Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ranny Rastati
"Jepang merupakan salah satu bangsa yang mengenal budaya pemberian yang disebut zoutou bunka. Ada berbagai kesempatan untuk saling tukar-menukar pemberian salah satunya adalah pada saat ulang tahun, khususnya ulang tahun anak-anak. Salah satu elemen penting dalam budaya pemberian adalah seni membungkus hadiah yang disebut rappingu. Selain kertas dan pita, warna memegang peranan penting dalam seni membungkus hadiah.
Warna dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu warna maskulin dan feminin. Warna maskulin diperuntukkan bagi anak laki-laki, sedangkan warna feminin diperuntukkan bagi anak perempuan. Adanya pembedaan warna menjadi warna maskulin dan feminin ditentukan oleh konvensi sosial yang diwariskan secara turun-temurun. Warna pun memiliki dua buah makna, yaitu makna simbolis yang dekat dengan alam dan warna psikologis yang merupakan asosiasi psikologis yang ditentukan oleh kesepakatan masyarakat.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengutamakan kedalaman pemahaman terhadap hubungan antar konsep yang diuraikan secara deskriptif analisis. Sumber data yang dipakai berasal dari buku Quick and Easy Enchanting Gifts Wrapping tahun 2004 oleh Yoshiko Hase dan buku Rappingu to Ka-do tahun 2007 oleh Marie Takeda.
Berdasarkan analisis yang telah dikumpulkan, maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan jenis kelamin dapat menimbulkan pembedaan penggunaan warna pada hadiah ulang tahun anak-anak. Selain itu, makna yang dikandung dalam warna pun dapat digunakan untuk menyampaikan rasa dari si pemberi kepada si penerima.

Japanese is one of the nation that having the knowledge of gift and giving culture that it called zoutou bunka. There are many occasion for gift and giving in Japan, one of them is birthday, especially children's birthday. One of the important element in Japanese gift and giving culture is the art of wrapping gifts that called rappingu. Besides paper and ribbon, color is one of the important elements for the art of wrapping gifts.
Color can be classified as two, that is masculine color and feminine color. Masculine colors are for boys and feminine colors are for girls. The differences definite by social consensus generation by generation. Color have two meanings, that is symbolical meaning, is the similarity color with the nature, and psychological meaning, is psychological association by society consensus.
This is a study that using a descriptive analysis method. This method describes the facts then continued to analyze the data. The source of data from Quick and Easy Enchanting Gifts Wrapping year 2004 by Yoshiko Hase and Rappingu to Ka-do year 2007 by Marie Takeda.
After analyzing the data it can conclude that sex can emerge the differences of using colors in children birthday gifts. Also, the color meaning can be using to deliver feel from a giver to a receiver.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S13885
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Audisya Fatia
"

Film Kucumbu Tubuh Indahku merupakan film terbaru karya sutradara Garin Nugroho. Film ini bertemakan kisah perjalanan seorang penari Lengger yang hidup berpindah-pindah tempat sambil melawan trauma tubuh dari pengalaman-pengalamannya. Hal yang menjadi pertimbangan dalam melakukan penelitian ini adalah pandangan masyarakat umum yang masih tabu akan persoalan idenititas diri. Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah aspek identitas dalam film Kucumbu Tubuh Indahku memiliki peran penting dalam kehidupan suatu individu seperti kesadaran identitas yang melekat pada karakter Juno dalam film ini. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teori semiotika oleh Roland-Barthes. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah kesadaran identitas yang dimiliki karakter Juno menunjukkan bahwa ia memiliki lebih dari satu identitas yang mengarah pada peran gender— baik feminin, maskulin, maupun keduanya atau androgini. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa suatu individu dapat memiliki sisi feminin dan maskulin secara bersamaan dan hal tersebut tidak selalu dipengaruhi dari identitas seksual, namun juga jenis identitas lainnya.


