Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 53 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Simanjuntak, Jonatan Oktoris
"Indonesia memiliki banyak pertambangan tradisional atau sering disebut Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK). PESK di Indonesia menggunakan merkuri sebagai bahan penangkap emas. Merkuri (Hg) bersifat racun yang kumulatif, dalam arti sejumlah kecil merkuri yang terserap dalam tubuh dalam jangka waktu lama akan menimbulkan bahaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kontaminasi Hg menyebar ke lingkungan Desa Lebak Situ dan bagaimana tingkat risiko pajanan merkuri dari distribusi konsumi air minum dan makan terpilih di desa tersebut. Penelitian ini menggunakan metode Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan, dengan jumlah sampel 72 orang dewasa dan 40 orang anak usia sekolah serta sampel pangan lokal berdasarkan hasil food frequency quetient penduduk Desa Lebak Situ. Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa konsentrasi Hg sampel pada beras, ikan dan air minum masing-masing sebesar <0,005 mg/kg, <0,005 mg/kg, dan 0,0004 mg/L. Nilai CDI Hg pada kelompok dewasa dan anak masing-masing 0,000025 mg/kg/hari dan 0,000037 mg/kg/hari. Sedangkan nilai RQ pada semua kelompok umur adalah <1, yang artinya konsumsi air minum dan makanan terpilih masih aman dari risiko kesehatan Hg khususnya risiko non-karsinogenik.

Indonesia have so many traditional mining or often called as an Artisanal Gold Mining. Artisanal Gold Mining (ASGM) in Indonesia used mercury as a gold catcher. Mercury (Hg) is a toxin that is cumulative, even the small amount of mercury absorbed in the body for a long time would have danger. This study attempts to know whether contamination of Hg is spread into environment in Lebak Situ Village and what is the level of risk exposure of mercury for drinking water and elected food consumption in Lebak Situ Village. This research used a risk analysis of environmental health, with total sample 72 adults and 40 children. Drinking water and food elected based on the results of food frequency. The results of laboratory shows that mercury (Hg) concentration for rice, fish, and drinking water are <0,005 mg/kg, <0,005 mg/kg, and 0,0004 mg/l. And Chronic Daily Intake (CDI) of Mercury (Hg) for adults is 0,000025 mg/kg/day and for child is 0,000037 mg/kg/day. While the risk quotient (RQ) point is below 1 (for all ages), which means that drinking water and food selected consumption are still safe for health risk of mercury (Hg) especially for non-carcinogen risk.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joice Evelyn Ariesabeth
"Wilayah pesisir merupakan salah satu bagian dari sumberdaya alam yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia. Kegiatan pembangunan di wilayah tersebut secara langsung maupun tidak langsung memberikan dampak merugikan. Ekosistem mangrove yang termasuk dalam wilayah pesisir dan pertambangan emas yang menggunakan merkuri sebagai salah satu aktivitas pemenuhan kebutuhan hidup manusia adalah komponen lingkungan yang menjadi topik utama penelitan ini.
Pertambangan emas di Sulawesi Utara beberapa tahun terakhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Salah satu daerah yang menjadi pusat kegiatan penambangan tersebut adalah Kecamatan Ratatotok, di mana terdapat penambang emas berskala besar dan kecil, yaitu PT. Newmont Minahasa Raya dan penambang tradisional tanpa izin. Penambangan emas yang dilakukan oleh penduduk setempat masih menggunakan cara tradisional. Merkuri digunakan pada proses ekstraksi emas dan sisa pengolahan yang tidak terpakai lagi langsung dibuang ke Sungai Totok yang bermuara di Teluk Totok. Ekosistem pesisir, khususnya ekosistem mangrove dan pertambangan emas berskala kecil merupakan dua hal penting bagi penduduk yang berada di Kecamatan Ratatotok. Oleh karena itu, perlu diperhatikan keseimbangan keduanya agar tidak merugikan penduduk setempat, salah satunya mengembangkan penelitian yang menunjang, mengenai kemampuan absorpsi atau penyerapan logam berat khususnya merkuri pada ekosistem mangrove. Adapun lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah ekosistem mangrove di Desa Ratatotok Timur, Kecamatan Ratatotok, Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara.
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah peran ekosistem mangrove dalam mengabsorpsi logam berat merkuri yang akan memasuki perairan laut. Tujuan penelitian ini adalah: 1) Menganalisis konsentrasi merkuri pada air, sedimen, tumbuhan (akar dan daun) dan biota yang berada di ekosistem mangrove; 2) Mengetahui peran ekosistem mangrove dalam menyerap merkuri, terutama dalam hubungannya dengan sungai dan laut (khususnya pada air dan sedimen di ketiga lokasi). Bagian dari tumbuhan yang dijadikan sampel pada ekosistem mangrove adalah akar dan daun dari Rhizophora sp. dan Avicennia sp., dan biota (bivalvia: Polymesoda coaxans dan gastropoda: Telescopium mauritsi, T. telescoplum, Terebralia palustris) yang berasosiasi dan berada di sekitar tumbuhan tersebut. Data primer didapat dari analisis kandungan merkuri Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) tanpa nyala, sedangkan data yang dihasilkan dari analisis laboratorium akan dianalisis secara statistik menggunakan Uji Kruskal-Wallis dan Man-Whitney Test.
Pada ekosistem mangrove di Desa Ratatotok Timur, konsentrasi merkuri berturut-turut yang paling tinggi hingga yang paling rendah adalah biota, daun, sedimen, akar, air. Adapun kisaran konsentrasinya adalah sebagai berikut: biota (0,149-1,913 mg/kg), daun (0,086-0,121 mg/kg), sedimen (0,014-1,699 mg/kg) dan akar (0,008-0,018 mg/kg). Sedangkan dalam hubungannya dengan sungai dan laut (Sungai Totok dan Teluk Totok), ekosistem mangrove di Desa Ratatotok Timur tidak berperan dalam menyerap merkuri (khususnya pada air dan sedimen di ketiga lokasi). Konsentrasi merkuri pada sedimen berturut-turut dari yang tertinggi hingga terendah adalah di laut/Teluk Totok (1,147-19,549 mg/kg); di Sungai Totok (0,119-9,249 mg/kg); dan di ekosistem mangrove ((0,014-1,699 mg/kg). Sedangkan air, yang tertinggi ekosistem mangrove (1 μg/L), Sungai Totok (kurang dari 1-1 μg/L) dan Laut/Teluk Totok kurang dari 1 μg/L.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa biota merupakan komponen pada ekosistem mangrove yang menyerap atau mengabsorpsi merkuri paling banyak, diikuti oleh daun, sedimen, akar dan air. Merkuri yang terdapat pada ekosistem mangrove masuk melalui pasang surut air laut serta melalui deposisi dari atmosfer. Maka, ekosistem mangrove di Desa Ratatotok Timur tidak berperan dalam menyerap atau mengabsorpsi merkuri, karena masukan merkuri yang berasal dari sungai tidak secara langsung masuk ke dalam ekosistem mangrove melainkan terus ke laut.
Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, maka dapat diberikan beberapa saran untuk dijadikan pertimbangan yaitu: perlunya penelitian lanjutan untuk melihat dampak merkuri dalam jaringan, baik pada tumbuhan mangrove maupun pada biota lain. Selain itu, bagi masyarakat yang berada di lokasi penelitian agar mendapatkan informasi yang cukup mengenai merkuri dan bahayanya dalam kehidupan sehari-hari.

