Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maryana Ugahary
Abstrak :
Latar Belakang Penelitian. Warm up merupakan suatu latihan pendahuluan yang dirancang mempersiapkan tubuh untuk mengikuti aktivitas olah raga. Terdapat beberapa macam warm up yaitu: 1. Warm up pasif : pemanasan tubuh dengan sumber dari, luar seperti mandi air hangat, pancuran air hangat, diatermi. 2. Warm up aktif : pemanasan tubuh dengan cara melakukan gerakan tubuh seperti berlari-lari, bersenam, bersepeda dan lain-lain. Warm up aktif dapat terdiri dari beberapa tahap, yaitu: a) Jalan atau lari perlahan (jogging), untuk meningkatkan aliran darah sehingga menghasilkan suhu tubuh yang lebih tinggi di seluruh tubuh. b) Latihan kalistenik yaitu gerakan tubuh yang ritmis sistematik yang biasanya dilakukan tanpa alat atau beban, terdiri dari gerakan melengkung (bending), berputar (twisting), mengayun (swinging), menendang (kicking) dan melompat (jumping) dan latihan lain seperti push up, sit up, chin up (7). Latihan kalistenik biasanya dilakukan dari atas ke bawah mulai leper, lengan dan bahu, abdomen, punggung dan tungkai. c) Latihan peregangan ,(stretching) untuk otot otot yang diperlukan dalam olah raga yang bersangkutan. Untuk pelari diperlukan peregangan otot bahu dan tricep, punggung, panggul, quadricep, hamstring, gastrocnimeus dan achilles_ Latihan peregangan yang dipakai sebaiknya yang secara statik yaitu setelah otot diregang penuh secara aktif, maka otot dipertahankan pada posisi ini selama beberapa waktu. Waktu yang diperlukan untuk mempertahankan peregangan ini sekurangnya 6 detik agar serabut kolagen dalam otot, tendon, ligamen, mendapatkan perobahan plastisitasnya. d) Tahap terakhir yaitu tahap koordinasi, dipusatkan pada teknik olah raga yang bersangkutan dengan mempraktekkan gerakan-gerakan spesifik, misalnya untuk olah raga lari jarak pendek dapat berupa latihan start dan beberapa sprint pendek 20 ? 40 meter. Seluruh warm up dapat berlangsung sekurangnya 15 - 20 menit sebagai akibat dari warm up suhu tubuh ditingkatkan. Hal ini merupakan satu dari beberapa faktor yang meningkatkan kemampuan (performance), karena meningkatnya suhu tubuh menyebabkan : 1. Meningkatnya kecepatan kontraksi dan relaksasi otot sehingga otot akan bekerja lebih efisien. 2. Hemoglobin membawa lebih banyak oksigen serta dissosiasinya juga lebih cepat. 3. Efek yang sama dengan hemoglobin juga terjadi pada myoglobin. 4. Proses metabolisme meningkat. 5. Hambatan pada pembuluh darah menurun. Pada latihan peregangan yang merupakan bagian dari warm up, memberi kelenturan otot yang periting untuk meningkatkan kemampuan pada olah raga atau perlombaan terutama pada pelari jarak pendek yang memerlukan kecepatan. Hogberg dan Ljunggren memeriksa efek warm up (dalam bentuk lari kecepatan sedang dikombinasi dengan kalistenik) terhadap kecepatan lari 100 meter, 400 meter, 800 meter, pada atlet yang terlatih baik. Didapatkan untuk lari 100 meter perbaikan 0,5 - 0,6 detik, untuk lari 400 meter perbaikan 1,5 - 3 detik, untuk lari 800 meter perbaikan 4 - 6 detik dibandingkan tanpa warm up. Sebagian besar penyelidik membuat kesimpulan bahwa suatu warm up cenderung meningkatkan kemampuan, meskipun belum ada kesamaan dalam menentukan Jenis, intensitas dan lama warm up. Mengenai lamanya warm up, Hogberg dan Ljunggren juga mengamati hasil lebih baik sesudah warm up 15 menit dibanding sesudah 5 menit pada lomba lari 100 m, tetapi selanjutnya perbaikan tidak bermakna bila warm up diperpanjang dari 15 menit - 30 menit. Lari sprint 400 meter yang merupakan endurance sprinter memerlukan energi aerobik + 30%, energi anaerobik ± 70% sedangkan sprint 100 meter hampir seluruhnya memerlukan energi anaerobik. Sebagai cara yang mudah untuk menentukan apakah intensitas dan lama warm up sudah cukup, yang merupakan tanda adanya kenaikan suhu tubuh yaitu dengan melihat apakah atlet yang menjalankan warm up sudah mulai berkeringat. Bila diinginkan cara yang lebih ilmiah yaitu dengan mengukur kenaikan suhu tubuh. Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis ingin melakukan penelitian sampai seberapa jauh pengaruh intensitas dan lama warm up terhadap kecepatan lari pada pelari jarak pendek.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T58508
