Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Raihan Athallah
Abstrak :
Dalam menentukan spesifikasi ruang untuk menciptakan kafe dengan kualitas akustik yang baik, tentu membutuhkan penyelesaian akustik yang berbeda dengan ruangan lainnya, karena memiliki program dan fungsi ruang yang cukup beragam. Ruangan pada kafe yang didatangi berbagai pengunjung., cukup sering menciptakan permasalahan akustik tertentu, karena adanya perbedaan yang cukup signifikan dalam penggunaan ruangnya. Skripsi ini merupakan evaluasi akustik, pada bangunan komunal kafe, yang menggunakan Bermuda Coffee and Eatery sebagai objek studi kasusnya. Evaluasi yang dilakukan berada pada beberapa fase, yang diantaranya adalah pengunjung < 50 %, pengunjung > 70 %, dan pengunjung > 70 % ditambah hujan. Evaluasi akustik dilakukan berdasarkan teori akustik ruang dalam, serta tinjauan lapangan yang berupa perhitungan intensitas bunyi dan Reverberation Time. Hasil evaluasi memperlihatkan bahwa RT objek studi kasus sudah cukup tepat dengan fungsinya, namun geometri dan material yang berada pada bidang di dalam kafe, menciptakan intensitas bunyi yang cukup tinggi pada kafe. Dengan hal ini, objek studi kasus dinilai untuk dapat diperbaiki, untuk memfasilitasi ruang yang lebih rendah bising. ......In determining the space specifications to create a cafe with good acoustic qualities, there is a need to require acoustic solutions that differ from other rooms, due to its various programs and functions. Cafe spaces which are visited by various visitors, quite often creates certain acoustic problems, due to the significant difference in space usage. This paper is an acoustic evaluation towards a communal cafe that uses Bermuda Coffee and Eatery as the object of the study case. The evaluation is carried out through several phases, which includes visitors <50%, visitors >70%, and visitors >70% with rainfall. The acoustic evaluation is carried out based on the acoustic theory of indoor space, as well as field reviews that includes sound intensity calculations and Reverberation Time. Evaluation results show that the RT of the case study is quite appropriate based on its function, but the geometry and materials in the area inside the cafe create a fairly high sound intensity. With this, the case study is concluded to be repairable in order to facilitate a lower noise level for the space.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herfira Triana
Abstrak :
Secara global, konsumsi energi pada bangunan didominasi sebesar 55% oleh penggunaan energi listrik selama bangunan beroperasi. Sementara di Jakarta, sebesar 15 – 25% dari keseluruhan konsumsi energi digunakan untuk sistem pencahayaan buatan, berdasarkan riset tahun 2009. Untuk menurunkan konsumsi energi, serta mengurangi dampak negatif emisi pada lingkungan, diterapkan upaya peningkatan efisiensi energi. ASHRAE 189.1 merupakan standar yang disusun oleh sebuah asosiasi profesional Amerika, yang menjadi acuan teknis dunia untuk mendesain bangunan dengan penggunaan energi yang efisien. Melihat pencahayaan buatan pada bangunan seni multifungsi memegang peran yang penting, konsumsi energi pada tipe bangunan ini berpotensi didominasi oleh sistem pencahayaannya. Penulisan ini mengkaji sistem pencahayaan buatan pada salah satu bangunan seni multifungsi, yaitu Makara Art Center Universitas Indonesia, untuk mengetahui apakah konsumsi energi sistem pencahayaan buatan pada bangunan telah efisien menurut standar ASHRAE 189.1. Kajian ini diawali dengan meninjau literatur yang berkaitan dengan bahasan, dilanjutkan dengan mengukur dan mengevaluasi iluminasi sistem pencahayaan bangunan studi kasus secara manual berdasarkan standar SNI 7062: 2019 serta dengan simulasi menggunakan perangkat lunak DIALux evo 10.1, yang kemudian disetarakan dengan standar ASHRAE 189.1. Hasil pengukuran 36 ruangan pada bangunan ini menunjukkan konsumsi energi untuk sistem pencahayaannya berlebih sebesar 0.17%. Berdasarkan 6 ruangan yang mengkonsumsi energi berlebih, terdapat 5 ruang yang lebih dominan menggunakan pencahayaan alami. Maka secara keseluruhan, konsumsi energi untuk sistem pencahayaan buatan Makara Art Center telah mendekati efisien, namun tetap dapat ditingkatkan kembali. ......Globally, energy consumption in buildings is dominated by 55% use of electrical energy during building operations. Meanwhile in Jakarta, 15 – 25% of the total energy consumption is used for artificial lighting systems, based on research in 2009. To reduce energy consumption, and reduce the negative impact of emissions on the environment, efforts to improve energy efficiency are implemented. ASHRAE 189.1 is a standard compiled by an American professional association, which is a world’s technical reference for designing buildings with energy efficient use. Seeing that artificial lighting in multifunctional