Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yosef Sutarkun
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunarto
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djumadi
Abstrak :
Kenangan suatu bangsa yang mengandalkan kekuatan rakyat dan wilayahnya dalam menghadapi lawan yang unggul persenjataan teknologinya membuka tabir pemikiran bahwa segenap aspek kekuatan dapat dibina untuk membentuk keuletan dan ketangguhan, yang pada gilirannya merupakan kekuatan yang efektif guna mengatasi atau mementahkan efektivitas kekuatan lawan. Di sini juga dapat ditekankan, bahwa bukan kekuatan yang berlebiban yang mampu membawa kemenangan, namun bagaimana strategi menggunakan kekuatan secara tepat yang tepat yang menjadi problem pemecahannya.

Demikianlah, pengerahan kekuatan rakyat dalam upaya bela negara, sebagai wujud tekad, sikap dan tindakan warganegara yang teratur, menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara serta keyakinan akan ideologi negara dan kerelaan untuk berkorban guna meniadakan setiap ancaman, yang implementasinya berupa rangkaian kegiatan yang dilakukan oleb setiap warga negara sebagai penunaian hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pertahanan keamanan negara, keberhasilannya sangat ditentukan pertama, oleh kemampuan membangun keuletan dan ketangguhan, sehingga pada akhirnya memperoleh kemampuan dan peluang untuk mengatasi segenap hakikat ancaman, serta kedua, oleh kearifan pemilihan strategi yang tepat, yang memberi peluang memetik kemenangan.

Tesis ini merupakan usaha menerapkan konsepsi Ketahanan Nasional untuk membangun wawasan, pola pikir, pola sikap, dan pola tindak dalam penataan pemecahan problema di bidang pertahanan keamanan negara, dan yang menjurus ke hipotesis bahwa : ?ketangguhan dan keuletan ditentukan oleh pemilihan strategi yang tepat, didukung oleh kemampuan dan kemauan yang kuat, dan kemampuan suasi yang tinggi terhadap lingkungan, masing-masing pada aspek massa kritik demografi, geografi, ekanosi, dan militer?.

Ketangguhan yang mengandalkan kekuatan mesin perang, telah ditandingi oleh keuletan yang mengandalkan kekuatan rakyat [aspek demografi] dan wilayahnya [aspek geografi], yang mereka bina sehingga tidak mudah untuk ditaklukkan; dan mengandalkan kekuatan ekonomi [aspek ekonomi] untuk menaklukkan kekuatan lawan. Maka di samping pertahanan militer, berkembanglah bentuk-bentuk pertahanan teritorial, pertahanan sipil, pertahanan sosial, pertahanan ekonomi, pertahanan psikologi, dan lain-lain yang bercirikan upaya untuk menandingi dan mementahkan pertahanan militer dan pertahanan lain yang dikembangkan lawan.

Problema di bidang pertahanan keamanan negara pada dasarnya berkisar pada antar hubungan dua dasar rangkaian kesatoan sosial : makroskopis-mikroskopis dan subyektif-obyektif. Di tingkatan makro nampak bahwa upaya bela negara senantiasa dalam proses perubahan, yang dimotori dan didorong oleh pertentangan kepentingan. Kondisi ini, di samping mendorong upaya untuk meredakan dan mengakomodasi kepentingan, juga mendorong pembangunan kemampuan dan memperluas pertentangan. Di tingkatan mikro nampak bahwa tindakan manusia dalam upaya bela negara ini merupakan tindakan yang penuh arti, yaitu dari situasi internal yang memunculkan kesadaran diri sebagai subyek dan dari situasi eksternal dalam posisi sebagai obyek. Tindakan manusia dalam bela negara selama dikaitkan dengan tujuannya, tidak dilakukan secara langsung, tetapi didasarkan oleh makna hakikinya.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Munthe, Erwin N. Ginting
Abstrak :
Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang didasarkan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah merupakan penampilan awal perwujudan nyata aspirasi bangsa Indonesia secara formal. Kemerdekaan bangsa Indonesia yang telah diproklamirkan itu harus diisi melalui perjuangan-perjuangan nasional berikutnya guna mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional sebagaimana yang diinginkan dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945. Perjuangan pengisian kemerdekaan itu baru dilakukan secara terarah dan terkonsepsional setelah Orde Baru ingin kembali secara murni dan konsekwen kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Berlandaskan kepada ideologi negara, pandangan hidup bangsa dan dasar strategi nasional yaitu Pancasila dan dari tempaan pengalaman hidup yang dialami lewat seragkaian sejarah perjuangan bangsa Indonesia sendiri, agar dapat hidup layak sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat sejajar dengan bangsa - bangsa lain, maka bangsa Indonesia menentukan pandangan hidupnya sendiri sesuai falsafah yang dianut. Disamping