Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jararizki Budi Subasira
"Indonesia adalah negara tropis yang memiliki kelembaban tinggi, kondisi ini memudahkan manusia untuk mengalami infeksi akibat jamur. Salah satu jamur yang dapat menginfeksi manusia adalah Candida albicans. C. albicans dapat menyebabkan kandidiasis yang merupakan infeksi jamur dengan insiden tinggi. Perawatan antijamur dapat dilakukan dengan menggunakan obat antijamur. Infeksi jamur sering terjadi yang menyebabkan penggunaan obat antijamur mengalami resistensi, oleh karena itu, kebutuhan untuk memeriksa senyawa aktif dari bahan alami yang memiliki aktivitas antijamur perlu ditingkatkan. Salah satu tanaman yang tersebar di Indonesia yang dikenal memiliki berbagai manfaat kesehatan adalah Tanduk Cananga (Artabotrys hexapetalus (L.f) Bhandari). Tanduk Cananga telah diketahui memiliki aktivitas antijamur dalam ekstrak metanol dari daun. Penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas antijamur ekstrak dan fraksi diklorometana dari kulit tanduk Kanenanga. Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode maserasi menggunakan pelarut heksana dan diklorometana. Diikuti dengan fraksinasi menggunakan metode kromatografi kolom. Tes aktivitas antijamur dilakukan secara in vitro dengan metode mikrodilusi. Hasil penelitian ini menunjukkan ekstrak diklorometana kulit tanduk Cananga memiliki aktivitas antijamur terhadap Candida albicans dengan konsentrasi penghambatan minimum 200 μg/mL. Fraksi Dichloromethane I dan II memiliki aktivitas antijamur Candida albicans dengan konsentrasi penghambatan minimum 50 μg/mL, fraksi diklorometana III, IV, V, VI, VII, dan VIII memiliki aktivitas antijamur terhadap Candida albicans dengan konsentrasi penghambatan minimum 100 μg/mL mL. Disimpulkan bahwa ekstrak dan fraksi diklorometana memiliki aktivitas antijamur terhadap Candida albicans.

Indonesia is a tropical country that has high humidity, this condition makes it easy for humans to experience infections due to fungi. One fungus that can infect humans is Candida albicans. C. albicans can cause candidiasis which is a fungal infection with a high incidence. Antifungal treatment can be done using antifungal drugs. Fungal infections often occur causing the use of antifungal drugs to experience resistance, therefore, the need to examine active compounds from natural substances that have antifungal activity needs to be increased. One of the plants that are spread in Indonesia that is known to have various health benefits is the Cananga Horn (Artabotrys hexapetalus (L.f) Bhandari). Cananga horn has been known to have antifungal activity in methanol extracts from the leaves. This research was conducted to examine the antifungal activity of extracts and dichloromethane fraction from the horn bark of Kanenanga Horn. The extraction method used in this study is the maceration method using hexane and dichloromethane solvents. Followed by fractionation using column chromatography methods. Antifungal activity tests were carried out in vitro by the microdilution method. The results of this study indicate dichloromethane extracts of the skin of the Cananga Horn horn have antifungal activity against Candida albicans with a minimum inhibitory concentration of 200 μg/mL. Dichloromethane fractions I and II have antifungal activity Candida albicans with a minimum inhibitory concentration of 50 μg/mL, dichloromethane fractions III, IV, V, VI, VII, and VIII have antifungal activity against Candida albicans with a minimum inhibitory concentration of 100 μg/mL mL. It was concluded that dichloromethane extracts and fractions had antifungal activity against Candida albicans."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nirwana
"Permasalahan resistensi antibiotik merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang terus meningkat dan menjadi penyebab utama kegagalan pengobatan infeksi. Banyak penelitian menunjukkan bahwa berbagai senyawa yang diperoleh dari tanaman, berpotensi sebagai antimikroba baru. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antimikroba dari fraksi-fraksi ekstrak etil asetat buah Garcinia latissima terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 . Penelitian ini dilakukan berdasarkan pada penelitian sebelumnya yang menunjukkan adanya aktivitas antimikroba pada ekstrak etil asetat buah Garcinia latissima terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa. Pengujian aktivitas antimikroba dilakukan menggunakan metode difusi cakram kertas, metode mikrodilusi dengan MTT, dan bioautografi kontak. Dari 22 fraksi, terdapat 14 fraksi yang menunjukkan adanya zona hambatan. Mikrodilusi dengan MTT digunakan untuk menentukan konsentrasi hambat minimal. Seluruh fraksi diujikan dari rentang konsentrasi 5000 ?g/mL hingga 78 ?g/mL. Terdapat 9 fraksi yang memiliki nilai KHM dalam rentang tersebut, sedangkan fraksi lainnya memiliki nilai KHM lebih dari 5000 ?g/mL. Bioautografi kontak kemudian diujikan terhadap 14 fraksi aktif. Fraksi-fraksi aktif ekstrak etil asetat buah Garcinia latissima dianggap memiliki aktivitas antimikroba yang lemah terhadap Pseudomonas aeruginosa berdasarkan nilai KHM yang dimilikinya. Adapun fraksi yang cukup kuat dari seluruh fraksi yang diujikan adalah fraksi J dan fraksi V.

