Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Elisa Harlean
Abstrak :
Latar Belakang: Cedera kepala dikaitkan dengan aktivasi kaskade koagulasi dapat menyebabkan koagulopati. Hal ini berhubungan dengan hasil akhir atau keluaran yang tidak baik pada pasien. Deteksi dini dan evaluasi berkala faktor hemostasis dibutuhkan pada pengelolaan pasien cedera kepala sedang dan berat dalam memperbaiki hasil keluaran perawatan pasien cedera kepala. Tujuan: Diketahuinya angka kejadian prevalensi koagulopati pada pasien cedera kepala sedang berat dan hubungan gangguan hemostasis tersebut dengan hasil keluarannya. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan studi ?nested case control?. Studi ini bersarang pada penelitian awal yang berupa studi komparasi potong lintang. Data hemostasis diperiksa pada hari pertama(<24 jam dari kejadian) saat di Instalasi Gawat Darurat(IGD) RSCM. Pasien cedera kepala sedang dan berat ini nantinya akan diikuti sampai akhir perawatan inap dan dinilai hasil keluaran perawatannya. Koagulopati adalah gangguan status koagulasi, dapat berupa hiperkoagulasi atau hipokoagulasi Hasil: Terdapat 76 sampel, 38 sampel memiliki keluaran baik dan 38 sampel memiliki keluaran buruk. Pria(81,6%) lebih banyak dari wanita. Sebagian besar subjek berusia 18-50 tahun(81,6%). Koagulopati terjadi pada 34,2% pasien. Koagulopati merupakan faktor prediksi keluaran buruk pada cedera kepala (OR 4,429; 95%IK 1,569 ? 12,502; p=0,004). Hasil analisis multivariat menunjukkan urutan prioritas kemaknaan faktor yang mempengaruhi keluaran subjek cedera kepala yang terkuat berturut-turut di penelitian ini adalah usia (50,271), derajat cedera kepala (46,522), dan koagulopati (5,409). Terdapat hubungan bermakna antara beratnya derajat cedera kepala dengan terjadinya koagulopati p= 0,009. Kesimpulan: Prevalensi koagulopati pada cedera kepala sedang berat cukup tinggi. Pasien dengan koagulopati memiliki keluaran yang lebih buruk ...... Background: Brain injury is associated with activation of the coagulation cascade, contributing to coagulopathy. This condition is correlated with unfavorable outcome. Early detection and evaluation of hemostatic factors are needed in treatment of moderate-severe traumatic brain injury (TBI) to improve patient outcome. Objectives: To determined the number of prevelence coagulopathy in moderate severe TBI and the relationship of the hemostatic disorder with outcome. Materials and Method: We did the nested case control study. Hemostatic parameters were recorded from emergency departement (ED) not exceeding 24 hours from onset of accident. Moderate-severe TBI patients were followed until the patients discharged and we assessed the outcome. Coagulopathy was defined as hypocoagulopathy or hypercoagulopathy. Results: From 76 subjects, 38 subjects were favorable outcome and 38 subjects had unfavorable outcome. Men were higher than women (81,6%), mostly subjects were in range 18-50 years(81,6%). Coagulopathy occured in 36% of all patients. Coagulopathy was the predictor of unfavorable outcome for TBI (OR 4,429; 95%CI 1,569 ? 12,502; p=0,004). From the multivariate analysis, the priority level for TBI outcome, in order of strongest to weakest correlation, were age (50,271), severity of traumatic brain injury(46,522) and coagulopathy(5,409). There was significant correlation between severity of traumatic brain injury and coagulopathy (p= 0,009). Conclusions: Our study confirmed a quite high prevalence of coagulopathy in patients with moderate-severe TBI. Patients with coagulopathy had poorer outcome compared to non-coagulopathy
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suparyono
Abstrak :
