Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hani Sabrina
"Tying agreement merupakan salah satu perjanjian yang dilarang oleh UU No. 5 Tahun 1999 yang dapat berakibat kepada penguasaan pasar yang mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Pada prakteknya, salah satunya pada tying agreement yang dilakukan oleh PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Teluk Bayur (Pelindo II) dengan penyewa lahan pelabuhan dimana didalam perjanjian sewa lahan terdapat klausul yang pada pokoknya mewajibkan penyewa lahan untuk menyerahkan kegiatan bongkar muat barang kepada Perusahaan Bongkar Muat milik Pelindo II. Pada Putusan Perkara Nomor 02/KPPU-I/2013, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutus Pelindo II dengan melakukan tying agreement telah menolak dan/atau menghalangi Perusahaan Bongkar Muat swasta lainnya untuk beroperasi di Pelabuhan Teluk Bayur dan menghalangi para penyewa lahan sebagai konsumen untuk menggunakan jasa bongkar muat dari Perusahaan Bongkar Muat yang dikehendakinya. Namun dalam melakukan analisis pada kasus ini, KPPU mengabaikan metode analisis yang diamanatkan dalam Peraturan KPPU No. 5 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Pasal 15 UU No. 5 Tahun 1999 yaitu penafsiran dan pembuktian secara tidak kaku (rule of reason) sebagai acuan KPPU dalam membuktikan setiap dugaan kasus tying agreement. Dengan menggunakan penelitian deskriptif-analitis, penelitian ini akan menjawab permasalahan penerapan tying agreement yang seharusnya dilakukan secara tidak kaku pada kasus ini. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Penulis, Pelindo II terbukti tidak melakukan tying agreement sebagaimana dilarang oleh ketentuan pasal 15 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999.

Tying agreement is one of agreements which is prohibited by Law Number 5 Year 1999 that could lead to market control that cause monopoly practice and/or unfair competition. In the practice, there was tying agreements was made by PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II, Teluk Bayur Branch (Pelindo II) and land lessee, where there is a clause in the land lease agreement that require land lesse to hand over stevedoring activities to Pelindo II’s Stevedoring Company. In Case Decision Number 02/KPPU-I/2013, the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) decided Pelindo II that has been done tying agreement, has been refused and/or preclude other private Stevedoring Companies to operate in Teluk Bayur Port and preclude land lessees as consumers to use stevedoring service from Stevedoring Company they would like to engage. However, in analyzing this case, KPPU ignored the method of analysis that has been mandated in Regulation of KPPU No. 5 Year 2011 concerning Guideline for Implementation of Article 15 of Law No. 5 Year 1999, which is doing the interpretation and verification by using rule of reason approach as a reference for KPPU to prove any alleged tying agreement case. By using descriptive-analytical study, this research will answer the problem of the application of tying agreement that supposed to do by using rule of reason approach. Based on the results of this research, Pelindo II was proven not perform tying agreement as prohibited by article 15 of Law No. 5 Tear 1999."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54140
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmawati Kusumastuti Roosadiono
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang "Implementasi Kebijakan Penertiban Pedagang Kaki Lima, Studi Kasus di Pasar Ciputat, Tangerang, Banten." Penelitian ini penting dilakukan karena pedagang kaki lima merupakan salah satu permasalahn kota yang hingga kini belum tertangani dengan baik. Selama ini kebijakan yang diterapkan adalah mengusir dan menggusur para pedagang kaki lima karena dinggap membuat kotor, kumuh dan macet. Padahal di sisi lain, pedagang kaki lima mempunyai daya serap tenaga kerja yang tinggi apalagi pasta krisis ekonomi. Pemerintah daerah Tangerang juga memberikan perhatian khusus terhadap penanganan pedagang kaki lima dengan menggelar operasi penertiban. Namun, operasi penertiban ini tidak efektif membuat jera para pedagang kaki lima dan bahkan mereka seolah-olah "main petak umpet" dengan aparat.