itu dengan mensyukuri rakhmat dan karunia yang dilimpahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia-bumi, tanah air yang terletak di daerah katulistiwa dengan daerah tropisnya, yang berbentuk negara kepulauan dengan posisi silangnya yang bernilai strategis tinggi serta kekayaan alam yang melimpah ruah, maka bangsa Indonesia telah menetapkan cara pandang atau wawasan tentang dirinya sendiri dan lingkungannya. Cara pandang atau wawasan itu adalah apa yang dinamai dengan "Wawasan Nusantara". Wawasan Nusantara itu adalah pandangan geopolitik dan geostrategi bangsa Indonesia dalam mengartikan tanah air Indonesia dengan segala apa yang terdapat di atmosfir, di permukaan dan di dalam bumi/tanah serta di dalam laut/tanah laut sebagai satu kesatuan yang meliputi seluruh wilayah dengan segenap potensi kekuatan bangsa. Wawasan.husantara ini tidak lain merupakan penerapan dan pengejaan dari Pancasila serta prinsip-prinsip yang terkandung dalam pembukaan dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Oleh sebab itu wawasan nusantara diberi kedudukan sebagai doktrin nasional dalam upaya bangsa Indonesia untuk mencapai cita - cita nasionalnya. Wawasan Nusantara sebagai doktrin nasional yang digunakan sebagai landasan operasionalisasi seluruh kegiatan kehidupan nasional, memiliki penjabaran wajah sebagai berikut: a. Wawasan wilayah, melandasi kewilayahan nasional. b. Wawasan pembangunan nasional, melandasi dan berperan untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. c. Wawasan nasional, melandasi konsepsi ketahanan nasional. d. Wawasan pertahanan keamanan nasional, melandasi dan berperan untuk pelaksanaan pertahanan keamanan rakyat semesta. Penampilan penjabaran wajah yang demikian rupa itu maka wawasan nusantara akan memberikan peranannya dalam kehidupan nasional untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Juga menumbuhkan rasa tanggung-jawab atas pemanfaatan lingkungan, membangun dan menegakkan kekuatan guna melindungi kepentingan nasional. Serta merentang kendali antar hubungan internasional dalam rangka keikutsertaan bangsa Indonesia menegakkan ketertiban dan kebahagiaan umat manusia dunia.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yus Havid Wahyu Finansyah
Abstrak :
Dalam paradigma baru sistem pemerintahan daerah di Indonesia, DPRD mempunyai kedudukan sejajar dan menjadi mitra pemerintah daerah. DPRD telah berfungsi sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah yang merupakan wahana pemberdayaan untuk melaksanakan demokrasi Pancasila. DPRD melakukan agregasi dan artikulasi kepentingan rakyat yang diwakilinya, merupakan ukuran kualitas penyelenggaraan fungsi sebagai wakil rakyat. Berhasil tidaknya pemberdayaan DPRD sebagai lembaga tergantung dari berhasil tidaknya DPRD melaksanakan fungsinya. Sedangkan dalam pelaksanaan penegakan hukum, pemerintah belum memberi rasa keadilan dan kepastian hukum. Para penegak hukum (polisi, jaksa, hakim dan pengacara) di lapangan masih kurang professional. Karena itu, perlu adanya pembenahan aparat penegak hukum. Untuk mewujudkan demokrasi dan tertib hukum di tataran lokal dibutuhkan lembaga perwakilan rakyat daerah dan aparat penegak hukum lokal yang berdaya dan profesional agar berpengaruh terhadap terwujudnya ketahanan daerah sebagai bagian integral ketahanan nasional. Penelitian ini mengkaji pengaruh variabel pemberdayaan DPRD (X1) dengan variabel ketahanan daerah (Y), variabel pembenahan aparat penegak hukum (X2) terhadap variabel ketahanan daerah (Y) serta variabel pemberdayaan DPRD (Xl) dan variabel pembenahan aparat penegak hukum (X2) secara bersama-sama terhadap variabel ketahanan daerah (Y). Berdasarkan perhitungan statistik berkorelasi dan analisa jalur dapat dikatakan bahwa pengaruh pemberdayaan DPRD dan pembenahan aparat penegak hukum terhadap ketahanan daerah kota Surabaya sangat signifikan setelah diuji statistik inferensial sehingga dapat diambil kesimpulan: 1. Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara variabel pemberdayaan DPRD (X1) terhadap variabel ketahanan daerah (Y) dengan besar koefisien korelasi = 2,077. 2. Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara variabel pembenahan aparat penegak hukum (X2) terhadap variabel ketahanan daerah (Y) dengan besar koefisien korelasi = 4,213. 3. Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara variabel pemberdayaan DPRD (X1) dan variabel pembenahan aparat penegak hukum (X2) terhadap variabel ketahanan daerah (Y) dengan besar koefisien korelasi = 2,961. Dengan demikian dapat dikatakan sebagai akhir dari penelitian ini bahwa ketiga variabel tersebut diatas telah terbukti memiliki korelasi secara positif dan signifikan.
