"Setiap tindak ujaran yang dihasilkan dalam suatu peristiwa ujaran yang tercipta karena adanya interaksi sosial bersemuka memanfaatkan paling kurang dua komponen, yaitu peserta dan bahasa. Komponen tindak ujaran (components of speech acts) yang lengkap dijelaskan dalam Hymes (1972:5B--65). Peserta dalam suatu interaksi verbal bersemuka adalah pembicara dan kawan bicara atau pendengar dan bahasa yang di gunakan dapat berupa bahasa baku, bahasa nonbaku bahasa daerah, dialek, laras, atau variasi lain. Variasi atau ragam bahasa apa pun yang dipakai dalam interaksi itu, salah satu seginya yang penting adalah sistem penyapaan.
Sistem penyapaan bahasa Indonesia di anggap sangat rumit antara lain oleh Sutiyono (1421:1) karena memiliki terlalu banyak pilihan kata yang dapat digunakan untuk menyapa orang. Kenyataan itu membangkitkan minat sejumlah pemelajar bahasa Indonesia, termasuk penulis.
Disertasi ini memasalahkan sistem penyapaan bahasa Indonesia ragam Manado dan membatasi ruang lingkup pembahasannya pada penggunaan kata penyapa khususnya yang ada kaitan dengan kendala sosial dalam kegiatan pemilihan jenis kata penyapa dan wujud vari annya yang cocok, strategi pemilihannya terutama di pengaruhi oleh identitas sosial para peserta tindak ujaran dan jenis hubungan peran yang ada di antara para peserta itu. Identi tas para peserta selain ditentukan oleh latar belakang bahasa etni, pendidikan, umur, dan jenis kelaamin, juga dipengaruhi oleh status baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat yang menghasi1kan berbagai hubungan peran, seperti antara lain hubungan ayah-anak, suami-istri, dosen-mahasiswa, dokter pasien, dsbnya. Hubungan peran menunjukkan keakraban yang diwarnai oleh sistem budaya yang hidup dalam masyarakat pemakai kata-kata penyapa itu (Linton, 1976; Goodenough, 195: Merton, 1966; Fishman, 1970; Lyons, 1977)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1990