art buildings plays an important role, energy consumption in this building type has the potential to be dominated by the lighting system. This paper examines the artificial lighting system in one of the multifunctional art buildings, namely Makara Art Center Universitas Indonesia, to find out whether the energy consumption of the artificial lighting system in the building is efficient according to ASHRAE 189.1 standards. This study begins by reviewing the literature related to the discussion, followed by measuring and evaluating the lighting system’s illumination of the case study building manually based on the SNI 7062: 2019 standard and by simulating it using the DIALux evo 10.1 software, which is then compared to the ASHRAE 189.1 standard. The measurement results of 36 rooms in this building show that the energy consumption for the lighting system is 0.17% excessive. Based on 6 rooms that consume excess energy, there are 5 rooms that use natural lighting more dominantly. So overall, the energy consumption of Makara Art Center's artificial lighting system is nearly efficient, but still can be increased.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arini Yunita
Abstrak :
Kemacetan lalu lintas di Jakarta disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara pertumbuhan kendaraan pribadi dengan peningkatan jaringan jalan. Tingginya pertumbuhan kendaraan pribadi itu disebabkan oleh ketergantungan kepada moda tersebut, karena jarak yang jauh antara lokasi tempat tinggal dan tempat kerja serta lokasi pemenuhan kebutuhan hidup lain. Ditambah dengan kondisi angkutan umum yang buruk. Jarak yang jauh antar lokasi tersebut, karena pembangunan yang sporadis dan tidak beraturan/terarah. Salah satu cara solusi kemacetan yang sudah dan sedang dikembangkan di sejumlah kota besar di Eropa dan Amerika Serikat adalah mengembangkan konsep pembangunan kota secara lebih kompak dengan menyatukan semua fasilitas kebutuhan hidup dalam satu area atau membentuk kawasan multifungsi (mixed use). Dengan konsep ini, terjadi perpendekan jarak antara fasilitas terutama antara lokasi tempat tinggal dengan tempat bekerja, sehingga tingkat ketergantungan pada kendaraan pribadi akan berkurang. Di Jakarta sendiri sudah mulai berkembang konsep tersebut yang dibangun oleh pengembang swasta. Pemerintah DKI Jakarta dalam kebijakan tata ruangnya juga akan menerapkan konsep pengembangan multifungsi tersebut. Diharapkan kelak tingkat kepadatan lalu lintas di jalan-jalan di dalam kota akan semakin berkurang, karena terjadi pengurangan tingkat ketergantungan pada kendaraan pribadi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa saat ini penghuni kawasan multifungsi masih sangat tergantung pada mobil pribadi atau dengan kata lain, masih belum mengubah kebiasaan perjalanannya (travel behaviour), meski sudah tinggal di dekat pusat kota. Alasan paling banyak adalah karena tuntutan pekerjaan yang membutuhkan tingkat mobilitas yang tinggi. Namun perlu diperhatikan juga tingginya alasan prestisius dan kondisi yang tidak nyaman dari angkutan umum yang ada saat ini. Karena masih dipersepsikannya mobil pribadi lebih aman dan nyaman dibandingkan dengan kendaraan umum, untuk itu disarankan pemerintah DKI Jakarta untuk memprioritaskan pembenahan dan pembangunan sistem angkutan umum massal yang terintegrasi dengan penataan pusat-pusat kegiatan baik.
Traffic congestion in Jakarta mainly as a result of unbalance state between private transportation and road provision. Private transportation rapid growth significantly due to automobile dependency and commuting, because home and work and public facility distance. And worsened with public transportation reliability. Sporadic and unplanned development (urban sprawl) results this vast distance of commuting. One solution towards traffic congestion in several big cities in Europe and United States is to develop a concept of compacting public facilities within a particular area (mixed use area). Through this commuting distance is lessen thus the automobile dependency will reduce significantly. In Jakarta the similar concept has been implemented by private sectors. Government Provence of DKI Jakarta will also undergoing such concept gradually through Rencana Umum Tata Ruang Kota (City Masterplan) which in time will reduce traffic congestion within city and fringe area since automobile dependency is dropping. This research shows up to this present most mixed use area occupants travel behavior and habits havent?t changed much even though living in downtown. Mostly reasons on their activities requiring high mobility. But prestigious and uncomfortable of public transportation reason, must be consider. Therefore it is imperative to Government Provence of DKI Jakarta to prioritize develop integrated public transportation with activity nodes, developed by public or private.