Coastal regions are among the natural resources most vulnerable to the effect of human activities. Development activities in a coastal region will directly or indirectly affect the environment in a harmful way. The mangrove ecosystem of the coastal area and gold mining utilizing mercury - a means of livelihood for the population - are the environmental components focused in this research.
Gold mining in North Sulawesi has developed rapidly in the past few years. Ne of the areas that became the centre for the mining activities is located in Ratatotok Sub regency, where PT. Newmont Minahasa Raya and illegal traditional miners conduct large and small-scale mining operations. Mining by the local population is still performed through traditional means. Mercury is used at the extraction process and the unneeded waste directly disposed into the Totok River, which flows to the Totok Bay. The coastal ecosystem, in particular the mangrove ecosystem and small-scale gold mining are two essential factors for the Ratatotok population. Consequently, consideration must be given o the proper balance between these two factors to prevent damage to the local population, one of which is by conducting a research to determine the ability of the mangrove ecosystem to absorb heavy metals, in particular mercury. The location chosen for this research is the mangrove ecosystem at the East Ratatotok village, Ratatotok Subregency, South Minahasa Regency, North Sulawesi.
The main problem addressed in this research I the functional extent the mangrove in absorbing mercury heavy metals flowing to the sea. This research aims to: 1) Analyze the concentration of mercury in the water, sediments, plants (roots and leaves) and biota found in the mangrove ecosystem; 2) To determine the function of the mercury in the function of the mangrove ecosystem in absorbing mercury, mainly relating to the river and sea (in particular in the water and sediment at the three locations). Parts of the plants taken as sample from the mangrove ecosystem are the roots and leaves of Rhizophora mucronata and Avicennia marina, while biota associated and found around the surrounding plants are bivalvia: Polymesoda coaxans and gastropoda: Telescopium mauritsi, T. telescopium, Terebralia pallustris. Primary data are obtained from the mercury concentration analysis using nameless Atomic Absorption Spectrophotometer (SSA), while laboratory analysis values will be statistically analyzed using the Kruskal-Wallis and Man-Whitney Test.
At the East Ratatotok mangrove ecosystem, the highest to the lowest levels of concentration of mercury are respectively biota, leave, sediment, roots, water. The range of concentration is as follows: biota (0,149-1,913 mg/kg), leaves (0,086-0,121 mg/kg), sediment (0,014.1,699 mg/kg) and roots (0,008-0,018 mg/kg). While in connection with mercury concentrations of the river and sea (Totok River and Totok Bay), the mangrove ecosystem in East Ratatotok village in East Ratatotok village has no function in absorbing mercury (specifically in water and sediment at the three locations). Mercury concentrations found in sediment by order of high to low levels: Totok Bay (1,147-19,549 mg/kg), Totok River (0,119-9,249 mg/kg) and mangrove ecosystem ((0,014-1,699 mg/kg). While mercury concentrations in water are: mangrove ecosystem (1 μg/L), Totok River (less than 1-1 μg/L) and Teluk Totok (less than 1 μg/L).
Based on the research result, biota is the component in the mangrove ecosystem with the highest mercury absorption ability, followed by leaves, sediment, roots and water. The mercury found in the mangrove ecosystem entered trough the tidal waters of the sea, and through deposits from the atmosphere. Hence the mangrove ecosystem in East Ratatotok village does not function in the absorption of mercury problem of the area, as the source of mercury from the river does not directly enter the mangrove ecosystem, but flows directly to the sea.
Based on the research findings, several suggestions can be forwarded for consideration, which are: a further research is required to study the effects of mercury in tissues, in the mangrove plants as well as in other biota. In addition, adequate information should be made available to the population living in the research area, so that they obtain knowledge on mercury and its hazards to daily life.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15184
