Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 247 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yunita R.M. Berliana S.
"Produksi semen telah diketahui menyebabkan pencemaran pada lingkungan termasuk tenaga kerja. Hasil sampingan saat diproduksinya semen adalah debu yang merugikan, secara pembangunan nasional meningkatnya produksi semen menguntungkan akan tetapi juga menimbulkan pengaruh negatif terhadap kesehatan para pekerja. Tujuan penelitian untuk mengetahui prevalensi gangguan fungsi paru pada karyawan dan faktor yang berhubungan. Penelitian bersifat deskriptif menggunakan disain cross sectional, data didapatkan melalui laporan observasi, kuesioner, pemeriksaan fisis, pengukuran kadar debu dan spirometri. Jumlah yang diperiksa sebanyak 138 karyawan, dilakukan analisa dan hasil yang didapatkan tidak adanya hubungan yang bermakna antar gangguan faal paru restriksi atau obstruksi dan umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, masa kerja, perokok dan penggunaan Alat Pelindung. Hubungan antara pajanan debu dengan gangguan fungsi paru tidak diidentifikasi, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan Personal Dust Sampler serta pemeriksaan foto toraks.

Cement production was known as the source of pollution in the environment as well as to the workers. Cement dust is very hazardous which is one of the main side products of the factory while at the other side; cement production was really needed for the physical development of the country. The study was aiming to improve cement "col." factory's workers through identifying the lung function disorders and the related factors. The design of study was cross sectional and data were collected through observations report, questionnaires, physical examination, dust measuring and spirometer. There were 138 samples analyzed and results of study reported no significant relationship existed between lung obstruction and age, level of education, work status, duration of work, smoking behavior, and using of mask. Relationship between dust exposure and lung function disorders were not yet identified As suggested, extension of study should be done using personal dust samplers as well as photo thorax measurement."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16187
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prima Belia Fathana
"Latar Belakang : Merokok masih merupakan masalah kesehatan utama di Indonesia. Merokok menjadi faktor risiko bagi penyakit kanker paru dan PPOK. Hubungan antara kanker paru dan PPOK masih terus dikaji. Komorbiditas PPOK pada kanker paru dapat mempengaruhi proses diagnostik, tatalaksana serta managemen akhir kehidupan pasien kanker paru.
Metode : Penelitian ini adalah studi potong lintang analitik yang dilakukan di poliklinik onkologi paru RSUP Persahabatan selama periode Agustus 2018 sampai dengan April 2019 terhadap pasien kanker paru kasus baru yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Hasil : terdapat 52 subjek yang diteliti dan didapatkan 76,9% adalah laki-laki dan perokok (71,2%), jenis kanker paru yang paling banyak ditemukan ialah kanker paru karsinoma bukan sel kecil (98,1%), sebagian besar stage 4 (88%) dan tampilan klinis 1 (50%). Prevalens PPOK berdasarkan pemeriksaan spirometri menurut kriteria PNEUMOMOBILE ialah 46,2% dan prevalens emfisema berdasarkan pemeriksaan CT-scan toraks ialah 30,8%.. Subjek kanker paru yang menderita PPOK 91,7% termasuk kedalam obstruksi derajat sedang (GOLD 2) serta memiliki kelainan faal paru campuran obstruksi dan restriksi ( 70,8%). Subjek yang menderita emfisema terbanyak menderita emfisema jenis sentrilobular (43,7%). Terdapat hubungan antara letak lesi sentral terhadap beratnya obstruksi yang diukur melalalui nilai VEP1 pada subjek PPOK dan emfisema.
Kesimpulan : PPOK pada kanker paru terutama ditemukan pada laki-laki, perokok serta jenis kanker yang paling banyak diderita ialah adenokarsinoma. Emfisema yang paling banyak diderita ialah jenis sentrilobular yang secara umum banyak didapatkan pada perokok.

Background: Smoking is one of risk factors in both of lung cancer and chronic obstructive pulmonary disease (COPD). Comorbidity of COPD among lung cancer patients generally influenced outcome of their quality of life, diagnostic procedures, treatments, and end of life managements.
Methods:This analytical cross-sectional study involved newly diagnosed lung cancer cases admitted to the oncology clinics of Persahabatan Hospital Jakarta, Indonesia between August 2018 and April 2019. Patients who met the study criteria were consecutively included. Spirometric evaluation of airway obstruction and COPD was based on PNEUMOBILE and GOLD criteria. Radiological evaluation of emphysema was based on thorax CT-scan.