Anak penyandang keterbelakangan mental sedang dapat dilatih membaca kata-kata yang merupakan petunjuk atau tanda-tanda di lingkungan kehidupannya. Membaca mempakan kegiatan menginterpretasikan huruf-huru£ Membaca diawali dengan penguasaan keterampilan pra-membaca dan pengenalan hmuil Untuk melatih meningkatkan kemampuan xnembaca pada anak penyandang keterbelakangan mental sedaug digunakan program pengajaran individual (PPI) dengan teknik Applied Behavior Anabfsls (ABA). PPI ini diberikan secara bertahap kepada A, seorang penyandang keterbelakangan mental sedang berusia 10 tahun 6 bulan yang belum bisa membaca. Tahapan intervensi yang terdapat dalam program adalah pertemuan pertama hingga ketiga: pengenalan ukuran, berat, letak, arab, bentuk, wama dan pemasangau obyek-obyek yang sama, pertemuan keempat hingga keenam: pengenalan humf vokal. Program ini akan dilanjutkan oleh orang tua subyek. Evaluasi program dilakukan setiap akhir tahap. Kesimpulan program intervensi ini adalah terdapat peningkatan kemampuan keterampilan pra-membaca pengenalan huruf vokal untuk anak yang mengalami keterbelakaoan mental sedang melalui teknik ABA. ......Children withmoderate mental remrdation cotddbenainedtoreadwordsand signs in their environment. Reading is a meaningful interpretation printed dan written verbal symbols. Early reading started with mastering of pre-reading skills and an introduction to identiiication of alphabets. The intervention program was based on Individualized Education Program (IEP) which would be used in Applied Behavior Analysis (ABA). This program is given to A, an ID years old boy with moderate mental retardation, who is not capable of reading, The aim of the intervention program was to help A improve his pre-reading skills. These programmes consisted of two sessions with two stages. One of early sessions were baseline sessions and the rest were interventions sessions. Interventions were given through stages. The intervention stages in this programme were stage one: the introduction of concepts pre-reading included size, weight, position, direction, shape, colour and matching the same objects. Stage two introduced identification of vowels. Additional intervention was given to a parent. Evaluations were given at the end of every stage. Overall, the conclusion showed improvement in pre-reading skills, in the recognition of vowels with ABA method.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
T34103
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
I Nyoman Merdana
Abstrak :
Kinerja suatu struktur pada dasarnya dinilai dengan dua kriteria yaitu dari segi kekuatan, dan kekakuan. Pada bangunan yang peka terhadap displasemen maka kriteria kekakuan ini menjadi faktor penentu dalam hal kinerja struktur tersebut. Tulisan ini membahas tentang perilaku hubungan Beban-Displasemen pada balok beton mutu tinggi dengan Kelangsingan Sedang akibat beban statis dengan menggunakan kekuatan beton f'c=70,83MPa dan bajafy=442,6MPa. Hasil penelitian ini dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan peneliti lain serta prediksi secara teoritis. Hubungan Beban vs Displasemen untuk beton mutu tinggi secara fcwalitiv tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan beton normal, terutama untuk balok dengan rasio a/d=2,5 dan 3,0. Kedua balok tersebut memperlihatkan perilaku yang getas saat keruntuhan yang mana ditunjukkan dengan displasemen yang relatif kecil. Perilaku hubungan Beban vs Displasemen mendekati prediksi displasemen teoritis untuk kondisi beban sampai dengan beban runtuh, Balok dengan rasio a/d<5,0, untuk beton mutu tinggi memberikan keruntuhan yang dapat dikategorikan sebagai keruntuhan Geser Lentur Kata Kunci: Beton Mutu Tinggi, Displacement, Moderate selenderness
Generally, there are two criterions for assessment of the structural performance, those are strength, and rigidity which often related to deflection. In a building that is sensitive due to displacement, the rigidity criterion becomes significant in assessments of performance of the structures. It is often the deflection criterion becoming imperative in designing stages. This article discuses about the behavior of Load Vs Displacement relationship of intermediate slenderness high strength concrete beams due to static loading having concrete strength of70,83MPa and steel of442,6MPa. The results of the research is compared to either other research results and prediction theoretically. Qualitatively, the load Vs deflection relationship of intermediate slender high strength concrete and normal strength concrete beam are the same, especially for beam with ratio a/d=2,5 and 3,0. Both of the beams exhibit brittle failure mode which have relatively small displacement at failure. The behavior of load Vs deflection relationship has good agreement with prediction theoretically up to collapse load. High strength concrete beam having ratio a/d<5,0 gives Flexural Shear cracks failure.
