiga konsep tersebut secara tumpang tindih. Di satu kelompok mereka merasa tidak perlu memisahkan keaspekan dan keaksionalan (lihat Verkuyl 1993), sementara kelompok lain berpendapat bahwa keaspekan, keaksionalan, dan kekaiaan harus diperlakukan sebagai konsep yang terpisah (lihat Bache 1997).
Penelitian ini bertujuan meneliti kesemestaan konsep keaspekan, khususnya keimperfektifan, dengan berpijak pada pendapat yang menyatakan bahwa keaspekan harus dipisahkan dari keaksionalan dan kekalaan meskipun ketiganya berhubungan sangat erat. Ancangan tersebut acapkali disebut sebagai ancangan komposisional.
Dengan menggunakan ancangan tersebut, kita dapat menentukan makna dasar keaspekan dan makna yang dihasilkan dari interaksi antara keaspekan, keaksionalan, dan kekalaan. Sifat kesemestaan tersebut diuji dengan menggunakan metode analisis kontrastif, yaitu membandingkan dua bahasa yang sistem pengungkapan keimperfektifannya berbeda. Kedua bahasa itu ialah bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Bahasa Inggris adalah contoh bahasa beraspek. Dalam mengungkapkan keimperfektifan, bahasa tersebut mempunyai peranti gramatikal yang berupa bentuk progresif, yaitu be-ing yang melekat pada predikat verba. Sementara itu, bahasa Indonesia adalah contoh bahasa takberaspek. Untuk mengungkapkan keimperfektifan, penutur bahasa Indonesia menggunakan pemarkah leksikal tertentu.
Penggunaan novel berbahasa Inggris dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia sebagai data didasari oleh kesistematisan pengungkapan keimperfektifan dalam bahasa Inggris, sementara dalam bahasa Indonesia, pemarkahan keimperfektifan yang sistematis, setahu saya, belum dirumuskan. Berdasarkan fakta tersebut, penelitian ini juga mempunyai tujuan menemukan pemarkah pemarkah yang berpotensi mengungkapkan keimperfektifan dalam bahasa Indonesia, serta merumuskan persamaan dan perbedaan sistem pengungkapan keimperfektifan tersebut.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa secara konseptual, bahasa Indonesia mampu mengungkapkan makna dasar keimperfektifan serta maka hasil interaksi antara keaspekan, keaksionalan, dan kekalaan yang terdapat dalam metabahasa dan dalam bahasa Inggris. Perbedaan sistem pengungkapan yang ditemukan disebabkan oleh perbedaan fungsi pragmatis antara dua bahasa tersebut. Di dalam bahasa Inggris, persesuaian antara bentuk progresif dan pemunculan elemen-elemen tertentu menentukan kegramatikalan suatu kalimat atau klausa. Sebaliknya, jika elemen-elemen yang mengimplikasikan keimperfektifan muncul dalam kalimat/klausa bahasa Indonesia, pemarkah keimperfektifan tidak harus diungkapkan secara eksplisit. Kesan bahwa penutur bahasa Indonesia merasa tidak perlu menggunakan alat keaspekan dalam berkomunikasi disebabkan oleh keleluasaan penutur dalam mengungkapkan situasi secara netral. Dalam bahasa Inggris, penutur jarang mengungkapkan situasi secara netral karena penggunaan bentuk verba simpleks atau progresif menghasilkan tafsiran pemfokusan situasi tertentu atau menghasilkan tafsiran penggambaran situasi yang legap. Oposisi bentuk verba simpleks vs. verba progresif dengan kala kini menghasilkan oposisi makna keimperfektifan vs. kehabitualan, sedangkan oposisi bentuk verba simpleks vs. verba progresif dengan kala lampau menghasilkan oposisi makna keimperfektifan vs. keperfektifan.
Perbedaan lain disebabkan oleh sifat pertelingkahan antara pemarkah keimperfektifan dengan elemen-elemen lain yang berbeda antara bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Di dalam bahasa Inggris, kata still atau always dapat berkombinasi dengan predikat verbal berbentuk progresif, sedangkan dalam bahasa Indonesia, kata masih atau selalu harus berkombinasi dengan bentuk predikat simpleks. Sebaliknya, di dalam bahasa Indonesia, pemarkah keimperfektifan dapat berkombinasi dengan predikat nonverbal, sedangkan di dalam bahasa Inggris, tipe kombinasi itu hampir tidak ditemukan.