Results:Subjects were 52 lung cancer patients and most of them were males (76.9%) and smokers (71.2%). Most of them were diagnosed as non-small cell lung cancer (NSCLC) (98.1%), were in end-stage of the disease (88.0%) and were in performance status of 1 (50.0%). The prevalence of COPD and emphysema was 46.2% and 30.8%, respectively. Most of the COPD subjects (91.7%) experienced moderate airway obstruction (GOLD 2), along with mixed obstruction-restriction spirometric results (70.8%). Centrilobular emphysema was common (43.7%) radiological finding in this study. Degree of obstruction by spirometry (VEP1)and detection of central tumor lesion by thorax CT-scan in COPD and emphysema subjects was found to be correlated.
Conclusion:COPD in lung cancer was found in males, smokers, and NSCLC patients. Centrilobular emphysema was commonly found in this study, particularly in smoker sub-group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57647
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
West, John B. [John Burnard]
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 1998
616.24 WES p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Gaffar
"Penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hasil SKRT tahun 1995 menunjukkan bahwa tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua golongan umur dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Diperkirakan 450.000' kasus baru tuberkulosis setiap tahun, dimana 1/3 penduduk terdapat disekitar Puskesmas, 1/3 lagi ditemukan pada pelayanan Rumah Sakit/Klinik Pemerintah dan Swasta, praktek swasta dan sisanya belum terjangkau unit pelayanan kesehatan dengan kematian diperkirakan 175.000 setiap tahun.
Sampai saat ini belum ada penelitian mengenai perilaku pencarian pertolongan pengobatan tersangka penderita TB Paru di wilayah kecamatan Banggai kabupaten Banggai Kepulauan Sulawesi Tengah. Penelitian ini dilakukan pada semua desa (20 desa) dalam wilayah kecamatan Banggai kabupaten Banggai Kepulauan dari bulan Maret 2000 sampai dengan April 2000.
Penelitian ini menggunakan metode disain Cross Sectional . Sampel adalah seluruh tersangka penderita TB Paru yang ditemukan melalui skrining sebanyak 435 penderita. Pada tersangka penderita TB Paru dilakukan wawancara melalui kuesioner untuk mengetahui kemungkinan beberapa faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pertolongan pengobatan tersangka penderita TB Paru.
Hasil yang diperoleh yaitu tindakan pertama perilaku pencarian pertolongan pengobatan tersangka penderita TB Paru 73,33 % ke fasilitas pelayanan pengobatan moderen (swasta dan pemerintah), 26,67 % ke fasilitas pelayanan tidak moderen (tidak berobat, mengobati sendiri dan pengobatan tradisional). Faktor persepsi akibat, persepsi kegawatan dan tingkat pendidikan berhubungan dengan perilaku pencarian pertolongan pengobatan tersangka penderita TB Paru di wilayah kecamatan Banggai kabupaten Banggai Kepulauan. Selanjutnya yang dapat disarankan adalah penyuluhan tentang TB Paru (gejala-gejala, cara penularan, akibat yang dapat ditimbulkan dan pengobatan) di masyarakat perlu ditingkatkan, juga dalam pelaksanaan program P2 TB Paru selain fasilitas pelayanan pemerintah juga perlu melibatkan fasilitas pelayanan swasta (dokter praktek swasta dan Paramedis/Bidan praktek swasta)."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T2090
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvin Kosasih
"Kanker paru adalah salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan penanganan dan tindakan cepat dan terarah. Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan ketrampilan, sarana serta pendekatan multidisiplin kedokteran. Penyakit ini membutuhkan kerjasama yang erat dan terpadu antara ahli pare dengan ahli radiologi diagnostik, ahli patologi anatomi, ahli radioterapi, ahli bedah toraks, ahli rehabilitasi medik dan ahli lainnya. Insidensi kanker paru terus meningkat baik di negara maju maupun negara berkembang. Penyakit ini menjadi kanker paling sering di dunia pada laki-laki dan kelima terbanyak pada perempuan serta menjadi penyebab utama kematian laki-laki. Amerika Utara dan sebagian besar negara Eropa. Angka morbiditi dan mortaliti makin meningkat di negara berkembang seiring dengan penambahan populasi, aktiviti merokok serta pengaruh lingkungan, Pengobatan atau penatalaksanaan kanker paru sangat tergantung kepada kecepatan dan ketelitian mendapatkan diagnosis pasti. Penemuan kanker paru pada penderajatan (staging) dini akan sangat membantu penderita memperoleh kualiti hidup lebih baik dalam perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat menyembuhkannya. Pilihan terapi harus dapat segera dilakukan mengingat respons kanker paru yang buruk terhadap berbagai jenis pengobatan. Kontroversi multimodaliti terapi untuk penatalaksanaan optimal dibandingkan dengan efek samping yang ada pada kanker paru masih menjadi perdebatan dan penelitian ini masih terus berlangsung."