Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Naela Fadhila
"Latar Belakang: Gambaran malposisi ujung pipa endotrakeal seringkali ditemukan pada pembacaan foto toraks konvensional bayi, terutama bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR). Hal ini sangat mungkin terjadi mengingat hingga saat ini belum ada rumus kedalaman pipa endotrakeal yang diperuntukkan pada kelompok tersebut. Usia gestasi, berat badan, dan panjang badan bayi merupakan parameter pertumbuhan yang seringkali dipertimbangkan dalam menentukan perkiraan kedalaman pipa endotrakeal. Hingga saat ini belum ada studi yang mengevaluasi masalah malposisi pipa endotrakeal pada BBLASR di Indonesia serta faktor-faktor yang memengaruhinya.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian malposisi ujung pipa endotrakeal dan faktor yang memengaruhi ketepatan ujung pipa endotrakeal pada BBLASR.
Metode: Penelitian potong lintang pada BBLASR yang dirawat di Unit Neonatologi FKUI-RSCM pada Januari-Desember 2023, yaitu bayi yang dilakukan prosedur intubasi kemudian dilakukan pemeriksaan foto toraks konvensional untuk mengkonfirmasi ketepatan ujung pipa endotrakeal. Faktor risiko yang dinilai adalah usia gestasi, berat badan, dan panjang badan.
Hasil: Terdapat 42 subyek yang ikut serta dalam penelitian ini dengan proporsi jenis kelamin yang merata, rerata usia gestasi 28 (SD 3) minggu, median usia saat intubasi 0 hari, rerata berat badan 814 (SD = 109) gram, dan rerata panjang badan 32,7 (SD = 3,4) cm. Terdapat 31 subyek dengan ujung pipa terlalu dalam, tidak ada subyek dengan ujung pipa menggantung, dan terdapat 11 subyek dengan ujung pipa endotrakeal yang tepat. Rerata kedalaman pipa endotrakeal yang tepat pada semua subyek adalah 6,4 (SD 0,6) cm. Faktor risiko yang berpengaruh terhadap ketepatan ujung pipa endotrakeal adalah berat badan dengan perbedaan rerata kelompok ujung pipa endotrakeal tepat dibanding malposisi adalah 85 (IK 95% 11 – 159) gram, p=0,02.
Kesimpulan: Kejadian malposisi ujung pipa endotrakeal pada BBLASR di penelitian ini adalah 73,8%, dengan kondisi letak ujung pipa endotrakeal terlalu dalam pada semua subyek dengan malposisi. Hanya berat badan yang memengaruhi ketepatan ujung pipa endotrakeal secara statistik.

Background: Endotracheal tube (ETT) malposition frequently occurs in neonates with extremely low birth weight. Currently, no established formula exists for estimating the ideal depth of ETT insertion in this specific group. Commonly, gestational age, weight, and body length are utilized as growth parameters to determine the estimated depth of the endotracheal tube. Notably, there is a lack of studies addressing the issue of ETT malposition in extremely low birth weight infants in Indonesia and the associated influencing factors.
Objective: To determine the proportions and identify factors influencing the endotracheal tube tip position in extremely low birth weight neonates.
Method: Cross-sectional research was carried out at the Neonatology Unit of the Department of Pediatrics, Faculty of Medicine, Universitas Indonesia, Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. The study involved retrieving data on gestational age, body weight, body length, and appropriate endotracheal tube length from the medical records and chest X-rays of extremely low birth weight neonates born between January and December 2023.
Results: In this study, 42 subjects participated, demonstrating an equal gender distribution, a mean gestational age of 28 (SD 3) weeks, a median age at intubation of 0 days, an average weight of 814 (SD = 109) grams, and an average body length of 32,7 (SD = 3,4) cm. Among them, 31 subjects had the tube tip positioned too deep, none had too shallow ETT tip, and 11 had the right position. The mean depth of the appropriate ETT in all subjects was 6,4 (SD 0,6) cm. Body weight emerged as a significant risk factor influencing the accuracy of the endotracheal tube tip, with a mean difference of 85 grams (95% CI 11 – 159) between the correct and malposition groups, p=0.02.
Conclusion: The incidence of ETT malposition in this study was 73,8%, with the tip found to be excessively deep in all subjects with malposition. Only body weight statistically influenced the accuracy of the endotracheal tube tip.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Nurlena Suskhan
"Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) Cu T380A merupakan salah satu long acting reversible contraception yang dapat dipasang setelah melahirkan, baik secara normal (insersi pascaplasenta) maupun sesar (insersi transcesarean). Meski begitu, posisi AKDR di dalam rahim dapat berubah sehingga terjadi malposisi hingga ekspulsi. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kejadian malposisi dan ekspulsi pada insersi AKDR pascaplasenta dan transcesarean setelah masa involusi. Studi kohort retrospektif ini mengambil pasien, melalui rekam medis, yang memenuhi kriteria penelitian dan telah menjalani pemasangan AKDR, baik pascaplasenta maupun transcesarean, di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta antara Mei-September 2024. Posisi AKDR dievaluasi menggunakan ultrasonografi. Analisis data dilakukan untuk membandingkan variabel-variabel pada kelompok insersi pascaplasenta dan transcesarean. Sebanyak 30 pasien diikutsertakan dalam penelitian, tanpa perbedaan karakteristik yang bermakna antara kedua kelompok. Tidak ditemukan kejadian ekspulsi dan terdapat 3 (60%) kejadian malposisi pada kelompok insersi AKDR pascaplasenta. Tidak ditemukan kejadian ekspulsi dan terdapat 15 (60%) kejadian malposisi pada kelompok insersi AKDR transcesarean. Hasil uji untuk membandingkan kejadian malposisi antara kedua kelompok menghasilkan nilai p 1.000. Tidak ditemukan perbedaan bermakna pada kejadian ekspulsi dan malposisi antara kelompok insersi AKDR pascaplasenta dan transcesarean.

The Copper T380A intrauterine device (IUD) is one of the long-acting reversible contraceptives (LARCs) that can be inserted after childbirth, either following normal delivery (postplacental insertion) or after a cesarean section (transcesarean insertion). However, the position of the IUD inside the uterus may shift, leading to malposition or even expulsion. This study aims to compare the incidence of malposition and expulsion between postplacental and transcesarean IUD insertion after the uterine involution period. This retrospective cohort study included patients, from medical records, who met the study criteria and had undergone IUD insertion, either postplacental or transcesarean, at Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta between May-September 2024. Ultrasonography was used to assess IUD positioning. Data analysis was conducted to compare the variables between the postplacental insertion group and the transcesarean insertion group. The study included 30 patients, showing no significant difference in characteristics between groups. No expulsion events were found and there were 3 (60%) malposition events in postplacental IUD insertion group. No expulsion events were found and there were 15 (60%) malposition events in transcesarean IUD insertion group. The statistical test comparing malposition rates yielded a p-value of 1.000. No significant differences were found in the incidence of expulsion and malposition between the postplacental and transcesarean IUD insertion groups. "
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library