Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dianovita
"Peningkatan jumlah penduduk di Kota Depok meningkat dari Tahun 2013 hingga 2017 akibat dari urbanisasi. Urbanisasi dapat mengakibatkan penurunan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Penurunan RTH berdampak penurunan kualitas  lingkungan, dimana oksigen yang dihasilkan oleh RTH menjadi berkurang. Oksigen yang dibutuhkan oleh penduduk dan kendaraan bermotor akan terus meningkat, seiring meningkatnya penduduk dan jumlah kendaran bermotor yang beroperasi di Kota Depok.
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Menganalisis luas perubahan Ruang Terbuka Hijau tahun 2013 ke 2017, (2) Menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Depok, (3) Membuat model dinamika spasial penyediaan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan kebutuhan Oksigen di Kota Depok.
Metode klasifikasi multispektral yang digunakan dalam menganalisis perubahan Ruang Terbuka Hijau dari tahun 2013 hingga 2017. Ada 6 faktor yang mempengaruhi perubahan yaitu jarak terhadap jalan, sungai, permukiman, danau, stasiun, dan terminal. Menganalisa faktor yang mempengaruhi perubahan Ruang Terbuka Hijau menggunakan analisis jarak (Euclidean Distance), sedangkan mengetahui besarnya pengaruh menggunakan pemodelan regresi logistic untuk memperoleh persamaan secara matematis. Model Marcov Chain digunakan untuk membuat model prediksi RTH pada tahun 2032.
Hasil dari penelitian menunjukan Perubahan ruang terbuka hijau dari bervegetasi menjadi tidak bervegetasi di Kota Depok dari tahun 2013 ke 2017 mengalami penurunan seluas sebesar 30%. Sedangkan prediksi 15 tahun yang akan datang yaitu dari tahun 2017 hingga 2032 ruang terbuka hijau bervegetasi menjadi tidak bervegetasi terjadi sebesar 50%. Enam faktor yang dianalisis dalam mempengaruhi perubahan Ruang Terbuka Hijau dari bervegetasi menjadi tidak bervegetasi yang paling besar yaitu jarak terhadap permukiman sebesar 0,439, sedangkan yang paling kecil pengaruhnya yaitu jarak terhadap danau yaitu hanya sebesar 0.00000093. Model prediksi 2032, Model simulasi ruang terbuka hijau pada tahun 2017 menghasilkan nilai akurasi sebesar 81,10 %, nilai ini sudah cukup baik karena lebih dari 80%.

The increase in population in Depok City increased from 2013 to 2017 due to urbanization. Urbanization can lead to decrease green open space. The reduction in green open space has effect of decreasing the quality of the environment, where the oxygen produced by green open space is reduced. The oxygen needed by residents and motorized vehicles will continue to increase, as the population increases and the number of motorized vehicles operating in the Depok city.
This study aims to: (1) Analyze the extent of changes in green open space in 2013 to 2017, (2) Analyze the factors that influence the provision of green open space in Depok City, (3) Model the spatial dynamics of providing green open space based on oxygen requirements in Depok City.
The multispectral classification method used in analyzing changes in the green open space from 2013 to 2017. There are six factors that influence the change, namely the distance to roads, rivers, settlements, lakes, stations, and terminals. Analyzing the factors that influence changes in green open space using distance analysis (euclidean distance), while knowing the magnitude of influence using logistic regression modeling to obtain mathematical equations. The Marcov Chain model is used to make prediction models for green open space by 2032.
The results of the study show that changes in green open space from vegetation to non-vegetation in Depok city from 2013 to 2017 decreased by 30%. Whereas the prediction of the next 15 years is from 2017 to 2032 vegetated green open spaces to become non-vegetated will occur at 50%. The six factors analyzed in influencing changes in green open space from being vegetated were not the most vegetated, namely the distance to settlements was 0.439, while the least influential was the distance to the lake which was only 0.00000093. Prediction model 2032, simulation model of green open space in 2017 produces an accuracy value of 81.10%, this value is quite good because it is more than 80%.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T53559
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Habib Subagio
"Lahan basah adalah bagian penting yang terintegrasi dengan ekosistem global yang memiliki fungsi penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan seperti mencegah atau mengurangi dampak banjir, menampung air permukaan dan serta menyediakan habitat unik baik flora maupun fauna. Lahan basah perkotaan memberikan jasa ekosistem langsung bagi masyarakat sekaligus mendorong kelangsungan funsi ekologi kota. Upaya pengendalian ruang wilayah kota memerlukan instrumen yang mampu mengintegrasikan variabel lingkungan kompleks yang terdiri dari aspek biofisik, aspek sosial-kultur, dan aspek ekonomi. Perkembangan pemodelan dinamika spasial saat ini masih terkonsentrasi pada penggunaan driving factor biofisik, sementara kompeksitas dinamika alih fungsi lahan perkotaan tentu dipengaruhi oleh faktor pendorong selain biofisik.
