Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Slamet Andriyanto
"ABSTRAK
Aplikasi Metode Immunohistokimia IHC Untuk Mendeteksi Keberadaan Betanodavirus Pada Ikan Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus Deteksi antigen betanodavirus pada 26 ekor ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus yang diduga terinfeksi telah dilakukan dengan metode imunohistokimia. Tanda klinis pada benih yang terinfeksi sering menunjukkan perilaku berenang yang tidak normal, seperti posisi vertikal, berputar dan terjadi beberapa perubahan pigmentasi. Metode screening yang dilakukan oleh RT-PCR memberikan hasil positif dengan munculnya band pada hasil elektroforesis pada 230 bp. Secara histopatologi terdapat sel-sel yang mengalami nekrotik dengan vakuolasasi di organ otak dan mata. Deteksi imunohistokimia menggunakan antibodi monoklonal spesifik untuk betanodavirus menunjukkan reaksi positif dengan pembentukan warna coklat di jaringan organ otak dan mata. Pengujian imunohistokimia adalah salah satu metode yang cocok untuk deteksi dan diagnosis infeksi betanodavirus pada ikan.

ABSTRACT
Application of Immunohistochemistry Methods for Detecting of Betanodavirus in Tiger Grouper Fish Epinephelus fuscoguttatus Detection of betanodavirus antigen on the 26 heads of infected tiger grouper fish Epinephelus fuscoguttatus by immunohistochemistry was done. Clinical sign of the infected larva and juvenile stages often show abnormal swimming behaviour, including vertical positioning, spinning and some change in pigmentation. Methods of screening done by RT PCR give result showed by electrophoresis band with all most sample give positif in 230 base pairs. Histopathologically, there were necrotic area with vacuolation in brain and retine organs. Immunohistochemistry detection using specific monoclonal antibody to betanodavirus showed positif reaction with brown colours formation in the internal organs like brain and retine. Immunohistochemistry assay is one of the suitable methods for detection and diagnose of betanodavirus infection in fish."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Munandar
"

Latar Belakang. Tingkat kekambuhan dan toksisitas terapi merupakan masalah pada kanker serviks. Antibodi monoklonal sebagai terapi target menunjukkan peran menjanjikan dalam pengobatan kanker. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efek imunologis pada pemberian radiasi bersama mAb h-R3 pada pasien kanker serviks.

Metode. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan dalam dua tahun. Subjek dibagi menjadi dua kelompok, mendapat terapi radiasi dengan/tanpa mAb h-R3. Uji terhadap sel imun (sel NK CD56+, sel T CD4+, dan sel T CD8+) dilakukan pada darah perifer dan jaringan tumor untuk menilai efek imunologis dan respons terapi pada masing-masing kelompok. Analisis dilakukan dalam tiga waktu: sebelum terapi (pre terapi) untuk menilai kondisi awal, satu minggu setelah pemberian mAb h-R3 yang pertama (saat terapi) untuk menilai pengaruh mAb h-R3, dan setelah radiasi eksterna selesai sebelum brakhiterapi I (pasca terapi) untuk menilai pengaruh pemberian radiasi dengan atau tanpa mAb h-R3.

Hasil. Terdapat 22 subjek, stadium IIB hingga IIIB dengan rerata usia 51,2 ± 7,7 tahun. Didapatkan rasio sel NK CD56+ pre dan saat terapi di jaringan tumor pada kelompok mAb h-R3 lebih tinggi (p<0,05), menunjukkan pengaruh mAb h-R3 terhadap sel NK CD56+. Pengaruh tersebut terlihat juga pada jumlah sel T CD4+ dan CD8+ pre dan saat terapi di sirkulasi dan jaringan tumor, kelompok mAb mengalami peningkatan dengan perbedaan yang signifikan di sirkulasi antar dua kelompok (p<0,05). Pengaruh pemberian radiasi bersama mAb h-R3 terlihat dalam perbandingan antara pre dan pasca terapi, walaupun sel imun dalam sirkulasi pada kedua kelompok menurun, namun kelompok mAb h-R3 tetap memiliki jumlah lebih tinggi. Terdapat korelasi antara peningkatan jumlah sel NK CD56+ dengan penurunan volume tumor. Berdasarkan RECIST, kelompok mAb h-R3 memiliki respons lebih baik (p<0,05) dengan complete response 63,6% vs 18,2% pada kelompok kontrol.

