Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sharmi Ranti
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990
747 SHA m (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kitty Haurissa
"Industri mebel merupakan industri pengolahan kayu hilir yang bernilai tambah tinggi dan merupakan industri padat karya. Dengan semakin menurunnya daya dukung hutan maka industri pengolahan kayu diarahkan pada industri yang bernilai tambah tinggi. Untuk meningkatkan perolehan devisa maka pengembangan industri mebel diarahkan selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri juga untuk ekspor. Namun apabila dilihat dari perdagangan produk mebel di pasar dunia, share Indonesia masih sangat kecil padahal Indonesia merupakan negara yang memiliki hutan tropis terbesar ketiga di dunia. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan dalam upaya meningkatkan peranan industri mebel dalam penerimaan devisa negara maka perlu dilakukan penelitian mengenai daya saing industri mebel Indonesia.
Tujuan dan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Untuk memperoleh gambaran mengenai posisi industri mebel Indonesia dalam perdagangan internasional, (2) Untuk menentukan prioritas faktor-faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam penyusunan strategi pengembangan industri mebel Indonesia, (3) Untuk menentukan alternatif strategi dalam upaya peningkatan daya saing industri mebel dalarn meningkatkan devisa.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif yang dilakukan melalul pengkajian literatur (pengkajian konsep-konsep yang relevan) dan melalui wawancara dengan para pakar. Untuk mengetahui posisi industri mebel Indonesia di pasar dunia, digunakan Metode Revealed Comparative Advantage (RCA.), sedangkan untuk mengetahui faktor-faktor yang menentukan daya saing digunakan ?diamond? Porter, dan untuk menetapkan strategi yang akan diterapkan menggunakan model Proses Hirarki Analitis (PHA) dengan
program komputer ?Expert Choice Version 7,0.
Dari perhitungan yang dilakukan, ternyata untuk produk mebel dengan SITC 8215 Indonesia memiliki keunggulan komparatif dengan index RCA sebesar 2,01. Faktor-faktor penentu daya saing berdasarkan urutan prioritasnya adalah faktor kondisi, kondisi permintaan, industri terkait dan industri pendukung, strategi, struktur, persaingan industri, peluang dan kebijakan pemerintah.
Alternatif strategi peningkatan daya saing industri mebel Indonesia berdasarkan urutan prioritasnya adalah (1) peningkatan penguasaan teknologi dan kemampuan
sumber daya manusia, (2) peningkatan peran kelembagaan promosi ekspor dan (3) penciptaan iklim usaha yang kondusif. Strategi yang direkomendasikan untuk peningkatan daya saing industri mebel adalah peningkatan penguasaan teknologi dan kemampuan SDM karena mempunyai bobot penilaian tertinggi yaltu 0,346.
"
Depok: fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T4054
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Subiar Djariah
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1984
S17114
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Dody N.D.
"Latar belakang penulis mengambil topik ini sebagai bahan karya akhir adalah karena melihat industri mebel kayu -yang memiliki keunggulan-keunggulan kompetitif nasional, ikut mengalami kemerosotan penjualan luar negeri (ekspor) selama masa krisis. Di industri mebel kayu, penurunan nilai ekspor memang terjadi secara signifikan. Ekspor kita menurun 52% dari US$ 531 juta tahun 1997 menjadi US$ 251 juta tahun 1998. Meskipun daya serap dunia terhadap mebel terus meningkat. Tetapi yang menjadi menarik adalah perkembangan di industri kecilnya. Nilai ekspor industri kecil mebel kayu Indonesia 1998 meningkat 16,7 kali (dalam rupiah), dan jika kita sesuaikan dalam dolar Amerika (US$ I Rp 9600,-) maka peningkatan itu menjadi berkisar 4 kali atau 400%. Tetap ada peningkatan yang signifikan.
Permasalahan yang selanjutnya dihadapi industri ini adalah bagaimana menghadapi persaingan global. Dimana, cepat atau lambat, pahit atau rnanis, terasa atau tidak, pola-pola tersebut akan segera kita hadapi sebagai komitmen dan perjanjian-perjanjian yang dirintis dalam GATT (General Agreement on Tariffs and Trade). Dimana dunia diarahkan kepada konsep pasar yang mengaburkan batas-batas negara. Sebuah pasar bebas dengan segala konsekuensinya. Ketika itu terjadi, keunggulan bersaing industri suatu bangsa akan benar-benar di tantang oleh sistem pasar ini. Industri yang berlaku ragu, baik itu dalam strategi, sistem produksi, ataupun dalam pelacakan/pencarian target pasar yang tepat, akan mengalami kelemahan-kelemahan dalam persaingan global.