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18031
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pohan, M. Yusuf Hanafiah
"Saat ini kasus kanker paru meningkat jumlahnya dan menjadi salah satu masalah kesehatan di dunia juga di Indonesia. Data yang dikemukakan World Health Organization (WHO) menunjukkan kanker pare adalah penyebab utama pada kelompok kematian akibat keganasan, bukan hanya pada laki-laki tetapi juga pada perempuan. Di Indonesia kanker paru menduduki peringkat ke-3 atau ke-4 di antara tumor ganas yang paling sering ditemukan di beberapa rumah sakit. Jumlah penderita kanker paru di RS Persahabatan 239 kasus pada tahun 1996, 311 kasus tahun 1997 dan 251 kasus di tahun 1998. Lebih dari 90% penderita kanker paru datang berobat pada keadaan penyakit yang sudah lanjut, hanya 6% penderita masih dapat dibedah.
Prognosis buruk penyakit ini mungkin berkaitan erat dengan penderita yang jarang datang ke dokter ketika penyakitnya masih berada dalam tahap awal. Hasil penelitian pada penderita kanker pare pascabedah menunjukkan bahwa rerata angka tahan hidup 5 tahun stage 1 jauh berbeda dengan mereka yang dibedah setelah stage II, apalagi jika dibandingkan dengan penderita kanker pare stadium lanjut. Masa tengah hidup penderita kanker part stage lanjut yang diobati adalah 9 bulan.
Kanker pare adalah salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah. Penegakan diagnosis ini membutuhkan keterampilan dan sarana yang tidak sederhana serta memerlukan pendekatan multidisiplin kedokteran. Penyakit ini membutuhkan kerjasama yang erat dan terpadu antara ahli pare dengan ahli radiologi diagnostik, ahli patologi anatomi, ahli radioterapi, ahli bedah toraks dan ahli-ahli lainnya. Pengobatan atau penatalaksanaan penyakit ini sangat tergantung pada kecekatan ahli paru untuk mendapatkan diagnosis pasti. Penemuan kanker part pada stage dini akan sangat membantu penderita dan penemuan diagnosis dalam waktu lebih cepat memungkinkan penderita memperoleh kualiti hidup yang lebih baik.
Diagnosis pasti penyakit kanker ditentukan oleh basil pemeriksaan patologi anatomi. Dasar pemeriksaan patologi anatomi adalah pemeriksaan mikroskopik terhadap perubahan sel atau jaringan organ akibat penyakit. Terdapat dua jenis pemeriksaan patologi anatomi yaitu pemeriksaan histopatologi dan sitologi. Pemeriksaan histopatologi bertujuan memeriksa jaringan tubuh, sedangkan pemeriksaan sitologi memeriksa kelompok sel penyusun jaringan tersebut. Pemeriksaan histopatologi merupakan diagnosis pasti (baku emas). Pemeriksaan sitologi mampu memeriksa sel kanker sebelum tindakan bedah sehingga bermanfaat untuk deteksi pertumbuhan kanker, bahkan sebelum timbul manifestasi klinis penyakit kanker.
Diagnostik kanker paru memang tidak mudah khususnya pada lesi dini. Pemeriksaan sitologi sputum merupakan satu-satunya pemeriksaan noninvasif yang dapat mendeteksi kanker pare tetapi nilai ketajamannya rendah. Pengambilan bahan pemeriksaan sel/jaringan pare banyak dilakukan dengan cara invasif seperti biopsi pare tembus dada (transthoracic biopsy/TTB), bronkoskopi atau torakoskopi. Teknik ini jauh lebih noninvasif dibandingkan biopsi pare terbuka dengan cara pembedahan yang sudah banyak ditinggalkan. Di RS Persahabatan jumlah penderita kanker paru yang dapat dibedah masih dibawah 10%, angka ini masih sangat kecil dibandingkan negara lain yang dapat mencapai angka sekitar 30%. Data yang belum dipublikasi dari bagian bedah toraks RS Persahabatan dari tahun 2000-2004 mencatat 33 kasus kanker paru yang dibedah, rata-rata hanya sekitar 6-7 pasien pertahun, itupun bukan untuk tujuan diagnostik tetapi untuk penatalaksanaan. Hal ini menjadikan pemeriksaan sitologi masih akan tetap menjadi alat utama untuk diagnostik kanker paru.