Aspectuality is one of the universal temporal-meanings found both in an aspect language and in a nonaspect language. The other temporal meanings are actionality and temporality. They are realized grammatically or lexically. The three meanings interact closely to express a situation perceived by the lectionary agent in a sentence or a clause. The close relationship has caused some grammarians conceive aspect and tense as the same concept (Comrne 1976:1). Other grammarians such as Lyons (1977), Alive (1992), and Verkuyl (1993) have also conceived the concept of aspectuality and actionality as one concept with different realizations.
Beside the two groups, there are other grammarians such as Brinton (1988), Smith (1991), and Bache (1997) that have treated actionality and aspectuality as different concepts, Their argument was aimed to solve the problem of the confusing definitions of aspect and Aktionsart. Bache (1997:12) even said that aspect, action, and tense should be kept distinct as separate categories.
This research aimed at proving that the features of the universal concept of aspectuality, especially imperfectivity can be expressed in a non-aspect language. This research is based on the notional approach that differenciates aspectuality from actionality and temporality in a sentence. The three meanings interact thightly. By using that approach, we could establish the basic meaning of aspectuality and meanings derived from the interaction among aspectuality, actionality, and temporality of object languages.
To analize the universal meanings, I contrasted two object languages, English and Indonesian, which have different systems of expressing imperfectivity. English is an example of an aspect language. It has a grammatical form to express imperfective meaning. That form is be-ing embedded in a verbal predicate. In contrast, Indonesian is one of the nonaspect languages. It expresses the imperfective meaning by using certain lexical markers.
The data contrasted consist of some English sentences and their translations in Indonesian, I chose the type of the data because I assumed that imperfectivity is expressed systematically in English, whereas, as far as I know, the system of expressing imperfectivity in Indonesian has not been established systematically. Based on the fact above, the aim of this research is also to find out the potential imperfective marker of Indonesian. By finding out the markers, we could describe the similarities and the differences of the two systems. The result could be used as a test frame to prove whether Indonesian sentences or clauses theoretically containing the imperfective markers are always translated into English by using progressive form.
One of he findings of the research showed that Indonesian could express both the basic imperfective meaning and their interactional meaning as English does. The different system of expressing imperceptivity is as a result of the different feature of grammaticality and pragmatically function between the two languages. In English, the concord relation between the progressive form and the occurrence of the other Imperfectives, Meaning, English Language, Indonesian Language, Aspectuality, Novel, Translations, 1999.
LINGUISTICS
sentential elements concerns the grammatical acceptability of a sentence. On the contrary, the imperfective markers in Indonesian could be expressed explicitly or implicitly whenever there are other elements that imply the imperfective meaning.
An opinion that Indonesian speakers do not need aspectual markers in an act of communication is due to the fact that generally they express a situation without focusing on a particular situation. In English, it is difficult to get examples of expressing a situation without giving a certain focus.
The other difference concerns the different incompatibility of the imperfective markers and other sentence elements between English and Bahasa Indonesia. In English, we could combine adverbs still or always with the progressive verb. In bahasa Indonesia, the words masih and selalu are usually incompatible with an imperfective marker such as sedang. In Indonesian, we could combine the imperfective markers such as sedang, masih, and lagi with a nonverbal predicate, whereas we have hardly ever found the combination in English."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Fatchuttamam Abka
"Peringkasan lintas bahasa adalah sebuah proses menghasilkan ringkasan dalam bahasa target dari dokumen sumber berbahasa lain. Secara tradisional, peringkasan lintas bahasa dilakukan dalam skema pipeline yang melibatkan dua langkah, yaitu penerjemahan dan peringkasan. Pendekatan ini memiliki masalah, yaitu munculnya error propagation. Untuk mengatasi masalah tersebut, penelitian ini mengusulkan peringkasan lintas bahasa abstraktif end-to-end tanpa secara eksplisit menggunakan mesin penerjemah. Arsitektur peringkasan lintas bahasa yang diusulkan berbasis Transformer yang sudah terbukti memiliki performa baik dalam melakukan text generation. Model peringkasan lintas bahasa dilatih dengan 2-task learning yang merupakan gabungan peringkasan lintas bahasa dan peringkasan satu bahasa. Hal ini dilakukan dengan menambahkan decoder kedua pada Transformer untuk menangani peringkasan satu bahasa, sementara decoder pertama menangani peringkasan lintas bahasa. Pada arsitektur peringkasan lintas bahasa juga ditambahkan komponen multilingual word embeddings. Multilingual word embeddings memetakan kedua bahasa yang berbeda ke dalam ruang vektor yang sama sehingga membantu model dalam memetakan relasi antara input dan output. Hasil eksperimen menunjukkan model usulan mendapatkan kenaikan performa hingga +32,11 ROUGE-1, +24,59 ROUGE-2, +30,97 ROUGE-L untuk peringkasan lintas bahasa dari dokumen sumber berbahasa Inggris ke ringkasan berbahasa Indonesia dan hingga +30,48 ROUGE-1, +27,32 ROUGE-2, +32,99 ROUGE-L untuk peringkasan lintas bahasa dari dokumen sumber berbahasa Indonesia ke ringkasan berbahasa Inggris.
