Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riahna
Abstrak :
Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA) merupakan salah satu penyebab infeksi nosokomial. Meskipun telah terdeteksi sejak tahun 1961, angka kejadian MRSA di rumah sakit semakin meningkat sampai sekarang, sehingga tingkat pengetahuan perawat yang baik tentang MRSA menjadi sangat penting dalam upaya pencegahan terjadinya MRSA. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan perawat tentang infeksi MRSA di RS. Awal Bros Bekasi. Tehnik pemilihan sampel adalah total sampling dan dianalisis dengan menggunakan analisis univariat. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 48,2% responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik, dan sebanyak 15,7% memiliki tingkat pengetahuan berkategori kurang. Hasil penelitian ini merekomendasikan untuk dilakukan sosialisasi tentang MRSA sebagai upaya meningkatkan patient safety. ......Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA) is one of the causes of nosocomial infection. Although it has been detected since 1961, the incidence of MRSA in hospitals is increasing until now, so a good level of nurse’s knowledge about MRSA become very important in the prevention of the occurrence of MRSA. The purpose of this descriptive research was to identify the level of nurse’s knowledge about MRSA infections at Awal Bros Hospital Bekasi. The sample selection technique was total sampling and the results were analyzed using univariate analysis. The results showed that 48.2% of respondents have a good level of knowledge, and 15.7% had less knowledge level category. Based on the research results, the researcher suggested that MRSA socialization should be done in order to enhanced patient safety and complete the support facilities.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S47659
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rania Zahra
Abstrak :
Tingginya angka kejadian penyakit infeksi di Indonesia menyebabkan peningkatan angka peresepan antibiotik. Antibiotik merupakan terapi efektif untuk mengatasi infeksi bakteri, namun penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan terjadinya resistensi bakteri salah satunya Methicillin resistant Staphylococcus aureus MRSA . Agen antimikroba untuk mengatasi MRSA masih terbatas sehingga penulis tertarik untuk mencari alternatif pengobatan lain. Penelitian ini menggunakan tanaman Bintangur spesies Calophyllum nodosum karena tanaman ini banyak tumbuh di Indonesia dan banyak penelitian terdahulu menemukan adanya aktivitas antibakteri dari tanaman Bintangur spesies lain. Penelitian dilakukan dengan meneliti aktivitas antibakteri ekstrak daun Bintangur Calophyllum nodosum terhadap bakteri Methicillin resistant Staphylococcus aureus MRSA. Penelitian dilakukan dengan metode makrodilusi untuk mengetahui konsentrasi hambat minimum KHM dan konsentrasi bunuh minimum KBM ekstrak tanaman terhadap bakteri MRSA pada konsentrasi 1280 ?g/mL , 640 ?g/mL, 320 ?g/mL, 160 ?g/mL, 80 ?g/mL, 40 ?g/mL, 20 ?g/mL, 10 ?g/mL, 5 ?g/mL, 2.5 ?g/mL, 1.25 ?g/mL, 0.625 ?g/mL . Hasil penelitian menunjukkan tidak ditemukan konsentrasi hambat minimum KHM dan konsentrasi bunuh minimum KBM ekstrak daun Bintangur Calophyllum nodosum terhadap bakteri MRSA pada konsentrasi yang diujikan. ......The high incidence of infectious disease in Indonesia led to increased rates of antibiotic prescribing. Antibiotic is an effective therapy against bacterial infection, but antibiotic misuses can lead to antibiotic resistance, one of which is Methicillin resistant Staphylococcus aureus MRSA . Antimicrobial agents which effective against MRSA are limited, therefore writer wanted to find out another alternative therapy. This research use Bintangur species Calophyllum nodosum because it grows much in Indonesia and several research found out the antibacterial activity of other Bintangur species. The research examining antibacterial activity of Bintangur Calophyllum nodosum extract to Methicillin Resistant Staphylococcus aureus MRSA. The research use macrodilution method to determine the minimum inhibitory concentration MIC and minimum bactericidal concentration MBC of the Calophyllum nodosum extract on MRSA at a concentration of 1280 g mL , 640 g mL, 320 g mL, 160 g mL, 80 g mL, 40 g mL, 20 g mL, 10 g mL, 5 g mL, 2.5 g mL, 1.25 g mL, 0.625 g mL. Result showed that there are no MIC and MBC of Calophyllum nodosum extract to Methicillin Resistant Staphylococcus aureus MRSA at the extract concentration tested.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70352