In new paradigm of local government system in Indonesia, local house of representatives or local legislative as an institution of people's representative in territory is a vehicle toward making empowerment to realize the democracy based on Pancasila. Local House of Representatives is independent institution and to stand on his own feet, not as a part of local government anymore. The local House of Representatives ability in doing an aggregation and an articulation of interest of the represented people is a measured quality of the operation of its function as a people representative. Local House of Representatives success or failure as an institution depends on the success of its members to realize the function. So, in performed to law enforcement, the government not to give justice feel and law certainty yet. The law enforcement officers (police, district attorney, judge and lawyer) in the field do not professional yet. Because that, to improvement the law enforcement officers it's very necessary. To achieve democracy and law order in local level to need House of Representatives people and officers law enforcement local of strongly or empowerment and professional in order to achieve region resilience as part by national resilience integral. In this research recite the influence of variable local House of Representatives empowerment (X1) with variable region reliance (Y), variable improvement the law enforcement officer (X2) with variable region reliance (Y) and variable local House of Representatives empowerment (X1) and variable improvement the law enforcement officer (X2) together with variable region reliance (Y). Based on the procedure of correlation statistic counting and the stripe analytic it is taken the conclusion as below: 1. The correlation coefficient of positive and significance between variable local house of representatives empowerment (X1) in front of variable region reliance (Y) with coefficient of correlation 2,077. 2. The correlation coefficient of positive and significance between variable improvement the law enforcement officer (X2) in front of variable region reliance (Y) with coefficient of correlation 4,213. 3. Both correlation coefficient of positive and significance between variable local house of representatives empowerment (X1) and improvement the law enforcement officer (X2) in front of variable region reliance (Y) with coefficient of correlation 2,961. So, let's say that as the end of this research those the three variable have been proved process a positive correlation and significantly.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14794
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suyono Hendarsin
Abstrak :
ABSTRAK
Sesudah Pulau Greenland, pulau Irian adalah merupakan pulau kedua terbesar di dunia. Ia berbentuk sebagai seekor naga, kepalanya menghadap ke arah Barat tepat di bawah garis Khatulistiwa. Badan serta ekornya terletak di sebelah Utara dari setengah bagian Timur benua Australia.

Tetapi ada pula yang menggambarkan pulau yang letaknya di ujung Timur Indonesia ini sebagai seekor burung raksasa.

Pada saat ini pulau Irian dipisahkan oleh garis perbatasan yaitu 141° Bujur Timur yang membagi pulau itu menjadi dua ialah :

a. Sebelah Timur, bermula adalah daerah perwalian Perserikatan Bangsa-Bangsa yang diserahkan administrasinya kepada Australia kemudian pada tahun 1975 menjadi sebuah negara merdeka dengan nama Papua New Guinea (PNG).

b. Sebelah Barat yang mula-mula bernama Irian Barat karena terletak di sebelah Barat, kemudian Irian Barat merupakan suatu propinsi sendiri dengan nama baru Irian Jaya.