Kesimpulan. mAb h-R3 meningkatkan jumlah sel imun secara sistemik maupun lokal, pemberian radiasi bersama mAb h-R3 menghasilkan respons imunitas seluler yang lebih baik sehingga meningkatkan respons terapi.


Introduction. Rate of recurrences and toxicity of therapy remain as problems in cervical cancer. Monoclonal antibody as targeted therapy has showed a promising role in cancer treatment. This study aims to analyze the immunological response of radiation and mAb h-R3 in cervical cancer treatment.

Methods. This was an experimental study conducted in two years. Subjects were divided into two groups, one group received radiation with mAb h-R3 and the other received radiation only. Cellular immunity tests (NK CD56+ cell, CD4+ T cell, and CD8+ T cell) were performed on peripheral blood and tumor tissue to determine the immunological effect and tumor response on each group. Analyses were performed at 3 period: before treatment (pre therapy) as baseline, one week after first administration of mAb h-R3 (during therapy) to measure effect of mAb h-R3, and after external radiation before first brachytherapy (after therapy) to measure effect of radiation with or without mAb h-R3.

Result. There were 22 subjects, stage IIB to IIIB, with the mean age of 51.2 ± 7.7 years. The ratio of tumor tissue NK CD56+ cells pre- and during-therapy in mAb h-R3 group were higher (p<0.05), showing the effect of mAb h-R3 to NK CD56+ cells. Number of T CD4+ and CD8+ cells pre- and during-therapy in peripheral blood and tumor tissue in mAb h-R3 group increased with significant difference in peripheral blood between two groups (p<0.05). Radiation and mAb h-R3 effect were shown in pre- and post-therapy ratio, although all immune cells were decreased, mAb h-R3 group still have higher number of cells. There was a correlation between the increment of NK CD56+ cells with tumor volume reduction. Based on RECIST criteria, mAb h-R3 group have better response (p<0.05) than control group (complete response: 63.6% vs 18.2%).

Conclusion. mAb h-R3 increases the number of immune cells both systemically and locally, radiotherapy and mAb h-R3 have better immune response which will increase the therapeutic response.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pauline Phoebe Halim
"

Imunoterapi merupakan metode terapi kanker yang sedang berkembang namun belum tersedia bebas di Indonesia karena biayanya yang mahal. Salah satu cara kerjanya adalah dengan menargetkan bagian spesifik dari sistem imun untuk membentuk respon terhadap sel ganas dan meningkatkan apoptosis sel menggunakan antibodi monoklonal. Contohnya reseptor PD1 yang berfungsi untuk menghalangi ligan PD1 yang banyak terdapat pada permukaan sel kanker. Riset ini bertujuan untuk mendapatkan plasmid rekombinan epitop PD1 EP2 yang akan dipergunakan dalam riset payung tim PRVKP. Rekombinasi DNA dilakukan dengan memasukan fragmen DNA PD1 EP2 yang telah diperbanyak dan dipotong ke dalam plasmid pQE-80L. Hasil ligasi kemudian ditransformasi dalam bakteri E.coli TOP10 dan dianalisa dengan PCR koloni. Produk PCR terbukti mengandung plasmid rekombinan PQE EP2. Konfirmasi selanjutnya dengan analisa sekuens DNA memastikan kandungan basa pada fragment insert telah terekspresi dalam plasmid. Sekuensing koloni ke 12 menunjukan bahwa insert telah terekspresi tanpa mutasi. Beberapa protokol ditemukan berpotensi mengurangi kemungkinan keberhasilan studi ini namun penelitian lebih lanjut. Dikarenakan hasil analisa ulang situs restriksi HindIII pada sekuens DNA tidak dapat memberi kepastian, sekuensing ulang disarankan untuk dilakukan. Protokol PRVKP disarankan untuk disempurnakan kembali.


