Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ari Prabowo
"ABSTRAK
Latar belakang: Pada penelitian in vitro, kombinasi gefitinib dan radioterapi telah diamati memiliki efek sinergis dan anti-proliferasi terhadap KPKBSK. Tujuan: Mengetahui efikasi dan toleransi kombinasi radioterapi dan TKI pada pasien adenokarsinoma paru dengan mutasi EGFR. Metode: Penelitian observasional kohort retrospektif analitik di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan. Data diambil dari Rekam Medis Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan dan dilakukan dengan total sampling pada periode 1 Januari 2013 sampai Desember 2016. Hasil: Sampel penelitian 31 subjek, dengan karateristik pasien laki-laki 51.61 median usia 54,5 tahun, range usia 38-70 tahun dan pasien adenokarsinoma paru perempuan 48,38 median usia 57 tahun, range usia 38-77 tahun . Lokasi mutasi EGFR didapatkan mutasi pada exon 21 L858R sebanyak 61,30 , exon 21 L861Q 16,12 dan delesi ekson 19 sebanyak 22,58 . Dosis radioterapi yang diberikan 30-60 Gy. Keadaan klinis pada saat penelitian SVKS 35,5 , klinis progresif 22,6 dan lain-lain 41,9 . Toksisitas non hematologi yang terbanyak adalah skin rash diikuti diare dan paronikia dengan derajat ringan. Toksisitas hematologi tersering adalah anemia derajat 1-2 sebanyak 15 orang. Progression free survival PFS 185 hari IK95 ; 123,69-246,30 , overall survival OS 300 hari IK95 ;130,94-469,06 dan 1 years survival 45,2 . Kesimpulan: Kombinasi radioterapi dan gefitinib dapat meningkatkan PFS pada pasien adenokarsinoma paru dengan klinis SVKS dan meningkatkan OS pada pasien dengan klinis yang progresif.. Kata kunci: Adenokarsinoma, Efikasi, Gefitinib, Radioterapi
ABSTRACT Background In vitro studies, combinations of gefitinib and radiotherapy have been observed to have synergistic and anti proliferative effects on lung adenocarsinoma.Objective To evaluate the efficacy and tolerance of combination radiotherapy and TKI in patients with pulmonary adenocarcinoma with EGFR mutation. Methods A cohorts retrospective observational analytical analytical at RSUP Persahabatan, Jakarta. In this study we use total sampling. Data was optained from January 2013 until December 2016. Results Data from 31 lung adenocarcinoma with EGFR mutations patients were collected , which is characterized male 51.61 median age 54.5 years, range 38 70 years and female patients 48.38 median age 57 years, range 38 77 year . Epidermal Growth Favtor Reseptor EGFR mutation in exon 21 L858R of 61.30 , exon 21 L861Q 16.12 and 19 exon delions of 22.58 . Radiotherapy dose were given 30 60 Gy. Clinical finding in this study SVCS 35,5 , progressive 22,6 and others 41,9 .The non hematological toxicities are skin rash, diarrhea and paronychia with mild degree. The common haematological toxicity is mild anemia 15 patients . Progression free survival PFS in radiation gefitinib are 185 days CI95 123,69 246,30 , overall survival OS are 300 days CI95 130,94 469,06 and 1 yeqrs survival 45,2 .Conclusion Combination therapy radiation gefitinib in Lung adenocarsinoma with SVCS increasing PFS and patient lung adenocarcinoma with progressive disease increasing OS.Keywords Lung adenocarcinoma, efficacy, gefitinib, radiation"
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Ali Asdar
"Pendahuluan: Tyrosine Kinase Inhibitors (TKIs) sangat efektif terhadap Kanker
Paru jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK) dengan mutasi Epidermal
Growth Factor Receptor (EGFR). Gefitinib dan Erlotinib adalah generasi pertama
EGFR-TKI untuk pengobatan KPKBSK dengan mutasi EGFR. Obat-obat ini telah
tersedia melalui asuransi kesehatan di Indonesia untuk pasien Adenokarsinoma
paru dengan mutasi EGFR. Data mengenai efikasi dan toksisitas EGFR-TKI saat
ini belum tersedia di Indonesia.
Metode: Kami melakukan analisis observasional kohort retrospektif pada pasien
Adenokarsinoma paru dengan mutasi EGFR di RSUP Persahabatan, Jakarta
Indonesia dari Januari 2015 sampai dengan Desember 2017. Kami meninjau
rekam medis 331 pasien dengan diagnosis Adenokarsinoma paru dengan mutasi
EGFR stage lanjut yang diobati dengan EGFR-TKI generasi pertama. Sebanyak
192 subjek yang memenuhi kriteria inklusi.