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan menggunakan jenis penelitian deskriptif karena tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan implementasi kebijakan penertiban pedagang kaki lima di pasar Ciputat. Untuk memperoleh data, penelitian ini menggunakan teknik wawancara, studi pustaka serta observasi langsung ke lapangan. Data yang diperoleh dari lapangan akan di olah sesuai dengan kebutuhan penelitian dan akan dianalisis dengan teori yang terkait dengan penelitian.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencakup sepuiar sektor informal, lebih spesifik tentang karakteristik usnum pedagang kaki lima, peranan pedagang kaki lima, permasalahan yang seringkali muncul akibat keberada pedagang kaki lima, dan beberapa penanganan pedagang kaki lima. Teori yang terkait dengan penelitian ini juga adalah teori kebijakan publik, baik itu sebagai produk, proses, dan analisis, implementasi kebijakan publik dan variable yang mempengaruhi keberhasilan kebijakan publik
Berdasarkan temuan lapangan bahwa implementasi kebijakan penertiban pedagang kaki lima tidak berjalan dengan baik karena terdapat beberapa penyimpangan yang dilakukan oleh para pelaksana kebijakan yakni tidak mengikuti prosedur yag telah ditetapkan dalam SK Bupati No. 180 tahun 1995 tentang Petunjuk Teknis Praktis Penegakan Hukum dalam Bidang Pemerintahan. Penyimpangan itu antara lain adalah tidak adanya sangsi berupa tindak pidana ringan bagi para pelanggar dan tidak adanya sikap konsistensi aparat pemerintah terhadap operasi penertiban pedagang kaki lima. Dari implementasi kebijakan yang sedemikian rupa menghasilkan suatu kondisi yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Keindahan, kebeisihan dan ketertiban hanya dapat dirasakan secara sementara. Tidak berhasilnya penertiban tersebut disebabkan oleh beberapa kendala yakni kendala internal meliputi tidak adanya SOP (Standart Operating Procedures), tidak adanya kesepahaman antar aparat pemerintah, terbatasnya personil aparat pemerintah, terbatasnya dana operasional dan kendala eksternal yang terdiri dari rendahnya kesadaran pedagang kaki lima dan terbatasnya lahan dagang di pasar Ciputat.
Hasil analisis mengemukakan kebijakan yang diterapkan Pemda Tangerang dalam menangani pedagang kaki lima termasuk dalam-kategori relokasi sangat keras karena dilarang berjualan kembali di tempat yang dilarang tanpa ada solusi alternatif yang memihak pedagang kaki lima. Terdapat beberapa point yang tidak terpenuhi dalam implementasi kebijakan penertiban pedagang kaki lima di ciputat baik dari aspek komunikasi, sumber daya, sikap dan struktur birokrasi. Oleh karena itu kebijakan yang diterapkan dikategorikan unseccesfull implementation.
Oleh karena itu perlu ada beberapa perbaikan yakni pada aspek dasar hukum sebagai landasan operasional yang perlu dibuat juknis penertiban dan direvisi perda tentang penertiban, dialokasikan dana operasional dalam APBD secara tepat, adanya komunikasi antara Camat dengan dinas yang terkait dalam menangani pedagang kaki lima, ditambahnya personil satuan polisi pamong praja dalam meningkatkan kinerjanya dan disediakan lahan khusus untuk pedagang kaki lima yang sudah lama berjualan di lahan pasar Ciputat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13934
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nur Rohim
"ABSTRAK
Kredit merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha untuk memenuhi kekurangan modal. Kebutuhan pelaku usaha akan tambahan modal kemudian bertemu dengan Bank yang menawarkan kredit. Kemudian timbul hubungan hukum dalam bentuk Perjanjian Kredit. Dalam setiap perjanjian, tidak selamanya berjalan dengan baik. Permasalahan dapat senantiasa timbul selama perjanjian masih berjalan. Begitupun dengan Perjanjian Kredit. Salah satu permasalahan yang dapat timbul dalam Perjanjian Kredit adalah tidak dibayarnya utang oleh nasabah debitor atau umumnya disebut Kredit Macet. Penelitian ini memaparkan pengaturan mengenai perkreditan perbankan di Indonesia serta menyajikan analisis terhadap kesesuaian penyelesaian kredit macet PT Y pada Bank X dalam putusan nomor 47/PDT.G/2013/PN JKT.PST dengan peraturan perkreditan yang berlaku. Masih terdapat ketidaksesuaian dengan peraturan yang berlaku meskipun di satu sisi terdapat pula kesesuaian dengan peraturan yang berlaku. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan melakukan studi dokumen.