The movie Kucumbu Tubuh Indahku (Memories of My Body) is the latest film by director Garin Nugroho. This movie is about a journey of a Lengger dancer who lives from one place to another while struggling over his trauma. Self-identity issue is considered taboo amongs Indonesian, hence this study focuses on aspects of identity in Kucumbu Tubuh Indahku  to show how important the role of identity in the life of an individual. This study used a descriptive qualitative method with an adaptation of semiotic theory by Roland-Barthes. The result concludes that the awareness of identity possessed by the character of Juno shows that he has more than one identity that leads to gender roles — whether feminine, masculine, or androgynous. Based on these data, it can be concluded that an individual can have a feminine and masculine side simultaneously and this is not always influenced by sexual identity, but also other types of identity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ellen Meianzi Yasak
"Perempuan yang hidup dalam sistem patriarki, seperti di Indonesia, berjuang untuk membuktikan bahwa dirinya memiliki kekuatan, mampu bersaing di kancah publik, dan bukan warga negara kelas dua. Idealnya, kebijakan yang terkait dengan hak warga negara harus menempatkan perempuan pada posisi yang setara dengan laki-laki. Diskriminasi berbasis gender di tempat kerja, dalam  upah, promosi, fasilitas, membuat pekerja perempuan di Indonesia lebih rentan dan lebih mungkin  dieksploitasi dibandingkan rekan kerja laki-laki. Sejak dulu jumlah jurnalis laki-laki selalu lebih banyak dibandingkan pewarta perempuan. Apalagi Jumlah mereka yang berprofesi sebagai pewarta foto, nya lebih kecil lagi. Berprofesi sebagai pewarta memiliki tantangan dan risiko tinggi, terlebih untuk perempuan. Mereka harus bersaing dengan pewarta laki-laki untuk mendapat berita secara profesional. Perbedaan pengalaman, identitas gender, struktur patriarki yang dikukuhkan oleh maskulinitas berimplikasi pada karya perempuan fotografer. Pierre Bourdieu, dalam bukunya Masculine Domination menyampaikan bahwa sebagai pria atau wanita, dalam objek yang kita coba pahami, sebetulnya kita telah mewujudkan struktur historis  tatanan maskulin dalam bentuk skema persepsi dan apresiasi yang tidak disadari.  Penelitian ini menelaah sumber semiotik yang dibentuk dari habitus perempuan pewarta foto, yang berimplikasi pada pilihan bahasa visual mereka. Metode penelitian yang digunakan adalah semiotika sosial multimodal. Temuan penelitian ini yaitu (1) sumber semiotik yang dimiliki perempuan pewarta foto tidak bebas, dan ditentukan oleh habitus; (2) media menjadi sumber semiotik perempuan pewarta foto dalam memaknai dominasi maskulin; (3) dominasi wacana maskulin dibentuk dari konstruksi, kekerasan, dan kekuatan simbolik; dan (4) konteks situasi dan budaya pada konsep semiotika sosial Halliday merupakan perwujudan habitus dalam teori Bourdieu.

Women who live in a patriarchal system like in Indonesia, struggle to prove that they have power, are able to compete in the public arena, and are not second-class citizens. Ideally, policies related to the rights of male citizens should place women in an equal position with men. Gender-based discrimination in the workplace, in terms of pay, promotion, benefits, makes female workers in Indonesia more vulnerable and more likely to be exploited than their male counterparts. Since ancient times, there have always been more male journalists than female journalists. Moreover, the number of women who work as photojournalists is even less. Working as a journalist has high challenges and risks, especially for women. They have to compete with male journalists, to get news in a professional manner. Differences in experience, gender identity, patriarchal structures that are reinforced by masculinity are embodied in the work of female photographers. Pierre Bourdieu, as stated in his book Masculine Domination said that as men or women, in the objects we are trying to understand, we have actually materialized the historical structure of the masculine order in the form of unconscious schemes of perception and appreciation. In this research, I examine semiotic sources formed from the habitus of female photojournalists, which has an implicit effect on their choice of visual language. The research method used is Multimodality Social Semiotics. The findings of this study are (1) the source of semiotics owned by female photojournalists is not independent, and is determined by habitus; (2) the media is a semiotic source of female photojournalists in interpreting Masculine Domination; (3) Masculine Discourse Domination is formed from construction, violence, and symbolic power; (4) The context of situation and culture in Halliday's concept of Social Semiotics, is the embodiment of habitus in Bourdieu's theory.

