Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riyadh Firdaus
Abstrak :
Studi ini bertujuan untuk mengetahui keefeletifan parecoxib 40 mg intravena dibandingkan dengan morfin 5 mg intravena sebagai analgesik pada 24 jam pertama pascalaparotomi ginekologi. Enampuluh empat pasien laparotomi ginekologi mendapatkan intervensi parecoxib 40 mg iv atau morfin 5 mg iv pascabedah. Nilai VAS, waktu untuk kebutuhan petidin pertama, jumlah kebutuhan petidin dan efek samping opioid dicatat sampai 24 jam setelah intervensi. Didapatkan nilai rerata penurunan intensitas nyeri (PID) antara kedua kelompok tidak berbeda bermakna (p>0,05), dengan rerata PID 0-6 jam sebesar 33,3 (SE 3,3) untuk? kelompok parecoxib dan 38,4 (SE 4,2) untuk kelompok morfin. Rerata waktu pemberian petidin pertama tidak berbeda bermakna yaitu 2 jam 53 menit (parecoxib) dan 1 jam 44 menit (morfin); p>0,05). Rerata kebutuhan petidin 24 jam juga tidak berbeda bermakna yaitu 51,6 mg (SE 5,8) dan 55,5 mg (SE 4,6); p>0,05. Efek samping opioid berupa sedasi lebih banyak pada kelompok morfin yaitu 21 pasien (65,6%) vs 12 (37,5%); p=0,024. Efek samping opioid berupa mual, muntah dan pusing tidak berbeda bermakna. Disimpulkan bahwa parecoxib 40 mg iv tidak lebih baik(daripada morfin 5 mg iv dalam memberikan efek analgesia untuk nyeri pasacalaparotorni ginekologi.
Objective: The purpose of this study was to compare the analgesic activity of parecoxib 40 mg iv and morphine 5 mg iv in 24 hours after gynecologic surgery that requires laparotomy. Study design: In a randomized, controlled, double-blind, 64 patiets after gynecoloogic laparotomy surgery received single-dose intravenous parecoxib 40 mg or morphine .5 mg followed by repeated 25 mg iv pethidine as analgesic rescue drugs.Primary efficacy variables were pain intensity difference (PID), time to first recue/remedication, total pethidin dose over 24 hours, and opioid-sparring side effects were recorded. Results: Parecoxib 40 mg iv did not provide better pain responses than morphine 5 mg iv. Zero to 6 hours PID between parecoxib group and morphine grows were 33.3 (SE 3,3) versus 38,4 (SE 4,2; p>0,05). Mean time to first recuelremedication were 2h53min (parecoxib group) versus lh44min (morphine graup); p>0,05. Mean total pethidine dose in 24 hours were 51.6 mg (SE 5,8) versus 55,5 mg (SE 4,6) for parecoxib group and morphine group respectively; p>0,05. Morphine group showed more sedation parecoxib group; 21 pis (65,6%) versus 12 (37.5%); p-0,024. Other opioid-sparring side effects were comparable between both groups. Conclusion: Parecoxib 40 mg iv did not provide better analgesic activity than morphine 5 mg iv in 24 hours after gynecologic surgery that requires laparotomy.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18001
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Syauqi
Abstrak :
Telah dilakukan penelitian untuk membandingkan keefektifan penambahan morfin 0.05 mg intratekal dan morfin 0.1 mg intratekal dalam hal kekerapan pruritus yang ditimbulkan oleh efek samping morfin intratekal dengan efek analgesia pasca bedah-nya tetap sama pada kasus bedah sesar dengan tehnik analgesia spinal. Disain : uji klinis acak tersamar ganda. Metode : 84 pasien yang menjalani bedah sesar dibagi 2 kelompok. Kelompok A sebanyak 42 orang mendapat 0.05 mg morfin dan kelompok B sebanyak 42 orang mendapat 0.1 mg morfin pada suntikan bupivakain 0.5% 10 mg intratekal. Selanjutnya dilakukan pemantauan nyeri menggunakan skor VAS, tekanan darah, laju nadi dan laju nafas pada jam ke 2, 4, 6, 8, 16 dan 24 pasca operasi. Selama pemantauan juga diamati kekerapan dan derajat pruritus. Penilaian pruritus dengan menggunakan skor VAS. Hasil : Pada kelompok A memberikan efek analgesia paska bedah yang tidak berbeda bermakna dengan kelompok B dalam 24 jam (p X0.05 ). Sedangkan kekerapan pruritus pada kelompok A dan kelompok B masing-masing 16.7% dan 40.5% (p<0.05). Derajat pnuitus ringan dan sedang pada kelompok A didapat 7% dan 0%. Sedangkan pada kelompok B pruritus ringan 35,7 % dan pruritus sedang 4.8 %. Dan kedua kelompok tidak ada yang mengalami pruritus berat. Kesimpulan : morfin 0.05 mg intratekal lebih efektif menurunkan kekerapan pruritus dibanding morfin 0.1 mg intratekal tetapi menghasilkan efek analgesia pasca bedah yang sama pada bedah sesar dengan analgesia spinal.