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brian Reggie Suwandy
Abstrak :
Latar Belakang Atlet dengan variasi postur pada area lumbal memiliki risiko cedera hamstring lebih tinggi. Salah satu variasi postur yang dapat mengganggu adalah Lower Crossed Syndrom. Anterior Pelvic Tilt yang merupakan bagian dari Lower Crossed Syndrom menjadi salah satu faktor risiko penyebab cedera pada atlet. Corrective exercise perlu dilakukan untuk mendapatkan perbaikan kinerja otot, mencegah terjadinya cedera, dan meningkatkan performa saat bertanding. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan dasar upaya pencegahan cedera karena ketidakseimbangan kinerja otot terkait dengan variasi postur pada pelajar yang menekuni olahraga bola basket. Metode Penelitian ini menggunakan desain Randomized Controlled Trial. Correcctive exercise yang diberikan pada kelompok uji berupa inhibitory self-myofascial release, lengthening techniques, activation, dan integration. Hasil Perbandingan hasil perubahan kelompok intervensi dan kontrol didapatkan perubahan daya tahan otot fleksor pada kelompok intervensi secara statistik bermakna (p<0,05). Kelompok intervensi mengalami perbaikan sudut Anterior Pelvic Tilt baik dari sisi kiri maupun kanan setelah melakukan corrective exercise. Pada kelompok kontrol perbaikan ini tidak ditemukan. Pada kelompok intervensi perbaikan sudut pelvic tilt tidak bermakna namun secara klinis perubahan tersebut mengubah status dari Anterior Pelvic Tilt menjadi normal. Sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan peningkatan sudut pelvic tilt kanan dan kiri menjadi lebih besar walaupun secara statistik tidak bermakna. Kesimpulan Corrective Exercise memberikan perbaikan daya tahan otot batang tubuh, serta perbaikan sudut pelvic tilt untuk pelajar sekolah menengah dengan variasi postur Anterior Pelvic Tilt. ......Background Athletes with posture variations in the lumbar area have a higher risk of hamstring injuries. One of the posture variations that might cause a problem is Lower Crossed Syndrome. Anterior Pelvic Tilt, part of Lower Crossed Syndrome, is a risk factor for causing injury to athletes. Corrective exercise could improve muscle performance, prevent injury, and improve competing performance. This study aims to obtain a basis for preventing injuries due to imbalances in muscle performance associated with variations in posture in basketball student- athlete. Methods This study used a randomized controlled trial design. The corrective exercises given to the test group were inhibitory self-myofascial release, lengthening techniques, activation, and integration. Results A comparison of the changes in the intervention and control groups showed that changes in flexor muscle endurance in the intervention group were statistically significant (p<0,05). The intervention group experienced an improvement in the Anterior Pelvic Tilt angle following corrective exercises. In the control group, there was an improvement. In the intervention group, the correction of the pelvic tilt angle was insignificant, but clinically the change altered the status from Anterior Pelvic Tilt to normal. In the control group, the increase in pelvic tilt angles was more remarkable, although not statistically significant. Conclusion Corrective exercise provides improvement in trunk muscle endurance and improvement of pelvic tilt angles for junior high school and High School students with variations of Anterior Pelvic Tilt Posture.
2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Edward E.
