Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mia Margawati
"Mental Maps merupakan bagian dari proses kognitif yang melibatkan deteksi (sensing), pengkodean (encoding), dan penyimpanan peristiwa dalam pikiran (storing), yang kemudian dilakukan proses atau modifikasi untuk menghasilkan sebuah keputusan keruangan. Dalam menghadapi tantangan globalisasi, kualitas individu harus ditingkatkan sejak dini agar mampu bersaing dalam berbagai aspek. Khususnya dikalangan Generasi Alpha yang sangat erat dengan teknologi. Pentingnya mengetahui dan memahami wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada Generasi Alpha adalah agar dapat mengembangkan kemampuan intelektualitas yang diharapkan dapat menunjang kemajuan Negara Kesatuan Republik Indonesia di era globalisasi dan mempertahankan nilai-nilai nasionalisme, kearifan lokal, karakter bangsa dan budaya Indonesia. Menurut Abdurrahman (1988) dalam mempelajari geografi harus bisa mengembangkan pengetahuan tentang lingkungannya dengan baik agar persepsi terhadap lingkungan berupa gambaran atau mental map dapat tergambar dengan baik. Mental map yang baik tentang suatu wilayah akan menggambarkan yang baik tentang bangsa dan negaranya. Selain itu dapat pula menganalisis potensi fisik, lingkungan, dan manusia sehingga dapat mengetahui kekuatan, kelemahan, tantangan dan ancaman bangsanya sehingga dapat memberikan pemikiran dan solusi terhadap permasalahan keruangan. Penelitian ini membahas mental maps keindonesiaan Generasi Alpha yang didapat melalui pengetahuan wilayah Indonesia yang terdiri dari Anchor (Patokan), Boundaries (Batas), Connectivity (Konektivitas), Direction (Arah), dan Sequence (Posisi). Generasi alpha yang diteliti meliputi Generasi alpha Pusat Kota dan Generasi alpha Pinggiran Kota Depok. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat keragaman dan variasi dari mental maps keindonesiaan pada Generasi alpha. Generasi alpha Pusat Kota cenderung memiliki pengetahuan mengenai wilayah Indonesia yang lebih baik dibandingkan dengan Generasi alpha Pinggiran Kota.

Mental maps are part of cognitive processes that involve sensing, encoding, and storing events in the mind (storing), which are then carried out through processes or modifications to produce spatial decisions. In facing the challenges of globalization, the quality of individuals must be improved from an early age in order to be able to compete in various aspects. Especially among members of "Generation Alpha," who are technologically savvy. The importance of knowing and understanding the territory of the Republic of Indonesia (NKRI) in Generation Alpha is to develop intellectual abilities that are expected to support the progress of the Republic of Indonesia in the era of globalization and maintain the values of nationalism, local wisdom, national character, and Indonesian culture. According to Abdurrahman (1988), in studying geography, students must be able to develop knowledge about their environment so that their perception of it in the form of images or mental maps can be well drawn. A good mental map of a region will illustrate a good one about the nation and its country. In addition, it can also analyze the physical, environmental, and human potential so that it can find out the strengths, weaknesses, challenges, and threats of its nation so that it can provide thoughts and solutions to spatial problems. This study discusses the mental maps of Indonesia by Generation Alpha obtained through knowledge of the Indonesian region consisting of anchors, boundaries, connectivity, direction, and sequence. The alpha generation studied includes the City Center alpha Generation and the Depok Suburban alpha Generation. This study is both descriptive qualitative and spatial analysis. The results of this study show that there is diversity and variation in the mental maps of the Alpha Generation. When compared to the Suburban alpha generation, the City Center alpha generation has a better understanding of the Indonesian region"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Keenan Mandela Gebze
"ABSTRAK