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gadis Arivia Effendi
"Disertasi ini mengekplorasi persoalan-persoalan filsafat dan feminisme. Di dalam eksplorasi ini, peneliti menunjukkan dominasi pemikiran maskulin di dalam filsafat Barat. Sebanyak 14 filsuf terkenal diteliti mulai dari filusuf-filsuf Yunani hingga filsuf-filsuf kontemporer dalam teks-teks filosofis mereka tentang perempuan. Temuan-temuan yang dicapai adalah bahwa kebanyakan filsuf-filsuf meminggirkan perempuan dalam mainstream filsafat dan tidak memberikan ruang bagi pemikiran feminin. Peneliti menggunakan pendekatan dekonstruksi untuk memperlihatkan bagaimana cara berpikir maskulin beroperasi dan dengan pendekatan yang sama berhasil menyuarakan filsuf-filsuf perempuan dengan cara baca yang baru. Penelitian ini juga mengajukan konsepkonsep baru yang disebut filsafat feminis dengan memperhatikan filsafat sebagai yang bertubuh dan bergender dengan demikian mengakui epistemologi standpoint, sexual difference metafisikalontologi, kepedulian dalam etika dan secara umum menerima persoalan-persoalan ranah privat (domestik) sebagai persoalan-persoalan filosofis. Konsep-konsep ini dapat berkonstribusi banyak untuk kemajuan filsafat dan masa depan filsafat dimana peranan keadilan gender sangat penting. Pemikiran feminis merupakan teori pembebasan dalam teori-teori sosial dan pembebasan bagi filsafat itu sendiri.

This dissertation explores the relationship between philosophy and feminism. The researcher hypothesizes that masculine thoughts dominate Western philosophy. The texts on women from fourteen prominent Western philosophers ranging from Greek to contemporary were analyzed The findings are that most philosophers marginalized women and that mainstream Western philosophy provides little space for feminine thinking. The researcher uses deconstruction to show how masculine thoughts operate in a Western philosophical context and with the same tools, the researcher brings out the voices of women philosophers and a new interpretation of their philosophical works. This research also proposes new concepts in the discourse of philosophy, arguing philosophy as gendered and embodied, therefore, creating space for a feminist philosophy which includes standpoint epistemology, sexual difference in metaphysics/ ontology, and care in ethics. In the whole, this dissertation would like to put forward issues of the private sphere (domestic issues) as issues in philosophy. "the private is philosophy". It is the researcher's hope that these concepts will contribute to the progress of philosophical thought and a future where gender justice plays an important role in society. Feminist thought is a liberation in social theory and feminism in philosophy liberates philosophy itself."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
D527
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stefanie
"Penelitian ini menjelaskan bagaimana konsep diri yang dimiliki oleh perempuan yang di kesehariannya bergelut di bidang bisnis maskulin dari sudut pandang komunikasi. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif dengan metode kasus dan paradigma post positivis.
Kasus dalam penelitian dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan konsep tentang pembentukkan konsep diri dari Joseph A. DeVito dan komunikasi gender. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi kepada tiga informan (perempuan) yang dipilih melalui rancangan sampling purposif sesuai dengan tujuan dari penelitian ini.
Dari penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwa ada berbagai alasan kuat yang dapat membuat seorang perempuan memutuskan untuk terjun menggeluti dunia bisnis maskulin. Selain itu "sisi feminin" yang dimiliki oleh perempuan justru memberikan keuntungan tersendiri bagi mereka untuk dapat sukses bertahan dan menyesuaikan diri dalam menggeluti bidang bisnis maskulin.