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sonia Miyajima Anjani
Abstrak :
ABSTRAK
Prevalensi infeksi yang disebabkan oleh methicillin-resistant Staphylococcus aureus MRSA sangat tinggi di Asia, salah satunya di Indonesia. Alternatif antimikroba untuk meminimalisasi kemungkinan resistensi terhadap antimikroba lain dari bakteri MRSA perlu dikembangkan, sehingga hasil terapi yang ditimbulkan dapat menjadi lebih efektif. Indonesia memiliki banyak tanaman tradisional yang kandungan fitokimianya terbukti memiliki aktivitas antimikroba, salah satunya adalah Sandoricum koetjape. Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui potensi antimikroba dari crude ekstrak daun Sandoricum koetjape terhadap bakteri MRSA ini menggunakan metode makrodilusi dengan menentukan Konsentrasi Hambat Minimum KHM dan Konsentrasi Bunuh Minimum KBM . Ekstrak tanaman pada larutan Brain Heart Infusion BHI menunjukkan warna keruh dan pada Mueller Hinton Agar MHA menunjukkan pertumbuhan koloni bakteri pada konsentrasi 1280 ?g/mL, 640 ?g/mL, 320 ?g/mL, 160 ?g/mL, 80 ?g/mL, 40 ?g/mL, 20 ?g/mL, 10 ?g/mL, 5 ?g/mL, 2,5 ?g/mL, 1,25 ?g/mL, dan 0,625 ?g/mL. Hasil penelitian crude ekstrak daun Sandoricum koetjape tidak memiliki potensi antimikoba terhadap bakteri MRSA.
ABSTRACT
Prevalence of infection caused by methicillin resistant Staphylococcus aureus MRSA is very high in Asia, including Indonesia. Antimicrobial alternative for minimalizing the resistance probability of another antimicrobial for MRSA have to be developed so the result of therapy will be more effective. Indonesia has so many tranditional plants that its phytochemical content shown an antimicrobial activity, one of which is Sandoricum koetjape. This research, which aims to know the antimicrobial potency of crude leaf extract of Sandoricum koetjape to MRSA, used macrodillution method to determine the Minimum Inhibitory Concentration MIC and Minimum Bactericidal Concentration MBC . The crude extract on Brain Heart Infusion BHI solution showed turbid colour and on Mueller Hinton Agar MHA showed bacterial growth on 1280 g mL, 640 g mL, 320 g mL, 160 g mL, 80 g mL, 40 g mL, 20 g mL, 10 g mL, 5 g mL, 2,5 g mL, 1,25 g mL, and 0,625 g mL concentration. The result is that crude leaf extract of Sandoricum koetjape has no antimicrobial potency to MRSA.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70399
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hiradipta Ardining
Abstrak :
ABSTRAK
Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus MRSA merupakan strain S aureus yang resisten terhadap antibiotik golongan beta-laktam. Antibiotik yang efektif untuk mengobati MRSA adalah vankomisin, yang bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel bakteri. Namun, strain yang resisten terhadap vankomisin mulai bermunculan, sehingga dibutuhkan obat alternatif untuk melawan infeksi MRSA. Pada penelitian ini, diteliti aktivitas antibakteri ekstrak daun Samanea saman KHM dan KBM terhadap MRSA karena tanaman ini sering digunakan untuk pengobatan herbal dan sudah diteliti memiliki aktivitas antimikroba terhadap organisme tertentu. Penelitian ini menggunakan metode makrodilusi, dimana ekstrak daun Samanea saman pada konsentrasi 1280 g/mL, 640 g/mL, 320 g/mL, 160 g/mL, 80 g/mL, 40 g/mL, 20 g/mL, 10 g/mL, 5 g/mL, 2.5 g/mL, 1.25 g/mL, dan 0,625 g/mL, dicampur dengan suspensi MRSA 0,5 McFarland didalam tabung reaksi. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun Samanea saman tidak memiliki KHM maupun KBM terhadap MRSA dalam rentang konsentrasi didalam percobaan ini.