Immunotherapy is a flourishing method for cancer treatment that is not available in Indonesia due to its expensive cost. One of its working method is by targeting a specific part of immune system to induce response against cancer cell and increase cell apoptosis with monoclonal antibodies. As example, PD1 receptor which function is to inhibit PD1 ligands abundantly found at the surface of cancer cell. This research focused on obtaining PD1 EP2 epitope recombinant plasmid to create the PD1 monoclonal antibody that is being develop by PRVKP team. DNA recombination was performed by inserting PD1 EP2 epitope's fragment into pQE-80L plasmid. Ligation product was then transformed into E.coli TOP10 bacteria and analyzed with colony PCR. PCR product had been proven to yield several colonies which contain PQE EP2 recombinant plasmid. Next, sequence analysis was conducted to confirm correct insert fragment was successfully expressed in plasmid. The 12th colony sequence was confirmed to contain non-mutated bases. Several protocol were found to potentially decrease the chance of success, yet further examination was not executed as it was not the focus of the research. As reanalysis of HindIII restriction site in recombinant sequence remained inconclusive, resequencing was suggested. PRVKP protocols adjustment was advised.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M.M.B. Sunarti
"Ruang lingkup dan cara penelitian : Dalam upaya mencari vaksin dengue yang aman, efisien dan ekonomis maka diperlukan peta epitop yang lengkap sehingga dapat diketahui fraksi virus yang bersifat imunogen kuat. Untuk keperluan tersebut dibutuhkan panel antibodi monoklonal. Karena dengue tipe 2 merupakan salah satu tipe yang banyak dihubungkan dengan kasus - kasus berat dan fatal di Indonesia maka dalam penelitian ini akan dicoba untuk membuat antibodi monoklonal terhadap virus dengue tipe 2 galur NGC dengan jalan memfusikan sel mieloma mencit P3U1 dengan splenosit mencit yang sebelumnya diimunisasi dengan virus dengue tersebut.
Proses fusi dibantu dengan penambahan polietilen glikol 4000 50 % dan sel disebar pada sumur mikrotiter. Seleksi sel hibrid dilakukan dengan cara menam bahkan medium yang mengandung hiposantin, aminopterin dan timidin. Selanjutnya dilakukan pemilahan antara hibrid yang mensekresi antibodi dan tidak dengan cara ELISA. Karakterisasi supematan hibrid terpilih dilakukan dengan cara ELISA dan HI dengan ke - 4 tipe virus dengue sedangkan reaktiiiasnya terhadap virus ensefalitis Jepang diuji dengan cara ELISA.
Hasil : Splenosit mencit Balb C betina yang sebelumnya diimunisasi dengan virus dengue tipe 2 galur NGC difusikan dengan 2,3 x 10 6 P3U1 dengan perbandingan 2 : 1. Seleksi dari 532 sumur mikrotiter yang berisi hasil fusi memperlihatkan pertumbuhan hibrid pada 383 sumur yang berisi 2 - 15 klon. Daripadanya hanya 201 sumur yang dapat ditapis dan setelah proses kloning - sub kloning dipilib 15 klon yang bereaksi kuat dengan D2 NGC.
Hasil uji dengan ke - 4 serotipe virus dengue dan virus ensefalitis Jepang menunjukkan adanya 1 klon yang bersifat spesifik tipe dan 6 klon yang Flavivirus sub group reactive. Dua klon tidak diuji secara lengkap karena jumlahnya kurang. Sebanyak 6 Mon tidak memenuhi kriteria penggolongan antibodi monoklonal yang diajukan oteh Henchal. Ditemukan juga 1 Mon yang merupakan sekretor labil.