Tujuan penulisan adalah untuk menentukan pendekatan strategi yang sebaiknya diadopsi industri kecil mebel kayu agar dapat bersaing di pasar yang lebih luas, pasar global. Untuk itu ada baiknya kita membuka kembali rumusan klasik keunggulan bersaing industri suatu bangsa, untuk melihat kembali (me-review) dan merekam data organisasi industri mebel kayu gima menyusun pendekatan strategi bersaing tersebut. Kemudian dianalisis kekuatan yang mempengaruhi persaingan dalam industri mebel kayu. Hingga didapat bahwa penurunan ekspor industri dan peningkatan ekspor industri kecil mebel kayu tidak-lah dapat dikatakan semata-mata sebagai dampak akibat menurunnya produktivitas industri besar dan menengah, atau akibat depresiasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika sehingga harga produk industri terasa Iebih murah. Meskipun kedua hal tersebut benar adanya karena keterbatasan data Dalam penalaran positif dapatlah diasumsikan bahwa kenaikan nilai ekspor juga diakibatkan meningkatnya daya saing industri akibat bersaing di kelasnya. Artinya, krisis ekonomi ternyata memberikan sinyal bahwa industri kecil mebel kayu nasional mempunyai keunggulan bersaing pada pasar tertentu.
Dengan kata lain, peningkatan nilai ekspor industri kecil tersebut memunculkan harapan bahwa industri kecil, dengan keuntungan fleksibilitas yang tínggi, kecepatan penyesuaian dan rendahnya beban biaya tetap, adalah kompetitif pada segmen pasar tertentu. Sehingga yang perlu dipertimbangkan adalah bagaimana mereduksi high cost economy (menekan tingginya biaya input industri), dimana kita mempunyaí fakior surnber daya yang mencukupi.
Adanya permasalahan global (global issue) seperti: manajemen standarisasi mutu produk dan manajemen mutu língkungan (ekolabelling) merupakan isu kritis yang segera perlu dicermati oleh pemerintah dan seluruh pelaku di industri kayu, bukan hanya industri mebel. Hal diatas dapat menjadi ancaman serius karena akan mengurangi daya saing produk industri, yang selanjutnya akan berdampak pada devisa sebesar USS 5 milyar dolar yang disumbangkan subsektor ini. Karenanya diperlukan pendekatan atau arah pengembangan agar industri dapat terus bersaing secara internasional.
Berdasarkan hasil analisa maka strategi pengembangan yang realistis dan berprospek untuk diadopsi oleh industri kecil mebel kayu nasional adalah strategi generik keunggulan biaya menyeluruh (cost leadership) pada target pasar global (broad market). Dengan strategi ini, industri diarahkan untuk mereduksi high cost economynya untuk mendapatkan profit margin yang lebih balk Hal ini selain memperkuat daya saing global, juga ditujukan untuk memberikan penawaran lebih menarik kepada pasar lokal. Menjadi penting karena selanjutnya, langsung atau tidak. akan mendukung eksistensi industri."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifky Eko Sulistiyo
"Proses pembuatan mebel umumnya menghasilkan partikulat, termasuk partikulat dengan diameter aerodinamik kurang dari 10 m PM10. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konsentrasi PM10 yang dihasilkan dari proses penyerutan, pembobokan dan pengamplasan kayu di tiga industri mebel skala rumahan Toko A, B dan C. Selain itu, juga menganalisis diameter dan komposisi sampel yang memiliki konsentrasi tertinggi. Ketiga toko memiliki persamaan dan perbedaan karakteristik seperti luas, jumlah pekerja dan mesin produksi. Toko A memiliki luas 183 m2 dengan jumlah 3 orang pekerja, Toko B seluas 179 m2 dengan 3 orang pekerja dan Toko C 135 m2 dengan 2 orang pekerja. Rata-rata konsentrasi PM10 pada proses penyerutan, pembobokan dan pengamplasan di ketiga toko secara berutur-turut yaitu 439.64 g/Nm3, 341.54 g/Nm3, dan 777.42 g/Nm3 di Toko A, 537.07 g/Nm3, 292.91 g/Nm3 dan 633.27 g/Nm3 di Toko B serta 585.76 g/Nm3, 487.59 g/Nm3 dan 779.26 g/Nm3 di Toko C. Konsentrasi tertinggi yaitu proses pengamplasan di Toko C dan konsentrasi terendah yaitu proses pembobokan di Toko B. Sedangkan komposisi unsur kimia yang terkandung dari sampel pengamplasan yaitu C, O, Si, Al, Ba, Na, Zn, K dan Ca dengan rentang diameter antara 0.5 ndash; 0.7 m.

