Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Hilmi Adli Salamuddin
"Divestasi merupakan penjualan saham kepada pemerintah Indonesia, dengan tujuan menjadikan pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas dalam suatu perusahaan. Regulasi divestasi diatur dalam kontrak karya, Setelah kontrak karya berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan sehingga menempatkan pemerintah sebagai pemberi izin bukan sebagai pihak dalam kontrak, untuk ketentuan divestasi diresmikan melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Undang-Undang ini mewajibkan perusahaan tambang asing yang beroperasi lebih dari lima tahun untuk melaksanakan divestasi secara berkala. Divestasi ditekankan pada peran aktif perusahaan tambang asing dalam mematuhi regulasi. PT Vale Indonesia menjadi contoh yang memenuhi ketentuan kontrak karya dengan Pemerintah Indonesia, telah melakukan divestasi sebesar 20% (dua puluh persen) yang dijual ke Bursa Efek Indonesia. Proses divestasi yang dilakukan seharusnya mengikuti aturan yang berlaku yang dimana penjualan saham dapat menggunakan metode discounted cash flow atau perbandingan data pasar, proses divestasi ini diawasi dengan ketat oleh Kementrian ESDM. Untuk memenuhi kebijakan divestasi dari PT Vale Indonesia, Pemerintah sudah memiliki sanksi administratif jika PT Vale Indonesia gagal dalam memenuhi kewajibannya dalam divestasi yang dimana dalam hal ini juga menyangkup harga yang ditetapkan berdasarkan rumusan yang diatur dalam Keputusan Menteri ESDM No. 84K/32/MEM/2020 untuk menentukan harga divestasi saham kepada Pemerintah Indonesia dan sesuai dengan prinsip fair market value.

Divestment is the sale of shares to the Indonesian government, with the aim of making the government the majority shareholder in a company. The regulation of divestment is regulated in the contract of work, after the contract of work changed to a Mining Business License, thus placing the government as a licensor rather than a party to the contract, for the provision of divestment was formalized through Law Number 4 of 2009 concerning Mineral and Coal Mining. This law requires foreign mining companies operating for more than five years to divest periodically. Divestment emphasizes the active role of foreign mining companies in complying with regulations. PT Vale Indonesia is an example that fulfills the provisions of the contract of work with the Government of Indonesia, has divested 20% (twenty percent) which was sold to the Indonesia Stock Exchange. The divestment process should follow the prevailing regulations where the sale of shares can use the discounted cash flow method or market data comparison, the divestment process is closely monitored by the Ministry of Energy and Mineral Resources. To fulfill the divestment policy of PT Vale Indonesia, the Government already has administrative sanctions if PT Vale Indonesia fails to fulfill its divestment obligations, which in this case also includes the price set based on the formula stipulated in the Minister of Energy and Mineral Resources Decree No. 84K/32/MEM/2020 to determine the price of divestment of shares to the Government of Indonesia and in accordance with the principle of fair market value."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Foni Vebrilioni
"Tesis ini membahas mengenai penerbitan izin usaha pertambangan batubara melalui lelang berdasarkan Undang-Undang No.4 Tahun 2009 yang bertujuan untuk menekan jual beli izin usaha pertambangan yang sering dilakukan oleh pemilik IUP Batubara. Penelitian ini adalah metode kepustakaan yang bersifat penelitian yuridis normatif yang juga didukung dengan pendekatan kasus. Hasil penelitian ini adalah untuk mengetahui penerbitan izin usaha pertambangan batubara melalui lelang yang diatur dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 dan juga melihat sejauh mana hukum dapat dipatuhi oleh pemegang izin usaha pertambangan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa dibandingkan dengan undang-undang sebelumnya yaitu Undang-Undang No.11 Tahun 1967, maka Undang-Undang No.4 tahun 2009 lebih baik dalam menekan adanya jual beli IUP. Namun dalam penelitian ini ditemukan juga adanya kelemahan dari sistem lelang yang menyebabkan pelaku usaha masih melakukan jual beli izin usaha pertambangan.