ABSTRACT
Methicillin Resistant Staphylococcus aureus MRSA is one of S aureus strain which is resistant to beta lactam antibiotics. The effective antibiotic towards MRSA is vancomycin, which works by inhibiting the synthesis of bacteria rsquo s cell wall. However, vancomycin resistant strain starts to emerge, thus an alternative drug to cure MRSA infection is needed. In this research, the antibacterial activity of Samanea saman rsquo s leaf crude extract was assessed because this plant is usually used for herbal treatment and has antimicrobial activity towards several organisms. This research used macrodilution method, in which Samanea saman rsquo s leaf crude extract with concentration of 1280 g mL, 640 g mL, 320 g mL, 160 g mL, 80 g mL, 40 g mL, 20 g mL, 10 g mL, 5 g mL, 2.5 g mL, 1.25 g mL, and 0,625 g mL, were mixed with 0,5 McFarland MRSA suspension in reaction tubes. From this research, it can be inferred that Samanea saman rsquo s crude leaf extract does not have MHC and MIC toward MRSA in the concentration range of this research.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70351
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elizabeth Budiani
Abstrak :
Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus MRSA merupakan salah satu penyebab penting dari infeksi yang didapat dari layanan kesehatan. Alternatif pengobatan yang dapat digunakan untuk menanggulangi infeksi MRSA adalah dengan menggunakan zat antimikroba yang terkandung dalam ekstrak tanaman. Murraya panniculata L. Jack merupakan salah satu tanaman yang terbukti memiliki aktivitas antimikroba terhadap berbagai bakteri gram positif dan negatif. Oleh karena itu, peneliti melakukan percobaan untuk mengetahui apakah ekstrak daun Murraya paniculata L. Jack memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri MRSA. Ekstrak daun Murraya paniculata L. Jack dibuat dengan pelarut metanol di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Selanjutnya, dilakukan uji aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar cara sumuran terhadap lima konsentrasi ekstrak, yaitu 50 mg/mL, 100 mg/mL, 200 mg/mL, 400 mg/mL, dan 800 mg/mL, dengan antibiotik clindamycin 20 g/mL sebagai kontrol positif dan akuades sebagai kontrol negatif. Pengujian dilakukan sebanyak satu kali dengan pengulangan sebanyak empat kali. Hasil penelitian menunjukkan adanya zona hambat yang dibentuk oleh ekstrak metanol daun Murraya paniculata L. Jack dengan konsentrasi 800 mg/mL dengan rerata diameter zona hambat 15.93 2.82 mm. Berdasarkan kriteria Clinical Laboratory Standards Institute, aktivitas antibakteri ekstrak daun Murraya paniculata L. Jack dengan konsentrasi 800 mg/mL ini bersifat intermediate apabila dibandingkan dengan antibiotik Clindamycin sebagai kontrol positif. ......Methicillin Resistant Staphylococcus aureus MRSA is one the most important cause of heathcare associated infection. One of the alternative therapy that can be used to treat MRSA infection is by using the antimicrobial components which contain in the plant extract. Murraya paniculata L. Jack is one of the plant that has been proven to have antimicrobial activity against several gram positive and gram negative bacterias. Therefore, the author decided to conduct this research to investigate whether the extract of Murraya paniculata L. Jack leaf has antimicrobial activity against MRSA or not. The extract of Murraya paniculata L. Jack leaf with methanol as the solvent was made at Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Using well diffusion method, these extract were tested in five different consentration 50 mg mL, 100 mg mL, 200 mg mL, 400 mg mL, dan 800 mg mL with clindamycin 20 g mL as the positive control andaquadest as the negative control. The experiment was conducted once with four times repetition. Result shows there are inhibition zones formed by the extract with the consentration of 800 mg mL with the average diameter of the inhibition zone of 15.93 2.82 mm. According to the Clinical Laboratory Standards Institute criteria, the antimicrobial activity of the 800 mg mL extract of Murraya paniculata L. Jack leaf is intermediate compared to Clindamycin as the positive control.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tania Graciana
Abstrak :
Prevalensi infeksi Methicilline-Resistant Staphylococcus aureus di Asia termasuk Indonesia semakin meningkat dan patut diwaspadai. Resistensi MRSA terhadap berbagai antibiotik meningkatkan kebutuhan untuk mencari tata laksana alternatif dari infeksi MRSA selain antibiotik vankomisin. Ekstrak daun Mesua ferrea yang dipercaya memiliki efek antimikrobial diuji menggunakan metode makro dilusi untuk mencari konsentrasi hambat minimum KHM dan konsentrasi bunuh minimum KBM secara duplo Dari penelitian, tidak ditemukan aktivitas antimikrobial dari ekstrak daun Mesua ferrea terhadap MRSA pada konsentrasi 1280 g/ml hingga 0,625 g/ml. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan metode lainnya untuk mencari efektivitas antimikroba dari ekstrak daun Nagasari. ......The prevalence of infection Methicilline Resistant Staphylococcus aureus in Asia including Indonesia is increasing. MRSA resistance to various antibiotics increases the need to look for alternative therapy of MRSA infection in addition to the antibiotic vancomycin. Mesua ferrea extracts is believed to have the effect of antimicrobials, tested using macro dilution method to find the minimum inhibitory concentration MIC and the Minimum Bacteriacidal Consentration MBC . On this experiment, No antimicrobial activity is found of the Mesua ferrea extract against MRSA at a concentration of 1280 pg ml to 0.625 ug ml. Further experiment is needed to know the antimicrobial activity in Mesua ferrea leaves extract.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70332