This study compared the quality of analgesia and the incidence and degree of pruritus of 0.1 mg morphine intrathecally to 0.05 mg intrathecal morphine in patients undergoing Caesarean section. Design: randomized and double-blinded study Method: 84 patients who underwent Caesarean section were divided randomly into two groups. 42 patients in group A received intrathecal morphine 0.05 mg and group 13, 42 patients, received 0.1 mg morphine intrathecally in addition to a standard intrathecal dose of 10 mg bupivacaine 0.5% heavy. The quality of analgesia was assessed using Visual Analogue Score ( VAS) and the incidence and degree of pruritus were recorded during the first-24 hour postoperatively. Result: there was no statistically significant difference in the quality of analgesia between the two groups (p > 0.05 ). The incidence of pruritus in group A and group B was 16.7% and 40.5% respectively (p<0.05 ). The degree of pruritus in group A were mild : 7% and moderate : 0% while in group B mild : 35.7% and moderate 4.8%. There was no severe pruritus in the two groups. Conclusion : 0.05 mg intrathecal morphine significantly reduced the incidence of pruritus compared to 0A mg intrathecal morphine while there was no significant difference statistically in the quality of analgesia in the two groups.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cipta Suryadinata
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Nyeri pascaoperasi meningkatkan morbiditas, komplikasi pulmonal dan meningkatkan lama perawatan di rumah sakit. Teknik anestesia perioperatif dapat meningkatkan manajemen nyeri dan tingkat kepuasan pasien. Anestesia epidural dapat dikombinasikan dengan ajuvan untuk meningkatkan kualitas analgesia, memperpanjang durasi analgesia, mengurangi kebutuhan opiod dan efek sampingnya. Morfin memberikan kualitas analgesia yang baik tapi berkaitan dengan sering munculnya efek samping. Deksametason merupakan glukokortikoid yang dapat digunakan sebagai ajuvan anestesia epidural. Penelitian ini mencoba mengetahui perbandingan efektivitas penambahan ajuvan deksametason 8 mg dan morfin 2 mg pada bupivakain 0,125 12,5 mg epidural untuk analgesia pascaoperasi ekstremitas bawah.Metode: Penelitian ini merupakan uji klinik acak tersamar ganda untuk menilai efektivitas penambahan ajuvan deksametason 8 mg dan morfin 2 mg pada bupivakain 0,125 12,5 mg epidural untuk analgesia pascaoperasi ekstremitas bawah. Setelah mendapat izin komite etik dan informed consent sebanyak 64 subyek dengan consecutive sampling, subyek dirandomisasi menjadi dua kelompok untuk mendapatkan regimen epidural bupivakain 0,125 12,5 mg deksametason 8 mg kelompok bupivakain-deksametason dan bupivakain 0,125 12,5 mg morfin 2 mg pascaoperasi kelompok bupivakain-morfin . Subyek kemudian mendapatkan anestesia umum tanpa pemberian regimen epidural intraoperatif. Sesaat sebelum operasi belum selesai subyek diberikan parasetamol 1 gr iv. PCA morfin pascaoperasi diberikan bila VAS >4. Pasien dilakukan penilaian kebutuhan opioid, saat pertama membutuhkan analgesia tambahan, rerata derajat nyeri dan efek samping analgesia epidural pada kedua kelompok dalam 24 jam pertama pascaoperasi.Hasil: Kebutuhan opioid 24 jam pascaoperasi, saat pertama membutuhkan analgesia tambahan dan rerata derajat nyeri 24 jam pascaoperasi antara kedua kelompok didapatkan hasil tidak berbeda bermakna dengan nilai p 0,701, 0,729, dan 0,817. Kejadian mual/muntah didapatkan pada kelompok bupivakain-morfin 1,6 .Simpulan: Penambahan ajuvan deksametason 8 mg memiliki efektivitas yang sama dengan penambahan morfin 2 mg pada bupivakain 0,125 12,5 mg epidural untuk analgesia pascaoperasi ekstremitas bawah. Dosis deksametason 8 mg tidak berkaitan dengan timbulnya efek samping.Kata Kunci: ekstremitas bawah, pascaoperasi, epidural, bupivakain, morfin, deksametason, nyeri
ABSTRACT
Background Post operative pain enhances morbidity, pulmonary complications and increases hospital length. The technique of perioperative anesthesia can improve pain management and patient satisfaction. Epidural anesthesia can be combined with adjuvants to improve the quality of analgesia, prolong the duration analgesia, reduce opioid requirements and side effects. Morphine provides good quality analgesia but it associated with adverse effects. Dexamethasone is a glucocorticoid that can be used as an adjuvant of epidural anesthesia. This study attempt to determine the effectiveness comparison of dexamethasone 8 mg and morphine 2 mg addition as adjuvants in bupivacaine 0,125 12,5 mg epidural for post operative analgesia of the lower extremity.Methods In this double blinded randomized clinical trial, we evaluate the effectiveness of adjuvant addition of dexamethasone 8 mg and morphine 2 mg in bupivacaine 0,125 12,5 mg epidural for post operative analgesia of the lower extremity surgery. After obtaining permission from the ethic committee and informed consent, a total 64 subjects with consecutive sampling were randomly allocated to two groups to receive a total volume of 10 ml epidural plain bupivacaine 0,125 12,5 mg with either 8 mg dexamethasone in the bupicaine dexamethasone group or 2 mg morphine in bupivacaine morphine group. Subjects then receive general anesthesia without epidural regimen administration intraoperatively. Shortly before the end of operation subjects were given intravenous paracetamol 1 gr. Patient Controlled Analgesia PCA of morphine was given when Visual Analog Scale VAS 4. Post operative opioid consumption, the time to first analgetic requirement, pain score and adverse effects in both group were recorded within the first 24 hours postoperatively.Result Post operative opioid consumption, the time to first analgetic requirement and pain score between the two groups showed no significant difference with p value respectively 0.701, 0.729 and 0.817. The incidence of nausea vomiting was found in the bupivacaine morphine group 1,6 .Conclusion The addition of dexamethasone 8 mg had the same effectiveness as morphine 2 mg in bupivacaine 0,125 12.5 mg epidural for post operative analgesia in the lower extremity surgery. Dosage of dexamethasone 8 mg was not associated with adverse events.Keywords lower extremity, post operative, epidural, bupivacaine, morphine, dexamethasone, pain
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library