Abstrak :
Latihan kekuatan otot non mesin merupakan latihan yang dapat meningkatkan kemampuan fungsional dalam hal ini otot tungkai. Tujuan: Penelitian ini bertujuan mengetahui efek latihan kekuatan otot non mesin selama 10 minggu terhadap kekuatan otot tungkai, daya tahan otot tungkai, kecepatan berjalan dan keseimbangan berjalan sebagai variabel kemampuan fungsional otot. Penelitian ini juga untuk mengetahui apakah latihan kekuatan otot jenis kombinasi weight bearing dan elastic resistance memberikan peningkatan yang lebih besar dibandingkan dengan latihan jenis weight bearing yang dilanjutkan dengan elastic resistance. Metode: Subyek terdiri dari 36 orang karyawan pra usia lanjut (45-56 tahun) sehat tidak terlatih yang dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok A melakukan latihan jenis kombinasi weight bearing dan elastic resistance sedangkan kelompok B melakukan latihan jenis weight bearing saja dan kemudian dilanjutkan dengan latihan elastic resistance saja. Kedua kelompok tersebut melakukan latihan dengan frekuensi 2-3 xlminggu selama 1 jam dengan intensitas 1-3 setlgerakan dan tiap set terdiri dari 8-12 ulangan/repetisi. Hasil: Hasil menunjukan kedua jenis latihan memberikan peningkatan terhadap kemampuan fungsional otot tungkai (Uji Anova p=0,00), namun jenis kombinasi weight bearing dan elastic resistance memberikan peningkatan yang lebih besar (Uji t p=0,01-0,04). Latihan kekuatan otot tungkai jenis kombinasi weight bearing dan elastic resistance memberikan peningkatan kekuatan otot (59,93%), daya tahan otot (58,42%), kecepatan berjalan (36,88%) dan keseimbangan berjalan (47,12%) sedangkan jenis weight bearing dilanjutkan elastic resistance memberikan peningkatan kekuatan otot (39,66%), daya tahan otot (31,69%), kecepatan bedalan (23,33%) dan keseimbangan berjalan (25,90%). Seluruh variabel kemampuan fungsional tersebut mempunyai korelasi yang kuat satu dengan lainnya (Uji korelasi Pearson p=0,000-0,001). Selain itu melalui kuesioner didapatkan bahwa subyek merasa nyaman dengan latihan jenis kombinasi dan menambah minat mereka terhadap latihan jasmani. Kesimpulan: Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa latihan kekuatan otot jenis kombinasi weight bearing dan elastic resistance memberikan peningkatan yang lebih besar terhadap variabel kemampuan fungsional otot pada kelompok karyawan pra usila sehat tidak terlatih.
Non machine muscle strength exercises can be used to increase functional ability, especially the lower limb muscle. Purpose: The purpose of this research was to evaluate the effects of 10 weeks of non machine muscle strength exercises on muscle functional ability. The variables for functional ability will be muscle strength, muscle endurance, speed of walk and balance of walk. And to determine if simultaneously combined weight bearing and elastic resistance exercises will be better than weight bearing followed by elastic resistance exercises on increasing muscle strength. Methods: The subjects were 36 healthy untrained employees aged between 45-56 years. They were divided randomly into 2 groups, groups A and B. Group A was trained with a simultaneous combination of weight bearing and elastic resistance exercises while group B was first trained with weight bearing exercises and then with elastic resistance exercises. Both groups exercised 2-3 times a week for 1 hour with an intensity of 1-3 sets/motion and 8-12 repetitions/set. Results: Results showed both types of exercises increased muscle functional ability (ANOVA test p-0.00), but the simultaneous combination of weight bearing and elastic resistance exercises was better (t test p=O.01-0.04). The simultaneous combination of weight bearing and elastic resistance exercises increased muscle strength (59.93%), muscle endurance (58.42%), speed of walk (36.88%), and balance of walk (47.12%), while the succeeding weight bearing and elastic resistance exercises increased muscle strength (39.66%), muscle endurance (31.69%), speed of walk (23.33%), and balance of walk (25.90%). All muscle functional ability variables were strongly correlated to one other (Pearson correlation test p=0.000-0.001). From the questionnaires given, it was found that the subjects enjoyed the simultaneous combination exercises which increased their motive for physical exercise. Conclusion: It was concluded that muscle strength exercises which simultaneously combined weight bearing with elastic resistance exercises were better in increasing muscle functional ability in healthy untrained young older employees.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18008
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library