This study explains the women?s self concept in the field of masculine business from communication perspective. This study is using a qualitative approach with study case method and post positivist paradigm.
Cases in this study are analyzed descriptively by using the formation of self concept by Joseph A. DeVito and gender in communication. The data is collected through observation, depth interview, and documentations to the three informants (women), selected by purposive samping design as the objectives of this study.
From the research conducted, it is found that there are a variety of reasons that can make a woman decides to enter in the masculine business industry. Moreover, "feminine side" owned by women actually provides a distinct advantage for them to be able to successfully survive and adapt in the field of masculine business."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T43746
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Siti Nurohmah
"[ABSTRAK
Glee adalah salah satu serial televisi yang menampilkan tokoh homoseksual. Sebagai program televisi yang
terkenal, Glee cenderung menciptakan atau memperkuat stereotip mengenai cara berbicara kaum homoseksual
melalui fitur bahasa yang digunakan. Penelitian ini berfokus pada bagaimana Glee menggunakan bahasa untuk
menunjukan seksualitas para tokoh homoseksualnya, dan bagaimana serial televisi ini berurusan dengan
stereotip cara berbicara kaum gay. Teori fitur bahasa wanita Lakoff adalah landasan dasar dari penelitian ini.
Sistem heteronormatif dalam percakapan di antara pasangan dan dominasi fitur bahasa yang digunakan oleh
para tokoh homoseksual adalah dua hal yang didiskusikan dalam makalah ini. Penelitian ini menjelaskan
bagaimana Glee memperumit pendapat umum mengenai cara kaum gay berbicara. Makalah ini memberikan
konstribusi pada studi bahasa homoseksual dalam budaya populer. ABSTRACT Glee is one of television series that provides gay characters. As a well-known television program, Glee tends to
create and to strengthen stereotypes of how homosexual speak through the features of language. This research is
mainly focused on how Glee uses language to show its homosexual characters? sexuality, and how this show
deals with the stereotype of gay talk. Lakoff?s women language feature is the main framework of this study.
Heteronormative system of partner conversation and the dominance of features of language of gay characters are
two points that are discussed in this paper. The paper demonstrates how Glee complicates the common belief
about how gay talk. This paper gives contribution to the study of homosexual language in popular culture;Glee is one of television series that provides gay characters. As a well-known television program, Glee tends to
create and to strengthen stereotypes of how homosexual speak through the features of language. This research is
mainly focused on how Glee uses language to show its homosexual characters? sexuality, and how this show
deals with the stereotype of gay talk. Lakoff?s women language feature is the main framework of this study.
Heteronormative system of partner conversation and the dominance of features of language of gay characters are
two points that are discussed in this paper. The paper demonstrates how Glee complicates the common belief
about how gay talk. This paper gives contribution to the study of homosexual language in popular culture;Glee is one of television series that provides gay characters. As a well-known television program, Glee tends to
create and to strengthen stereotypes of how homosexual speak through the features of language. This research is
mainly focused on how Glee uses language to show its homosexual characters? sexuality, and how this show
deals with the stereotype of gay talk. Lakoff?s women language feature is the main framework of this study.
Heteronormative system of partner conversation and the dominance of features of language of gay characters are
two points that are discussed in this paper. The paper demonstrates how Glee complicates the common belief
about how gay talk. This paper gives contribution to the study of homosexual language in popular culture, Glee is one of television series that provides gay characters. As a well-known television program, Glee tends to
create and to strengthen stereotypes of how homosexual speak through the features of language. This research is
mainly focused on how Glee uses language to show its homosexual characters’ sexuality, and how this show
deals with the stereotype of gay talk. Lakoff’s women language feature is the main framework of this study.
Heteronormative system of partner conversation and the dominance of features of language of gay characters are
two points that are discussed in this paper. The paper demonstrates how Glee complicates the common belief
about how gay talk. This paper gives contribution to the study of homosexual language in popular culture]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Satria Kenvaleriano Syahputra
"Maskulinitas Toksik adalah istilah yang mulai digunakan pada tahun 1980-an untuk menggambarkan sikap dan perilaku yang diharapkan dari pria yang dapat berdampak negatif pada diri mereka sendiri dan masyarakat. Di dunia media sosial saat ini, terdapat banyak pengaruh yang memiliki pandangan yang bervariasi, dengan beberapa yang mempromosikan maskulinitas beracun. Sifat dari pengaruh media sosial adalah ide-ide mereka dapat ditransmisikan kepada audiens yang luas dan mungkin mempengaruhi pandangan dunia dan pengambilan keputusan sejumlah orang dalam audiens tersebut. Salah satunya adalah Andrew Tate, seorang guru bimbingan diri, motivator, dan pengaruh yang mendapatkan ketenaran melalui TikTok dan YouTube. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji pandangan Andrew Tate tentang maskulinitas dan bagaimana ia menyusun pesannya untuk mempengaruhi pengikutnya. Studi kasusnya adalah Andrew Tate, seorang pria yang mendapatkan ketenaran dari TikTok dan kemudian diundang ke sejumlah podcast yang penuh dengan pernyataan yang mengafirmasi maskulinitas beracun. Data yang akan dianalisis diambil dari podcast Standout.TV, PBD Podcast, dan Adin Ross yang mengundang Andrew Tate untuk berpartisipasi dalam segmen mereka. Temuan penelitian menunjukkan pandangan misoginis Andrew Tate tentang maskulinitas dan bagaimana ia menyusun pesannya untuk mendapatkan ketenaran dan keuntungan dari pengikutnya