Kesimpulan : Hasil yang didapatkan tidak memenuhi harapan. Adanya kontaminasi dihubungkan dengan sedikitnya jumlah antibodi monoklonal spesifik tipe yang dapat ditemukan. Klon yang berhasil ditemukan berupa Mon yang bersifat spesifik tipe, Flavivirus sub group reactive dan klon yang tidak dapat diklasifkasikan. Ditemukan pula klon yang termasuk sekretor labil .Rendahnya harga serapan yang didapatkan dari tampilan ELISA memerlukan beberapa cara untuk memperbaikinya."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tika Widayanti
"Infeksi dengue DENV adalah penyakit yang diperantarai nyamuk yang manifestasinya dapat mengarah pada dengue hemorrhagic fever DHF dan/atau dengue shock syndrome DSS yang dapat mengakibatkan kematian. Di Indonesia, DHF sudah endemis dan menjadi penyakit yang terjadi sepanjang tahun. Protein non struktural-1 NS1 dari DENV diketahui merupakan biomarker dalam diagnosis dengue karena protein ini bersirkulasi dalam darah selama fase akut penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan antibodi monoklonal mAb untuk mendeteksi antigen NS1 dari DENV serotipe 3 DENV3. Sel hibridoma penghasil mAb diperoleh dengan memfusikan sel B dari mencit yang diimunisasi dengan antigen NS1 yang diekspresikan pada sel CHO-K1 dengan sel PAI myeloma. Seleksi hibridoma dengan ELISA indirect diperoleh 16 klona yang berpotensi menghasilkan antibodi anti-NS1.
Tujuh klona terbaik dipilih untuk dikarakterisasi dengan metode IFA terhadap antigen rekombinan NS1 dan hasilnya 6 klona positif menunjukkan reaksi sinyal fluoresens. Klona mAb 4-2D, 4-4F, dan 2-7A diuji terhadap protein NS1 native dari DENV1, DENV2, DENV3, dan DENV4, dan ketiga mAb tersebut mampu mengenali secara spesifik protein NS1 dan tidak bereaksi terhadap protein virus yang lain. Terdapat reaktivitas silang dengan 3 serotipe lainnya yang mengindikasikan bahwa mAb yang diujikan mengenali epitop lestari antigen NS1. Analisis prediksi epitop NS1 juga dilakukan secara in silico terhadap beberapa strain DENV lainnya. Namun, studi lebih lanjut mengenai pemetaan epitop dan afinitas pengikatan antigen-antibodi perlu dilakukan untuk menentukan mAb yang paling potensial sebagai bahan baku kit diagnostik.
......
Dengue DENV is a mosquito borne infection disease which its manifestation can be lead to a lethal dengue hemorrhagic fever DHF and or dengue shock syndrome DSS . In Indonesia, DHF has been endemic and the disease occurs throughout the year. Non structural 1 NS1 protein of DENV is known to be a biomarker in dengue diagnosis since the protein is abundantly circulating in the blood during acute phase of the disease. The aim of this study to develop monoclonal antibodies mAbs derived from DENV3 to detect NS1. Hybridoma mAb producing cells were obtained by fusing B cells from an immunized mice with NS1 antigen expressed on CHO K1 cells, with PAI myeloma cells. Hybridoma selection with indirect ELISA showed 16 clones that could be potentially produce anti NS1 antibodies.
Seven up to sixteen clones were selected to be characterized by IFA against recombinant NS1 antigen and the result showed 6 clones produce fluorescence signals. Clones mAb 4 2D, 4 4F, and 2 7A were tested against native NS1 proteins from DENV1, DENV2, DENV3, and DENV4, and these mAbs were able to recognize specifically NS1 protein and did not react against other viral proteins. There is a cross reactivity within 3 other serotypes which initially indicate that mAbs recognizes the conserved epitopes determinant of the NS1 antigen. Epitopes prediction analysis was also performed in silico against several others DENV strains. However, further studies of epitope mapping and antigen antibody binding affinity are necessary to determine the most potential mAbs for diagnostic tools. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arum Margi Kusumawardani
"Latar Belakang: Inkompatibilitas human platelet antigen (HPA) fetomaternal terjadi karena keberadaan antigen pada membran trombosit yang diekspresikan oleh fetus, namun maternal tidak mengekspresikan antigen tersebut. Human platelet antigen yang tidak serasi antara fetus dan maternal dapat memicu respon imun pada masa kehamilan, dan menghasilkan aloantibodi anti-trombosit yang dapat menghancurkan trombosit fetus sehingga mengakibatkan terjadinya trombositopenia pada fetus dan neonatus yang dikenal sebagai fetal/ neonatal alloimmune thrombocytopenia (FNAIT). Deteksi HPA belum dilakukan di Indonesia, sehingga tidak diketahui antigen yang terdapat pada trombosit. Hal ini memungkinkan terjadinya kasus FNAIT dengan salah satu tanda yang dapat dikenali melalui gejala klinis pada neonatus yaitu neonatus mengalami trombositopenia.
