Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dreisbach, Robert H.
California: Lange Medical Publications , 1983
615.9 DRE h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kee, Joyce LeFever
Philadelphia: Elsevier, 2006
615.1 KEE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
This reassuring and indispensable guide covers every aspect of a heart attack and its aftermath in understandable language. First, you will learn the warning signs to watch for and find out just what happens during a heart attack. Next, the American Heart Association takes you through every stage of treatment in the hospital, including which medications and other methods of treatment your doctor is likely to use
New York: Times Books, 1996
616.123 AME a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hext, Valda
Australia: Allen & Unwin , 2003
610.73 HEX p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Hext, Valda
Australia: Allen & Unwin , 2003
610.73 HEX p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Kisdaryeti
Abstrak :
Peran Inslalasi Farmasi RS Dr. M. Hoesin Palembang dalam menunjang pelayanan kesehatan antara lain pelayanan obat-obalan yang merupakan salah satu faktor penting dalam penyembuhan pasien, sehingga harus dikelola secara professional. Rendahnya jumlah pasien yang mengambil obat di Tempat Pelayanan Obat (TPO) rawat jalan merupakan salah satu indikator yang menyangkut kualitas pelayanan obat di rumah sakit. Untuk itu dilakukan penelitian tentang alternatif cara untuk meningkatkan jumlah pasien yang mengambil obat di Tempat Pelayanan Obat (TPO) rawat jalan RSMH Palembang. Penelitian ini menggunakan pendekatan sistem secara deskriptif dengan observasi data resep yang dilayani di TPO rawat jalan dan data kunjungan pasien umum poliklinik rawat jalan dua tahun terakhir (2000 dan 2001). Penelitian secara kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam kepada Direktur Pelayanan Medik, Kepala. Instalasi Farmasi, Apoteker penanggung jawab pelayanan di TPO rawat jalan, dan Asisten apoteker pelaksanan di TPO rawat jalan serta pasien umum. Hasil penelitian menunjukan bahwa alternatif cara yang harus diambil untuk meningkatkan jumlah pasien yang mengambil obat di TPO rawat jalan RSMH Palembang adalah, melengkapi ketersediaan obat di TPO rawat jalan dengan cara menginventarisasi obat-obat yang digunakan oleh dokter-dokter poliklinik rawat jalan., menurunkan harga obat di TPO rawat jalan yang disamakan atau lebih murah dari harga obat di apotik sekitar RSMH Palembang agar bersaing, dan memindahkati lokasi TPO rawat jalan kedepan (pintu masuk rumah sakit) dekat Ruang Informasi agar dikenal masyarakat. Berdasarkan basil penelitian disarankan kepada pihak manajemen rumah sakit Dr. M. Hoesin Palembang untuk menentukan alternatif mana yang lebih menguntungkan bagi rumah sakit dalam meningkatkan jumlah pasien yang mengambil obat di TPO rawat jalan RSMH Palembang.
Alternative Methods Of Increasing The Number Of Patients Who Choose To Purchase Their Medications At The Outpatient Pharmacy (TPO) Of Dr. M. Hoesin Hospital (RSMH), Palembang 2003The role of the Pharmacy Installation at Dr. M, Hoesin Hospital, Palembang (RSMH), in contributing to healthcare is through the dispensing of medications which is an important factor contributing to the recovery of patients, and must be carried out in a professional manner. The low number of patients who choose to receive medications at the Outpatient Pharmacy (TPO) are one indicator of the quality of the medications available at the hospital. Because of this fact, this research was undertaken to explore alternative methods for increasing the number of patients who choose to purchase their medications at the TPO of RSMH, Palembang. This research was carried out using a systematic approach in a descriptive manner. The data was compiled from prescriptions, which were supplied by TPO, and from patients? visits to the general outpatient clinic over the past two years (2000 and 2001). Additionally, qualitative data was gathered through interviews with the Director of Medical Care, the Head of the Pharmacy Installation, the Pharmacist who answered as one who serves patients at TPO, and the Assistant Pharmacist who is in charge of implementation at TPO with general patients. The results of this research indicate that the alternative methods, which must be adopted for increasing the number of patents choosing to purchase their medications at TPO of RSMH, Palembang, should include the following: (l) supplementing the availability of medication at TPO by taking inventory of the medications used by outpatient clinic doctors, (2) lowering the prices of medications at TPO to make them competitive with the prices of pharmacies nearby RSMH Palembang, and (3) moving the location of TPO to the front (entrace of the hospital) near the Information Center which is known by the community. Based on the results of this research, it is proposed to the management of Dr. M. Hoesin Hospital, Palembang to establish an alternative way of increasing the number of patients who receive treatment at TPO of RSMH Palembang, which is more profitable for the hospital.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12665