The process of making furniture generally produces particulates, including particulates with aerodynamic diameter less than 10 m PM10. This study aims to analyze PM10 concentrations resulting from the process of planing, mortising and sanding the wood in three of small scale furniture industry Store A, B and C. In addition, it also analyzes diameter and composition of sample with the highest concentration. The three stores have similarities and differences in characteristics such as area, number of workers and machinery. Store A has an area of 183 m2 and 3 workers, store B of 179 m2 with 3 workers and store C of 135 m2 with 2 workers. The average concentrations of PM10 in planing, mortising and sanding in the three stores are respectively 439.64 g Nm3, 341.54 g Nm3, and 777.42 g Nm3 at store A, 537.07 g Nm3, 292.91 g Nm3 and 633.27 g Nm3 at store B and 585.76 g Nm3, 487.59 g Nm3 and 779.26 g Nm3 at store C. The highest average concentration is in sanding process at store C and the lowest average concentration is in mortising process at store B. While the chemical compositions of sample are C, O, Si, Al, Ba, Na, Zn, K and Ca with diameter range between 0.5 ndash 0.7 m.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67312
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Magdalena Wartono
"Latar Belakang: Pekerja mebel di Kelurahan Pondok Bambu adalah pekerja informal yang dalam pekerjaannya terpajan dengan pelarut organik seperti toluen. Telah terbukti adanya pengaruh pajanan toluen terhadap kejadian gangguan penghidu. Belum ditemukan prevalensi gangguan penghidu akibat pajanan kimia di tempat kerja di Indonesia. Gangguan penghidu ini sering kali tidak dikeluhkan oleh penderita. Menurunnya fungsi penghidu dapat mempengaruhi kesehatan dan keselamatan pekerja karena akan terus menginhalasi zat kimia berbahaya.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. Subjek adalah pekerja mebel di RW 01, Kelurahan Pondok Bambu yang berjumlah 44 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan fungsi penghidu dengan Sniffin Sticks dan pemeriksaan kadar lingkungan toluen dengan personal sampling.
Hasil: Dari 44 subjek, 37 (84,1%) dari mereka mengalami gangguan penghidu, yang termasuk kategori risiko pajanan tinggi adalah 14 (31,8%) orang dan yang berisiko pajanan rendah 30 (68,2%) orang. Sebanyak 13 (92,9%) subjek yang berisiko tinggi mengalami gangguan penghidu, sedangkan yang berisiko rendah 24 (80%). Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok dengan terjadinya gangguan penghidu. Median Kadar toluen rata-rata adalah 0,48 ppm (0,002 – 7,72). Didapatkan hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan gangguan penghidu, p = 0,02, OR = 26,4 ( IK 95% 1,59 - 453,77). Variabel lain seperti kebiasaan minum alkohol, gejala rinitis kronik dan riwayat atopi tidak ada yang secara signifikan berhubungan dengan gangguan penghidu.
Kesimpulan: Kejadian gangguan penghidu pada subjek penelitian ini tidak berhubungan dengan besar risiko pajanan toluen di tempat kerjanya tetapi berhubungan dengan kebiasaan merokok.

Background: Workers at the furniture industry of Pondok Bambu village are informal workers who may be occupationally exposed to organic solvents such as toluene. The influence of toluene exposure on smell disorders has been proven. The prevalence of smell disorders due to chemical exposure in the workplace in Indonesia is not yet been found. Occupational- related smell disorder is rarely complained by the patient. Decreasing of smelling function can affect the health and safety of workers as he will continue to inhale harmful chemicals.
Methods: This study used a cross-sectional design. 44 subjects recruited from the furniture industry in RW 01, Pondok Bambu village were studied. Data were collected through interviews, physical examination, quantitative smell function test with Sniffin Sticks and personal sampling airborne toluene levels measurement.
Results: Among the fourty-four studied subjects, 37 (84.1%) subjects had smell disorder. Fourteen (31.8%) of them were categorized as high-risk exposure group and 30 (68.2%) as low-risk exposure group. Thirteen (92.9%) subjects from the high-risk exposure group had smell disorder, whereas from the low-risk group were 24 (80%) subjects. Exposure risk status was not statistically significant with smell disorder. The median score of airborne toluene levels is 0.48 ppm (range from 0.002 to 7.72). Smoking habit was the only variable that statistically significant with smell disorder, p = 0.02, OR = 26.4, (95% CI 1.59 to 453.77). Other variables such as alcohol consumption, chronic rhinitis symptoms and atopic history were not statistically significant.