......Cross-lingual summarization (CLS) is a process of generating summaries in the target language from source documents in other languages. Traditionally, cross-lingual summarization is done in a pipeline scheme that involves two steps, namely translation and summarization. This approach has a problem, it introduces error propagation. To overcome this problem, this study proposes end-to-end abstractive cross-lingual summarization without explicitly using machine translation. The proposed cross-lingual summarization architecture is based on Transformer which has been proven to have good performance in text generation. The cross-lingual summarization model is trained with 2-task learning, which is a combination of cross-lingual summarization and monolingual summarization. This is accomplished by adding a second decoder to handle monolingual summarization, while the first decoder handles cross-lingual summarization. The multilingual word embeddings component is also added to the cross-lingual summarization architecture. Multilingual word embeddings map both different languages into the same vector space so that it helps the model in mapping the relationship between input and output. The experimental results show that the proposed model achieves performance improvements of up to +32.11 ROUGE-1, +24.59 ROUGE-2, +30.97 ROUGE-L for cross-lingual summarization from English source documents to Indonesian summaries and up to +30,48 ROUGE-1, +27.32 ROUGE-2, +32.99 ROUGE-L for cross-lingual summarization from Indonesian source documents to English summaries."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Buku yang berjudul Pravila dorozhnogo dvizheniya rossijskoj federatsii ini dipersembahkan oleh pemerintah Federasi Rusia; teknik editor, N. D. Kovalenko, dan V. V. Semenychev. Buku ini berisikan tentang rambu-rambu lalu lintas dalam bahasa Rusia, buku ini sangat menarik karena dilengkapi dengan gambar-gambar berwarna."
Moskwa: Ivan, 1994
RUS 338.4 FED p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Juniarto Jaya Pangestu
"Pendahuluan: Nyeri bahu merupakan salah satu masalah yang kerap menjadi keluhan pasien di klinik orthopaedi. Saat ini belum ada instrumen untuk menilai luaran klinis bahu berbahasa Indonesia yang sudah teruji validitas dan reliabilitas. Constant Score (CS) merupakan alat ukur luaran yang sering digunakan dalam literatur untuk mendeskripsikan kondisi fungsional bahu.
Metode: Adaptasi Constant Score ke dalam bahasa Indonesia dilakukan sesuai dengan pedoman yang direkomendasikan oleh Beaton et al. Pengambilan sampel secara konsekutif dilakukan di klinik orthopaedi RS Cipto Mangunkusumo dan RSUP Fatmawati pada pasien dengan keluhan nyeri bahu. Uji validitas dan reliabilitas kuisioner CS-INA versi final dilakukan oleh satu orang peneliti dalam 2 kali kesempatan dengan rentang 1-2 minggu. Responden juga diminta mengisi kusioner SF-36 berbahasa Indonesia pada pertemuan pertama.
Hasil: Sebanyak 102 bahu (101 pasien) diikutsertakan dalam studi validasi dan reliabilitas. Uji validitas konstruk antar poin kuisioner menunjukkan korelasi moderat hingga kuat (Koefisien korelasi 0,429-0,846; p < 0,05). Validitas kriteria dengan kuisioner SF-36 juga menunjukkan korelasi kuat (Pearson correlation 0,90; p < 0,05). Uji reliabilitas menunjukkan konsistensi internal yang sangat baik (Cronbach’s  = 0,85) dan korelasi intrakelas yang baik (ICC = 0,86). Hasil yang baik juga ditunjukkan dari skor SEM 7,32 dan 6,82 serta MDC 14,4 dan 13,3. Dalam penelitian ini tidak didapatkan efek floor and ceiling.
Kesimpulan: Adaptasi Constant Score ke dalam bahasa dan kultur Indonesia menghasilkan alat ukur luaran yang valid dan reliabel untuk digunakan dalam populasi pasien Indonesia dengan keluhan nyeri bahu.