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Larasati
Abstrak :
Acinetobacter baumannii dan Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus merupakan dua dari sekian banyak bakteri yang menginfeksi manusia. Infeksi bakteri tersebut menjadi semakin berbahaya akibat tingginya kejadian resistensi bakteri tersebut terhadap antibiotik. Keterbatasan antibiotik yang tersedia menyebabkan perlunya penggunaan bahan alternatif sebagai antibiotik, antara lain tanaman herbal yang banyak djumpai di Indonesia sebagai kekayaan hayati. Kalanchoe pinnata merupakan salah satu tanaman herbal yang sering digunakan untuk menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun Kalanchoe pinnata terhadap Acinetobacter baumannii dan Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus. Penelitian ini dilakukan di Departemen Mikrobiologi dan Farmasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Daun Kalanchoe pinnata diekstraksi dengan etanol. Sampel bakteri diambil secara acak dari koleksi kultur bakteri yang diisolasi dari pasien. Uji kepekaan dilakukan dengan metode mikrodilusi. Kalanchoe pinnata mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Acinetobacter baumannii dan Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus. Konsentrasi Hambat Minimum dan Konsentrasi Bunuh Minimum ekstrak daun Kalanchoe pinnata terhadap Acinetobacter baumannii sebesar 144,9 mg/ml dan 289,8 mg/ml, sedangkan terhadap Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus sebesar 144,9 mg/ml; dengan Konsentrasi Bunuh Minimum yang tidak dapat ditentukan. ...... Acinetobacter baumannii and Methicillin Resistant Staphylococcus aureus are two out of many human infecting bacteria. These bacterial infections are becoming more threatening due to their high resistance towards antibiotics. This condition leads to a challenge in searching alternative substances that can be utilized as antibiotics. One way to obtain the substance is from herbs that are found all around Indonesia as its national plant heritage. Cocor Bebek Kalanchoe pinnata is one of the herbs that is often used to treat infections. The aim of this study is to investigate the antibacterial activity of leaves extract of Kalanchoe pinnata against Acinetobacter baumannii and Methicillin Resistant Staphylococcus aureus. This study was conducted at The Department of Microbiology and Pharmacy, Faculty of Medicine, Universitas Indonesia. Leaves of Kalanchoe pinnata were extracted using ethanol as solvent. Bacterial samples were selected randomly from a culture collection isolated from patients. Susceptibility test was done by broth microdilution method. Kalanchoe pinnata has antibacterial activity against Acinetobacter baumannii and Methicillin Resistant Staphylococcus aureus. The Minimum Inhibitory Concentration and Minimum Bactericidal Concentration of Kalanchoe pinnata leaves extract against Acinetobacter baumannii are 144.9 mg ml and 289.8 mg ml, while for Methicillin Resistant Staphylococcus aureus is 144.9 mg ml unfortunately, its MBC cannot be determined.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irandi Putra Pratomo
Abstrak :
Latar belakang: Antibiotik gentamisin (GEN), klindamisin (CLI) dan minosiklin (MIN) digunakan dalam penanganan infeksi Staphylococcus aureus kebal metisilin (methicillin-resistant Staphylococcus aureus, MRSA). Teknologi next-generation sequencing (NGS) merupakan metode mutakhir yang digunakan untuk pemetaan pola kekebalan kuman untuk pengendalian infeksi di suatu fasilitas pelayanan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil genom isolat MRSA klinis melalui pemeriksaan NGS. Metode: Proses sequencing DNA menggunakan Illumina® MiSeq dilakukan pada 92 isolat MRSA klinis yang diperoleh dari pasien yang dirawat di Hiroshima University Hospital, Hiroshima, Jepang sehingga didapatkan masing-masing susunan genom de novo. Susunan genom de novo tersebut kemudian dianalisis in silico menggunakan ResFinder sehingga didapatkan profil genom kekebalan antibiotik kuman. Data ini kemudian dianalisis bersama data fenotip kadar hambat minimum (KHM) GEN, CLI, dan MIN. Hasil: Penelitian ini menunjukkan MRSA aac(6')aph(2")+,spc+, ermA+,tetM+ merupakan isolat terbanyak (42/92) dan memiliki KHM GEN >16 mg/L (40/42), CLI >4 mg/L (26/42) dan MIN >8 mg/L MIN (30/42). Deteksi gen aac(6')aph(2") berhubungan dengan KHM GEN (p<0,001), deteksi gen ermA berhubungan dengan KHM CLI (p<0,001) dan deteksi gen tetM berhubungan dengan KHM MIN (p<0,001). Deteksi bersamaan aac(6')aph(2")-spc-ermA-tetM berkorelasi dengan KHM GEN (φc= 0,398, p <0,001), CLI (φc= 0,448, p <0,001) dan MIN (φc= 0,515, p <0,001). Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan korelasi fenotip KHM dan genotip kekebalan antibiotik GEN, CLI dan MIN pada MRSA. Teknologi NGS berpotensi sebagai uji cepat deteksi kekebalan antibiotik pada kasus infeksi MRSA yang merupakan bagian dari upaya pengendalian infeksi.