Conclusion: The smell disorders on the studied subjects is not associated with the exposure risk to toluene in the workplace but related to smoking habit.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gina Gantini Savitri
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi produk furniture kayu Indonesia yang mempunyai daya saing di pasar global dan pasar tertentu (Hungaria dan Arab Saudi). Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan RCA dan ESI sebagai metodologi penelitian digabungkan dengan model SWOT untuk memformulasikan strategi di pasar spesifik. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa Indonesia mempunyai tiga jenis produk furniture kayu yang mempunyai daya saing di pasar global, dua jenis produk furnitur kayu di Hungaria, dan tiga jenis produk fumiture kayu di Arab Saudi. Dalam rangka meningkatkan ekspor furnitur kayu Indonesia di pasar non tradisional, strategi yang harus di adopsi oleh Pemerintah Indonesia adalah strategi kelemahan-peluang.

The objective of this research is to identify kinds of Indonesia’s wooden furniture products that have Comparative Advantage in global and specific market (Hungary and Saudi Arabia). In order to reach this objective, author used Revealed Comparative Advantage (RCA) and Export Specialization Index (ESI) as methodology combined with SWOT model to formulate export strategy in specific market. This research shows that Indonesia have three product of wooden fumiture which have comparative advantage in global market, two product of wooden furniture in Hungary market, and three product of wooden furniture in Saudi Arabia market. In order to improve Indonesia’s wooden fumiture export in “Non-Traditional” market, the strategies that should be adopted by the Government is W-0 (Weakness-Opportunity) strategy."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T26432
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Satria Utama
"Skripsi ini membahas Museum Sejarah Jakarta, khususnya Ruang Pamer Mebel dengan meninjau dari segi tata pamernya. Data yang diperoleh melalui lapangan, wawancara dan kepustakaan. Data lapangan dengan melakukan pengamatan untuk kegunaan deskripsi dan dokumentasi. Data wawancara berupa wawancara kepada pihak museum guna mengetahui pengelolaan Museum Sejarah Jakarta. Sedangkan data kepustakaan dengan menelaah sejumlah buku, jurnal ilmiah dan hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan tata pamer museum. Data tersebut dikumpulkan dan kemudian diolah menggunakan analisis yang berdasarkan kepada kaidah tata pamer dan komunikasi museum. Hasilnya berupa model tata pamer yang lebih komunikatif di Ruang Pamer Mebel Museum Sejarah Jakarta.

This focus discusses about Jakarta Historical Museum, particularly specified on Meubel Exhibition Room, with concentration to the aspect of the display. Research data were provided by field observation, interviews, and books. Field observation was considered for the aim of description and documentation. Interviews to the Jakarta Historical Museum's staffs was purposed to understand the management of museums. Books research along with scientific journals and researches based on the subject content of museum exhibition. Research data was continued by analysis on the essence of museum exhibition and museum communication. Result was an alternative consideration for the development of museum exhibition, which intended to built a more communicative in the specification on meubel exhibition on Jakarta Historical Museum. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S293
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Estriastuti Nur Aisyah
"Industri mebel Klender adalah salah satu sentra produksi mebel yang berada di Jakarta. Penelitian ini mengkaji pola keruangan klaster industri mebel Klender berdasarkan tiga klasifikasi industri mebel yaitu industri mebel besar, sedang dan kecil menggunakan variabel jumlah dan asal tenaga kerja, asal bahan baku industri mebel, lokasi usaha pendukung, dan modal usaha. Dalam penelitian ini, dengan menggunakan teknik Stratified Random Sampling menghasilkan 104 sampel.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pengklasteran industri mebel Klender belumlah sesuai dengan teori yang dikemukakan Porter. Asal tenaga kerja industri mebel Klender berasal berasal luar klaster Klender. Modal usaha hanya berasal dari masing masing pengusaha mebel. Hubungan yang terbentuk di dalam klaster mebel Klender adalah hubungan horizontal dan hubungan secara tidak langsung yang terjalin dalam penggunaan fasilitas maupun proses pemenuhan kebutuhan industri. Berdasarkan hal tersebut, maka klaster belum dapat memberikan dampak pada masing masing industri mebel besar, sedang dan kecil.

Klender furniture industry is one of the furniture production center was known in Jakarta. This study examines spatial patterns of industrial clusters based on three classification Klender furniture furniture industry furniture industry is large, medium and small using a variable amount and origin of labor, raw materials from the furniture industry, supporting the business locations and venture capital. In this study, using Stratified Random Sampling technique to produce 104 samples.
The results show that clustering is not yet appropriate Klender furniture industry. Originally Klender furniture industry workforce comes from outside the cluster Klender. Venture capital only from each employer furniture. Relationships formed within the furniture cluster Klender is horizontal linkages and indirect relationships that exists in the use of facilities and processes meet the needs of industry. Based on this, the cluster has not been able to affect the furniture industry each large, medium and small.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S851
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>