2004
JUTE-XVIII-2-Juni 2004-63
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Rizqa
Abstrak :
Masyarakat Muslim di Indonesia memiliki wajah yang beragam. Sistem demokrasi di Indonesia secara paradoksikal turut mendukung bangkitnya kelompok konservatisme yang menolak paradigma Barat. Sehingga seringkali terjadi perdebatan sengit mengenai pluralisme agama, hak asasi manusia, dan kebebasan. Salah satunya adalah perdebatan mengenai kebijakan penghapusan kekerasan seksual. Berbagai aksi menentang pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) salah satunya adalah Indonesia Tanpa Jaringan Islam Liberal (ITJ) yang hingga saat ini menyuarakan penolakannya terhadap RUU P-KS di media sosial. Mereka menyebarkan pesan melalui ruang digital dan gerakannya semakin meluas. Namun, dengan beragamnya khalayak ITJ, setiap penerimaan pesan pun terjadi secara spesifik. Khalayak tidak selalu pasif menerima setiap pesan yang diterima. Oleh karena itu, penelitian ini melihat bagaimana penerimaan pengikut akun ITJ terhadap konten ITJ mengenai penolakan RUU P-KS dengan menggunakan teori Encoding-Decoding Stuart Hall (1980). Selain itu, peneliti akan menggunakan konsep liberal, moderat dan konservatif dalam melihat latar belakang ideologi informan untuk menjelaskan posisi penerimaan informan terhadap konten ITJ. Penelitian ini menggunakan studi kasus untuk menjelaskan polemik RUU P-KS, khususnya dalam konten ITJ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemaknaan informan terhadap konten ITJ mengenai RUU P-KS melalui berbagai pertimbangan. Ideologi setiap informan mempengaruhi pertimbangan terhadap pemaknaan. ......Muslim society in Indonesia have various faces. The democratic system in Indonesia paradoxically supports the rise of groups that refuse Wersternization. So that there is often debate about pluralism, human rights and freedom. Various actions against the ratification on the anti-sexual violence (RUU P-KS), also voiced through the Indonesia Tanpa Jaringan Islam Liberal (ITJ) which is currently voicing its decision on the RUU P-KS on social media. Their voices and movements expand through digital space. However, with the diversity of ITJ audiences, each message reception was carried out specifically. Audiences are not always passive in accepting every message received. Therefore, this study will look at how the acceptance of ITJ account followers towards ITJ content regarding the rejection of the the anti-sexual violence bill by using Stuart Halls encoding-decoding theory (1980). In addition, the researcher will look at the background of the informants ideology to explain the position of the informants acceptance of the ITJ content. This research will use to explain the polemic of the anti-sexual violence bill especially in the ITJ content. In addition, researcher will use the concepts of liberal, moderate and conservative in looking at the background of the informants ideology to explain the position of the informants acceptance of ITJ content. This research uses a case study to explain the polemic of the P-KS Bill, especially in the ITJ content. The results of this study indicate that the interpretation of the informants toward the content of ITJ about the the anti-sexual violence bill through various consideration. These consideration depend on the ideology of informants.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Fatima Azzahra
Abstrak :
Latar belakang: Kondisi penyakit periodontal dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan klinis dan radiografi.Pada teknik radiografi digitaldapat dilakukan image enhancement untuk memperbaiki kualitas gambar dengan mengoptimalkan brightness dan contrast. Tujuan :Mengetahui batasan valueyang dapat ditoleransi pada pengaturan brightnessdan contrast pada kasus periodontitis mild - moderate.Metode :Dilakukan image enhancementdengan mengubah brightnessdan contrastpada 100 radiograf dengan kasus periodontitis mild-moderatedengan interval poin -20,-10, +10 dan +20 pada setiap sampel pada masing-masing kelompok menggunakan program software Digora for Windows. Hasil :Valueyang dapat ditoleransi pada pengaturan brightness pada kasus periodontitis mild-moderateberkisarpada valuedibawah +10 dan yang dapat ditoleransi dalam pengaturan contrastberkisardari valuediatas -20.Kesimpulan :Pengaturan brightnessdan contrastdilakukan pada valuetersebut tidak akan mempengaruhi ataupun mengubah interpretasi radiografik periodontitis mild - moderatejika dilakukan pada value toleransinya. ......Background :Periodontal disease condition can be checked by clinical and radiograph examination. In digital radiography techniques, image enhancement can be done to improve image quality by optimizing brightness and contrast. Objective :To determine the limit of values that can be tolerated in brightness and contrast setting in mild-moderate periodontitis cases. Methods :Adjust the image enhancement setting by changing the brightness and contrast of 100 radiographs with mild-moderate periodontitis with points intervals of -20, -10, +10 and +20 each sample in each group using the Digora for Windows. Result :Values that can be tolerated in brightness setting in interpretation of mild-moderate periodontitis rangeat values below +10 and values that can be tolerated in contrast setting rangefrom values above -20. Conclusion :Brightness and contrast adjustment made at these values will not affect the radiographic interpretation of mild-moderate periodontitis if carried out at their tolerance values.