Hasil: Subjek yang mendapatkan Gefitinib (n=132) dan Erlotinib (n=60). Median
progression free survival (PFS) sebanding antara Gefitinib dan Erlotinib (9,0 dan
7,0 bulan, interval kepercayaan 95% [IK] 0,57-1,07, p=0,126). Median Overall
survival (OS) dan angka tahan hidup 1 tahun masing-masing kelompok adalah
44,5 vs 39,5 bulan (95% IK 0,35-1,29, p=0,670) dan 92% berbanding 92%
(p=0,228). Terdapat toksisitas termasuk diare, paronikia, skin rash dan stomatitis
yang diamati tetapi tidak ada perbedaan yang bermakna pada toksisitas derajat 3
atau 4 antara kedua kelompok (p=0,713).
Kesimpulan: Kedua EGFR-TKIs generasi pertama sebanding dalam PFS dan OS,
meskipun Gefitinib terlihat lebih tinggi, tetapi secara statistik tidak bermakna dan
keduanya memiliki toksisitas yang sebanding dan dapat ditoleransi.

Introductions: Tyrosine kinase inhibitors (TKIs) are effective against non-small
cell lung cancer (NSCLC) with epidermal growth factor receptor (EGFR)
mutation. Gefitinib and erlotinib are the first-generation EGFR-TKIs
recommended as first-line treatments for NSCLC with EGFR mutations and are
available through Universal Health Coverage in Indonesia for lung
adenocarcinoma patients with EGFR mutations. However, the efficacy and safety
data of EGFR-TKIs are unavailable in Indonesia.
Methods: We did a retrospective cohort analysis of the patients of lung
adenocarcinoma with EGFR mutations treated in Persahabatan Hospital Jakarta,
Indonesia, between January 2015 and December 2017. We reviewed the records
of 331 patients with advanced stage lung adenocarcinoma with EGFR mutation
treated with the first-generation EGFR-TKIs. The subjects were 192 patients who
met the inclusion criteria.
Results: Subjects were receiving gefitinib (n=132) and erlotinib (n=60). Median
progression-free survival (PFS) was comparable between gefitinib and erlotinib
(9.0 vs 7.0 months, 95% confidence interval [CI] 0.57-1.07, p=0.126). The
median overall survival (OS) and 1-year survival were 44.5 vs 39.5 months
(95%CI 0.35-1.29, p=0.228; and 92% vs 92%, p=0.228, respectively). Reported
toxicities were diarrhea, paronychia, rash, and stomatitis but not of significant
difference between grade 3 or 4 toxicities (p=0.713).
Conclusions: The PFS and OS of the first-generation EGFR-TKIs were
comparable, although gefitinib PFS and OS was shown to be better, but without
significance. Both gefitinib and erlotinib had comparable and tolerable adverse
effects"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Moulid Hidayat
"Latar Belakang: Beberapa bukti menunjukkan bahwa quiescent cancer stem cell (CSC) terlibat dalam resistans terhadap gefitinib pada adenokarsinoma paru sebagai mekanisme nonmutasi. Kami sebelumnya telah mempublikasikan bahwa gefitinib- resistant persister (GRP) mengekspresikan stemness factor dengan level yang tinggi dan memiliki ciri khas fenotip CSC. Studi terbaru menunjukkan bahwa FBXW7, merupakan jenis protein F-box, memainkan peran penting dalam pemeliharaan quiescent CSC dengan memediasi degradasi protein c-MYC melalui proses ubiquination. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran FBXW7 dalam resistans terhadap gefitinib pada adenokarsinoma paru dengan mutasi EGFR.
Metode: Cell line dari sel adenokarsinoma paru, PC9, yang mengandung mutasi sensitif EGFR dipajankan pada gefitinib dengan konsentrasi tinggi untuk mengembangkan GRP. Kami mencoba melakukan abrogasi ekspresi gen FBXW7, dan mengevaluasi sensitivitasnya terhadap gefitinib dan populasi CD133-positive stem cell di GRP. Kami juga memasukkan plasmid FUCCI melalui proses infeksi lentiviral ke dalam sel dan kemudian menyelidiki siklus sel dan sel pada fase G0 dalam GRP. Selanjutnya, kami telah mengembangkan model gefitinib-resistant tumor (GRT) dengan menyuntikkan sel PC9 ke dalam mencit NOG diikuti dengan pemberian gefitinib setelah pertumbuhan tumor, dan mengevaluasi ekspresi mRNA dan ekspresi protein dari penanda terkait quiescence, FBXW7 in vivo.