Antibiotic resistance is an increasing public health problem and a major cause of infection treatment failure. Many studies showed that chemical compounds in plants, can potentially be a source of new antimicrobial. The aim of this study was to assess the antimicrobial activity of the fractions of ethyl acetate extract of Garcinia latissima fruit against Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 . This study was based on a previous research that reported antimicrobial activity of the ethyl acetate extract of Garcinia latissima fruit against Pseudomonas aeruginosa. Antimicrobial activity of fractions were tested using disc diffusion method, MTT microdilution assay, and contact bioautography. Fourteen out of 22 fractions showed zones of inhibition. MTT microdilution assay was used to determine minimum inhibitory concentrations. All fractions were tested from concentrations ranging from 5000 g mL to 78 g mL. There are 9 fractions that have MIC values in that range, while other fractions have MIC value more than 5000 g mL. Contact bioautography were then used to test 14 active fractions. The active fractions of ethyl acetate extract of Garcinia latissima fruit are considered to have weak antimicrobial activity against Pseudomonas aeruginosa based on their MIC value. The most potent fractions of all tested fractions were fraction J and fraction V."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S67593
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laela Fitriah
"Pendahuluan: Peningkatan resistensi antibiotik global menjadikan kolistin sebagai pilihan terapi untuk infeksi bakteri pandrug resistant (PDR). Namun, karena efek nefrotoksiknya, pemilihan kolistin harus dilakukan secara hati-hati setelah diperoleh hasil uji kepekaannya. Sifat molekul kolistin yang kompleks menyebabkan uji kepekaan tidak dapat dilakukan dengan metode difusi cakram atau mesin otomatis yang tersedia, sehingga diperlukan metode lain yang praktis dan dengan hasil yang baik.
Metode: Sebanyak 120 isolat bakteri Gram negatif, terdiri dari Acinetobacter baumannii, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, masing-masing berjumlah 30 isolat diuji kepekaannya terhadap kolistin. Metode uji menggunakan media CHROMagar Col-APSE dan sebagai baku emas digunakan metode broth microdilution (BMD). Hasil uji kepekaan dianalisis untuk mendapatkan sensitivitas, spesifisitas, positive predictive value, negative predictive value, positive likelihood ratio, negative likelihood ratio serta akurasi.
Hasil: Ditemukan sebanyak 20 isolat yang resisten terhadap kolistin dari 120 isolat yang diuji pada media CHROMagar Col-APSE. Diantara 20 isolat yang resisten kolistin tersebut, hanya 10 isolat yang resisten kolistin pada uji kepekaan dengan metode BMD. Didapatkan nilai sensitivitas 100% (95% CI, 72,25 – 100), spesifisitas 90,91% (95% CI, 84,07 – 94,9), Positive Predictive Value (PPV) 50% (95% CI, 29,93 – 70,07), Negative Predictive Value 100% (95% CI, 96,3 – 100), positive likelihood ratio 11 (95% CI, 9,04 – 13,38), negative likelihood ratio 0 (95% CI 0), dan nilai akurasi diagnostik 91.67% (95%CI, 85.34 – 95.41).
Kesimpulan: Uji kepekaan bakteri Gram negatif terhadap kolistin dapat dilakukan menggunakan CHROMagar Col-APSE, dengan interpretasi dengan hati-hati. Bila hasil uji kepekaan bakteri Gram negatif terhadap kolistin ditemukan resisten berdasarkan CHROMagar Col-APSE, maka hasil tersebut perlu dikonfirmasi lebih lanjut menggunakan metode BMD.

Introduction: The global increase in antibiotic resistance has made colistin a therapeutic option for infections caused by pandrug-resistant (PDR) bacteria. However, due to its nephrotoxic effects, the use of colistin must be administered carefully after susceptibility test results are obtained. The complex molecular structure of colistin renders susceptibility testing unsuitable using the disc diffusion method or automated systems. Therefore, alternative methods that are both practical and capable of delivering accurate and reliable results are required.
Methods: A total of 120 Gram-negative bacterial isolates, consisting of Acinetobacter baumannii, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, and Pseudomonas aeruginosa with a total of 30 isolates were tested for susceptibility to colistin. The susceptibility testing was conducted using CHROMagar Col-APSE, with the broth microdilution (BMD) method serving as the gold standard. The results were analyzed to determine sensitivity, specificity, positive predictive value, negative predictive value, positive likelihood ratio, negative likelihood ratio, and accuracy.
Results: A total of 20 colistin resistant isolates were identified out of 120 isolates tested on CHROMagar Col-APSE. Among these, only 10 isolates were confirmed as colistin-resistant by the broth microdilution (BMD) method. The analysis yielded a sensitivity of 100% (95% CI, 72.25–100), specificity of 90.91% (95% CI, 84.07–94.9), positive predictive value (PPV) of 50% (95% CI, 29.93–70.07), negative predictive value (NPV) of 100% (95% CI, 96.3–100), positive likelihood ratio of 11 (95% CI, 9.04–13.38), negative likelihood ratio of 0 (95% CI, 0), and diagnostic accuracy of 91.67% (95% CI, 85.34–95.41).
Conclusion: Colistin susceptibility testing for Gram-negative bacteria can be performed using CHROMagar Col-APSE, with careful interpretation. When colistin resistance is detected in Gram-negative bacteria based on CHROMagar Col-APSE results, these findings should be further confirmed using the broth microdilution (BMD) method.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library