Riset ini bertujuan; 1) menganalisis peran dari setiap faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan basah perkotaan berdasarkan hasil pemanfaatan penggalian data (data mining), 2) mengkontruksikan pemanfaatan penggalian data spasial untuk pemodelan dinamika spasial, dan 3) membangun model dinamika spasial untuk memproyeksikan komposisi spasial penggunaan lahan sebagai masukan dalam evaluasi keberlanjutan lahan basah perkotaan.
Metode yang dipakai adalah pemodelan dinamika spasial dengan mengintegrasikan model markov, model cellular automata, dan model driving factor yang dihasilkan dari analisis spasial multitemporal dan pemanfaatan penggalian data spasial. Riset menggunakan 17 data driving factor yang dikategorikan dalam 3 varibel yaitu biofisik, sosio kultur dan ekonomi. Riset mengadopsi 8 driving factor biofisik yang digunakan dalam riset-riset sebelumnya, semnetara itu hasil kontruksi penggalian data spasial menambahkan 9 driving factor yang mewakili variabel sosio-kultur dan variabel ekonomi. Peran dari variabel sosio-kultur dan variabel ekonomi secara mayoritas lebih besar dalam mempengaruhi dinamika spasial alih fungsi lahan basah perkotaan.
Hasil riset menunjukkan bahwa keberlangsungan lahan basah perkotaan wilayah riset masih dapat terus terjaga pada seluruh skenario model dengan tren luas lahan basah yang terus menurun. Skenario optimal merupakan pilihan terbaik dengan komposisi spasial yang rasional dan menunjukkan indikator penilaian lingkungan yang memiliki resiko paling rendah untuk indikator nilai koefisien limpasan rerata sebesar 0,458 lebih rendah dibandingkan skenario BAU dengan nilai koefisien limpasan rerata sebesar 0,462. Skenario optimal ini memiliki konsekuensi terjadinya fragementasi lahan basah yang lebih tinggi pada lahan basah yang terdapat pada alokasi lahan untuk permukiman dan lahan jasa perdagangan. Number of Patch (NP) pada skenario optimal pada tahun 2016 sebesar 105 meningkat menjadi 198 pada tahun 2034, lebih tinggi dibandingkan dengan skenario BAU yang menunjukkan NP sebesar 33 pada tahun 2016 dan NP sebesar 78 pada tahun 2034.

Wetlands are an important part that is integrated with global ecosystems that have important functions in maintaining environmental balance such as preventing or reducing the effects of flooding, storing surface water and as well as providing unique habitats for both flora and fauna. Urban wetlands provide ecosystem services directly to the community while promoting the sustainability of the city's ecological functions. Efforts to control spatial planning require instruments capable of integrating complex environmental variables consisting of biophysical aspects, socio-cultural aspects, and economic aspects. The development of spatial dynamics modeling is currently still concentrated on the use of biophysical driving factors, while the complexity of urban land use change is certainly influenced by driving factors other than biophysical aspects.
This research aims; 1) analyzing the role of each factor that influences the conversion of urban wetlands based on the results of the utilization of data mining, 2) constructing the utilization of spatial data mining for spatial dynamics modeling, and 3) building spatial dynamics models to project the spatial composition of land use as input in evaluating the sustainability of urban wetlands.
The method used is spatial dynamics modeling by integrating the Markov model, cellular automata model, and driving factor models resulting from multitemporal spatial analysis and the use of spatial data mining. The research uses 17 driving factor data which are categorized into 3 variables namely biophysical, socio-cultural and economic. The research adopted 8 biophysical driving factors used in previous research, while the results of the construction of spatial data mining added 9 driving factors representing sociocultural and economic variables. The role of socio-cultural variables and economic variables is predominantly higher in influencing spatial dynamics over the function of urban wetlands.
The results of the research show that the sustainability of urban wetlands in the research area can still be maintained in all model scenarios with a trend of decreasing area of wetlands. The optimal scenario is the best choice with a rational spatial composition and shows the environmental assessment indicators that have the lowest risk for the average runoff coefficient value of 0.458 lower than the BAU scenario with an average runoff coefficient of 0.462. This optimal scenario has the consequence of higher fragmentation of wetlands in the wetland area contained in the allocation of land for settlements and commercial areas. The number of patches (NP) in the optimal scenario in 2016 was 105 increased to 198 in 2034, higher than the BAU scenario which showed a NP of 33 in 2016 and a NP of 78 in 2034.
"
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2019
D2673
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library