Sejak 1960an geograf mulai menggunakan mental maps yang digambarkan pada kertas untuk melakukan studi mengenai ruang. Kemunculan fenomena Volunteered Geographic Information VGI pada abad ke-21 mempersembahkan jenis data baru yang bisa digunakan oleh geograf dalam meneliti ruang. Penelitian ini bermaksud untuk membandingkan akurasi antar kedua data tersebut menggunakan konsep produk spasial. Agar bisa dibandingkan, diperlukan partisipan yang bersedia untuk mengisi webmap untuk mendapatkan VGI , print-out peta cetak, dan mental mapsnya. Mahasiswa Universitas Indonesia yang tinggal di Kelurahan Kukusan dipilih sebagai partisipan penelitian. Mereka diminta untuk memetakan tiga tempat makan favoritnya di Kelurahan Kukusan sebagai strategi untuk mengidentifikasi tempat makan populer sekaligus mengungkap mental maps mereka. Total ada 142 responden mengisi webmap yang menghasilkan VGI berupa 419 titik tempat makan favorit beserta penilaian karakterstiknya. Dari 142 responden, 13 diantaranya bersedia mengisi peta print out peta cetak sehingga keduanya bisa dibandingkan. Dari data VGI, tiga tempat paling populer di Kelurahan Kukusan yang berhasil diidentifikasi adalah Cumlaude, Bahari, dan Samtari. Secara umum, tempat makan populer diingat sebagai tempat yang memiliki akses dan fasilitas baik; sedangkan yang tidak begitu populer memiliki karakteristik harga yang pas, lingkungan yang nyaman, dan penduduk sekitar yang ramah dibanding tempat yang populer. Dari hasil perbandingan, tidak ditemukan adanya perbedaan antara VGI dengan data yang diperoleh melalui peta cetak di kertas. Meskipun begitu, ada temuan yang mengindikasikan bahwa terdapat hubungan antara akurasi VGI dengan mental maps yang menarik untuk diteliti lebih lanjut.

ABSTRACT
In the 1960s, geographer started to use mental maps that are drawn in a paper to study places. The emerging of Voulnteered Geographic Information VGI in the 21st century presents geographer a new data to study places. This research are are an attempt to compare those two by using spatial product concept. To compare those two, there must be a willing person as a participant of this research, to draw on a webmap to obtain VGI and paper map, and their mental maps. Students in the University of Indonesia that lives temporarily in Kelurahan Kukusan are choosen as the participant. They rsquo re asked to identify three of their favourite eating place in Kukusan as a strategy to identify popular eating place and to obtain their mental maps. In total, there are 142 participants filling up the webmap, creating a VGI map of 419 favourite eating spots in Kukusan with their ratings about the places characteristic. From the 142, 13 of them are willing to fill their paper map so that the two data can be compared. From the VGI, the three most popular eating places are identified as Cumlaude, Bahari, and Samtari. In general, popular eating places are remembered to have good accessibility and facility and the not so popular ones are remembered to have more suitable prices, comfortable environment, and friendly peoples than the popular ones. There is no difference in between the accuracy VGI and the accuracy of data obtained by print map. But, there seems to be an interesting relationship between the accuracy of VGI with the mental maps that should be researched further."
2017
S68206
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sadhu Zukhruf Janottama
"Metamarket mobil di Kota Serang merupakan perwujudan kognitif konsumen mobil di Kota Serang mengenai produk dan jasa komplementernya. Kota Serang yang berletak strategis, memiliki indikasi munculnya metamarket dalam ruang Kota Serang. Penelitian ini melihat metamarket konsumen mobil dan metamarket yang terbentuk dalam dimensi ruang di Kota Serang. Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif dengan menggunakan pendekatan keruangan. Hasil yang diperoleh bahwa kognitif konsumen (metamarket) yang terbentuk dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal yang ada dalam diri konsumen dan faktor eksternal yang berasal dari lingkungan konsumen. Faktor internal yang lebih dominan menentukan bagaimana metamarket dalam pikiran konsumen adalah kemampuan konsumen dalam membeli (pendapatan) sedangkan faktor eksternal yang lebih dominan berpengaruh adalah kedekatan sosial yang dimiliki konsumen. Perwujudan metamarket mobil dalam ruang di Kota Serang terwujud secara tersebar dan terkonsentrasi di beberapa ruas jalan di Kota Serang. Ada gap (jenjang) yang terwujud antara kognitif yang ada dalam pikiran konsumen dengan realita yang terwujud di ruang Kota Serang yang terjadi akibat pergeseran kepercayaan hubungan konsumen vertikal (produsen ke konsumen) menuju horizontal (konsumen ke konsumen lain).