Background: Gentamicin (GEN), clindamycin (CLI) and minocycline (MIN) are amongst the widely used antibiotic treatments in methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) infection. The emerging next-generation sequencing (NGS) technology provides antibiotic resistance pattern mapping to be inferred as a consideration in healthcare infection control policy. The subjective of this study is to reveal genomic resistome using NGS and to correlate the resistome with the phenotype of antibiotic resistance represented as minimum inhibitory concentration (MIC) between clinically isolated MRSA specimens. Methods: Illumina® MiSeq was used to sequence and to de novo assembly the genomic DNA of 92 MRSA specimens obtained from the patients treated in Hiroshima University Hospital, Hiroshima, Japan. Resistome was determined by feeding the de novo genome assembly to ResFinder annotation tool prior to correlation analysis with MIC data. These procedures were performed during GEN, CLI and MIN susceptibility observation. Results: The aac(6')aph(2")+,spc+, ermA+,tetM+ MRSA strains were revealed to be predominant (42/92) of which were possessing GEN MIC >16 mg/L (40/42), CLI MIC >4 mg/L (26/42) and MIN MIC >8 mg/L MIN (30/42). This study also revealed the correlation of aac(6')aph(2") and GEN MIC (p<0.001), ermA and CLI MIC (p<0.001), and tetM and MIN MIC (p<0.001). Simultaneous detection of aac(6')aph(2")-spc-ermA-tetM was correlated with GEN MIC (φc= 0.398, p <0.001), CLI MIC (φc=0.448, p <0.001), and MIN MIC (φc= 0.515, p <0.001). Conclusions: This study showed correlation between the MIC and resistome of GEN, CLI and MIN in MRSA. The emerging NGS technology provides promising method in rapid detection of antibiotic resistance in MRSA thus feasible for infection control near in the future.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58618
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christine Lieana
Abstrak :
Latar Belakang: Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) merupakan bakteri Staphylococcus aureus yang telah resisten terhadap antibiotik methicillin. Saat ini, MRSA masih merupakan ancaman di seluruh dunia. Infeksi MRSA dapat menimbulkan berbagai komplikasi. Oleh karena itu, diperlukan pengobatan yang mampu menangani MRSA di masa mendatang. Daun kelor atau Moringa oleifera dikenal memiliki banyak khasiat, salah satunya adalah sebagai antibakteri. Maka dari itu, peneliti mengusulkan untuk melakukan penelitian terkait potensi ekstrak etanol daun kelor (Moringa oleifera) sebagai antibakteri terhadap MRSA. Metode: Penelitian dilakukan dengan uji eksperimental melalui metode makrodilusi. Makrodilusi dilakukan baik pada ekstrak etanol daun kelor maupun vankomisin. Makrodilusi pada ekstrak etanol daun kelor dilakukan untuk mengetahui efek antibakteri ekstrak tersebut terhadap bakteri MRSA. Sedangkan makrodilusi pada vankomisin dilakukan sebagai pembanding. Hasil: Pada penelitian ini tidak ditemukan efek antibakteri ekstrak etanol daun kelor (Moringa oleifera) terhadap bakteri MRSA. Hal tersebut terbukti dengan tidak ditemukannya konsentrasi hambat minimun (KHM) maupun konsentrasi bunuh minimum (KBM) pada percobaan ini. Pembahasan: Hasil pada penelitian ini berbeda dengan beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan. Perbedaan tersebut dapat terjadi akibat beberapa faktor. Peran ekstrak etanol daun kelor (Moringa oleifera) sebagai antibakteri terhadap MRSA dapat diteliti lebih lanjut dengan metode yang berbeda ataupun konsentrasi yang lebih tinggi. ......Background: Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) is a group of bacteria (Staphylococcus aureus) which are found to be resistant against antibiotics called methicillin. Nowadays, MRSA is still becoming a threat across the globe. Infections caused by MRSA may cause various complications. Due to this fact, proper-management is needed to deal with MRSA in the future. Moringa oleifera has been popularly known for its benefits, one of which is the