ABSTRACT
Loan is one of the means available for a business to take in order to cover up its lack of capital. Business?s needs for additional capital can be met with loan offered by Bank. Thus, create a legal relation in the form of loan agreement. There is no guarantee for every agreement to be honored without any problems arises between the parties. Problems may arise anytime as long as the agreement still exist. The same could be said about loan agreement. One of the problem that may arise from loan agreement is non-performing loan. This research shows how Bank credit is regulated in Indonesia and to present an analysis on the conformity of non-performing loan settlement used in the Central Jakata District Court?s Decision Number 47/PDT.G/2013/PN.JKT.PST. This research conclude that there are still some issues not in accordance with the regulations even though there are also some issues in accordance with the regulations. This research use normative juridical method through documents study.
"
2016
S64843
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oshie Bimantara
"Skripsi ini membahas tentang larangan penguasaan pasar dan persekongkolan berdasarkan Undang-Udang Nomor 5 Tahun 1999 dalam kasus importasi bawang putih. Bentuk tindakan yang dapat mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, yaitu penguasaan pasar secara tidak adil dan persekongkolan diduga terjadi pada kasus Importasi Bawang Putih di Indonesia untuk Periode Bulan November 2012 sampai dengan Februari 2013 yang mengakibatkan terjadinya kelangkaan bawang putih dan harga yang sangat melonjak. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah selesai melakukan pemeriksaan Perkara Nomor 05/KPPU-I/2013 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 11, Pasal 19 huruf c, dan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dalam Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terkait Importasi Bawang Putih. Skripsi ini menjelaskan bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh para pelaku usaha dan keterlibatan pemerintah pada kasus importasi bawang putih terkait Putusan KPPU Nomor 05/KPPU-I/2013 tidak dikecualikan dalam ketentuan Pasal 50 huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 serta pertimbangan KPPU mengenai adanya pelanggaran Pasal 19 huruf c tentang Penguasaan Pasar dan Pasal 24 tentang Persekongkolan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 sesuai dengan perspektif Hukum Persaingan Usaha tidak bisa menjadikan institusi pemerintah sebagai terlapor.

This undergraduate thesis explains about the prohibition of market control and conspiracy by Law Number 5 Year 1999 on The Prohibition of Monopoly Practices and Unfair Business Competition in the case of garlic importation (Case Study: KPPU Decision on Case No. 05 / KPPU-I / 2013). This research is conducted by way of normative legal research. This thesis tries to elaborate the kind of action that could lead to monopolistic practices and unfair business competition in form of unfair market control and conspiracy which has occurred in the case of importation of garlic in Indonesia for the period of November 2012 to February 2013 which had resulted in a scarcity and the soaring price of garlic. The analysis explains that the issue of the violations conducted by business actors and government involvement in the case of importation of garlic related to the KPPU Decision No. 05 / KPPU-I / 2013 could not be exempted in Article 50 letter a of Law No. 5 Year 1999. Moreover, regarding KPPU considerations on the violations of Article 19 letter c of Market Control and Article 24 of Conspiracy in Act No. 5 Year 1999 should not draw any Government institution as a Reported subject in accordance with the Competition Law perspective."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S65306
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Bella Nurhadisya
"Indonesia memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan industri kelapa sawit, salah satu upaya untuk meningkatkan potensi tersebut adalah melalui kemitraan inti plasma, dimana terdapat pihak perusahaan inti dan petani plasma yang saling bermitra dengan adanya hubungan saling ketergantungan dan menguntungkan. Namun, dalam implementasinya kerap kali terjadi permasalahan hukum ranah persaingan usaha diantara pelaku usaha yang bermitra tersebut. Oleh karena itu, dalam penelitian ini Penulis memiliki tujuan untuk memberikan pemahaman dan informasi kepada masyarakat luas mengenai perspektif hukum persaingan usaha terhadap permasalahan hukum yang terjadi dalam perjanjian kemitraan inti-plasma perkebunan kelapa sawit. Pada prakteknya, salah satu permasalahan hukum yang terjadi adalah pada kemitraan inti plasma antara PT. Multi Prima Entakai yang diduga melakukan penguasaan pasar yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat terhadap petani plasma dalam Koperasi Renyang Bersatu. Dalam kasus ini, PT. Multi Prima Entakai selaku perusahaan inti tidak transparan dalam memberikan rincian penggunaan dana dan penentuan angka kredit untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit, sehingga mengakibatkan para petani plasma hanya menerima tagihan pembayaran kredit sampai terlilit hutang tanpa adanya kejelasan penggunaan dana. Dalam menganalisis kasus ini, Penulis menggunakan penelitian deskriptif analitis melalui pendekatan kualitatif, yaitu dengan memberikan pemahaman lebih lanjut terkait pengaturan kemitraan inti plasma dalam perundang-undangan di Indonesia, lalu memberikan penjabaran kasus, menjelaskan penerapan Pasal UU No. 5 Tahun 1999 terhadap kasus tersebut, serta memberikan rekomendasi agar implementasi kemitraan inti plasma sejalan dengan hukum persaingan usaha. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Penulis, PT. Multi Prima Entakai terbukti melakukan penguasaan pasar berupa praktek diskriminasi sebagaimana dilarang oleh ketentuan Pasal 19 huruf d UU No. 5 Tahun 1999.