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Mercury is one of the most toxic heavy metals found in nature. Athough adverse health effect of mercury have been known for a long time, exposure to mercury continues and is even increasing in some areas, for example, mercury is still used in gold mining in many parts of North Sulawesi Province. Most of the soil and aquatic bacteria that are continuously exposed to mercury usually develop a genetic adaptation to resist the toxicity of this compound. Bacteria have a specific operon called merOperon that functions to coordinate genes coding for proteins and enzymes involved in mercury disposal and detoxification. Therefore, this preliminary study aims to isolate and identify bacteria collected from gold mining area in the district of Bolaang Mongondow. Bacteria were isolated from soil samples collected from three locations of the gold mining waste disposal and the isolated bacteria were grown in agar media. Identification of the grown bacteria were then be performed using morphological, physiological and biochemical tests. The results showed that 36 bacteria were successfully isolated, of which, 11 isolates were gram positive bacteria and the remainders were gram negative. All isolates showed motility and all could be grouped into 4 species i.e. Bacillus sp., Escherichia coli, Enterobacter cloacea, and Enterobacter aerogenes."
610 JKY 17: 2 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Hartono
"Adanya aktivitas pertambangan emas dan banyaknya penambangan emas liar tanpa izin (PETI) di Propinsi Sulawesi Utara berpotensi menimbulkan dampak yang merugikan baik terhadap lingkungan hidup maupun terhadap kesehatan manusia. Kondisi seperti ini merupakan suatu faktor risiko bagi masyarakat yang tinggal di sekitar teluk Buyat dan teluk Ratatotok, Kabupaten Minahasa Selatan, Propinsi Sulawesi Utara. Berdasar pada paradigma kesehatan lingkungan maka untuk mengetahui hubungan antara pencemaran lingkungan oleh logam berat serta pengaruhnya terhadap derajat kesehatan masyarakat diperlukan suatu pembuktian tingkat kandungan bahan pencemar sejak dari sumber, keberadaan di media lingkungan dan biomarker sampai pengaruhnya pada kesehatan manusia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran distribusi tingkat risiko terhadap timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat di wilayah studi terkait dengan sebaran logam merkuri di ikan dan di air.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsentrasi MeHg di ikan, konsentrasi MeHg di air, konsentrasi MeHg dalam darah, pola makan ikan, lama tinggal, tekanan darah, jenis pekerjaan dan status pendidikan, sedangkan variabel terikatnya adalah tingkat risiko timbulnya gangguan kesehatan. Pengolahan data menggunakan pendekatan statistik, analisis risiko dan spasisal terhadap seluruh variabel bebas dengan variabel terikat dilakukan untuk mendapatkan hubungan dan menentukan variabel bebas mana yang paling berpengaruh terhadap tingginya tingkat risiko kesehatan.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kandungan merkuri yang ada pada ikan yang ditangkap di perairan teluk Buyat dan teluk Ratatotok telah menimbulkan risiko gangguan kesehatan terhadap masyarakat yang mengonsumsinya, sedangkan untuk sumber air yang berisiko menimbulkan gangguan kesehatan bagi masyarakat yang mengonsumsinya adalah air dari muara sungai Ratatotok, hulu sungai Buyat dan penampungan air bersih/air minum PT. Newmont Minahasa Raya. Variabel babas yang berhubungan dengan tingkat risiko kesehatan adalah konsentrasi MeHg di ikan, pola makan dan lama tinggal dengan variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap tingginya tingkat risiko adalah konsentrasi MeHg di ikan. Pendekatan spasial menunjukkan bahwa wilayah penelitian yang paling besar tingkat risikonya berada pada areal yang dekat dengan pertambangan.
Dengan melihat pada fenomena bahwa tingkat risiko gangguan penyakit akibat pencemaran merkuri semakin tinggi jika masyarakat di wilayah studi mengonsumsi ikan-ikan yang ditangkap dari perairan teluk Buyat dan teluk Ratatotok_ Maka untuk mengurangi tingkat risiko gangguan kesehatan akibat pemajanan merkuri, disarankan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Minahasa Selatan untuk melakukan penyuluhan tentang diversifikasi bahan makanan.