This thesis discusses the issuance of coal mining license by auction under The Act No. 4 of 2009 which aims to suppress the sale of the mining license which is often done by the owner of the coal mining business license (IUP). This study is a method of research literature that is normative juridical approach and also supported by the case. The results of this study was to determine the issuance of coal mining business licenses through the auction as regulated in The Act No. 4 of 2009 and also to see how far the law can be obeyed by the holder of the mining license. Based on the result of the study found, compared with the previous legislation the Act No. 11 of 1967, the Act No. 4 of 2009 is better in suppressing the sale of IUP. But in this study also found a weakness of the auction system that caused trading of mining business license still exist.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31870
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Hayati Wisnu Wardani
"Undang-Undang Dasar 1945, mengatur Hak Menguasai Negara atas sumber daya alam mineral dan batubara, di mana kewenangan Pemerintah untuk mengatur diwujudkan dengan aturan tentang pengalihan IUP. Pasal 93 Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mengatur bahwa pemegang IUP tidak boleh memindahkan IUP-nya kepada pihak lain; pengalihan kepemilikan dan/atau saham harus diberitahukan kepada pemberi izin. Berbeda dengan undang-undang, Pasal 7A dan Pasal 7B Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, justru mengisyaratkan bahwa IUP boleh dialihkan, dengan mengatur pihak lain. Yang menjadi pertanyaan yuridis adalah: bagaimana pengaturan pengalihan IUP dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dan peraturan pelaksananya dalam perspektif Hak Menguasai Negara berdasarkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945; mengapa dalam Pasal 93 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 IUP tidak boleh dipindahkan; dan mengapa dalam Pasal 7A dan Pasal 7B Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 IUP boleh dipindahkan? Penelitian akan dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian Yuridis Normatif. Jadi data yang dikumpulkan adalah data sekunder (terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier).
Kesimpulan, dalam perspektif Hak Menguasai Negara, di mana Pemerintah melakukan sendiri atau campur tangan melalui kepemilikan saham pada BUMN/BUMD, idealnya IUP tidak boleh dialihkan. Dalam konsep tersebut yang dapat dialihkan adalah perjanjian kerjasama BUMN/BUMD dengan pihak lain dengan persetujuan Pemerintah. Rumusan Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 bahwa IUP tidak boleh dialihkan sudah tepat, untuk mempertahankan Hak Menguasai Negara. Namun rumusan ayat (2) dan ayat (3)-nya bertentangan dengan Hak Menguasai Negara. Rumusan Pasal 7A dan Pasal 7B Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012, selain bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, juga bertentangan dengan Hak Menguasai Negara. Aturan tentang pengalihan IUP dibutuhkan, karena Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 mengatur bahwa pemegang IUP hanya dapat diberikan satu IUP dan apabila mereka memiliki lebih dari satu IUP, berarti IUP yang lain harus dialihkan.

Constitution of Republic of Indonesia Year 1945, regulates State's Authority Rights in natural resources, especially mineral and coal, where Government's Authority to regulate, is realized with regulate about transfer of IUP. Article 93 of Law No. 4 of 2009 Concerning Mineral and Coal, regulates that IUP holders should not be transferred their IUP to other parties; transfer of ownership and/or shares must be notified to the licensor. There is differentiation between Law No. 4 of 2009 and Government Regulation No. 24 of 2012 on Revision of Government Regulation No. 23 of 2010 on Implementation of Mineral and Coal Mining, especially Article 7A and Article 7B. Those articles regulate that IUP should be transferred to other parties and there are further explanation for definition of other parties. The questions are: how to regulate transfer of IUP in Law No. 4 of 2009 and its implementation regulations in the State's Authority Rights perspective based on Article 33 paragraph (3) Constitution of Republic of Indonesia Year 1945, why Article 93 of Law Number 4 on 2009 regulates that IUP should not be transferred, and why Article 7A and Article 7B Government Regulation No. 24 of 2012 regulates that IUP should be transferred? Research will be done by using the research methodology of normative juridical. So the data collected is mainly secondary data (consisting of primary legal materials, secondary and tertiary).