Indonesia has great potential to develop the palm oil industry, one of the efforts to increase this potential is through the inti plasma partnership, where there are companies and palm oil planters who partner with each other in a relationship of mutual dependence and benefit. However, in its implementation, there are often legal issues in business competition among the partner business actors. Therefore, in this research, the author aims to provide understanding and information for the wider community regarding the competition law perspective of legal issue that occur in the inti plasma partnership agreement of palm oil. In practice, one of the legal problems that occur is the inti plasma partnership between PT. Multi Prima Entakai and Cooperative of Renyang Bersatu, which is suspected that could lead to market control that causes monopoly practice and/or unfair competition over the palm oil planters in Koperasi Renyang Bersatu. In this case, PT. Multi Prima Entakai as the core company is not transparent in providing details on the use of funds and determination of credit figures for the development of oil palm plantations, it is resulting in palm oil planters only receiving payment bills until they are in debt without any clarity on the use of funds. In the analysis of this case, the author uses analytical descriptive research through a qualitative approach, specifically by providing further understanding of the regulation of inti plasma partnership in Indonesian law, providing a case description, then explaining the application of Article Law no. 5 of 1999 on the case, and provide recommendations so that the implementation of the inti plasma partnership is according to competition law. Based on the results of research conducted by the author, PT. Multi Prima Entakai is proven to have controlled the market in the form of discrimination practices by the provisions of Article 19 letter d of Law no. 5 of 1999"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septiana Winarpritanti
"ABSTRAK
Doktrin Fasilitas Penting atau Essential Facilities Doctrine merupakan kegiatan
menghalangi pelaku usaha pesaing untuk menggunakan fasilitas penting bagi
produksi dan distribusi pelaku usaha pesaing. Doktrin ini mengungkapkan bahwa
salah satu jenis tindakan monopoli yang dilakukan oleh satu atau lebih pelaku
usaha yang menguasai fasilitas penting dengan cara menutup akses bagi pelaku
usaha pesaing untuk menggunakan fasilitas penting tersebut. Doktrin ini berkaitan
dengan penguasaan pasar dan juga praktek monopoli sesuai dengan yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat. Atas keberadaan doktrin ini dilakukan penelitian
untuk mengetahui dan menganalisa mengenai batasan atas penerapan doktrin
tersebut dalam perspektif persaingan usaha dan bagaimana penerapannya dalam
Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Perkara Nomor 03/KPPUl/
2008 tentang Hak Siar Liga Utama Inggris, apakah telah memenuhi ketentuan
dari prasyarat/karakteristik Doktrin Fasilitas Penting tersebut. Penelitian atas tesis
ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Dalam
penelitian tesis ini diketahui bahwa dalam pelaksanaan Doktrin Fasilitas Penting
ini memiliki batasan sehingga doktrin ini dapat disimpangi. Batasan tersebut
timbul ketika terdapat pengaturan di dalam undang-undang atas fasilitas penting.
Selain itu berkaitan dengan izin atas penggunaan fasilitas penting dari pihak yang
berwenang. Serta apabila dalam fasilitas penting tersebut terdapat unsur Hak
Kekayaan Intelektual. Setelah dilakukan analisa lebih jauh dalam Putusan KPPU
tersebut, diketahui bahwa Majelis Komisi telah benar menyatakan bahwa hak siar
Liga Inggris adalah fasilitas penting. Sehingga akses untuk mendapatkan hak siar
harus dibuka kepada publik, tidak dikhususkan hanya untuk televisi berbayar
tertentu saja. Atas penggunaan doktrin tersebut diharapkan KPPU lebih jeli dalam
menentukan karakteristik fasilitas penting, karena setiap kasus mengenai
penguasaan pasar itu berbeda

ABSTRACT
Essential Facilities Doctrine is a blocking activity of business competitors to use
important facilities for the production and distribution of business competitors.