Berbagai teknik pemeriksaan sitologi dan histopatologi memberikan akurasi basil yang berbeda-beda dan umumnya tidak membandingkan akurasi berbagai teknik pemeriksaan sitologi tersebut dengan baku emas pemeriksaan histopatologi. Perbandingan akurasi basil berbagai teknik pemeriksaan tersebut akan berguna untuk menentukan pilihan pemeriksaan yang paling efektif dan efisien."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18032
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firly Mariani
"Obat herbal atau jamu banyak digunakan masyarakat sebagai pengobatan alternatif yang bersifat empiris, satu diantaranya adalah untuk pengobatan asam urat. Penggunaan obat herbal untuk pemeliharaan kesehatan perlu didukung dengan pengujian ilmiah untuk menjamin keamanan penggunaannya, yaitu dengan mengamati gejala toksik yang mungkin terjadi pada hewan uji dengan penggunaan dalam jangka waktu yang lama. Pada penelitian ini jamu teh celup asam urat diberikan setiap hari secara oral selama 90 hari untuk mengetahui pengaruh hematologis dan histologis tikus putih jantan galur Sprague Dawley. Tikus dibagi dalam tiga kelompok dosis uji yaitu berturut-turut 1800, 3600, 7200 mg/kg bb dan satu kelompok kontrol dan masing-masing terdiri atas 10 ekor tikus. Pemeriksaan jumlah sel darah merah, sel darah putih, trombosit dan kadar hemoglobin dilakukan pada hari ke-0,45, dan 91 sedangkan pembedahan organ paru untuk pemeriksaan histologi dilakukan pada hari ke-91. Penilaian hematologis dapat dilihat dari uji statistik (ANAVA) 1 arah, sedangkan penilaian kondisi paru didasarkan hasil pengamatan secara mikroskopik. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian sediaan jamu tidak berpengaruh terhadap hematologi (p > 0,05) dan histologi paru.
Many people in Indonesia using herbal or Traditional medicine as an empirical alternative medication, one of them is for hyperuricemia therapy. The use of herbal medicine for maintaining need support by scientific research to ensure the safety, among others by conducting a toxicity testing to observe whether toxic symptom occurred in a long period usage in experimental animal. In this research a herbal tea for curing hyperuricemia was given orally for 90 days to observe the influence on hematology and lung histology of the male albino rats Sprague Dawley. The experimental rats were divided into three group of dosages viz 1800, 3600, and 7200 mg/kg body weight and one group of control. Each group consisting of 10 mice. The measuring of hemoglobin concentration and enumeration the number of red blood cells, white blood cells, and platelet were carried out on day-0, day-45th, and day-91st, while histology examination of the lung was done on day-91st. The hematological assessment could be seen from One Way ANOVA statistic test, whereas the lung condition assessment based on the result from microscopic observation. The experimental result showed that there was no sign of influence in experimental rats hematology (p>0,05) and lung histology."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2006
S32958
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eky Pramitha Dwi Putri
"PM2,5 adalah indikator penting untuk mengetahui risiko kesehatan yang disebabkan oleh polusi partikulat. Pajanan konsentrasi PM2,5 di udara dalam ruang telah banyak dikaitkan dengan kejadian penurunan fungsi paru. Oleh karena itu, program intervensi harus dimulai dari faktor lingkungan.
Tujuan utama dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi PM2,5 di udara dalam ruang dengan penurunan fungsi paru pada orang dewasa. Studi potong lintang dilakukan di sekitar kawasan industri Pulo Gadung, Jakarta Timur.