Toxic masculinity is a phrase that started being used in the 1980’s to describe the attitudes and behaviors that are expected from men that could have a negative impact on men themselves and society. In today’s world of social media, there are a lot of influencers that have varying views, with some that promotes toxic masculinity. It is the nature of social media influencers that their ideas can be transmitted over a large audience and possibly influence the worldview and decision making of a number of people in that audience. One of whom is Andrew Tate, a self-help guru/ motivator/ influencer that reached fame through TikTok and YouTube. This article aims to examine Andrew Tate’s view on masculinity and how he constructs his message to influence his followers. The case study will be Andrew Tate, a man who found fame from TikTok and later was invited to a number of podcasts filled with statements that affirm toxic masculinity. The data that will be analyzed is taken from the podcast from Standout.TV, PBD Podcast, and Adin Ross that invited Andrew Tate to take part in their segment. Research findings show Andrew Tate’s misogynistic views on masculinity and how he constructs his message assertively, rationalizing his rebuttals and gaining fame and profit from his followers."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Stephani Natalia W.
"Ketertindasan yang dialami oleh setengah dari jumlah manusia tidak dapat lagi ditolerir. Penerapan subjektivitas maskulin pada tataran pemikiran yang terletak pada ketidaksadaran manusia telah membuat ketimpangan di mana-mana. Pola pikir atau subjektivitas seseorang di dalam dunia yang ia hidupi sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur yang ada pada struktur sosial di mana ia berada dan mengada. Subjektivitas yang digunakan akan mencerminkan bagaimana seseorang mencerap dan mendefinisikan dunia. Bagaimana proses pembentukan subjektivitas inilah yang menjadi permasalahan awal. Lewat psikoanalisa, Jacques Lacan mengembangkan teorinya tentang proses pembentukan subjek di dalam tatanan simbolik melalui bahasa yang terstruktur pada tataran ketidaksadaran manusia. Keberlangsungan sistem dan nilai patriarkal dalam bahasa maskulin dan tatanan simbolik yang berpusat pada phallus telah merepresi _yang feminin_ sedemikian rupa. Dalam hal ini, terdapat dominasi hirarkis dalam relasi kekuasaan antara satu dengan yang lain. Untuk keluar dari keterasingan ini, perempuan harus mendapatkan subjektivitasnya sendiri demi terbebas dari subjektivitas yang maskulin. Feminisme berupaya untuk menghapus segala bentuk dominasi yang ada pada kultur kebudayaan manusia yang bersifat patriarkal. Luce Irigaray merupakan salah satu pemikir feminis yang berupaya melakukan hal ini dengan mengkritik _budaya laki-laki_ (phallomorphisme) yang mendominasi dalam segala tataran kehidupan. Tatanan simbolik harus dihilangkan sehingga perempuan dapat menjadi subjek yang berbicara dengan bahasanya sendiri. Hal ini demi memberlangsungkan pluralitas dan keberagaman yang ada pada manusia dan menghindari penekanan dari salah satu pihak saja. Dengan demikian, pihak laki_laki dan perempuan akan mendapatkan keadilan seksual lewat keberagaman yang dilakukan melalui perubahan kaidah bahasa dan konsepsi tentang kebenaran serta nilai-nilai yang mengatur tatanan sosial.

The misery which has been experienced by the half of human species, i.e. women, cannot be tolerate no more. Masculine subjectivity which has been used all along, which is under the human_s unconsciousness, has already made lots of problem everywhere. System of thought or someone_s subjectivity inside the world which they are living in influenced by those elements which are embedded in the social structures where they are exist in. The subjectivity we are using can reflect on how we observe and perceive the world. The first problem is how is the process on the shaping of our subjectivity. Through psychoanalysis, Jacques Lacan developed his theories on how subject exists inside the symbolic order through language system, which structured on the human_s unconsciousness. Patriarchal system and the values upon it inside the masculine language and symbolic order, which centered on phallus, repressed the feminine in some way or another. In this problem, there is a hierarchal domination upon power relation between one with the other. To escape from this isolation, womens must have their own subjectivities so that they can free themselves from the masculine subjectivity. Feminism trying to erase all forms of masculine dominations inside the human_s culture. Luce Irigaray is one of the feminist thinker and she critisize the phallomorphism cultures which dominate all aspects of our lives. Symbolic order must be exclude so that women can become a subject which can speak up with their own language. This has to be this way to continue plurality and diversity among human and to avoid the pressure from one side only. So that is, men and women will attain a sexual justice through diversity which can be achieve with the change of language and truth conception, also the change of values which is embedded in the social structures."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S16150
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Alifta Kinanti
"Terdapat stereotip di masyarakat mengenai pekerjaan maskulin dan feminin. Stereotip pekerjaan berbasis gender tersebut berbahaya karena dapat membuat seseorang yang melakukan pekerjaan yang berlawanan dengan gendernya akan merasa krisis identitas dan cenderung berperilaku menyimpang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui klasifikasi pekerjaan maskulin dan feminin serta dasar dari seseorang dalam mengklasifikasikan pekerjaan-pekerjaan tersebut. Data dikumpulkan dengan menyebarkan kuesioner yang diisi oleh 3633 orang responden yang berusia 15-64 tahun dan berasal dari seluruh Indonesia. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif dengan bantuan software SPSS 22 dan Microsoft Excel serta metode kualitatif dengan bantuan software Nvivo 11. Dari hasil analisis, ditemukan bahwa terdapat 46 pekerjaan maskulin, 57 pekerjaan netral, dan 26 pekerjaan feminin. Sebagai tambahan, jumlah jenis kelamin yang melakukan suatu pekerjaan masih menjadi dasar yang paling kuat bagi seseorang untuk mengklasifikasi pekerjaan menjadi pekerjaan maskulin dan feminin.