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liestyaningsih Dwi Wuryani
Abstrak :
Latar Belakang: Status epileptikus (SE) merupakan salah satu kedaruratan neurologis dengan mortalitas yang tinggi. SE dengan gejala motorik yang menonjol dan gangguan kesadaran disebut sebagai status epileptikus konvulsivus (SEK). Tujuan tatalaksana SEK adalah menghentikan bangkitan secara cepat dan efektif karena pada SEK yang berkepanjangan akan menyebabkan kerusakan neuron dan gangguan sistemik yang luas. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran tatalaksana farmakologis dan faktor-faktor yang mempengaruhi waktu terminasi SEK di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Metode: Desain penelitian dengan potong lintang pada 22 pasien SEK secara retrospektif. Data yang didapatkan merupakan data dari penelurusan rekam medik. Dilakukan pencatatan usia, jenis kelamin, komorbid, riwayat epilepsi, etiologi, bentuk kejang, kelainan metabolik, onset kejang, jenis, lini, dosis, dan jumlah obat anti kejang yang didapat. Kemudian dilakukan pencatatan waktu dari tatalaksana SEK hingga terminasi SEK. Hasil: Dari 22 subjek, 16 subjek dapat diterminasi <60 menit (72,7%). Kelompok terminasi <60 menit memiliki rerata usia lebih muda, memiliki riwayat epilepsi, dan sebagian besar tidak memiliki komorbid. Pada kedua kelompok terminasi etiologi tersering adalah etiologi akut. Seluruh subjek dengan semiologi SEK kejang konvulsif umum tonik klonik dan kejang umum tonik termasuk dalam kelompok terminasi <60 menit. Sedangkan bentuk kejang lainnya terdapat sebagian kecil subjek termasuk dalam kelompok terminasi >60 menit. Median onset kejang pada penelitian ini didapat lebih lama pada kelompok terminasi <60 menit. Kelainan metabolik hipoalbumin dan gangguan hepar didapatkan sedikit lebih banyak pada kelompok terminasi <60 menit. Sedangkan subjek dengan kelainan ginjal didapat persentase yang sama. Sebagian besar subjek cukup mendapat lini I, diazepam IV, dan 1 jumlah obat anti kejang dalam terminasi SEK. Pada subjek kelompok terminasi >60 menit mendapat dosis diazepam IV dan fenitoin IV lebih besar. Pada subjek yang mendapat levetiracetam oral dan midazolam IV seluruhnya terdapat dalam kelompok terminasi >60 menit. Kesimpulan: Tatalaksana farmakologis SEK di RSCM sesuai dengan alogaritme SE dan sebagian besar dapat diterminasi <60 menit. Distribusi demografis dan klinis subjek penelitian seperti usia muda, riwayat epilepsi, dan tidak adanya komorbid serta kelainan metabolik hipoalbumin dan kelainan hepar distribusinya lebih banyak pada kelompok terminasi <60 menit. ......Background: Status epilepticus (SE) is one of the neurological emergencies with high mortality. SE with prominent motor symptoms and impaired consciousness is called a convulsive status epilepticus (CSE). The goal of treatment for CSE is to stop seizures quickly and effectively because prolonged CSE will cause extensive neuronal damage and systemic disturbances. The purpose of this study was to determine the description of pharmacological management and the factors that influence the termination of CSE in Cipto Mangunkusumo Hospital. Method: It was a retrospective cross-sectional study design in 22 CSE patients. The data was retrieved from medical records including age, sex, comorbid, history of epilepsy, etiology, form and onset of seizures, metabolic disorders, type, line, dose and amount of anti-seizure drugs were carried out. The duration from time-point of CSE management up to the CSE termination was recorded. Result: Among 22 subjects, there were 16 subjects who had CSE termination <60 minutes (72.7%). The <60 minutes termination group had a younger age, had a history of epilepsy and most of them had no comorbidities. All three subjects with a history of epilepsy were also included in the <60 minutes termination group. In both groups the most common etiology of termination was acute. All subjects with the semiology convulsive generalized tonic-clonic seizures and generalized tonic seizures were included in the <60 minutes termination group. While other forms of semiology, a small proportion of subjects were included in the group termination >60 minutes. Median seizure onset in this study was