antibacterial effect. Therefore, the author proposed to do a research on the potential of Moringa oleifera ethanol extract as an antibacterial agent against MRSA. Method: The research done is an experimental test using macrodilution method. Macrodilution was done on both the ethanol extract and vancomycin. Macrodilution on the extract was done to discover its antibacterial effect against MRSA, while macrodilution on vancomycin was done as a comparison. Results: In this research, there is no antibacterial effect found from Moringa oleifera extract against MRSA. This result is supported by the absence of minimum inhibitory concentration (MIC) and minimum bactericidal concentration (MBC) in this experiment. Discussion: The result in this research was different from some previous research findings. The difference might be caused by several factors. The role of Moringa oleifera extract as antibacterial agent against should be further studied using different methods or higher concentration.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barus, Dany Petra Pranata
Abstrak :
Penyakit infeksi masih menjadi permasalahan mayor pada negara berkembang. Berdasarkan data WHO, setiap tahun penyakit infeksi membunuh 3,5 juta penduduk dunia terutama pada masyarakat berpendapatan rendah dan anak-anak. Antibiotik menjadi terapi utama untuk menangani masalah infeksi. Namun penggunaan yang irasional mengakibatkan munculnya strain bakteri yang tahan terhadap antibiotik tertentu. MRSA menjadi penyebab utama infeksi nosokomial. Saat ini pengobatan untuk infeksi MRSA bergantung kepada vankomisin. Dibutuhkan terapi pendukung dan apabila memungkinkan menggantikan vankomisin dalam penanganan infeksi MRSA. Swietenia mahagoni diduga memiliki potensi dalam mengatasi infeksi terutama akibat bakteri. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antibakteri Swetenia mahagoni terhadap bakteri MRSA. Ekstrak Swietenia mahagoni didapatkan dari LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Ekstrak kemudian dilarutkan menjadi 10 tabung dengan konsentrasi 1280 μg/mL, 640 μg/mL, 320 μg/mL, 160 μg/mL. 80 μg/mL, 40 μg/mL, 20 μg/mL, 10 μg/mL, 5 μg/mL, dan 2,5 μg/mL. Kemudian, setiap tabung diujikan kepada bakteri MRSA secara in vitro dengan metode dilusi. Hasil penelitian, tidak ditemukan Konsentrasi Hambat Minimum dan Konsentrasi Bunuh Minimum dari ekstrak Swietenia mahagoni yang di uji. Hal ini dapat diakibatkan oleh berbagai faktor, baik dari proses ekstraksi Swietenia mahagoni, konsentrasi ekstrak, ataupun proses persiapan bahan kultur bakteri
Infectious diseases remain major problems in developing countries. Based on data from WHO, infectious diseases kill 3.5 million people worldwide each year, especially in low-income communities and children. Antibiotics become the primary therapy to treat infectious diseases. However, irrational use of antibiotics leads to antimicrobial resistance among pathogenic bacteria. MRSA is a major cause of nosocomial infections. Currently the treatment for MRSA infections relies on vancomycin. Supportive therapy is needed and preferrable to vancomycin in the treatment of MRSA infections. Swietenia mahagony was thought to have the potential to overcome bacterial infections. Therefore, this study was conducted to determine the antibacterial activity of Swietenia mahagony against MRSA. Swietenia mahagony extract is obtained from LIPI (Indonesian Institute of Sciences). Extract is then dissolved into 10 tubes with the highest concentration of 1280 μg/mL and the lowest concentration of 2.5 μg/mL. Then, each tube was tested for MRSA bacteria in vitro using dilution method. The results showed that Minimum Inhibitory Concentration and Minimum Bactericidal Concentration of extracts of Swietenia mahagoni were not found. It might be caused by various factors, such as the extraction process of Swietenia mahagoni, the concentration of the extract, or the bacterial culture material preparation process.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>