Garis perbatasan 141º yang berlaku sekarang ini baru diadakan pada tanggal 16 Mei 1895 di Graven hage, negeri Belanda pada waktu pemerintah Belanda dan pemerintah Inggris merasa perlu menetapkan perbatasan antara wilayah kekuasaan masing-masing di pulau Irian. Propinsi Daerah Tingkat I Irian Jaya terletak antara 0°Garis Khatulistiwa-9° Lintang Selatan, 130° Bujur Timur -141° Bujur Timur dengan jarak terjauh dari Barat ke Timur sekitar 1.221 km dan jarak terjauh dari Utara ke Selatan sekitar 999 km merupakan propinsi yang termuda setelah Propinsi Tingkat I Timor Timur. Tanggal 1 Mei 1986 genap sudah usia Propinsi Irian Jaya 23 tahun sejak kembalinya ke pangkuan Ibu Pertiwi.

Walaupun telah berusia 23 tahun keadaan Propinsi Irian Jaya pada umumnya masih jauh ketinggalan dibandingkan dengan Propinsi Daerah Tingkat I lainnya di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kondisi ini disebabkan pemerintah jajahan Hindia Belanda dahulu tidak pernah menaruh perhatian terhadap pulau Irian ini, seperti diungkapkan oleh R.C. Bone dalam bukunya "The Dynamics of the Western New Guinea (Irian Barat) Problem" yang dikutip oleh Ross Garnaut-Chris Manning, menyebutkan :

"Irian jajahan Belanda sebagai anak tiriHindia Belanda, daerah terlupa yang hanya berguna sebagai benteng terhadap gangguan asing, suatu tempat tamasya untuk hukuman tugas bagi pegawai- pegawai sipil yang melanggar disiplin dan sebagai tempat pengasingan untuk pejuang-pejuang kemerdekaan".

Di samping faktor tidak diperhatikannya Pulau Irian oleh penjajah Hindia Belanda dahulu faktor-faktor lainnya adalah:

a. Faktor geografis yang sangat luas (diperkirakan sekitar 410.660 km2 atau 3,5 x pulau Jawa) dengan topografinya yang sangat bervariasi.

b. Faktor penduduk yang sangat langka dibandingkan luasnya dengan jumlah hanya sekitar 1,2 juta jiwa hidupnya terpencar-pencar dengan isolasi alam yang masih sulit dijangkau dengan komunikasi dan transportasi.
1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosmaria Syafariah Widjayanti
Abstrak :
Kyai dan sistem pendidikan pesantren berpengaruh dalam menentukan pandangan hidup seorang santri. Pengaruh kyai yang dominan tergantung pada ajaran kyai, kewibawaan kyai, moralitas kyai, ilmu sang kyai, relasi kyai dengan masyarakat sekitar. Sedangkan sistem pendidikan merupakan variabel yang berpengaruh, jika sistem itu tepat digunakan. Dalam sistem pendidikan yang mempengaruhi pendangan hidup santri tergantung pada kurikulum yang diberikan, metode pengajaran, hubungan antara kyai dan santri, dukungan peralatan dalam proses belajar dan mengajar. Dalam Pondok Pesantren Islam Al Mukmin Ngruki Surakarta, tidak ditemukan sosok kyai seperti yang dideskripsikan dalam pesantren pada umumnya. Namun sosok kyai dapat ditemukan dari fungsi ustad di pesantren ini. Ustad adalah guru yang mengajarkan ilmu di sekolah-sekolah formal dan non formal di pesantren ini. Tidak semua ustad membaur atau hidup bermukim dalam pesantren. Ustad senior hidup di rumah sendiri bersama kelurga yang jaraknya reatif jauh dari pesantren. Sementara Ustad junior hidup dan bermukim bersama para santri. Dalam kehidupan bersama ini terjadi transfer ilmu dan keyakinan dan pola periaku dari ustad junior kepada para santri.Dalam pesantren Ngruki ini tidak terdapat pola kepemimpian yang sentralistik Pengambilan keputusan dilakukan lewat musyawarah dalam suatu rapat yang dilaksanakan oleh Dewan Direktur. Hal ini wajar karena sistem kepemimpinan pesantren Ngruki tidak dikenal seorang kyai atau ustad senior, tetapi berada di tangan Dewan Direktur. Pondok Pesantren Ngruki ini tergolong pesantren modern, yang tampak dari sistem pendidikan yang digunakan. Dalam sistem pendidikan ini mengunakan sistem klasikal, yang terdiri dari tingkatan atau jenjang pendidikan. Bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan bahasa Arab. Di samping pendidikan formal yang berlangsung dalam kelas, juga terdapat pendidikan non formal seperti pramuka, pencinta alam, silat dan sebagainya. Berkaitan dengan ketahanan dan keamanan nasional, pesantren ini dapat mendukung ketahanan nasional mengingat sumber daya yang dimiliki. Dengan jumlah santri yang mencapai 2000 orang, maka alumni setiap tahunnya menyebar di masyarakat. Sumber daya alumni yang berkualitas yang dimiliki pesantren sangat membantu dalam pembangunan. Namun hal ini juga tergatung pada persepsi yang dibangun para alumninya pada waktu menjadi santri di pondok tersebut. Persepsi yang negatif seperti tidak mau menghormati bendera, akan berpengaruh dalam ketahanan nasional.