longer in the termination group <60 minutes. Hypoalbumin metabolic and hepatic disorders were slightly more in the <60 minutes termination group. Among <60 minutes termination group, the most common anti-convulsant was first line drug which was Diazepam IV, wherease the most common one in >60 minutes termination group was second line drug which was Phenytoin IV. Subjects in the group terminated> 60 minutes received larger doses of IV diazepam and IV phenytoin. Subjects receiving oral levetiracetam and IV midazolam were all in the> 60 minutes termination group. Conclusion: CSE management in Cipto Mangunkusumo Hospital was already in accordance with the SE management algorithm. Demographic and clinical distribution of study subjects such as younger age, history of epilepsy, absence of co-morbids and metabolic disorders of hypoalbumin and liver disorders were common in the <60 minutes termination group.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azka Afina Hindersah
Abstrak :
ABSTRAK
Praktik kerja profesi di Apotek Hidup Baru periode bulan april 2018 bertujuan agar seorang calon apoteker memahami tugas dan tanggung jawab apoteker dalam pengelolaan apotek, serta melakukan praktik pelayanan kefarmasian sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan etika yang berlaku. Selain itu calon apoteker juga dapat memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman praktis untuk melakukan praktik kefarmasian di apotek, memiliki gambaran nyata tentang permasalahan praktik kefarmasian serta mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan praktik kefarmasian. Praktik kerja profesi ini dilaksanakan selama satu bulan dengan tugas khusus yaitu ldquo;Pembuatan Standar Prosedur Operasional Pengelolaan Obat dengan Perhatian Khusus High Alert Medications di Apotek Hidup Baru Periode Bulan April 2018 rdquo;. Tujuan dari tugas khusus ini adalah untuk membuat standar prosedur operasional SPO pengelolaan obat dengan perhatian khusus agar dapat diterapkan pada Apotek Hidup Baru sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
ABSTRACT
Internship at Hidup Baru Pharmacy Period for the period of april 2018 aims for a prospective pharmacy to understand the duties and responsibilities of pharmacists in pharmacy management, as well as to practice pharmaceutical services in accordance with applicable laws and ethic. Furthermore a prospective pharmacy can also have the insight, knowledge, skills and practical experience to undertake pharmaceutical practices in pharmacies, having insight of pharmaceutical practice issues and learn strategies and activities that can be undertaken in the course of pharmaceutical practice development. This internship was conducted for one month with special assignment Standardized Operational Procedures for High Alert Medications Management at Hidup Baru Pharmacy for the Period April 2018 . The purpose of this assignment is to make standard operational procedures SOP of high alert medications management to be applied in Hidup Baru pharmacy in accordance with applicable laws.
2018
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Khairunnisa Salsabila
Abstrak :
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan suatu unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang memiliki tanggung jawab dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) adalah satu dari beberapa kegiatan yang dilakukan dalam proses pengelolaan sediaan farmasi di Puskesmas. Proses EPO berfungsi untuk menggambarkan pola penggunaan obat dan keadaan penggunaan obat terkini, membandingkan penggunaan obat pada periode waktu tertentu, memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat selanjutnya dan menilai pengaruh dari penggunaan obat. Obat Narkotika, Psikotripika, dan Obat-Obat Tertentu (OOT) dapat menimbulkan ketergantungan dan memiliki pengaruh terhadap SSP, sehingga Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) terhadap obat Narkotika, Psikotropika, dan OOT perlu dilakukan secara berkala untuk memantau pengunaan, serta menjamin bahwa obat-obat tersebut diberikan kepada pasien sesuai dengan indikasi dan tidak untuk disalahgunakan. Melalui tugas khusus ini, diharapkan keamanan penggunaan obat Narkotika, Psikotropika, dan OOT di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit dapat terkendali dan terjamin. EPO Narkotika pada Puskesmas Kecamatan Duren Sawit dilakukan terhadap 1 jenis obat, yaitu Kodein, sedangkan pada obat Psikotropika, EPO dilakukan terhadap 3 jenis obat, yaitu Diazepam, Phenobarbital, dan Clobazam, serta pada OOT, EPO dilakukan terhadap 5 jenis obat, yaitu Amitriptilin, Trihexyphenidyl, Klorpromazin, Risperidon, dan Haloperidol. Berdasarkan hasil pengkajian, dapat disimpulkan bahwa