Many of gold mining activities at Province of North Sulawesi have potential possibility to give worse effect to the environmental and human health. This condition is one of the risk factor for mercury exposured for the people who lived near the Buyat and Ratatotok bay at South Minahasa District, Province of North Sulawesi. From the environmental health paradigm, the ammount of risk agent from the source, environmental media and biomarker until the health effect sign need to assess to know the relation between environmental pollution from heavy metal and health effect.
The objective of this study is to describe the distribution of risk qoutient of non carcinogen from water and fish which exposed by mercury. This research used cross sectional study and used statistic, environmental health risk assessment method, and spatial analysis for data analysis.
The result of this study described that the contain of metil mercury of fish from Buyat and Ratatotok bay and the contain of metil mercury at downside of buyat and ratatotok river and water storage of PT.NMR became the potential risk to generate the adverse health effect for the people at study area. Bivariate analysis result some variables that connected to the Risk Qoutient such as metil mercury concentration of fish, fish diet and lived period_ The final model after co-linear test got the most significant variable to the RQ that is the concentration of metil mercury of fish.
The recommended for community is to reduce the used of mercury and do not throw up the waste to the sea, river and ground. For the local government is to do some course or training about the health effect of mercury exposure and food diversification.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19349
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pengujian optimalisasi kinerja adsorber mercury removal bertujuan untuk menghitung seberapa besar penurunan tekanan dalam sistem (pressure drop), menghitung besamya efisiensi penyerapan dari adsorben dan menghitung masa pakai (life time) adsorben. Efisiensi penyerapan tergantung pada jenis adsorben (karbon aktif) dan akan mempengaruhi waktu tinggal merkuri serta besamya penurunan tekanan sistem (pressure drop). Impregnant (ZnCI2) berpengaruh pada masa pakai (life time) dan waktu tinggal. Kapasitas penyerapan adsorben karbon aktiftempurung kelapa adalah 0,124 Kg-HglKg-Carbon. Jadi untuk I kg adsorben karbon aktiftempurung kelapa yang telah diaktifasi, mampu menyerap merkuri dalam gas bumi sebesar 0,124 kg Hg. Untuk efisiensi penyerapan, diperoleh rata-rata efisiensi penyerapan karbon aktif tempurung kelapa terhadap merkuri dalam gas bumi di titik inlet dan outlet adsorber adalah 95,74 %. Hasil kegiatan penelitian optimalisasi kinerja adsorber pilot plant merkuri removal gas bumi diperoleh karakteristik adsorben merkuri yang meliputi bilangan iodin rata-rata 889 mg/gram, luas permukaan adsorben setelah aktifasi fisika 1052 mvg, setelah aktifasi kimia 724 mvg, impregnasi klor 4,39 % dan parameter uji yang mewakili spesifikasi adsorber meliputi pressure drop 1,7526 psig/ft, kapasitas penyerapan 0,124 kg-Hg/kg-carbon, adsorben dan masa pakai (lifetime) adsorbennya adalah 28 tahun"
665 LPL 48 (1) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
hapus3
"