Penelitian dilakukan dari bulan maret sampai mei 2012. Peneliti memilih secara acak 109 orang dewasa yang berusia 20-65 tahun dengan menggunakan metode statifikasi acak sampel. Hal ini dilakukan untuk menentukan kejadian penurunan fungsi paru dan hubungannya dengan konsentrasi PM2,5 di udara dalam ruang. Fungsi paru diperiksa dengan menggunakan spirometri tes untuk mendapatkan nilai VC, FCV, FEV1, dan FEV1/FCV. Konsentrasi PM2,5 di udara dalam ruang diukur dengan menggunakan alat dust track. Setelah itu, analisis dilakukan dengan menggunakan model regresi logistik untuk mendapatkan nilai OR dari konsentrasi PM2,5 di udara dalam ruang dengan penurunan fungsi paru pada orang dewasa. Selain itu, variabel karakteristik individu dan faktor lingkungan rumah juga dianalisis dengan kejadian penurunan fungsi paru. Prevalensi penurunan fungsi paru pada orang dewasa di sekitar kawasan industri Pulo Gadung sebesar 38,5%.
Hasil analisis menunjukkan hubungan yang signifikan antara konsentrasi PM2,5 di udara dalam ruang dengan penurunan fungsi paru pada orang dewasa (OR = 3,31; nilai p = 0,003). Faktor lain yang mempengaruhi penurunan fungsi paru pada orang dewasa adalah jenis kelamin laki-laki (OR = 2,84; nilai p = 0,025), durasi pajanan (OR = 3,56; nilai p = 0,002), merokok (OR = 2,60; nilai p = 0,040), ventilasi (OR = 3,35; nilai p = 0,026), dan kelembaban (OR = 3,12; nilai p = 0,016). Akhirnya, kesimpulan dari penelitian ini adalah konsentrasi PM2,5 di udara dalam ruang berhubungan signifikan dengan penurunan fungsi paru pada orang dewasa.
PM2,5 is an important indicator of risk to health from particulate pollution. Exposure to indoor air pollution of PM2,5 has been associated with an increase in lung function impairment. Consequently, the intervention program must be started from environmental factors.
The aim of the study was to better understand the association between indoor PM2.5 concentration and the decline of adult lung function. Cross sectional study was conducted at the surrounding of Pulo Gadung Industries, East Jakarta.
This study was extended from March to May 2012. Researcher has selected 109 adults from 20 to 65 years of age by the stratified random sample to determine the incidence of lung function impairment and its relationship to indoor air pollution due to PM2.5. Lung function was measured by spirometry test to get the value of VC, FCV, FEV1, and FEV1/FCV. Indoor PM2.5 concentration was obtained from measurement by dust track. The Odds Ratio (OR) for the effect of indoor PM2,5 concentration on lung function in adult was analyzed by logistic regression model. Besides that, individual variables and health housing variables were analyzed with the decline of adult lung function too. The prevalence of the decline of adult lung function in the surrounding of Pulo Gadung Industries was 38,5%.
The analysis showed significantly association between indoor PM2.5 concentration and the decline of adult lung function (OR = 3,31; p value = 0,003). Another factors that influenced the decline of adult lung function were the men gender (OR = 2,84; p value = 0,025), the duration of exposure (OR = 3,56; p value = 0,002 ), smoking (OR = 2,60; p value = 0,040), ventilation (OR = 3,35; p value = 0,026), and humidity (OR = 3,12; p value = 0,016). Finally, the conclusion of this study is indoor PM2,5 concentration was significantly associated with the decline of adult lung function.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wily Pandu Ariawan
"Latar belakang: Laju penurunan VEP1 dan VEP1/KVP pada pasien PPOK dari beberapa data yang ada menunjukkan penurunan yang lebih tajam dibandingkan normal, namun untuk penelitian yang dilakukan selama 1 tahun belum pernah diperbarui di RSUP Persahabatan. Penelitian ini mencoba untuk mengetahui laju penurunan nilai VEP1, VEP1/KVP pada pasien PPOK setelah 1 tahun pengobatan.
Metode: Penelitian kohort retrospektif ini dilakukan untuk mengukur laju penurunan nilai VEP1, VEP1/KVP pasien PPOK di klinik Asma PPOK RSUP Persahabatan setelah pengobatan selama 1 tahun.
Hasil: Laju penurunan nilai VEP1 setelah 1 tahun pengobatan adalah sebesar 121,53 120ml/tahun sedangkan laju penurunan nilai VEP1/KVP setelah 1 tahun pengobatan adalah sebesar 2,75 0,47 p10 80,6, derajat GOLD 2 64,5 , mengkonsumsi LABACs 64,5 dan usia terdiagnosis ≥60 tahun 64,5 . Laju penurunan VEP1 lebih banyak terjadi pada kelompok D 110ml/tahun sedangkan laju penurunan VEP1/KVP lebih banyak terjadi pada kelompok B 3,29.
