Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kaloh, Johanis
"Penelitian ini berangkat dari suatu asumsi bahwa kemampuan mengatur berbagai kegiatan baik pada awal menduduki jabatan maupun kegiatan sehari-hari serta kemampuan mengendalikan orang lain melalui penerapan kekuasaan dan perilaku kepemimpinan ke arah pencapaian tujuan organisasi sangat menentukan kualitas kepemimpinan.
Masalah penelitian adalah bagaimana pola kegiatan, kekuasaan dan perilaku kepemimpinan Bupati/Walikotamadya KDh Tingkat II dalam memimpin organisasi administrasi daerah. Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan pola kegiatan, kekuasaan dan perilaku kepemimpinan organisasi administrasi daerah.
Penelitian ini menggunakan metode survai dengan daftar pertanyaan dan wawancara sebagai alat pengumpul data dan informasi. Unit analisis penelitian ini adalah individu Bupati / Walikotamadya KDh Tingkat II. Populasi penelitian ini adalah Bupati / Walikotamadya KDh Tingkat II di Indonesia yang berjumlah 300 orang, terdiri dari 243 Bupati KDh Tingkat II, dan 57 Walikotamadya KDh Tingkat II. Sampel penelitian ini berjumlah 67 Bupati / Walikotamadya Tingkat II atau 22,33 % dari seluruh populasi. Sampel terdiri dari 54 orang atau 22,22 % dari seluruh Bupati KDh Tingkat II, dan 13 orang atau 23.80 % dari seluruh Walikotamadya KDh Tingkat II. Analisis data dilakukan dengan teknik analisis deskriptif.
Analisis data dan informasi menghasilkan sejumlah temuan. Pertama, penerapan kegiatan, kekuasaan dan perilaku kepemimpinan tidak berdiri sendiri tetapi berdasar pada nilai-nilai organisasi, dengan dukungan latar belakang pendidikan, pengalaman dan posisi dari pemimpin serta tingkat kepedulian pemimpin dalam meningkatkan kemampuan (abilities), kecakapan (skills), sikap (attitudes) dan kerjasama di antara staf. Kedua, kepemimpinan organisasi administrasi daerah menunjukkan pola penerapan kekuasaan pribadi yang bersumber dari keahlian, dengan topangan kekuasaan jabatan yang bersumber dari kedudukan dan kewenangan karena jabatan (kekuasan resmi). Ketiga, pola perilaku pemimpin organisasi administrasi daerah memprioritaskan pada perilaku pengambilan keputusan khususnya dalam menerapkan rencana, memantau kegiatan pelaksanaan guna menemukan dan memecahkan masalah. Keempat, penyiapan dan pengembangan diri Bupati / Walikotamadya KDh Tingkat II belum terpola dengan jelas.
Sebagai kesimpulan, kepemimpinan yang strategik mempunyai tiga faktor yang bergerak sinergik. Pertama, faktor tujuan serta nilai-nilai organisasi. Kedua, faktor pemimpin mencakup pola kegiatan (activity), penerapan kekuasan (power) dan perilaku pemimpin (behavior). Ketiga, faktor dukungan staf cakap, terampil, berpikir kritis, belajar dari proses organisasi, bekerja sama dan saling memotivasi antar staf, menguasai visi dan tujuan organisasi.
Dengan demikian setiap pemimpin hendaknya mengembangkan diri agar memiliki pola kegiatan, menerapkan pola kekuasaan dan perilaku kepemimpinan yang sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai organisasi serta memiliki kesungguhan untuk mengembangkan dan memberdayakan staf sehingga dalam pelaksanaan tugas mendapat dukungan staf yang memiliki kemauan, kecakapan dan keterampilan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
D172
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Davey, Kenneth
Jakarta : UI-Press, 1988
352.1 DAV p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsu Rizal
"Penetapan 26 dari sekitar 300 Daerah Tingkat II sebagai Percontohan Otonomi Daerah merupakan tahapan awal dari serangkaian tahapan dalam melaksanakan Otonomi Daerah dengan Titik Berat pada Daerah Tingkat II di Indonesia. Namun, karena pertimbangan tertentu, tidak semua Daerah Tingkat II dapat melaksanakannya. Dengan demikian, Daerah-daerah Tingkat II di Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu: yang sudah dan yang belum melaksanakan oonomi daerah.
Perbedaan Daerah Tingkat II dalam melaksanakan oonomi daerah tersebut akan berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas Camat sebagai bawahan langsung dari Bupati kepala Daerah Tingkat II. Oleh karena itu, bobot tugas Camat akan berbeda. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan bobot tugas Camat secara empires pada Daerah Tingkat II yang belum dan sudah melaksanakan otonomi daerah, dalam hal ini Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung dan Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung.
Penelitian dilakukan tidak hanya melalui studi kepustakaan, tetapi juga melalui studi lapangan. Hal ini dimaksudkan untuk memahami perbedaan bobot tugas Camat yang sesungguhnya terjadi di Daerah Tingkat II yang belum dan sudah melaksanakan otonomi daerah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan bobot tugas Camat di kedua Daerah Tingkat II signifikan, khususnya dalam hal pelaksanaan asas desentralisasi. Bobot tugas desentralisasi Camat di Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung lebih banyak dibandingkan dengan bobot tugas Camat di Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung. Berkenaan dengan pelaksanakan asas dekonsentrasi, bobot tugas Camat relatif sama, sekalipun volume dan jenis kegiatannya agak berbeda. Namun, pertambahan urusan di tingkat kecamatan tidak diimbangi oleh perubahan kelembagaan, personil, perlengkapan, dan pembiayaan yang diperlukan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa bobot tugas Camat di Daerah Tingkat II yang telah melaksanakan otonomi daerah lebih besar daripada bobot tugas Camat di Daerah Tingkat II yang belum melaksanakan otonomi daerah. Oleh karena itu, untuk mengimbangi pertambahan bobot tugas tersebut, perlu perubahan dalam kelembagaan, personil, perlengkapan, dan pembiayaan di tingkat Kecamatan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Prasojo
Depok: DIA FISIP UI, 2006
320.8 Pra d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library