Serang is the prime city in Banten Province, Indonesia. Being the provincial capital city, Serang needs of valuable assets are very high. Some people tend to have precious belonging as their symbols of wealth. One of precious possessions are vehicle, such as car. This study attempt to picture consumers metamarket of cars and its complementary services. To fulfill the objective of this study, the data collected by depth interview and analyzing through spatial approach. The result showed that the ability in purchasing is the main internal factor that influence people in doing their transaction. Whereas the dominant external factor that influence people to decide the transaction is their social closeness that they have. Cars metamarket configuration in Serang City is disperse all over the city but concentrate only in several main streets. There are gaps between the cognitive mental maps of consumers and the reality in the city that caused by a shift in consumer from a vertical relationship (producers to consumers) to horizontal relationship (the consumer to other consumers). The cars and its complementary services metamarket of cognitive mental maps is better than the reality that been serve by the producers."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42068
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Istiqamah
"Paska konflik dan tsunami Kota Banda Aceh mengalami pembangunan masif dalam upaya merepresentasikan keislaman. Pemerintah kota Banda Aceh telah melakukan renovasi Masjid Raya Baiturrahman dengan memasang 12 unit payung elektrik. Kota Banda Aceh mencoba meniru rancangan kota lain yang dianggap lebih sukses dalam merepresentasikan keislaman, dalam hal ini adalah Masjid Nabawi di Madinah. Fenomena ini merupakan fenomena Inter-referencing. Persoalan dari praktek inter-referencing dalam merepresentasikan keislaman adalah pembangunan akan bersifat diskursif, mengabaikan aktivitas masyarakat setempat sebagai pengguna ruang publik perkotaan.Tujuan dari penelitian perancangan ini adalah memberikan alternatif rancangan perkotaan Banda Aceh dalam upaya merepresentasikan keislaman yang tidak beranjak dari pembangunan fisik, namun dengan melibatkan aktivitas masyarakat. Membentuk dan menemukan kembali hubungan antara Islam dengan kehidupan perkotaan di Banda Aceh. Penelitian perancangan ini menggunakan peta mental 50 warga kota Banda Aceh dari berbagai usia yang tinggal di 10 desa sekeliling pusat kota. Peta mental saya gunakan sebagai alat untuk membaca aktivitas keseharian masyarakat dan menentukan teritori perkotaan yang akrab dengan masyarakat. Hasil kajian peta mental masyarakat digunakan untuk menghubungkan kehidupan perkotaan dengan Masjid Raya Baiturrahman. Menjadikan kawasan Masjid Raya Baiturrahman sebagai generator untuk membentuk komunitas muslim dan menghadirkan aktivitas masyarakat dalam upaya merepresentasikan keislaman di ruang perkotaan. Kata Kunci: Kota Banda Aceh, Representasi Keislaman, Inter-referencing, Diskursif, Peta Mental.
In post of conflict and tsunami Banda Aceh has done a massive development in the effort of islamic representation. The government of Banda Aceh renovated Baiturrahman Grand Mosque by installing 12 units of electric umbrellas. Banda Aceh tries to imitate design of another city that is considered more successful in islamic representation, in this case is the Nabawi Mosque in Medina. This phenomenon is called inter referencing. The problem of inter referencing in the practice of representation is that development is often discursive, ignoring community activities in the public spaces.The aim of this research design is to provide an urban design alternative of Banda Aceh in the effort of islamic representation which is not only come from physical development, but also sustain from non physical development. Involving community activities and rediscovering the relationship between Islam and urban life in Banda Aceh. This research design collected mental maps from 50 inhabitants of Banda Aceh from various ages living in 10 villages around the center of Banda Aceh City. Mental maps used to read and identify some places that become the center of everyday community activities. These centers will be used to connecting urban life with the Baiturrahman Grand Mosque. Keywords Banda Aceh City, Islamic Representation, Inter referencing, Discursive, Mental Maps."
2017
T48406
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library