Hasil: GRP menunjukkan ekspresi yang tinggi dari penanda cancer stem cell, CD133 dan penanda terkait quiescence, FBXW7 dan ekspresi c-MYC yang rendah pada tingkat protein secara in vitro. Analisis siklus sel menunjukkan bahwa mayoritas GRP berada pada fase G0/G1. TIndakan abrogasi gen FBXW7 menurunkan populasi sel CD133-positive di GRPs. Abrogasi FBXW7 juga meningkatkan kerentanan sel terhadap gefitinib, membalikkan populasi sel fase G0/G1 menjadi sel S/G2/M, dan menurunkan jumlah sel GRP. Secara in vivo, pada GRT setelah pengobatan gefitinib menunjukkan ekspresi FBXW7 yang tinggi dan ekspresi c-MYC yang rendah. Kami juga menemukan bahwa ekspresi FBXW7 dalam sel CD133-positive meningkat dan ekspresi c-MYC menurun pada mencit dan pada 9 dari 14 spesimen tumor dari pasien adenokarsinoma paru dengan mutasi EGFR resistan terhadap gefitinib.
Kesimpulan: Temuan ini menunjukkan bahwa FBXW7 dapat memainkan peran penting dalam pemeliharaan quiescence pada gefitinib-resistant lung CSC pada adenokarsinoma paru dengan mutasi positif EGFR
......Background: Accumulating evidence indicates that quiescent cancer stem cells (CSCs) are involved in the resistance to gefitinib in non-small cell lung cancer (NSCLC) as non-mutational mechanism. We have previously reported that gefitinib-resistant persisters (GRPs) highly expressed stemness factors and had characteristic features of the CSCs phenotype. Recent studies demonstrate that FBXW7, a type of F-box protein, plays an important role in the maintenance of quiescent CSC by mediating the degradation of c-MYC protein by ubiquination. The aim of this study is to figure out the role of FBXW7 in the resistance to gefitinib in lung adenocarcinoma with EGFR mutation.
Methods: lung adenocarcnoma cell lines, PC9, harboring sensitive-EGFR mutation were exposed to high concentration of gefitinib in order to develop GRPs. We tried to knockdown FBXW7 gene expression, and evaluated their sensitivity to gefitinib and CD133-positive stem cell population in GRPs. We also introduced FUCCI plasmid via lentiviral infection in the cells and then investigated the cell cycle and G0-phase cells in GRPs. Furthermore, we established gefitinib-resistant tumor (GRT) model by injecting PC9 cells into NOG-mice followed by gefitinib administration after tumor growth, and evaluated mRNA and protein expression of quiescence-related markers including FBXW7 in vivo.
Results: In vitro, GRPs showed high expression of stem cell marker CD133 and quiescence-related markers including FBXW7 and low expression of c-MYC at protein level. Cell cycle analysis revealed that majority of GRPs existed in G0/G1 phase. Silencing of FBXW7 gene reduced CD133-positive cell population in GRPs. Knockdown of FBXW7 also increased susceptibility of cells to gefitinib, reversed population of G0/G1 cells to G2/S/M cells, and decreased cell number of GRPs. In vivo, GRTs after gefitinib treatment revealed high expression of FBXW7 and low expression of c-MYC. We also found that FBXW7 expression in CD133-positive cells was increased and c-MYC expression was decreased in mice and in 9 out of
14 tumor specimens from EGFR-mutant lung adenocarcinoma patients with acquired resistance to gefitinib.
Conclusion: These findings suggest that FBXW7 plays a pivotal role in the maintenance of quiescence in gefitinib-resistant lung CSCs in EGFR mutation- positive lung adenocarcinoma."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Angasreni
"Latar Belakang: Kanker paru merupakan kanker terbanyak kedua yang terdiagnosis dan menjadi penyebab terbanyak kematian akibat kanker. Pemberian afatinb sebagai terapi target Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR)-Tyrosine Kinase Inhibitor (TKI saat ini telah menjadi terapi standar untuk pasien adenokarsinoma paru dengan mutasi EGFR di Indonesia, termasuk di RSUP Persahabatan. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pemberian terapi afatinib pada pasien adenokarsinoma paru dengan mutasi EGFR di RSUP Persahabatan.