Tujuan: Mengetahui penyebab imun terjadinya trombositopenia pada neonatus sebagai salah satu upaya dalam memberikan tata laksana yang tepat dan optimal.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan desain penelitian potong lintang. Subyek pada penelitian ini adalah neonatus dengan trombositopenia sesuai kriteria penelitian. Sampel yang terkumpul dilakukan skrining dan hasil skrining yang menunjukkan keberadaan antibodi trombosit, kemudian dilakukan identifikasi antibodi anti-HPA-3.
Hasil dan Diskusi: Hasil skrining pada 30 sampel didapatkan 3 neonatus positif antibodi trombosit, 2 borderline dan 25 negatif antibodi trombosit. Identifikasi antibodi anti-HPA-3 dilakukan pada lima sampel, menunjukkan ke lima sampel negatif terhadap antibodi anti-HPA-3. Skrining antibodi juga dilakukan pada 5 ibu neonatus yang terdeteksi antibodi trombosit dan ke lima nya negatif antibodi trombosit. Terdapat beberapa kemungkinan hasil negatif pada identifikasi antibodi anti-HPA, diantaranya antibodi anti-HPA yang spesifik terhadap glikoprotein lain di membran trombosit atau spesifik HPA lain. Diperlukan penelitian lebih lanjut dalam pembuktian kemungkinan tersebut. Simpulan: Berdasarkan hasil skrining ditemukan lima sampel terdapat antibodi anti-trombosit pada neonatus dengan trombositopenia, namun setelah dilakukan identifikasi pada lima sampel tidak satupun ditemukan antibodi anti-HPA-3. Hasil skrining kelima ibu negatif antibodi anti-trombosit, menunjukkan antibodi trombosit pada neonatus dengan trombositopenia bukan aloantibodi yang berasal dari ibu.
......Background: Incompatibility human platelet antigen (HPA) fetomaternal occurs due to the presence of antigens on the platelet membrane expressed by the fetus, but maternal does not express these antigens. Human platelet antigen that is mismatched between the fetus and the maternal can trigger an immune response during pregnancy and produce anti-platelet alloantibodies that can destroy fetal platelets resulting in thrombocytopenia in the fetus and neonate, known as fetal/neonatal alloimmune thrombocytopenia (FNAIT). Human platelet antigen detection has not been carried out in Indonesia, so there is no known antigen on the platelets. This allows the occurrence of FNAIT cases with one of the signs that can be recognized through clinical symptoms in neonates, namely neonates experiencing thrombocytopenia. Aim: Knowing the causes of immunity to neonatal thrombocytopenia is one of the efforts to provide proper and optimal management.
Methods: This research is descriptive observational study with a cross sectional design. The subject in this study were neonates with thrombocytopenia according to the study criteria. The collected sample is screened for the presence of platelet antibodies, then identification of anti-HPA-3 antibodies.
Result: Screening in 30 samples showed that 3 neonates were positive for platelet antibodies, 2 borderline and 25 were negative for platelet antibodies. Anti-HPA-3 antibody identification was performed in five samples, indicating that all five samples were negative for anti-HPA-3 antibodies. There are several possible negative results on the identification of anti-HPA-3 antibodies, including anti-HPA antibodies that are specific to other glycoproteins on the platelet membrane or the present of platelet antibodies due to specific to other HPA. Further research is needed to prove this possibility.
