Search Result  ::  Save as CSV :: Back

Search Result

Found 4 Document(s) match with the query
cover
cover
Soegiharto Soebijanto
"ABSTRAK
Kebutuhan reagen uji kehamilan pada saat ini masih tergantung pada impor dari negara maju dengan harga relatif mahal. Selain itu mereka yang menderita mola hidatidosa adalah mereka dari kalangan dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah. Sehingga untuk pelaksanaan pengobatannya sering terhambat oleh masalah biaya. Untuk menanggulangi masalah tersebut perlu diusahakan produksi reagen uji hCG. Regaen uji kehamilan yang akan diproduksi adalah uji yang didasarkan pada prinsip ELISA (enzyme-linked imuno sorbent assay). Dengan reagen jenis ini tidak diperlukan alat khusus sehingga dapat dipakai di laboratorium yang sederhana.
Bahan yang diperlukan untuk uji ini adalah antibodi anti beta hCG dilabel dengan enzim dan antibodi anti beta hCG yang terikat pada manik (bead). Pada penelitian ini bahan tersebut akan diproduksi dalam tiga tahap. Tahap pertama yaitu produksi antibodi anti beta hCG dari, serum kelinci. Tahap kedua yaitu penandaan antibodi anti beta hCG dengan enzim den perlekatan antibodi anti beta hCG pada manik. Tahap ketiga yaitu uji, diagnostik dari reagen yang telah diproduksi.
Pada tahap pertama penelitian ini telah dilakukan produksi antibodi anti beta hCG pada 5 ekor kelinci betina galur "New Zealand White". Lima ekor kelinci umur lebih kurang 6 bulan dan berat sekitar 2 kg disuntik dengan 100 ug beta hCG yang telah dibuat emulsi dengan Complet Freund adjuvan pada 30-50 tempat di tubuh kelinci (imunisasi primer)
Penyuntikan ulangan (booster) dilakukan setelah titer antibodi anti beta hCG nencapai 400. Konsentrasi beta hCG untuk penyuntikan booster yaitu 20 ug dan dilakukan setiap 2 ninggu. Antibodi anti beta hCG yang diperoleh diukur titernya de ngan teknik Radioinunoassay (RIA), yang didasarkan pada ikatan 50 % (binding 50%).
Antibodi anti beta hCG yang diperoleh pada pengambilan darah minggu kedua setelah imunisasi primer tidak diperoleh titer antibodi yang memenuhi syarat. Hasil ini sangat berbeda dengan pangalaman-pengamalan terdahulu. Dapat disinpulkan bahwa respon pembentukan antibodi anti beta hCG tidak terjadi. "
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Atjang Sukarja
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontrasepsi DMPA terhadap penurunan hCG pada penderita pasca evakuasi mola hidatidosa. Selain itu juga untuk mencari kontrasepsi yang ideal bagi penderita pasca mola hidatidosa. Penelitian dilakukan di bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSCM sejak tanggal 1 Desember 1985 sampai dengan tanggal 31 Oktober 1986, dan didapat 42 penderita mola hidatidosa, di mana 2 penderita dikeluarkan dari penelitian. Dari 40 pender ita yang masuk dalam penelitian, kemudian dibagi menjadi dua kelompok secara random masing-masing 20 penderita mendapat DMPA dan 20 penderita lainnya mendapat kondom.

This study aims to determine the contraception of DMPA against the reduction of hCG in post-evacuation patients of mola hidatidosa. In addition, it is also to find the ideal contraception for post-mola hidatidosa sufferers. The research was conducted in the Obstetrics and Gynecology section FKUI/RSCM from December 1, 1985 to October 31, 1986, and 42 patients with mola hidatidosa were obtained, of which 2 patients were excluded from the study. Of the 40 patients who were included in the study, they were then randomly divided into two groups, each 20 patients received DMPA and 20 other patients received condoms."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1987
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Trisnawulan
"ABSTRAK
Mola hidatidosa merupakan penyakit trofoblas yang disertai peningkatan kadar Human Chorionic Gonadotropin (= HCG). Telah dilaporkan terjadinya gejala hipertiroidisme pada panderita mola yang ada kemungkinan berlanjut dengan timbulnya penyulit krisis tiroid yang dapat berakibat fatal. Hiperfungsi tiroid tersebut disebabkan pengaruh keaktifan tirotropik dari HCG. Penelitian ini bertujuan untuk memantau kadar hormon tiroid pada penderita mola hidatidosa.
Dari bulan Maret sampai dengan Agustus 1986 telah diperiksa serum dari 12 penderita MR. Pemeriksaan dilakukan secara serial: sebelum pengeluaran jaringan mola, lalu dilanjutkan pada hari ke 3 - 5, 1 bulan dan 2 bulan sesudahnya.
Dilakukan penetapan kadar hormon tiroksin (= T4) dan ambilan tiroksin (= Ambilan T4) dengan cara "Enzyme Immuno Assay" (=EIA) menggunakan kit ENDAB Irmruno Assay, kemudian nilai Indeks tiroksin babas (= ITB) dihitung. Diperiksa pula kadar "Thyroid Stimulating Hormone" (=TSH) dengan cara Radio Immuna Assay (=RIA) dan kadar hCG urin dengan test aglutinasi.
Sebelum dilakukan pengeluaran jaringan mola ke 12 kasus semuanya menunjukkan tanda tanda hipertiroidisme secara laboratoris (Ti, ambilan T4, ITB) dengan atau tanpa disertai gejala klinia. Setelah pengeluaran jaringan mola kelainan ini akan menurun dan mencapai kadar normal pada kurang lebih 1 bulan sesudahnya. Kadar TSH makin meningkat tetapi masih dalam batas batas normal. Keadaan ini seiring dengan penurunan kadar hCG urin. Hasil-hasil tersebut sesuai dengan yang didapatkan oleh peneliti peneliti terdahulu.
Disarankan untuk memasukkan pemeriksaan kadar hormon tiroid pada protokol panatalaksanaan penderita mola hidatidosa untuk mempertimbangkan pengobatan terhadap kelainan barman ini dan menghindari penyulit yang mungkin terjadi. "
1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library