Study on two variables such personality of Kyai and educational system of pesantren has an effect on determining a variable of perception of life for a santri. Meanwhile the dominant Kyai influence depends on his teaching, authority, morality, knowledge, and relationship with his society around. On the other hand, the education system represent a variable having an effect on, if the system is precisely proceed. In the system influencing perception of life of a santri depends on a given curriculum, instruction method, relation between santri and kyai, and tools for supporting the course of learning and teaching. The study shows that in the Pesantren Islam Al Mukmin. Ngruki in Surakarta case, there is no such of figure of which is described as common sense in pesantren life. However, the figure could be found from ustad function in this pesantren. The ustad is a teacher, which is teaching knowledge in formal schools and non-formal in this pesantren. Furthermore, all ustad do not all mixed or life live in pesantren. Meanwhile, senior ustad prefers to live at home with his family, which is relatively far from pesantren, whereas junior ustad prefer to live together with santri. In this coexistence happened the transfer of beliefs and knowledge and behavioral patterns from junior ustad. There is no centralistic leadership pattern, thus the decision-making depends on discussion in Board Of Directors of Pesantren. It can be understandable since the leadership system and style of the Ngruki pesantren do not in recognizing a senior ustad or kyai, but residing in Board Of Directors hand. The Pesantren Ngruki pertained modem pesantren, visible from education system, which is used. In the education system that classical system used, consist of education ladder or level. The medium of instruction is Indonesian, Arabic and English. There is also education of non formal such boy scout, natural adventure, martial art and etc, beside formal education which is taking place in class. In conjunction with national security and resilience, the pesantren could support national resilience in term of possession of the resource. With amount of santri to 2000, hence its alumni in every year disseminate in society. The qualified alumnus is a valuable resource for development. However, it also depends on their perception of its alumni when becoming santri in the pesantren. A negative perception such as saluting respect national flag will have an effect on in national resilience.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15259
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puji Hartono
Abstrak :
Perkembangan suatu masyarakat atau negara mempunyai hubungan yang erat dengan pertumbuhan golongan terpelajar atau cendekiawan di dalam masyarakat tersebut. Negara yang pada waktu ini mempunyai keunggulan dalam bidang tehnik tenaga nuklir, elektronika atau kedokteran, berarti negara itu telah memiliki tenaga ahli yang cukup tangguh sesuai dengan disiplin ilmu yang mendukung kegiatan tersebut. Meskipun suatu negara dapat memperoleh bantuan tenaga ahli dari luar negeri, tetapi ia tidak dapat bersandar sepenuhnya terhadap tenaga ahli asing ditinjau dari kepentingan Ketahanan Nasional suatu bangsa. Ketergantungan terhadap tenaga ahli asing sangat merugikan negara-negara yang sedang berkembang di dalam menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian itu. Tidak ada sahabat yang kekal dan tidak ada pula musuh yang abadi di dalam hubungan internasional. Yang selalu ada dan diperjuangkan ialah kepentingan nasional (national interest) dari masing-masing bangsa. Berbagai kepentingan nasional di dalam hubungan internasional kadangkadang sejalan, tetapi kadang-kadang dapat pula berbeda, sehingga dapat mencapai bentuk konflik yang tajam. Banyak aspek golongan terpelajar di dalam suatu masyarakat. Edward Shils yang pertama melukiskan dimensi-dimensi cendekiawan di dalam suatu bangsa yang sedang berkembang. Dengan mempergunakan perspektif sosiologis ditampilkan gambaran secara umum (profil) seorang cendekiawan sebagai seorang pembaharu, perumus sasaran-sasaran baru dan sebagai penjabar sikap tidak setuju. Mereka sering tampil sebagai seorang yang disiksa oleh rasa alienasinya. Sedangkan Soedjatmoko melukiskan profil cendekiawan di negara yang sedang berkembang dengan memperhatikan sejauh mana mereka dibatasi oleh dilema yang dihadapinya, meneliti dari dalam konflik-konflik internnya. Dilema yang menimbulkan konflik intern yang utama adalah hubungan para cendekiawan dengan kekuasaan. Mereka menyadari bahwa kekuasaan yang berada di tangannya merupakan syarat mutlak agar pandangan-pandangannya dapat menjadi kenyataan. Tetapi apabila mereka terlibat dalam suatu tanggung jawab politik dan pemerintahan secara langsung akhirnya mereka mengabdikan diri pada kekuasaan, di mana mereka tidak lagi babas menyatakan pendapatnya sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka kuasai, karena posisinya di dalam birokrasi.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bondan Widiawan