Metode: Desain penelitian ini adalah kohort retrospektif menggunakan data rekam medis fisik dan elektronik, dilakukan di Poli Onkologi RSUP Persahabatan, dengan teknik total sampling. Subjek penelitian adalah pasien adenokarsinoma paru dengan mutasi EGFR yang mendapatkan afatinib pada Januari 2018-Desember 2021 di Poli Onkologi RSUP Persahabatan yang memenuhi kriteria penelitian.
Hasil: Didapatkan 116 subjek penelitian, pasien adenokarsinoma paru dengan mutasi EGFR yang mendapatkan afatinib di RSUP Persahabatan dengan karakteristik lebih banyak laki-laki (52,6%), kelompok usia <65 tahun (80,2%), suku Jawa (81,9%), tanpa faktor risiko keganasan di keluarga (82,8%). Saat terdiagnosis subjek penelitian lebih banyak dengan stage IVA (75%), metastasis pleura (59,5%), mutasi EGFR delesi ekson 19 (53,4%) status tampilan 0-1 (75,9%) dan metastasis otak didapatkan pada 19% subjek. Nilai median progression free survivival (PFS) subjek penelitian yang mendapat afatinib adalah 13 bulan (95%IK 10,5-15,5 bulan), dan nilai median overall survival (OS) adalah 17 bulan (95%IK 14,9-19,1 bulan). Angka tahan hidup satu tahun yang didapat 65,1% dan Objective Respons Rate (ORR) adalah 36,1%. Sebanyak 35,3% subjek mendapatkan penurunan dosis afatinib 20 mg atau 30 mg. Toksisitas nonhematologi tersering pada pada penelitian ini adalah diare (74,1%), diikuti oleh stomatitis (61,2%), ruam kulit (59,5%) dan paronikia (49,1%).
Kesimpulan: Afatinib sebagai terapi lini pertama memberikan luaran yang cukup baik untuk pasien adenokarsinoma paru dengan mutasi EGFR di RSUP Persahabatan dengan efek samping samping nonhematologi yang dapat dikelola. Riwayat penurunan dosis afatinib tidak memengaruhi angka kesintasan.
......Background: Lung cancer is the second most diagnosed cancer and the most common cause of death from cancer. Afatinib as targeted therapy with Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR)-Tyrosine Kinase Inhibitor (TKI) has now become standard therapy for lung adenocarcinoma patients with EGFR mutations in Indonesia, including at RSUP Persahabatan. This study was conducted to analyze the administration of afatinib therapy in lung adenocarcinoma patients with EGFR mutations at Persahabatan General Hospital.
Metode: Design of the study was retrospective cohort using secondary data, physical and electronic medical records at Oncology Clinic Persahabatan Hospital with total sampling technique. Subject of this study were medical records of lung adenocarcinoma patients with EGFR mutation and received afatinib therapy by January 2018- December 2021 which met the inclusion criteria.
Results: There were 116 subjects of lung adenocarcinoma with EGFR mutation and received afatinib at Persahabatan Hospital, with predominant of male (52,6%), age <65 years old (80,2%), Javanese (81,9%), without history of cancer in family (82,8%). Most of subjects are diagnosed as lung adenocarcinoma at stage IVA (75%), with most of them have pleural metastases (59,5%), EGFR mutation with exon 19 deletion (53,4%), performa status 0-1 (75,9%), and brain metastases were found in 19% of subject. The median progression free survival (PFS) of subjects was 13 months (95% CI 10.5-15.5 months), and the median overall survival (OS)was 17 months (95% CI 14.9- 19.1 months). The one-year survival rate was 65.1% and the Objective Response Rate (ORR) was 36,1%. As many as 35.3% of subjects had adjustment dose of afatinib to 20 mg or 30 mg The most common non-hematological toxicity found was diarrhea (74.1%), followed by stomatitis (61.2%), skin rash (59.5%) and paronychia (49.1%).
Conclusion: Afatinib as a first-line therapy provides a good outcome for lung adenocarcinoma patients with EGFR mutations at Persahabatan General Hospital with manageable non-hematological adverse events. History of adjustment dose of afatinib did not affect survival rate."