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Univeritas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gusfiatra
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang : Gangguan sustained attention merupakan gangguan kognitif yang paling sering terjadi pascacedera kepala, yang akan mempengaruhi kualitas hidup dan produktivitas kerja pasien dan faktor yang mempengaruhinya belum banyak diketahui. Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi gangguan sustained attention visual dan auditorik pascacedera kepala dan faktor yang mempengaruhinya.Metode : Studi ini dilakukan secara potong lintang deskriptif pada pasien pascacedera kepala di IGD, Ruang Rawat dan Poliklinik Neurologi RSCM bulan Oktober 2016 - Januari 2017. Faktor yang dianalisis adalah derajat cedera kepala, dan gambaran CT scan kepala berupa jumlah lesi dan lokasi lesi. Penilaian sustained attention visual dilakukan dengan pemeriksaan Ruff 2 7 Selective Attention Test RSAT dan penilaian sustained attention auditorik dengan lsquo;A rsquo; Random Letter Test. Gangguan sustained attention visual ditetapkan jika T Score Total Speed atau T Score Total Accuracy < 40. Gangguan sustained attention auditorik ditetapkan jika terdapat kesalahan > 2 pada lsquo;A rsquo; Random Letter Test.Hasil : Diantara 38 orang subjek pascacedera kepala, didapatkan prevalensi gangguan sustained attention visual sebesar 60,5 dan gangguan sustained attention auditorik sebesar 57,9 . Subjek cedera kepala sedang 55,3 memiliki potensi risiko 15,7 kali mengalami gangguan sustained attention dibandingkan cedera kepala ringan 34,2 IK 95 1,21-204,5 . Subjek dengan lesi fokal di hemisfer bilateral 23,7 memiliki potensi risiko 7,92 kali mengalami gangguan sustained attention dibandingkan subjek dengan CT scan normal 50 IK 95 1,19-131,54 .Kesimpulan : Gangguan sustained attention banyak dijumpai pascacedera kepala. Cedera kepala sedang dan lesi fokal di hemisfer bilateral merupakan faktor yang mempengaruhi gangguan sustained attention
ABSTRACT
Background Impaired sustained attention is the most common cognitive impairment after head injury, which will affect quality of life and work productivity. Its influencing factors are yet to be known. The objective of this study is to determine the prevalence of impaired visual and auditoric sustained attention as well as its associated factors.Methods This was a descriptive, cross sectional study performed on patients after head injury in the emergency unit, inpatient unit, and outpatient unit of Cipto Mangunkusumo Hospital from October 2016 to January 2017. We analyzed the degree of injury as well as head CT scan, including amount of lesion and location of lesion. Visual sustained attention was evaluated using the Ruff 2 and 7 Selective Attention Test, whereas auditoric sustained attention was evaluated using lsquo A rsquo Random Letter Test. Impaired visual sustained attention was established if the Total Speed T Score or Total Accuracy T Score was
2017
T55607
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Venessa
Abstrak :
Latar belakang: Akne vulgaris AV adalah penyakit inflamasi kronik yang ditandai adanya lesi polimorfik di area predileksi AV. Tatalaksana AV terdiri dari terapi standar dan terapi adjuvan. Salah satu terapi adjuvan yang selalu diberikan pada pasien AV adalah frekuensi cuci wajah AV. Sampai saat ini, rekomendasi frekuensi cuci wajah pasien dengan AV di negara tropis adalah berdasarkan rekomendasi umun dan pendapat ahli. Tujuan: Mengetahui efektivitas frekuensi cuci wajah sebagai terapi adjuvan pada akne vulgaris derajat ringan dan sedang. Metode: Uji klinis acak buta tunggal dilakukan terhadap mahasiswa AV di Klinik UI Makara pada bulan Mei hingga Juni 2018. Mahasiswa yang memenuhi kriteria penerimaan dan tidak memenuhui kriteria penolakan serta bersedia ikut dalam penelitian mendapat perlakuan berupa frekuensi cuci wajah 2 kali dan 3 kali per hari sesuai hasil randomisasi. Seluruh SP memperoleh terapi standar dan pembersih wajah yang sama. Jumlah lesi AV, kadar sebum, nilai TEWL, serta efek samping pada wajah SP akan dinilai selama 6 minggu dan evaluasi dilakukan pada minggu ke-3 dan minggu ke-6. Analisis hasil penelitian dilakukan dengan metode intention to treat. Hasil: Diperoleh total 36 subjek penelitian. Pada penelitin ini terdapat 1 SP drop out yaitu SP pada kelompok cuci wajah 2 kali per hari. Efektivitas frekuensi cuci wajah 3 kali per hari tidak berbeda bermakna dengan 2 kali per hari dalam penurunan jumlah lesi AV dengan median 23 (0-62) dibandingkan 20 (0-37), p = 0,341. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara frekuensi cuci wajah 3 kali dibandingkan 2 kali per hari dalam hal penurunan kadar sebum, peningkatan nilai TEWL dan efek samping yang terjadi. Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan efektivitas frekuensi cuci wajah 3 kali per hari dibandingkan 2 kali per hari sebagai terapi adjuvan dalam hal penurunan jumlah lesi AV pada wajah mahasiswa AVR dan AVS yang mendapat terapi standar.
Background: Acne vulgaris (AV) is a chronic inflammatory disease characterized by polymorphic lesions in the predilection area. Management of AV consists of standard therapy and adjunctive therapy. One of the adjunctive therapies that must be given to AV patients is the frequency of face washing. Recently, the recommendation of face washing frequency for AV patients in tropical countries is based on the general recommendation and expert opinion. Objective: To evaluate the effectiveness of face washing frequency as an adjuvant therapy on mild and moderate AV. Methods: A single blind randomized clinical trial was conducted on AV students at UI Makara Clinic from May to June 2018. Students who met the criteria of acceptance and did not meet the criteria of rejection and were willing to join the study were treated 2 and 3 times per day according to randomization. All participants were given standard therapy and same cleanser. AV lesions counts, sebum level, TEWL scores, and side effects on participant face would be assessed within six weeks by evaluating at week-3 and week-6. The analysis of study result was done by intention-to-treat method. Result: The total of 36 participants was recruited. In this study, there was 1 participant dropped out from the twice-per-day face washing group. There was no significant difference from the thrice-per-day and twice-per-day groups in terms of decreasing of total AV lesions with median 23 (0-62) versus 20 (0-37), p = 0,341. In addition, there was no significant difference in terms of decreasing sebum level, increasing of TEWL score, and adverse events. Conclusion: There was no difference in effectiveness of face washing frequency 3 times per day compared to 2 times per day with regard to decrease AV lesions in the face of mild and moderate AV students receiving standard therapy.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Virgantoro Salahudin Kadir
Abstrak :
Area prospek panasbumi Lili, Sulawesi Barat, Indonesia merupakan salah satu daerah prospek yang berasosiasi dengan aktivitas vulkanik yang terjadi sejak zaman Tersier. Aktivitas vulkanik ini diperkirakan merupakan aktivitas gunungapi bawah laut yang berkembang menjadi gunungapi darat berumur Kuarter bawah. Area prospek panasbumi ini memiliki mata air panas tipe klorida, dan tipe bikarbonat yang tersebar di sekitar area prospek. Dari hasil perhitungan geotermometer area prospek panasbumi Lili memiliki temperatur 189-201 °C, yang dikategorikan sebagai moderate to high temperature geothermal system. Untuk mengetahui batas, kedalaman, dan geometri dari reservoir yang ada, dilakukan pengukuran dengan metode Magnetotelluric (MT) serta metode geofisika lainnya sebagai pendukung seperti metode gravitasi, geomagnet, dan geolistrik. Pengukuran dilakukan dengan desain gridding agar dapat diketahui penyebaran resistivitas dari arah Utara-Selatan maupun Barat-Timur. Data MT tersebut dikoreksi terlebih dahulu terhadap efek statik dan noise dengan menggunakan Mat-Lab dan Site to Site Reference sebelum nantinya siap diinterpretasi. Pemodelan sistem panasbumi dari data magnetotellurik dengan menggunakan analisa 2-dimensi dan 3-dimensi. Hasil area prospek berada dari arah barat daya hingga ke tengah lokasi pengukuran menerus ke utara. Rekomendasi pengeboran di sekitar daerah outflow dengan kedalaman sekitar 1.8 km dekat dengan zona patahan yang mempunyai permeabilitas yang lebih besar untuk mendapatkan fluida