......Introduction: Shoulder pain is one of the main complaints of patients coming to the orthopaedic clinic. To the extend of our knowledge, there has been no outcome measure relating to shoulder complaints in Indonesian language. Constant Score (CS) is widely used in publications and literatures to explain shoulder functional outcome.
Method: Cross-cultural adaptation of the Constant score to Indonesian language and culture was performed according to recommendation by Beaton et al. Data from patient with shoulder pain were collected consecutively in the orthopaedic clinic in Cipto Mangunkusumo National General Hospital and Fatmawati General Hospital. Validity and reliability study of the final version of CS-INA was conducted by one researcher in 2 meetings, within 1-2 weeks. The Indonesian version of the SF-36 questionnaire was also given to the respondents.
Results: A total of 102 shoulders (101 patients) was included in the study. CS-INA showed excellent construct validity between items of questionnaire (correlation coefficient 0.429-0.846; p < 0.05) and criterion validity with SF-36 (Pearson correlation 0.90; p < 0.05). Reliability study showed good internal consistency (Cronbach’s  = 0.85) and intraclass correlation (ICC = 0.86). The SEM of the test and retest were 7,37 and 6,82, while the MDC were 14,3 and 13,3. There is no floor and ceiling effects observed in this study.
Conclusion: The Indonesian version of the Constant Score exhibits good validity and reliability for Indonesian population complaining of shoulder pain."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ryan Pramana
"Machine Reading Comprehension (MRC) merupakan salah satu task di bidang natural language processing (NLP) dimana mesin memiliki tugas untuk membaca secara komprehensif dari sebuah bacaan (passage) yang diberikan agar dapat menjawab pertanyaan terkait. Metode terkini untuk mengautomasi MRC menggunakan deep learning dengan memanfaatkan pretrained language models (PLMs) berbasis BERT. Dalam menangani kasus MRC sumber daya rendah, digunakan PLM multilingual seperti XLM-R. Namun PLM multilingual memiliki masalah untuk bahasa sumber daya rendah yaitu: bahasa sumber daya rendah yang tidak terepresentasi dengan baik, imperfect cross-lingual embeddings alignment dan instabilitas ketika di fine-tuning pada data berukuran kecil. Penelitian ini mengusulkan beberapa strategi fine-tuning dan metode pembentukan data augmentasi untuk meningkatkan kinerja MRC dibahasa sumber daya rendah. Strategi fine-tuning yang diusulkan adalah 2-step fine-tuning dan mixed fine-tuning. Untuk metode pembentukan data augmentasi yaitu dengan penggunaan data asli, pengaplikasian model machine translation dan perturbasi code-switching. Hasil eksperimen menunjukkan, untuk dataset FacQA (Bahasa Indonesia) dan UIT-ViQuAD (Bahasa Vietnam) diperoleh strategi terbaik dengan kombinasi strategi penggunaan data asli dan metode 2-step finetuning dimana menghasilkan peningkatan kinerja sebesar 3.858%, 2.13% secara berurutan. Untuk dataset FQuAD (Bahasa Prancis), strategi terbaik diperoleh de- ngan kombinasi strategi pembentukan data perturbasi code-switching dan metode mixed fine-tuning dimana menghasilkan peningkatan kinerja sebesar 1.493%.
......Machine Reading Comprehension (MRC) is one of the tasks in the field of natural language processing (NLP) where the machine has the task of reading comprehensively from a given passage in order to answer related questions. The latest method for automating MRC uses deep learning by utilizing pretrained language models (PLMs) based on BERT. For handling low-resource MRC, multilingual PLMs such as XLM-R are used. However, multilingual PLM has problems for low resource languages: low resource languages that are underrepresented, imperfect cross-lingual embeddings alignment and instability when finetuned on small data.This study proposes several fine-tuning strategies and data augmentation generation methods to improve lowresource languages MRC performance. The proposed fine-tuning strategies are 2-step fine-tuning and mixed fine-tuning. For the method of form- ing augmented data, namely by using data original model, application of machine translation and code-switching pertubation to optimize cross-lingual embeddings alignment in multilingual PLM. The experimental results show that for the FacQA (Indonesian) and UIT-ViQuAD (Vietnamese) datasets, the best strategy is obtained by combining the strategy of using original data and the 2-step fine-tuning method which results in an performance improvement of 3.858%, 2.13%, respectively. For the FQuAD dataset (French), the best strategy was obtained by a combination of code-switching perturbation strategy and mixed fine-tuning method which resulted in an performance improvement of 1.493%. "
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library