Pendahuluan: Tremor merupakan salah satu gangguan gerak yang sering ditemukan dalam praktik sehari-hari dan memiliki potensi dampak tinggi terhadap terjadinya disabilitas. Tremor dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor dan salah satunya adalah pajanan uap merkuri. Di Indonesia, terdapat sekitar 150.000 pekerja Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) yang berisiko terpajan merkuri, dan sampai saat ini belum ada penelitian yang secara spesifik menilai prevalensi tremor terkait pajanan merkuri pada pekerja PESK dan faktor-faktor yang berhubungan.

Metode: Desain potong lintang digunakan dalam penelitian ini untuk mencari hubungan antara usia, kebiasaan merokok, masa kerja sebagai penambang, jenis aktivitas bekerja dalam PESK, kebiasaan menyemprot pestisida dan kadar merkuri urin dengan tremor pada pekerja PESK di provinsi Nusa Tenggara Barat dan Banten. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner asesmen kesehatan populasi terpajan merkuri dari WHO UNEP, pemeriksaan fisis finger to nose, dan kadar merkuri urin terkoreksi kreatinin

Hasil: Prevalensi tremor pada pekerja PESK di provinsi Nusa Tenggara Barat dan Banten didapatkan sebesar 8,6% dengan faktor yang paling berhubungan adalah usia > 40 tahun (OR = 5,09; 95% CI = 1,05 – 24,48; p = 0,02)

Kesimpulan: Didapatkan hubungan yang bermakna antara usia > 40 tahun dengan tremor pada pekerja PESK. Tidak didapatkan hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok, masa kerja sebagai penambang, jenis aktivitas bekerja dalam PESK, kebiasaan menyemprot pestisida dan nilai Indeks Pajanan Biologis dengan tremor. Tidak didapatkan hubungan antara pajanan merkuri dengan tremor.

 

Kata kunci: tremor, PESK, merkuri

 


Introduction: Tremor is a movement disorder that is oftenly found in daily practice and has high potential impact related to disability. Tremor can be caused by various factors and one of them is exposure to mercury vapor. In Indonesia, there are around 150,000 Artisanal Small-scale Gold Mining (ASGM) workers who are at risk of being exposed to mercury, and to date no studies have specifically assessed the prevalence of tremors related to mercury exposure in Artisanal and Small-scale Gold Mining (ASGM) workers and its related factors.

Method: A cross-sectional design study was used to find the relationship of age, smoking habits, working period as a miner, type of work activities in ASGM, history of spraying pesticides and the level of urinary mercury with tremor in ASGM workers in West Nusa Tenggara and Banten province. The instrument used is a health assessment questionnaire of mercury-exposed population established by WHO UNEP, finger to nose physical examination, and creatinine-corrected urinary mercury levels.

Results: The prevalence of tremor in ASGM workers in West Nusa Tenggara and Banten provinces was 8.6% with the most related factor was age > 40 years-old (OR = 5.09, 95% CI = 1.05 - 24.48, p = 0.02)

Conclusion: There was a significant relationship between age > 40 years-old and tremor amongst ASGM workers. No significant relationship was found between smoking habits, working period as a miner, type of work activities in ASGM, history of spraying pesticides and the level of Biological Exposure Index with tremor. There was no relationship between mercury exposure and tremor.