panasnya. ......Geothermal prospect area in Lili, West Celebes, Indonesia is one of the prospect area in Indonesia associated by volcanic activity which happened since tertiary. This volcanic activity is predicted as undersea volcano which grown become to volcano quartenary. This geothermal prospect area has chloride and bicarbonate hot springs. Based on geothermometry calculation the geothermal prospect area of Lili has temperature 189-201 °C which is categorized as a moderate to high temperature geothermal system. To estimate the boundary, depth, and geometry of the reservoir, Magnetotelluric (MT) and other geophysics methods were used such as gravity, geomagnetic, and geoelectric method as supporting data. Data acquisition was designed gridding method to delineated resistivity distribution in North-South or West-East orientation. MT data was then corrected for static effect and possible noise using Mat-lab and Site to site reference before comprehensive interpretation. Modeling of the geothermal system was carried out by using 2-dimensional MT resistivity and 3-dimensional visualization. As a result, the prospect area is exist in south west until center of measurement area. Pattern of this zone still continue to the north of measurement area. In addition, drilling recommendation is proposed around the outflow in Lili with depth at 1.8 km near the fault zone to get the hot fluid.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S1397
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yanuar Indah Pratiwi
Abstrak :
Polifarmasi merupakan penggunaan bersamaan enam obat atau lebih oleh seorang pasien. Semakin banyak obat yang digunakan maka semakin tinggi potensi interaksi yang terjadi dan dapat menyebabkan efek samping yang berbahaya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui resiko efek samping dan potensi interaksi obat pada resep polifarmasi nonracikan. Identifikasi terkait potensi efek samping dan interaksi obat dinilai berdasarkan database dari Medscape Drug Interaction Checker, RxList Drug Interaction Checker, drugs.com Drug Interaction Checker, dan WebMD Drug Interaction Checker. Pada resep polifarmasi nonracik pertama ditemukan potensi efek samping berupa ketidakseimbangan elektrolit, hipotensi, hiperurisemia, asam urat, sakit kepala, dan mual/muntah serta terdapat dua potensi interaksi major dan empat potensi interaksi moderate. Sementara pada resep polifarmasi nonracik kedua ditemukan potensi efek samping berupa pencernaan yang terganggu, mengantuk, tremor otot rangka, peningkatan BUN atau kreatinin, dan bronkospasme serta terdapat lima potensi interaksi moderate. Berdasarkan mekansimenya, mayoritas potensi interaksi obat yang ditemukan adalah interaksi farmakodinamik (45.4%). Sementara berdasarkan tingkatannya, mayoritas potensi interaksi obat yang ditemukan adalah interaksi moderate (81.8%). ......Polypharmacy is the concomitant use of six or more drugs by a patient. The more drugs used, the higher the potential for interactions that occur and can cause dangerous side effects. The purpose of this study was to determine the risk of side effects and potential drug interactions in nonconcocted polypharmacy prescriptions. Identification of potential side effects and drug interactions is assessed based on databases from Medscape Drug Interaction Checker, RxList Drug Interaction Checker, drugs.com Drug Interaction Checker, and WebMD Drug Interaction Checker. In the first non-mixed polypharmacy prescription, potential side effects were found in the form of electrolyte imbalance, hypotension, hyperuricemia, gout, headache, nausea, and vomiting, and there were two potential major interactions and four potential moderate interactions. While the second non-mixed polypharmaceutical prescription found potential side effects in the form of disturbed digestion, drowsiness, skeletal muscle tremors, increased BUN or creatinine, and bronchospasm, there were five potential moderate interactions. Based on the mechanism, the majority of potential drug interactions found were pharmacodynamic interactions (45.4%). Based on the level, the majority of potential drug interactions found were moderate (81.8%).
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>