This doctrine reveals that one of monopoly action conducted by one (or more)
business actor (s) who control important facilities by closing access for its business
competitors to use those important facilities. This doctrine relates with market
control as well as monopoly practices based on Law Number 5 of 1999 about
Monopoly Practices and Unfair Business Competition. This research is aimed to
find out and analyze the limitation of this doctrine implementation on the
perspective of business competition and the implementation on KPPU Decision
Case Number 03/KPPU-L/2008 about Broadcasting Rights for UK Premier
League, whether it meets the provisions of prerequisites/characteristic of this
Essential Facilities Doctrine. This research is conducted using the normative
jurisdicial research method. This research revealed that on the implementation of
Essential Facilities Doctrine there was a limitation so that this doctrine can be
remain unfulfilled. This limitation occured when there was provisions in the Law
on important facilities. In addition, related with permits on the use of these
important facilities from the authorities. Also, if there was elements of Intellectual
Property Rights. After thorough analysis on KPPU Decision, it is revealed that
broadcasting rights for English Premier League is important facility. So that the
access to get the broadcasting rights should be opened to the public, not only
specific just for certain television. On the utility of this doctrine, it was hoped that
KPPU would be more careful in deciding the characteristic of important facilities,
because each case on market control is different"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42199
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Islamiahti
"Industri usaha transportasi penyeberangan di Indonesia menjadi salah satu industri usaha yang penting dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Melihat bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau dan dipisahkan oleh laut sehingga untuk melakukan perpindahan mobilisasi dari pulau-pulau yang dipisahkan laut maka dibutuhkan alat transportasi angkut penyeberangan untuk membantu masyarakat berpindah secara efektif dan efisien. Salah satu pelabuhan yang paling ramai dikunjungi oleh konsumen yaitu pelabuhan merak – bakauheni yang berada di Banten dan Lampung. Dermaga baru didirikan di pelabuhan merak bakauheni dengan menggunakan konsep sebagai “dermaga eksekutif” dimana dalam dermaga tersebut pelayanan yang akan diberikan pada konsumen akan jauh lebih berkualitas daripada di dermaga lainnya. Dermaga eksekutif ini dibangun oleh negara untuk memberikan kenyamanan kepada para konsumen. Namun, terdapat permasalahan yang muncul dimana dermaga eksekutif ini hanya dioperasikan oleh satu perusahaan saja yaitu perusahaan BUMN (PT ASDP Indonesia Ferry). Tidak ada perusahaan operator penyeberangan lain yang ikut mengoperasikan kapal-kapal milik mereka di dermaga eksekutif. PT ASDP Indonesia Ferry sebagai pihak yang mengelola dermaga dan juga sebagai perusahaan yang menawarkan jasa angkut kapal sehingga market control yang dimiliki sangat besar. Kecurigaan-kecurigaan ini mengarahkan pada pelanggaran praktik monopoli dan penguasaan pasar dalam usaha jasa penyeberangan di dermaga eksekutif. Pada akhirnya, penulis, memberikan kesimpulan bahwa telah terjadi praktik monopoli dan pelanggaran persaingan usaha di dermaga eksekutif diakibatkan oleh besarnya market control yang dipegang oleh PT ASDP Indonesia Ferry sehingga menyebabkan dampak kerugian yang diterima oleh perusahaan swasta lain dan konsumen.

The ferry transportation business industry in Indonesia is one of the most important industries and is widely used by the community. Knowing that Indonesia is an archipelagic country consisting of several islands and separated by the sea, so that in order to carry out the mobilization of the islands separated by the sea, it is necessary to use cross-transportation to help people move effectively and efficiently. One of the most crowded ports visited by consumers is the Merak - Bakauheni port in Banten and Lampung. The new wharf was built at the port of Merak Bakauheni using the concept of an “executive wharf” in which the services that will be provided to consumers will be much higher quality than at other docks. This executive dock was built by the state to provide comfort to consumers. However, there are problems that arise where this executive dock is only operated by one company only, namely a state-owned corporation (PT ASDP Indonesia Ferry). There are no other ferry operators operating their vessels at the executive dock. PT ASDP Indonesia Ferry as the party that manages the wharf and also as a company that offers ship transportation services so that the market control it has is very large. These suspicions lead to the violation of monopolistic practices and market control in the ferry transportation business at the executive dock. In the end, the author concludes that there have been monopolistic practices and business competition violations at the executive dock caused by the large market control held by PT ASDP Indonesia Ferry, causing the impact of losses to other private ferry companies consumers.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library