 

Keywords: tremor, ASGM, mercury

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alvin Mohamad Ridwan
"Pendahuluan: Ataksia merupakan salah satu gangguan koordinasi gerakan otot sadar dan merupakan kelainan fisik namun bukan penyakit, meskipun kasusnya cukup jarang namun memiliki potensi dampak tinggi terhadap terjadinya disabilitas. Ataksia dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor dan salah satunya adalah pajanan uap merkuri. Di Indonesia, terdapat sekitar 150.000 pekerja pertambangan emas skala kecil (PESK) yang berisiko terpajan merkuri, dan sampai saat ini belum ada penelitian yang secara spesifik menilai prevalensi ataksia terkait pajanan merkuri pada pekerja PESK dan faktor-faktor yang berhubungan.
Metode: Desain potong lintang digunakan dalam penelitian ini untuk mencari hubungan antara usia, kebiasaan merokok, kebiasaan konsumsi alkohol, konsumsi ikan, masa kerja sebagai penambang, jenis aktivitas bekerja dalam PESK, dan terpajan pestisida. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner asesmen kesehatan populasi terpajan merkuri dari WHO UNEP dan pemeriksaan fisis ataxia of gait (walking).
Hasil: Berdasarkan hasil analisis multivariat, ditemukan bahwa faktor determinan terjadinya gangguan ataksia pada pekerja PESK adalah jenis aktivitas kerja yang bukan peleburan (p=0,018; RO:0,18; IK95%:0,05-0,71) dan terpajan pestisida (p=0,004; RO:8,26; IK95%:1,98-34,55). Faktor lain tidak ditemukan hubungan yang bermakna secara statistik.
Kesimpulan: Didapatkan hubungan yang bermakna pada penelitian ini yaitu jenis aktivitas kerja yang bukan peleburan dan terpajan pestisida

Introduction: Ataxia is a disorder of coordination of conscious muscle movements and is a physical disorder but not a disease, although it is quite rarely found in everyday practice, but it has a high potential impact due to disability. Ataxia can be caused by various factors and one of them is exposure to mercury vapor. In Indonesia, there are around 150,000 artisanal small-scale gold mining (ASGM) workers at risk of exposure to mercury, and to date no studies have specifically assessed the prevalence of ataxia related to mercury exposure in ASGM workers and related factors.
Method: Cross-sectional design was used in this study to find out the relationship between age, smoking habits, alcohol consumption habits, fish consumption, working period as ASGM workers, type of activity working in ASGM, and exposure to pesticides. The instrument used was a health assessment questionnaire in the population exposed to mercury from WHO UNEP and physical examination of ataxia of gait (walking).
Result: Based on the results of multivariate analysis, there were found that the determinant factors of ataxia disorder in ASGM workers, namely the type of work activities that were not smelting (p = 0.018; RO: 0.18; IK95%: 0.05-0.71) and exposure to pesticides (p = 0.004; RO: 8.26; IK95%: 1.98-34.55). Other factors found no relationship that was statistically significant.
Conclusion: There were found significant relationships in this study, namely the type of work activities that were not smelting and exposed to pesticides."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfiralda Sjahfirdi
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang kandungan merkuri dari dua spesies ikan yaitu lkan gabus (Channa striata Fowler) dan ikan sepat (Trichogaster trichopterus Pallas) yang diambil dari lima stasiun yang telah ditentukan di sepanjang sungai Sunter dari hulu hingga ke hilir. Selain dari itu telah diperiksa pula kandungan merkuri pada air sungai dari ke lima stasiun tersebut.
Pengukuran kandungan merkuri pada sampel ikan dan sampel air dilakukan dengan menggunakan alat Serapan Atom Tanpa Nyala atau AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer).
Kandungan merkuri rata-rata pada lkan sepat bervariasi antara 0,948 - 2,662 ppm, sedangkan pada
ikan gabus bervariasi antara 0,146 - 1,258 ppm. Kandungan merkuri rata-rata pada seluruh sampel ikan sepat melebihi baku mutu kandungan merkuri yang diperbolehkan oleh berbagai organisasi internasional, sedangkan pada ikan gabus kandungan merkuri rata-rata yang melebihi baku mutu berasal dari stasiun Pondok Ranggon dan stasiun Pulo Gadung. Kandungan merkuri air sungai pada seluruh stasiun tercatat kurang dari 1 ppb, yang merupakan baku mutu yang diperbolehkan oleh berbagai organisasi internasional.
Dengan membandingkan kandungan merkuri pada ikan dan kandungan merkuri pada air sungai diketahui faktor biokonsentrasi pada masing-masing spesies ikan. Faktor biokonsentrasi ikan gabus berkisar antara 395 - 2995 sedang faktor biokonsentrasi ikan sepat berkisar antara 2216 - 6338.
Dari analisis korelasi jenjang Spearman diketahui adanya korelasi antara kandungan merkuri pada air sungai dengan kandungan merkuri pada lkan sepat dan tldak adanya korelasi antara kandungan merkuri pada air sungai dengan kandungan merkuri pada ikan gabus."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eindhoven: Philips Technical Library, 1965
621.327 HIG
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>