Abstrak :
Kemajuan Teknologi Informatika khususnya internet membawa perubahan yang sangat cepat dan dapat memberikan manfaat positif, namun intemet juga memiliki' banyak kelemahan yang dapat dimanfaatkan secara negatif oleh sebagian penggunannya. Di Indonesia pengguna Internet masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara seperti Singapura, Cina, Korea Selatan, Jepang, India, Australia, serta beberapa negara lainnya. Hal ini dapat diakibatkan antara lain karena faktor budaya, daya beli masyarakat Indonesia yang masih rendah, kurangnya dukungan pemerintah, dll. Namun yang mengherankan meskipun jumlah pengguna internet di Indonesia tergolong kecil, tetapi angka kejahatan Internet di Indonesia sangat tinggi, Hal ini terlihat dari banyaknya hasil survey yang dilakukan menjelaskan posisi Indonesia yang dinilai memiliki kontribusi terhadap cyber crime yang cukup besar. Realitas tersebut membangun gambaran negatif yang mewakili entitas dan identitas bangsa Indonesia di lingkup peraauran global, dan bila dilihat dari konsep Ketahanan Nasional hal tersebut merupakan cerminan dari lemahnya kemampuan mengatasi ancaman, gangguan, Hambatan dan tantangan baik dari dalam maupun luar serta dapat membahayakan integritas, identitas, serta kelangsungan hidup bangsa dan negara, dengan and lain cyber crime memiliki implikasi negatif dan merugikan Ketahanan Nasional Indonesia. Oleh karena itu dibutuhkan upaya untuk memperkecil penyalahgunaan internet di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, data diperoleh melalui pengamatan dengan melakukan interaksi langsung dengan obyek yaitu internet, juga menggunakan pendekatan kuantitaif yang diperoleh dari hasil questioner dari beberapa pakar dibidangnya yang berkorelasi dengan teknologi internet, kemudian dilakukan pengujian dengan menggunakan alat bantu AHP (Analytical Hierarchy Process) untuk menentukan altematif berupa saran yang sebaiknya digunakan untuk menekan dampak negatif dari penyalahgunaan internet agar dapat menunjang Ketahanan Nasional Indonesia, maka diperoleh beberapa altematif cara yang dapat dilakukan untuk memperkecil penyalahgunaan internet di Indonesia, diantaranya sebagai berikut ; alternatif pertama adalah membuat regulas/ peraturan atau undang-undang yang mengatur kejahatan internet secara khusus. Hal ini sangat beralasan mengingat sampai saat ini di Indonesia masih belum mempunyai hokum yang mengatur kejahatan internet secara khusus. Alternatif kedua adalah memberikan kewenangan kepada institusi intelegen baik dari POLRI, BAIS, BIN, kejaksaan dan aparat lain yang terkait, serta bekerja sama dengan IPS (Internet Service Provider) atau Penyedia Jasa Layanan Internet untuk melakukan pemantauan dan penyelidikan dalam rangka mengantisipasi kemungkinan disalahgunakannya internet. Alternatif ketiga adalah melakukan blocking situs yang terindikasi dapat disalahgunakan untuk melakukan tindak kejahatan cyber. Progress of Technology Informatics specially Internet bring very change quickly and can give positive benefit, but internet also have many weakness to be exploited negatively by some people. In Indonesia internet consumer still pertained to lower in comparison with state like Singapore, Chinese, South Korea, Japan, India, Australia, and also some other state. This matter can be resulted because of cultural factor, lower purchasing power some Indonesian, lack of governmental support, etc. Surprisingly the Internet consumer in Indonesia pertained-is small; but the number of internet crime in Indonesia is very high, This seen from the result of survey which is explained assessed Indonesia position have contribution to cyber crime is big enough. The reality build negative picture which deputize Indonesian nation identity and entity in global scope, and if seen from National Resilience concept represent reflection from weakening