There is a stereotype about masculine and feminine occupation in the society. This occupational gender stereotype will lead to several negative impact. It could make someone who do the occupation that is contrary to his gender identity will experience an identity crisis and tend to deviate. This study aims to determine the classification of masculine and feminine occupation and the underlying reason behind the classification. Data were collected by distributing questionnaires filled out by 3633 respondents aged 15-64 years and from all over Indonesia. The analysis was carried out using quantitative methods with the help of SPSS 22 and Microsoft Excel software and qualitative methods with the help of Nvivo 11 software. From the results of the analysis, it was found that there were 46 masculine jobs, 57 neutral jobs, and 26 feminine jobs. In addition, the number of sexes doing work is still the strongest basis for a person to classify work as masculine and feminine.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruth Ulina
"Manga boys love (BL) merupakan salah satu budaya pop Jepang yang telah mendunia, berfokus pada kisah hubungan romantis antara laki-laki yang menghadirkan sejumlah tokoh-tokoh homoseksual dengan spektrum identitas gender yang beragam. Penelitian ini menganalisa proses “konstruksi identitas gender” tersebut, khususnya melalui tokoh Karasuma dalam manga BL bergenre omegaverse dengan judul Kurui Naku no wa Boku no Ban karya Kusabi Keri. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis dengan Queer Theory dari Judith Butler, didukung oleh konsep gender performativity dan gender identity sebagai pilar utama teori tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Karasuma sebagai seorang tokoh omega, awalnya digambarkan sebagai seorang “laki-laki” dengan identitas gender feminin, lemah, dan inferior sehingga kerap mengalami diskriminasi dan perlakuan tidak senonoh oleh kelompok alpha, kelompok laki-laki dengan identitas gender maskulin, dominan, kuat, dan superior. Namun Karasuma berusaha mengubah identitas gender feminin yang dilekatkan padanya, dengan mendobrak norma dan relasi gender tradisional yang berlaku melalui berbagai perlawanan dan strategi, atau “gender performativity”—mengikuti terminologi Butler—hingga berhasil mengonstruksi identitas gendernya sendiri, dan melahirkan identitas gender yang baru, yang disebut oleh Butler sebagai “identitas gender ketiga” atau masculine female. Sebagai genre narasi yang diproduksi dan dinikmati perempuan, Kurui Naku no wa Boku no Ban pun menjadi salah satu wacana baru yang mendekonstruksi gagasan heteronormativitas dalam masyarakat Jepang.

Boys Love manga (BL) is a worldwide Japanese pop culture, focusing on the story of romantic relationships between men which presents homosexual figures with diverse set of gender identities. This study analyzes the process of "construction of gender identity", specifically through the character Karasuma in the BL omegaverse manga titled Kurui Naku no wa Boku no Ban by Kusabi Keri. This research uses descriptive analysis method in Judith Butler’s Queer Theory and is supported by the concept of gender performativity and gender identity. This research finds that Karasuma as an omega figure, was initially described as a male with feminine, weak, and inferior gender identity, as a result, he often experiences discrimination and indecent treatment by alpha characters or men with masculine, dominant, strong, and superior traits. However, Karasuma tried to change the feminine gender identity attached to him, by opposing traditional gender norms and relations through various resistances and strategies, or "gender performativity"—following Butler's terminology—to succeed in constructing his own gender identity, and thereby generate a new gender identity that is what Butler calls "third gender identity" or masculine female. As a narrative genre that is produced and enjoyed by women, Kurui Naku no wa Boku no Ban has become a new discourse that deconstructs the idea of heteronormativity in Japanese society."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>