Conclution: Based on the screening result, five samples were found to have platelet antibodies in neonates with thrombocytopenia, after identification none of them were found to be specific anti-HPA-3 antibodies. Screening result of five maternal were negative platelet antibodies, it means platelet antibodies in neonates with thrombocytopenia are not alloantibodies of maternal origin."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mar'atul Azizah
"Penerapan antibodi monoklonal (mAb) anti-spike untuk digunakan dalam diagnosis SARS-CoV-2 memerlukan suatu proses purifikasi untuk mendapatkan suatu antibodi yang murni dan homogen sehingga dapat mendeteksi suatu patogen spesifik secara optimal. Penelitian ini bertujuan untuk memurnikan mAb terhadap protein spike SARS-CoV-2 dan membandingkan hasil purifikasi terbaik dari metode kromatografi afinitas dengan protein G dan kromatografi penukar ion sehingga diperoleh metode yang paling optimal dalam purifikasi mAb terhadap protein spike SARS-CoV-2. Purifikasi mAb anti-spike SARS-CoV-2 dilakukan menggunakan kromatografi afinitas dengan protein G dan kromatografi penukar ion. Hasil purifikasi dari kedua metode kromatografi dikarakterisasi dan diuji fungsionalitasnya menggunakan SDS-PAGE, pengukuran konsentrasi protein, ELISA indirect, dan western blot (WB). Hasil profil SDS-PAGE menunjukkan mAb hasil purifikasi menggunakan protein G pada fraksi 19GD dan 20GD memiliki profil pita protein dengan dua pita, yaitu heavy chain ~50 kDa dan light chain ~25 kDa dengan tingkat kemurnian mencapai 96%. Uji fungsionalitas dengan ELISA indirect menunjukkan fraksi 19GD dan 20GD memiliki nilai absorbansi sebesar 1,015 dan 1,021. Uji fungsionalitas dengan WB menunjukkan adanya pengikatan mAb fraksi 19GD terhadap protein RBD pada ukuran ~38 kDa. Hasil karakterisasi dan uji fungsionalitas mAb fraksi hasil purifikasi dengan resin penukar ion menunjukkan profil pita protein kontaminan, nilai absorbansi dari 0,49—0,82 , dan tidak terbentuk pita protein pada uji WB. Berdasarkan hasil tersebut, mAb anti-spike SARS-CoV-2 berhasil dimurnikan menggunakan kromatografi afinitas dengan protein G secara optimal.
......The application of anti-spike monoclonal antibody (mAb) for use in the diagnosis of SARS-CoV-2 requires a purification process to obtain a pure and homogeneous antibody so that it can detect a specific pathogen optimally. This research aims to purify anti-spike SARS-CoV-2 mAb and compare the best purification results from affinity chromatography with protein G and ion-exchange chromatography methods in order to obtain the most optimal method of purification of anti-spike SARS-CoV-2 mAb. Purification of anti-spike SARS-CoV-2 mAb was carried out using affinity chromatography with protein G and ion exchange chromatography. The purification results from both chromatographic methods were characterized and tested for functionality using SDS-PAGE, measurement of protein concentration, indirect ELISA, and western blot (WB). The results of SDS-PAGE profile showed that mAb purified using protein G in the 19GD and 20GD fractions had a protein band profile with two bands, namely heavy chain ~50 kDa and light chain ~25 kDa with a purity level of 96%. The functionality test with indirect ELISA showed that 19GD and 20GD fractions had OD values ​​of 1.015 and 1.021. Functionality test with WB showed the binding of mAb fraction 19GD to RBD protein at ~38 kDa. The results of characterization and functionality test of purified mAb fraction with ion exchange resin showed a contaminant protein band profile, absorbance values ​​from 0.49—0.82, and no protein band was formed in the WB test. Based on these results, anti-spike SARS-CoV-2 mAb was successfully purified using affinity chromatography with protein G optimally."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khafsah Sangadah
"Latar belakang: Imunotoksin adalah salah satu bentuk terapi target pada kanker berupa konjugasi antara antibodi monoklonal dengan molekul toksin Antibodi menghantarkan toksin ke sel kanker dan menyebabkan kematian sel. Pada penelitian ini, toksin mitokondria asam bongkrek dikonjugasikan dengan antibodi anti-CD3 menjadi senyawa konjugat asam bongkrek-antibodi anti-CD3, dan digunakan SMDT sebagai model uji spesifisitas.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis senyawa konjugat antara asam bongkrek dengan antibodi monoklonal anti-CD3 dan uji spesifisitas secara in-vitro pada SMDT.
Metode: Uji in-silico dilakukan untuk memprediksi situs konjugasi. Sintesis imunotoksin asam bongkrek-antibodi anti-CD3 dilakukan secara kimiawi menggunakan penaut EDC.HCl/Sulfo-NHS. SMDT digunakan sebagai model uji spesifisitas.