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T 27575
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Oryza Wibisono Surya Santoso
Abstrak :
Aula multifungsi adalah sebuah bentuk aula yang umum digunakan pada sekolah. Aula multifungsi perlu didesain dengan tujuan utama untuk mengakomodir berbagai aktivitas yang dilakukan, termasuk aktivitas pertunjukan langsung, seminar, dan olahraga. Banyaknya aktivitas yang perlu diwadahi dapat menjadi tantangan bagi aula multifungsi dalam memberikan kenyamanan suara yang baik bagi penonton pertunjukan langsung, mengingat adanya limitasi akan penambahan elemen-elemen ruang peningkat kualitas akustik. Ditambah lagi, pedoman mendesain sekolah yaitu Peraturan Kementerian Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2007 hanya menyarankan adanya aula pada sekolah tanpa menyebutkan bagaimana cara mendesain aula tersebut. Dengan begitu, skripsi ini ditulis untuk menilai performa akustik pada sebuah aula multifungsi Sekolah Islam Al Jabr, aula sekolah yang didesain 2 tahun setelah peraturan dibuat. Evaluasi kenyamanan akustik dilakukan dengan membandingkan nilai variabel kenyamanan akustik (reverberation time, sound pressure level, D50, dan C80) terhadap kriteria desain serta standar akustik yang berlaku menggunakan aplikasi Rhinoceros + Pachyderm. Hasil simulasi menunjukkan bahwa aula sukses dalam menahan nilai reverberation time agar tidak menjadi mengganggu, namun belum cukup baik dalam memberikan kesamarataan pengalaman akustik lain pada seluruh bagian aula. Ketidakrataan ini perlu ditanggulangi, tidak hanya untuk membuat semua penonton merasakan pengalaman akustik yang sama, namun juga untuk membuat suara terdengar lebih penuh dan indah. ......A multifunction hall is a form of hall commonly used in schools, designed to accommodate various kinds of activities including live performances, seminars, and sports. The various kinds of activities being accommodated could become a danger for a multifunction hall, as it might limit the hall’s use of acoustic design elements. In addition, the guide on designing schools made by the Ministry of National Education through Ministerial Regulation No. 24 Year 2007 only stated that an addition of a hall is recommended, without any rule on how it should be designed. This thesis is created to evaluate the live performance acoustic quality of Al Jabr Islamic School’s multifunction hall—a school built in 2009 in accordance with the Ministerial Regulation. Acoustic comfort evaluation is conducted by comparing the value of acoustic comfort variables (reverberation time, sound pressure level, D50, and C80) with applied design criteria and acoustic standards using computer simulation application Rhinoceros + Pachyderm. Simulation results show that the hall’s reverberation time is below the maximum standard time, but needs improvement in giving equal acoustic experience for every audience sitting inside the hall. A solution is needed to make every audience sense the same acoustic experience and to give more fullness and beauty to the sounds being played.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Ziebankahn Sanusi Muchjidi
Abstrak :
Stadion sepak bola dikenal sebagai tempat diselenggarakan pertandingan sepak bola yang menampilkan dua tim saling beradu untuk meraih kemenangan. Dengan adanya dukungan yang meriah dari pendukung di tribun, sebuah stadion bisa berubah menjadi ruang interaksi sosial yang dapat memberikan dampak secara fisik, psikis, dan emosional kepada yang menikmati. Keterhubungan sebuah stadion sepak bola bukan hanya berdampak pada yang di dalam, namun juga mempengaruhi perkembangan komunitas lokal yang berada di sekitar stadion. Fenomena ini memicu tentang bagaimana sebuah stadion sepak bola bisa hadir sebagai objek ruang yang bersifat inklusif dalam memenuhi kebutuhan sepak bola dan memberikan hubungan yang konkrit terhadap kehidupan masyarakat lokal. Bukan hanya memberikan kesenangan bagi para pendukung, tetapi juga menyediakan program kesehatan dengan fasilitas yang memadai. Dengan variabel pembangunan stadion yang menjaga lingkungan, menunjang konektivitas transportasi umum, merespon zonasi kawasan yang heterogen, serta memaksimalkan multifungsi untuk kegunaan yang variatif. Dengan demikian, stadium district dapat hadir memberikan dampak positif bagi masyarakat lokal. ......Football stadium are known as a place where football matches are held when two teams compete against each other to achieve victory. With enthusiastic support from supporters in the stands, a stadium can turn into a space for social interaction that can have a physical, psychological, and emotional impact on those who enjoy it. The connectedness of a football stadium not only has an impact on those inside, but also influences the development of the local community around the stadium. This phenomenon triggers how a football stadium can exist as an inclusive spatial object in meeting football needs and providing a concrete connection to the lives of local communities. Not only does it provide fun for supporters, but it also provides health programs with adequate facilities. Come up with stadium construction variables that protect the environment, support public transportation connectivity, respond to heterogeneous regional zoning, and maximize multifunctionality for varied uses. In this way, the stadium district can provide a positive impact on local communities.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library