Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hendrik Adrianto
"Pandangan masyarakat dalam menilai perusahaan-perusahaan yang diindikasikan mempunyai posisi monopoli dan dominan di suatu pangsa pasar tertentu, terbagi menjadi dua bagian, yaitu pandangan pertama yang menilai perusahaan yang memonopoli barang atau jasa tertentu dapat dikategorikan melanggar Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dan KPPU harus segera melakukan penyelidikan baik berdasarkan laporan maupun atas inisiatif sendiri untuk memberikan sanksi atas pelanggaran Undang-Undang tersebut, dan yang kedua adalah masyarakat yang menilai bahwa perusahaan yang memonopoli dan mempunyai posisi dominan terhadap barang atau jasa tertentu belum tentu melanggar Undang-Undang ini karena harus dinilai dari perilaku perusahaan tersebut untuk mencapai posisi monopoli dan posisi dominan tersebut, apakah diraih dengan cara-cara yang melanggar hukum (unfair competition) atau secara alamiah mencapai posisi itu dengan menerapkan efisiensi dalam pengelolaan perusahaannya.
Untuk mengawasai pelaksanaan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang berperan juga dalam penegakan Undang-Undang Persaingan ini melalui beberapa pendekatan yang dapat diterima oleh berbagai pihak baik dari segi pelaku usaha, masyarakat maupun pemerintah sebagai regulator. Perusahaan dengan posisi monopoli secara alami ini secara hukum dapat dikatakan tidak secara tegas dilarang oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, hal ini dilihat dari kriteria-kriteria yang diperbolehkan oleh Garis Besar Haluan Negara untuk dapat terjadinya monopoli, seperti monopoli dan kedudukan monopolistik yang diperoleh dengan cara natural karena monopoli menang dalam persaingan yang dilakukan secara sehat. Dalam hal demikian memang tidak apa-apa, namun entry (masuknya siapa saja dalam investasi yang sama) harus terbuka lebar-lebar, dan yang lainnya adalah monopoli atau kedudukan monopolistik yang diperoleh secara natural karena investasinya terlampau besar, sehingga hanya satu saja yang berani dan bisa merealisasikan investasinya. Meski demikian, pemerintah harus tetap bersikap persuasif dan kondusif di dalam memecahkan monopoli.
Jadi kehadiran ketentuan-ketentuan UU Antimonopoli ini diharapkan dapat menjamin terciptanya iklim berusaha yang sehat, adil dan bebas dari unsur-unsur Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Sehingga kehadirannya akan membawa nilai positif bagi perkembangan iklim usaha di Indonesia, yang selama ini dapat dikatakan jauh dari kondisi yang ideal. Sekurang-kurangnya, UU Antimonopoli ini secara tidak langsung akan memaksa pelaku usaha untuk lebih efisien dalam mengelola usahanya, karena UU Antimonopoli ini juga menjamin dan memberi peluang yang besar kepada pelaku usaha lain yang ingin berusaha (sebagai akibat dilarangnya praktek monopoli dalam bentuk penciptaan barrier to entry). Hal ini berarti bahwa hanya pelaku usaha yang efisienlah yang dapat bertahan di pasar.
Usaha untuk menjaga independensi dari pihak-pihak lain, setidaknya dapat terlihat dari persyaratan keanggotaan yang diatur dalam Pasal 32 yaitu, bahwa anggota Komisi tidak terafiliasi dengan suatu badan usaha. Oleh karena itu anggota Komisi yang menangani perkara dilarang mempunyai hubungan sedarah atau semenda sampai derajat ketiga dengan salah satu pihak yang berperkara, atau mempunyai perbenturan kepentingan dengan negara yang bersangkutan. Jadi secara legal, komisi ini adalah lembaga non struktural yang independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah serta pihak lain yang diberi wewenang penuh untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sesuai dengan ketentuanketentuan yang diatur dalam W No. 5 Tahun 1999 serta dapat melanjutkan reformasi baik di bidang bukum maupun di bidang ekonomi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T16358
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Arief Khumaidi
"Pada umumnya tujuan UU Antimonopoli di dunia adalah kesejahteraan konsumen. Di dalam UU Antimonopoli di Indonesia (UU No.5/1999) disamping hendak mencapai efisiensi dalam pengelolaan sumberdaya dan kesejahteraan konsumen, juga mencakup tujuan-tujuan lain, yaitu melindungi usaha kecil, perkecualian terhadap koperasi dan pengecualian monopoli berdasar UU. Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 2 dan 3 Undang-Undang No 5/1999 menyebutkan tujuan kebijakan antimonopoli Indonesia. Pasal 2 UU No.5/1999 diharapkan akan membantu terwujudkan demokrasi ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal 33, ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945. Sedangkan Pasal 3 UU No.5/1999 bertujuan menjamin sistem persaingan usaha yang babas dan adil untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menciptakan sistem ekonomi yang of lien. Sebagai tujuan, pasal 2 dan 3 UU No. 5/1999 tidak memiliki relevansi langsung terhadap pelaku usaha karena tidak menetapkan syarat-syarat kongkret terhadap perilaku usaha. Namun, pasal yang bercorak filosofis ini dapat digunakan untuk menerjemahkan menerapkan ketentuanketentuan yang meliputi persyaratan terhadap perilaku perusahaan monopolis tersebut. Peraturan persaingan usaha diterjemahkan dengan ciri sedernikian rupa sehingga tujuan-tujuan pasal 2 dan 3 tersebut dapat terwujud sebaik mungkin.