Hasil: Molecular docking menunjukkan bahwa asam amino lisin, asparagin dan glutamin dari Fc IgG2a berinteraksi secara kovalen dengan gugus karboksilat dari asam bongkrek. Serapan senyawa konjugat pada panjang gelombang 280 nm dan 260 nm menunjukkan adanya serapan protein dan asam bongkrek. Inkubasi SMDT dengan senyawa konjugat menunjukkan jumlah sel hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan inkubasi asam bongkrek (p<0.05) ataupun dengan antibodi anti-CD3 (p<0.05).
Kesimpulan: Uji in-silico menunjukkan adanya interaksi antara gugus karboksilat dari asam bongkrek dengan gugus amina primer dari imunoglobulin. Uji in-vitro senyawa konjugat menunjukkan efek sitotoksik lebih rendah dibandingkan dengan asam bongkrek maupun antibodi anti-CD3.
......Background: Immunotoxin is a form of targeted therapy in cancer in the form of conjugation between monoclonal antibodies and toxins. Antibodies will deliver toxins to cancer cells and cause cell death. In this study, mitochondrial toxin bongkrekic acid was conjugated with anti-CD3 monoclonal antibodies into anti-CD3 monoclonal antibody-bongkrekic acid conjugate, and PBMC was used as a specificity test model.
Objective: This study aims to synthesize conjugate between bongkrekic acid with anti-CD3 monoclonal antibodies and in-vitro specificity tests on PBMC. Method: An in-silico test was performed to predict the conjugation site. The synthesis of anti-CD3 monoclonal antibody-bongkrekic acid was carried out chemically using EDC.HCl/Sulfo-NHS crosslinker. PBMC was used as a specificity test model.
Results: Molecular docking showed that the amino acids lysine, asparagine, and glutamine from Fc IgG2a interact covalently with the carboxylic group of bongkrekic acid. The spectroscopy measurement of conjugate compounds at wavelengths of 280 nm and 260 nm indicates the absorption of proteins and bongkrekic acid. PBMC incubation with conjugate compounds showed a higher number of living cells compared to bongkrekic acid (p<0.05) or with anti-CD3 antibodies (p < 0.05).
Conclusion: In-silico studies show an interaction between the carboxylic group of bongkrekic acid and the primary amine group of immunoglobulin. In-vitro assays of conjugate compounds showed lower cytotoxic effects compared to bongkrekic acid and anti-CD3 antibodies."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kresna Mutia
"Optimasi uji imunofluoresensi untuk mendeteksi dan membedakan serotipe virus dengue telah dilakukan. Berdasarkan hasil, galur sel Vero76 merupakan sel terbaik untuk visualisasi dengan konsentrasi optimum antibodi primer yaitu 3,5 µg/ml untuk 4G2 (Anti Flavivirus), 3,8 µg/ml untuk 15F3 (Anti DEN1), 4,1 µg/ml untuk 3H5 (Anti DEN2), 4,4 µg/ml untuk 5D4 (Anti DEN3), dan 5,8 µg/ml untuk 1H10 (Anti DEN4), antibodi sekunder FITC sebesar 10 µg/ml, dan 7 µg/ml untuk antibodi dilabel Alexa Fluor. Uji sensitivitas menunjukkan bahwa uji imunofluoresensi mampu mendeteksi virus hingga 10-3 (0,001) plaque forming unit (PFU)/ml. Uji spesifisitas menunjukkan antibodi monoklonal yang diproduksi spesifik terhadap setiap serotipe.
......Optimization of immunofluorescence assay (IFA) for detecting and serotyping dengue virus had been done. The results showed that Vero76 cell line was the best cell for visualization, with optimum concentration for primary antibody was 3.5 µg/ml for 4G2 (Anti Flavivirus), 3.8 µg/ml for 15F3 (Anti DEN1), 4.1 µg/ml for 3H5 (Anti DEN2), 4.4 µg/ml for 5D4 (Anti DEN3), and 5.8 µg/ml for 1H10 (Anti DEN4), while for FITC-labelled secondary antibody was 10 µg/ml, and 7 µg/ml for Alexa Fluor-labeled antibody. The sensitivity showed that IFA were able to detect viruses up to 10-3 PFU/ml. The specificity assay demonstrated that the monoclonal antibodies were specific to each serotype."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S824
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library