The conclusions, in the State’s Authority Rights perspective, where the government do mining activities by themselves or intervene through shares ownership in state's-owned companies/regional's-owned company, ideally IUP should not be transferred. In this concept, that should be transferred is cooperation agreement between state'sowned companies/regional’s-owned company and other parties, with terms of Government approval. Article 93 paragraph (1) Law No. 4 of 2009, which regulates IUP should not be transferred, is already correct, to maintain of State's Authority Rights. However, paragraph (2) and paragraph (3) are contradicted to State's Authority Rights. Article 7A and Article 7B Government Regulation No. 24 of 2012, which regulate IUP should be transferred to other parties, besides they are contradicted to Law No. 4 of 2009, but also are contradicted to State's Authority Rights. Regulation about transferred IUP has to be regulated, because content of Government Regulation No. 23 of 2010 indirectly regulates that IUP holders shall have one IUP and if they have more than one, the others should be transferred.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39351
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhtar Yogasara
"Tesis ini membahas mengenai perlindungan hukum PT MMP atas Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi yang sudah didapatkan melalui SK Menteri ESDM No. 3109 Tahun 2014 yang kemudian dibatalkan oleh Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta No. 211/G/2014/P.TUN.JKT tanggal 14 Juli 2014, jo. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 271/B/2015/PT.TUN.JKT tanggal 14 Desember 2015, Jo. Putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 255 K/TUN/2016 tanggal 11 Agustus 2016. Pembatalan tersebut disebabkan oleh tidak dipenuhi-nya Izin Pemanfaatan Pulau Kecil dari Kementerian Kelautan dan Perikanan oleh PT MMP dan juga terdapat kesalahan dari instansi yang berwenang yakni Kementerian ESDM dan Kementerian kelautan dan Perikanan yang tidak dapat memberikan Izin Pemanfaatan Pulau Kecil kepada PT MMP. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang menggunakan pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: Pertama, pemberian Izin Usaha Pertambangan PT MMP sejati-nya telah sesuai dengan Pasal 65 UU No. 4 Tahun 2009. Kedua, Putusan Pengadilan sebagaimana tertuang dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta No. 211/G/2014/P.TUN.JKT tanggal 14 Juli 2014, jo. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 271/B/2015/PT.TUN.JKT tanggal 14 Desember 2015, Jo. Putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 255 K/TUN/2016 tanggal 11 Agustus 2016 yang mencabut Izin Usaha Pertambangan PT MMP telah sesuai dalam menerapkan hukum, akan tetapi Kementerian ESDM dan Kementerian Kelautan dan Perikanan seharusnya bertanggung jawab atas pembatalan tersebut. Ketiga, Perlindungan terhadap PT MMP selaku pelaku usaha yang Izin Usaha Pertambangan-nya dicabut adalah perlindungan secara hukum pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 165 UU No. 4 Tahun 2009.

The focus of this thesis regarding the protection of PT MMP over its Mining Business Licenses which get through from Ministry of Energy and Mineral Resources Decree No. 3109 of 2014 but then got annulled by the Administrative Court Jakarta Verdict No. 211/G/2014/P.TUN.JKT dated July 14, 2014, jo. High Administrative Court Jakarta Verdict No. 271/B/2015/PT.TUN.JKT dated December 14, 2015, Jo. Cassation Verdict by the Supreme Court No. 255 K/TUN/2016 dated August 11, 2016. The annulment is caused by the Permission of Isle Utilization from Ministry of Marine Affairs and Fisheries is not fulfilled by PT MMP and also there is a mistake from the authorized institution such as Ministry of Energy and Mineral Resources and Ministry of Marine Affairs and Fisheries which cannot provide the Permission of Isle Utilization to PT MMP. This research is a legal research adopting normative juridical approach. The result of the research showed that: First, Mining Business Licenses of PT MMP is in accordance with the Article 65 to Law No. 4 of 2009. Second, the Verdict of The Court that has annulled the Mining Business Licenses of PT MMP is appropriate regarding to its implementation of law, but Ministry of Energy and Mineral Resources and Ministry of Marine Affairs and Fisheries should be responsible for the annulment. Third, the legal protection of PT MMP regarding to the revocation of its Mining Business Licenses is only criminal protection which has been regulated in Article 165 to Law No. 4 of 2009."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54312
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Askin Harta Mulya
"Tesis ini membahas tentang penetapan status clear and clean pada izin usaha pertambangan (IUP) oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara dengan melakukan analisa dengan mempertimbangkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU 4/2009) dan peraturan lainnya yang terkait dengan analisa tersebut. Tesis ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang. Hasil penulisan ini memberikan kesimpulan bahwa penetapan status clear and clean pada IUP telah sesuai dengan UU 4/2009 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam ketentuan tersebut, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara selaku wakil Pemerintah diberikan kewenangan untuk melakukan pengawasan kepada Pemerintah Daerah yang dijalankan melalui penetapan status clear and clean tersebut. Berbeda halnya dengan penerbitan sertifikat clear and clean dan menjadikan sertifikat clear and clean menjadi salah satu persyaratan tambahan dalam melaksanakan kegiatan pertambangan. Hal ini telah menciptakan akibat hukum baru yang mana tidak tercantum dalam UU 4/2009 dan bertentangan dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 8 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan sebagai akibat daripada itu persyaratan sertifikat clear and clean dalam kegiatan pertambangan menjadi batal demi hukum. Kedua penetapan status clear and clean oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara c.q. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah memperhatikan pada asas penyelenggaraan kepentingan umum, namun dalam penerbitan sertifikat clear and clean dan menjadikan persyaratan tambahan dalam kegiatan pertambangan, hal ini telah bertentangan dengan asas kepastian hukum dan asas kewenangan. Tesis ini menyarankan agar pembuat undang-undang menerbitkan peraturan yang memberikan payung hukum kepada penerbitan sertifikat clear and clean yang merupakan bagian dari penetapan status clear and clean pada izin usaha pertambangan dan selanjutnya Penulis menyarankan agar Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara sebagai pemegang kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang melakukan pemeriksaan secara menyeluruh yang meliputi pemeriksaan administratif, teknis pertambangan di lapangan, faktor lingkungan dan finansial, yang mana kegiatan ini merupakan yang dipersyaratkan dalam undang-undang.