of ability overcome threat, trouble, And challenge resistance either from in and also outside and can endanger integrity, identity, the continuity of nation life and state, with other meaning cyber crime have negative implication and harm Indonesia National Resilience. IS required effort to minimize the crimes of internet in Indonesia. This research use qualitative approach, data obtained from perception by direct interaction with object that is internet, also use quantitative approach to obtain questioner result from some expert which have correlation with internet technology, then by using appliance assist AHP (Analytical Hierarchy Process) to determine alternative suggestion which are better be used to depress negative impact from abuse of internet can support Indonesian National Resilience, hence obtained some alternative way to minimize the internet crime in Indonesia, among others as follows ; first alternative is to make regulation or law to arrange the internet crime specifically this is very occasion because till now Indonesia have no owned law to arrange the Internet crime. Second alternative by giving right to Intelligence institution either from POLICE, BAIS, BIN, Public attorney And related other government officer, and also cooperate with ISP (Internet Service Provider) to make investigation and monitoring in order to anticipating possibility misusing of internet. Third alternative is blocking site which is indicating can be misused to act the cyber crime.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11887
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Martin
Abstrak :
Nahdlatul Ulama sebagai organisasi keagamaan tradisional di Indonesia dalam catatan sejarah selalu menampakkan performance yang tidak konstan, namun selalu bcrdasar pada kaidah keagamaan (fighiyah). Periode pertama NU yang dibidani para ulama-pesantren lebih sebagai gerakan keagamaan Islam ala ahlussunah wal Jamaah (seperti penetapan dari Islam 1936, Resolusi Jihad, waliyyul amri ad-dlaruri bissyaukah pada Soekarno). Periode kedua NU mengalami diversifkasi gerakan yang didominasi para santri-politisi dengan melakukan gerakan politik praktis (structural oriented) dengan berubah sebagai partai politik. Seperti ditunjukkan dalam perjuangan Piagam Jakarta dan di Konstituante, sampai kemudian harmonisasi pada kasus dcmokrasi terpimpin, Nasakom dan Pancasila. Di periode ketiga ditandai dengan khittah sebagai rumusan harmonisasi nilai-nilai ajaran Islam dalam konteks kebangsaan dan ke-Indonesiaan. Dan pasca khittah, terjadi depolitisasi formal yang telah membawa NU ke arah gerakan politik cultural (cultural oriented), yang diperankan oleh genre pembaharu yang di back-up oleh para ulama kharismatik, Implementasi khittah yang cenderung dimaknai "tafsir bebas", saat itu terderivasikan pada gerakan politik cultural, yang ternyata di kemudian hari menimbulkan problem konflik internal berujung pada polarisasi aspirasi politik NU dalam partai politik (PPP, Golkar dan PM). Saat itu NU mengalami marginalisasi, namun ternyata blessing in disguise dalam gerakan kultural NU untuk lebih concern pada internal organisasi, dakwah, keagamaan dan pendidikan. Di era reformasi yang disebut sebagai periode keempat, NU melakukan itihad politik dengan menampilkan kedua gerakan secara komplementer baik cultural oleh NU maupun struktural dengan pembentukan PKB, meskipun muncul tiga partai lain PKU, PNU, Partai SUNI sebagai counter hegemony dan tafsir bebas khittah atas Islam ahlussunah wal jamaah yang dilakukan elit NU saat itu. Pergeseran politik NU tersebut sebagai wujud reorientasi dan keputusan politik terhadap interaksi dan kepentingan-kepentingan yang dikompromikan (David E. Apter: 1992.232) sesuai yang dipahami dan dilakukan oleh para aktor yang mendominasinya (weberian theory). Sifat gerakan politik NU selama perjalanan sejarah seperti kasus Islam dan negara, Pancasila, demokrasi dan pluralisme tidak sendirinya hadir dalam konteks pragmatis an sick Akan tetapi melalui rumusan fiqhiyah seperti tasamuh (toleran), tawasuth (tengah), tawazun (seimbang) dan i'tidal (lurus), serta mekanisme organisasi yang baku seperti Muktamar, Konbes, Munas dan sebagainya. Hingga gerakan NU dan Poros Tengah yang mengantarkan Abdurrahman Wahid ke kursi presiden meski tidak sampai akhir periode, ternyata membawa ekses yang besar pada gerakan NU. Desakan mundur Abdurrahman Wahid ditanggapi warga NU dengan sikap