Kesimpulan: Pada penelitian ini diketahui sebagian besar pasien mengalami laju penurunan VEP1 dan VEP1/KVP yang bermakna secara statistik dan sebagian kecil yang mengalami kenaikan meskipun tidak bermakna secara statistik. Tidak didapatkan hubungan yang berbeda bermakna baik antara jenis kelamin, usia, keluhan respirasi, riwayat merokok, IB, jenis rokok, komorbid, tingkat pendidikan, usia terdiagnosis, IMT, kelompok A-B dan C-D, kelompok A-C dan B-D, riwayat eksaserbasi, CAT, derajat obstruksi dan pemberian terapi LABACs dengan laju penurunan nilai VEP1 dan VEP1/KVP. Kata kunci: Penurunan fungsi paru, PPOK.

Background: The rate of decline in FEV1 and FEV1/FVC in COPD patients from some of the available data shows more decline than normal, but for a 1 year study has not been updated in Persahabatan Hospital. This study attempted to determine the rate of FEV1 and FEV1/FVC decline in COPD patients after 1 year treatment.
Methods: This retrospective cohort study was conducted to measure the rate of FEV1 and FEV1/FVC decline in COPD patients at Asthma COPD Clinic Persahabatan Hospital after 1 year treatment.
Results: The rate of decline in FEV1 after 1 year treatment was 121.53 120ml/year while the rate of decline in FEV1/FVC after 1 year treatment was 2.75 0.47 p 10 80.6 , GOLD 2 64.5 , with LABACs treatment 64.5 and diagnosed ge;60 years 64.5 . The rate of decline in FEV1 was more prevalent in group D 110ml/year while the rate of decline in FEV1/FVC was more prevalent in group B 3.29.
Conclusions: In this study most patients have a statistically significant rate of decline in FEV1 and FEV1/FVC, however a small proportion of patients experienced increases in FEV1 and FEV1/FVC although it does not reach statistical treshhold. No significant differences are found between sex, age, respiratory complaints, smoking history, BI, type of cigarette, comorbid, educational level, diagnosed age, BMI, AB and CD group, AC and BD group, history of exacerbations, CAT, obstruction and treatment of LABACs with rate of decline in VEP1 and VEP1 / KVP.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Ismiati
"Penelitian dilakukan pada tenaga kerja yang terpajan debu hasil pembakaran sampah di bagian boiler pabrik sepatu olah raga. Pajanan debu dapat menimbulkan gejala pengawasan berupa batuk kronik, dahak kronik, sesak nafas, serta gejala bronkitis kronik yang dapat memberikan gambaran penurunan fungsi paru obstruksi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mencegah terjadinya gangguan fungsi paru pada tenaga kerja di bagian boiler, dengan cara meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku dalam menggunakan alat pelindung diri (APD) saluran nafas.
Disain penelitian menggunakan cara studi operasional yang dilakukan terhadap seluruh populasi tenaga kerja di bagian boiler (12 orang), selama 1 bulan. Cara pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner, pemeriksaan fisik, pemeriksaan fungsi ventilasi paru, serta pemeriksaan foto toraks. Selanjutnya dilakukan intervensi berupa penyuluhan serta monitoring dan pengawasan penggunaan APD saluran nafas.
Hasil dari penelitian ini didapatkan keluhan batuk kronik 25 %, dahak kronik 33,3 %, sesak nafas 16,7 %, bronkitis kronik 25 %, serta gangguan fungsi paru obstruksi 25 %. Secara statistik tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok umur, lama kerja, perilaku merokok dan perilaku menggunakan APD saluran naf as terhadap terjadinya bronkitis kronik maupun obstruksi (p>0,05). Risiko terjadi obstruksi 2,5 kali lebih besar pada tenaga kerja yang telah bekerja lebih dari. 5 tahun (OR=2,5).
Risiko terjadi obstruksi 1,6 kali lebih besar pada tenaga kerja yang tidak menggunakan APD saluran nafas (OR=1,6). Intervensi yang dilakukan menunjukkan keberhasilan yang sangat bermakna yaitu terdapat peningkatan pengetahuan tentang APD saluran nafas sebesar 58,4 % (0,001"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>