pada Puskesmas Kecamatan Duren Sawit, jumlah penggunaan obat Narkotika (Kodein) tertinggi terdapat pada bulan Februari 2023, yaitu sejumlah 45 tablet, sedangkan obat Psikotropika (Diazepam) tertinggi terdapat pada bulan Februari 2023, yaitu sebanyak 360, serta penggunaan OOT (Risperidon) tertinggi terdapat pada Januari 2023 dengan jumlah 827 tablet. ......The Community Health Center (Puskesmas) is a technical implementation unit of the district/city health office responsible for health development in a specific working area. Evaluation of Drug Usage (EDU) is one of the activities conducted in the pharmaceutical management process at Puskesmas. The EDU process serves to depict the pattern and current state of drug usage, compare drug usage over a specific time period, provide input for further improvements in drug usage, and assess the impact of drug usage. Narcotics, Psychotropics, and Specific Medications (SM) can lead to dependency and influence the Central Nervous System (CNS). Hence, periodic EDUs for these substances are vital to ensure proper usage aligned with patient needs and prevent misuse. By undertaking this task, Puskesmas Duren Sawit aims to maintain controlled and secure utilization of Narcotics, Psychotropics, and SM. EDUs focus on 1 Narcotic (Codeine), 3 Psychotropics (Diazepam, Phenobarbital, Clobazam), and 5 SMs (Amitriptyline, Trihexyphenidyl, Chlorpromazine, Risperidone, Haloperidol). Analyzing the results, it is evident that Puskesmas Duren Sawit experienced peak Narcotics usage (Codeine) in February 2023, with 45 tablets. Similarly, Psychotropics usage (Diazepam) reached its highest point, totaling 360 tablets in the same month. The most significant usage of SM (Risperidone) occurred in January 2023, with 827 tablets. This assessment contributes to maintaining a judicious and regulated application of these medications within Puskesmas Duren Sawit.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sahar Salim Saleh Alatas
Abstrak :
Pasca operasi glaukoma dapat ditemukan TIO pasien yang belum terkontrol. Micropulse Laser Trabeculoplasty (MLT) merupakan salah satu jenis laser trabeculoplasty terbaru yang memiliki efikasi hampir serupa dengan laser trabeculoplasty terdahulu, dengan efek samping minimal, dan dapat menjadi terapi alternatif lini pertama pengganti obat anti glaukoma dalam menurunkan TIO. Penelitian ini bertujuan untuk menilai penurunan jumlah obat anti glaukoma dan TIO pasca MLT pada pasien dengan riwayat operasi glaukoma. Penelitian pre- post tanpa pembanding (Pre-post study design without control) dilakukan pada 30 mata pasien dengan riwayat operasi glaukoma. Pengukuran TIO dan jumlah obat anti glaukoma dilakukan pada pra MLT, satu jam, satu hari, 2 minggu, 4 minggu, dan 6 minggu pasca MLT. Peningkatan TIO lebih dari sama dengan 5 mmHg pada 1 jam pasca MLT dibandingkan pra MLT hanya didapatkan pada 1 subjek penelitian. Tidak terdapat peningkatan rerata TIO yang bermakna pasca MLT. Jumlah obat anti glaukoma yang digunakan mengalami penurunan pada minggu kedua (p=0,008), minggu keempat (p=0,008), dan minggu keenam (p=0,099) pasca MLT dibandingkan pra MLT. Sebanyak 43,3% subjek mengalami penurunan satu jenis obat anti glaukoma pada 6 minggu pasca MLT dibandingkan pra MLT, dan sebanyak 20% subjek sisanya memiliki jumlah obat anti glaukoma tetap namun TIO berkurang dibandingkan pra MLT. ......After glaucoma surgery, patients may still experience uncontrolled Intraocular Pressure (IOP). Micropulse Laser Trabeculoplasty (MLT) is an advanced laser trabeculoplasty technique with efficacy comparable to its predecessors, minimal side effects, and can be used as a primary alternative therapy, replacing anti-glaucoma drugs, for IOP reduction. This study aims to evaluate the decrease in both anti-glaucoma drug usage and IOP after MLT in patients with a history of glaucoma surgery. Conducted as a pre-post study without a control group, the research involved 30 eyes of patients with a glaucoma surgery history. IOP and the number of anti-glaucoma drugs were assessed pre-MLT, one hour, one day, two weeks, four weeks, and six weeks post-MLT. An IOP increase of 5 mmHg or more at 1 hour post-MLT compared to pre-MLT was observed in only one subject. On average, there was no significant IOP increase after MLT. The use of anti-glaucoma drugs decreased in the second week (p=0.008), fourth week (p=0.008), and sixth week (p=0.099) post-MLT compared to pre- MLT. At 6 weeks post-MLT, 43.3% of subjects experienced a reduction in one type of anti- glaucoma drug compared to pre-MLT, while the remaining 20% had a constant number of anti-glaucoma drugs but reduced IOP compared to pre-MLT.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>