radikal, keras, anti-demokrasi yang justru kontra produktif dan cenderung konflik horizontal. Maka pada konteks stabilitas politik dan ketahanan nasional legitimasi pada Abdurrahman Wahid dikemukakan, berdasar fihiyah mendukung presiden yang sah dan harus memerangi musuh yang makar (bughoot). Walaupun tidak menjadi kenyataan, namun hal itu merupakan wujud sifat, gerak dan wacana unik, ironis serta ambigu terhadap nilai-nilai yang di pegang NU selama ini seperti sifat gerakannya yang tasamuh, tawasuth, tawazun dan i'tidal. Pada nilai-nilai gerakan itu sifat NU lebih mengutamakan harmoni dengan kelompok dan kekuatan lainnya. Maka dalam konteks stabilitas politik, gerakan politik NU mempunyai signifikansi terhadap ketahanan politik yang mendukung ketahanan nasional. Karena sebenarnya NU adalah sebagai bagian kekuatan kebangsaan pula. NU as an Indonesia organization of traditional religious, in the historical record always appear the inconsistent performance, it always take the rule of religious as a principle (fighiyah). In the first period NU that be initiated by Moslem religious leader almost function as Islamic movement with take ahlussunah wal jama'ah as mind stream (with reference to dar Islam 1936, resolusi jihad, waliyyul amri ad-dlaruri bissyaukah to Soekarno). Second period, NU has experience for Moslem politician dominated movement diversification with carry out political practice and change into politic party. In the same manner as indicated in Jakarta Charter (Piagam Jakarta) building and strunggie in the constituent assembly (konstituante), and then the harmonization for political practice through mechanism of democracy be led by president (demokrasi terpimpin) till declare of Nasakom and Pancasila. Third period was signed with commitment to harmonize the value of Islamic tenet in conceptuality of nationality and the Indonesian minded, it's named by khittah. And after that there is happen formal depolitization have carried out NU become a cultural political movement that was initialed by reformer genre and was supported by moslem charismatic leader. Implementation of khittah was incline to interpreting with independent interpretation when it derivate at cultural politic movement. It could be cause of problem on internal conflict until happen the NU polarization of politic aspiration in the politic party (PPP, Golkar and PDI). NU was marginalized organization, nevertheless actually blessing undisguised onto NU cultural movement for all internal organization, missionary endeavor, religious and education. In the reformation era, or could be called by fourth period, NU have been doing the political interpretation and judgment (Ohad politic) through actuality the both of movement complementally. It's mean cultural movement through NU and structural movement through PKB, even though spring up three others party are PKU, PNU and SUNI party with their motive to counter the hegemony of PKB and as effort to interpreting with independent interpretation on ahlussunah wal jama'ah was committed by NU, leader at the time. The shifting of NU politic as manifestation of political reorientation and political decision on interaction and interest compromised (David E.Apter; 1992:232) similar with be understood and be committed by actor who dominated (weberian theory). During its histories, for some example in the cases of Islam and State, Pancasila, Democracy and Pluralism, character of NU political movement is not formed automatically (an sick) in the pragmatic context. But it formed through accordance of fiqhiyah among other things are tasumuh (tolerant), tawasuth (m idle). tawazun (balance) and i'tidal (straight) and also standard mechanism of organization for example Muktamar (congress), Konbes (large conference), Munas (national deliberative council), etc. And until NU movement and central axis (poros rengah) promote Abdurrahman Wahid to be president, even though his predicate was not finished up to final period, it turned out caused impact at NU movement. Pressure to bring Abdurrahman Wahid back away was responded by NU civic with radical attitude, violence and anti democracy that just become contra productive into democracy and stimulates the horizontal conflict. Because of that on the context of political stability and national resilience, so legitimation for Abdurrahman Wahid.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11382
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>