Untuk melihat konsistensi tujuan UU No.5/1999 dengan pelaksanaannya, perlu dilakukan penelaahan putusan yang berkaitan dengan tindak anti persaingan di Indonesia, terutama kasus tindak antimonopoli yang terjadi di Indonesia yang telah diputuskan oleh KPPU maupun belum selesai diputuskan. Dari kasus-kasus ini akan didapatkan gambaran bahwa putusan-putusan kasus tersebut konsisten dengan tujuan UU No.5/1999. Beberapa kasus diantaranya Kasus Lelang Sapi, Kasus INACA dan Kasus Asosiasi Permebelaan Indonesia (Asmindo) dapat dilihat darn perspektif tujuan UU Antimonopoli pada umumnya di dunia, yaitu apakah dapat pencapaian efidensi dan kesejahteraan konsumen secara efektif menjadi dasar keputusan atau karena pertimbangan Pasal-pasal perkecualian yang bercorak diskriminatif. Dengan demikran, maka didapatkan kejelasan subtansi didalam UU No.511999, yaitu UU Antimonopeli Indonesia apakah hanya mengatur tujuan efisiensi dan kesejahteraan konsumen ataa lebib darn itu, Mengingat bahwa tujuan efisensi dan kesejahteraan dalam UU Antimonopli dan tujuan yang berkaitan dengan pasal-pasal perkecualian tersebut merupakan amanat Pasal 33 UUD 1945, yang hams di atur dalam penindangan di Indonesia. Barangkali, subtansi yang berkaitan. dengan pasal-pasal perkecualian dipisahkan dari UU No.5/1999 dan di agendakan menjadi UU tersendiri. Deegan demikian, tujuan UU Antimonopoli Indonesia yang murni menekankan hanya pada efisiensi dan kesejahteraan konsumen akan membantu menyelesaikan kasus-kasus persaingan tidak sehat di Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T14523
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmiyati
"Undang-undang Nomor 5 Tabun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha (selanjutnya disebut "UU Antimonopoli") merupakan sebuah undang¬undang yang secara khusus mengatur persaingan dan praktek monopoli, yang sudah sejak lama dipikirkan oleh para pakar, partai politik, lembaga swadaya masyarakat, serta instansi pemerintah. Sebagai contoh, misalnya Partai Demokrasi Indonesia pada tahun 1995 telah mengeluarkan gagasan tentang konsep Rancangan Undang-Undang tentang Antimonopoli. Namun demikian, semua gagasan dan usulan tersebut tidak mendapat tanggapan yang positif, karena pada masa itu belum ada komitmen maupun political will dari elite politik yang berkuasa untuk mengatur masalah persaingan usaha."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19138
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anugerah Wanto Wibowo
"Usaha koperasi pada dasamya diarahkan sepenuhnya untuk memenuhi kepentingan anggota dan menghindari adanya kemungkinan penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai koperasi sebagaimana prinsip dasar usaha koperasi, dalam kaitannya dengan usaha koperasi ini, pengelolaannya ditujukan untuk mencapai taraf hidup dan kesejahteraan anggota, termasuk secara umum masyarakat secara keseluruhan.
Hambatan yang mungkin menghadang dalam upaya mencegah terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat dan kegiatan usaha yang merupikan posisi koperasi adalah ekonomi yang mendua, di satu sisi membiarkan modul usaha swasta dengan liberlismenya menghancurkan usaha ekonomi koperasi. Akan tetapi, di pihka lain mendorong gerakan koperasi sebagai gerakan perekonomuian nasional. Kebijakan tersebut harus dihapuskan dengan menguatkan struktur ekonomi yang mapan bagi koperasi.
Dalam era pasar babas, persaingan usaha yang sehat menjadi salah satu prasyarat keberhasilan suatu badan usaha untuk tetap bertahan, salah satu badan usaha tersebut adalah koperasi yang merupakan wadah perekonomian yang sesuai dengan sifat dan watak hidup bangsa Indonesia, Dalam konsep persaingan usaha yang sehat diberlakukan di Indonesia, UU No 5 tahun 1999 memberikan pengecualian bagi koperasi dalam menjalankan kegiatan prodaksi atau pemasaran barang, perlakuan khusus tersebut diberlakukan sebagai bentuk dukungan pernerintah kepada badan usaha koperasi agar tidak terlibat dalam persaingan dengan kelompok ekonomi yang lebih kuat dan mapan, hal ini didasarkan pertimbangan bahwa koperasi belum tentu dapat mempunyai kemampuan lebih dalam menjalankan usaha yang setara dengan kelompok usaha lainnya.
Persaingan usaha yang sehat menjadi salah satu prasyarat keberhasilan suatu badan usaha untuk tetap bertahan, salah satu badan usaha tersebut adalah koperasi yang merupakan wadah perekonomian yang sesuai dengan sifat dan watak hidup bangsa Indonesia. Adanya perlakuan khusus yang tertuang didalam pasal 50 Huruf i UU No. 5 tahun 1999 tersebut merupakan bagian dari peningkatan struktur dan diversifikasi usaha koperasi agar semakin berkembang, dalam kebijakan tertentu yang melibatkan koperasi dan usaha kecil, sama lapangan usaha ekonomi terbuka dilakukan oleh koperasi dan kemudian proses pelaksanaan di lapangan dilakukan pembinaan sebagaimana mestinya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T19154
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library