This thesis elucidates the stipulation of the clear and clean status of the mining business license (IUP) by the Directorate General of Mineral and Coal with the consideration to the provisions of the Law No. 4 Year 2009 (Law 4/2009) concerning Mineral and Coal Mining and other regulations that are related to such law. This thesis employs normative legal as its research method, using bylaw as the approach of the analysis. This thesis concluded that the clear and clean status on the IUP has a line with the Law 4/2009 jo. Government Regulation No. 55 Year 2010 concerning the Control and Supervision of the Mineral and Coal Mining Management. In such regulation, the Directorate General of Mineral and Coal as the government representative has been granted an authorization to conduct supervision toward the Local Governement that is conducted in the way of stipulation of the clear and clean status. In contrast with the issuance of the clear and clean certificate which effecting the clear and clean certificate as one of the additional requirement to perform the mining activities. This has created new norm that is not stipulated in the Law 4/2009 and violated Article 8 paragraph 2 of the Law No. 12 concerning the Establishment of Regulations and as the concequense of the regulation, the requirement of the clear and clean certificate in the mining activities turn out to be annulled. Secondly the stipulation of the clear and clean status by the Directorate General of Mineral and Coal has included the principle of governance to the public interest, however the issuance of the clear and clean certificate and causing such certificate to be the additional requirement in the mining activities had violated the principle of legal certainty and authorization. This thesis advises that the lawmaker to issue regulations that regulate the issuance of the clear and clean certificate as part of the clear and clean process on the mining business license and moreover the Author recommends to the Directorate General Mineral and Coal as the authorized authority by the law to conduct fully examination that comprise of administrative assessment, mining technical in the field, environmental elements and financial, whereby this assessments were required by the law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqi Tsaniati Putri
"Skripsi ini membahas mengenai penerbitan dan pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP), khususnya terkait dengan tumpang tindih IUP yang dapat terjadi baik antar IUP maupun dengan sektor lain seperti sektor kehutanan. Hal tersebut perlu segera diselesaikan karena dapat menimbulkan ketidakpastian dalam penanaman modal dibidang pertambangan di Indonesia. Hasil penelitian yuridis normatif menunjukkan bahwa penerbitan IUP dilakukan setelah pemohon atau peserta lelang mendapatkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan dan memenuhi syarat untuk mendapatkan IUP. Sedangkan pencabutan IUP dapat dilakukan jika pemegang IUP tidak memenuhi kewajiban dalam peraturan perundang-undangan. Terkait dengan pencabutan IUP PT Ridlatama Tambang Mineral (PT RTM) hal tersebut telah tepat, karena PT RTM tidak memenuhi kewajibannya untuk memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk melakukan kegiatan pertambangan di kawasan hutan. Untuk mencegah timbulnya tumpang tindih IUP, dibutuhkan peningkatan koordinasi antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, baik yang sifatnya sektoral maupun yang sifatnya lintas sektoral. Selain itu peningkatan pengawasan oleh Pemerintah terhadap penerbitan dan pencabutan IUP yang dilakukan oleh Kepala Daerah di Indonesia juga diperlukan.

This essay examines the issuance and revocation of Mining Business License (IUP), specifically related to the overlapping IUP which can occur either between IUP or with other sectors like forestry. The overlapping of IUP need to be resolved immediately seeing that it may cause uncertainty for investments in Indonesia’s mining industry. Normative juridical research results show that the issuance of IUP can be conducted after the applicant or bidders get Mining Business License Area and eligible as IUP holder. While the revocation of IUP can be done if the IUP holder does not fulfill the obligations under the laws and regulations. Related to the revocation of IUP PT Ridlatama Tambang Mineral (PT RTM), such decision was right, because PT RTM does not fulfill its obligation to have Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan to conduct mining activities in forest areas. To prevent the overlapping Mining Business License, an increased coordination between Government and Local Government is needed, be it sectorial or cross-sectorial in nature. Furthermore, the government must establish oversight towards the issuance and revocation of mining licenses by Regent and Governor in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57722
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library