2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arismunandar
"Kitosan merupakan suatu turunan kitin yang memiliki efek anti kanker. Dalam penelitiaan ini, akan diuji efek kitosan terhadap HSC-4, yang berupa galur sel kanker skuamosa mulut, dan A-549, yang berupa galur adenokarsinoma paruparu, dalam medium kultur. Kedua jenis sel kanker dipajan dengan kitosan pada konsentrasi 0,0005%; 0,0025%; 0,005%; 0,25%; dan 0,5%. Viabillitas sel akan dilihat setelah empat jam pemaparan menggunakan metode MTT assay. Viabilitas kedua jenis sel lebih tinggi pada konsentrasi 0,0005%; 0,0025%; dan 0,005% serta lebih rendah pada konsentrasi 0,25% dan 0,5% dibandingkan dengan kontrol. Kitosan dengan konsentrasi 0,25% dan 0,5% mempunyai efek paling sitotoksik terhadap kedua jenis sel.

Chitosan is derivate of chitin that has anticancer effect. This present study examined the anticancer effect of chitosan against HSC-4, which is oral squamous cell carcinoma, and A-549, which is lung adenocarcinoma, in vitro. Both cancer cells were exposed to chitosan, each with 0.0005%; 0.0025%; 0,005%; 0.25%; and 0.5% concentration. Cell viability was read after four hours with MTT assay. Both cancer cells were more viable at 0.0005%; 0.0025%; and 0.005% concentration; at 0.25% and 0.5% concentration were less viable than control. These result suggest that chitosan at 0.25% and 0.5% concentration have the most cytotoxic effect on both cells."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hapsari Retno Dewanti
"Latar Belakang: Kanker paru menjadi penyebab kematian utama akibat keganasan pada laki-laki sebesar 31% dan perempuan sebesar 27%. Pada pasien adenokarsinoma paru dengan mutasi pada exon 20 T790M memberikan respons yang buruk terhadap terapi EGFR-TKI generasi pertama maupun generasi kedua.
Tujuan: Mengetahui profil serta angka tahan hidup 1 tahun pasien kanker paru jenis Adenokarsinoma dengan mutasi exon 20 T790M primer.
Metode: Penelitian menggunakan desain kohort terhadap pasien-pasien adenokarsinoma paru stadium IV dengan mutasi exon 20 T790M primer dari bulan September 2015 sampai Desember 2017 di RSUP Persahabatan. Variabel yang diteliti adalah karakteristik klinis dan angka kesintasanberdasarkan kurva Kaplan Meier. Hasil analisis dinyatakan berbeda bermakna apabila nilai p<0,05.
Hasil: Didapatkan 27 subjek penelitian dengan rerata usia 58,5 tahun dan berjenis kelamin laki-laki (70,6%). Keluhan utama berupa sesak napas (73,5%) dan nyeri dada (55,9%). Mutasi genetik tunggal pada Exon 20 T790M (64,7%), sedangkan mutasi Exon 20 T790M dengan Exon 21 L858R (11,8%) dan mutasi Exon 20 T790M dengan 21 L861Q (8,8%). Organ target metastasis adalah efusi pleura (73,5%), tulang (26,5%) dan otak (20,6%). Angka kesintasan 360 dan 990 hari sebesar 35% dan 20% dengan median kesintasan sebesar 213 hari.
Kesimpulan: Mutasi exon 20 T790M pada adenokarsinoma paru memegang peranan penting terhadap kesintasan dan prediktor responsterhadap terapi yang diberikan.

Background: Lung cancer causes mortality in men (31%) and in women (27%). Lung adenocarcinoma patients with exon 20 T790Mepidermal growth factor receptor(EGFR) mutation showed poor response to the first generation and second generation of EGFR tyrosine kinase inhibitor (TKI) therapy.
Purpose: This study aims to reveal the characteristics and one year survival rate of lung adenocarcinoma patients with primary exon 20 T790M EGFR mutations treated at Persahabatan Hospital Jakarta, Indonesia.
Methods: The cohort study involved patients with primary exon 20 T790M EGFR mutation between September 2015 to December 2017 in Persahabatan Hospital Jakarta, Indonesia. The survival rate was observed from Kaplan Meier estimator curve and was statistically analyzed.
Results: There were 27 subjects with mean age of 58.5 years and were predominated male (70.6%). The most common chief complaints were shortness of breath (73.5%) and chest pain (55.9%). The EGFR mutations detected were exon 20 T790M (64.7%), exon 20 T790M with exon 21 L858R (11.8%) and exon 20 T790M with exon 21 L861Q (8.8%). Metastatic target organs were pleural effusions (73.5%), bone (26.5%) and brain (20.6%). Survival rate of 360 and 990 days was 35% and 20% respectively with median survival rate was 213 days.
Conclusion: Exon 20 T790M EGFR mutation in lung adenocarcinoma was revealed to be an important factor in survival and in predicting response to EGFR TKI chemotherapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library