Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Telah dilakukan penelitian mengenai optimalisasi kalus remah tangkai
daun urutan ke-1 Centella asiatica (L.) Urban (pegagan) pada medium
Murashige dan Skoog (MS) 1962 modifikasi dengan delapan variasi auksin
dan sitokinin. Delapan variasi tersebut adalah 2,4-D 0,5 mgl
-1
+ BAP
0,5 mgl
-1
(M1), 2,4-D 0,5 mgl
-1
+ Kinetin 0,5 mgl
-1
(M2), 2,4-D 1 mgl
-1
+ Kinetin
0,5 mgl
-1
(M3), 2,4-D 2,5 mgl
-1
+ Kinetin 1 mgl
-1
(M4), NAA 0,2 mgl
-1
+ BAP
2 mgl
-1
(M5), NAA 0,5 mgl
-1
+ BAP 0,5 mgl
-1
 (M6), NAA 1 mgl
-1
+ Kinetin
0,5 mgl
-1
(M7), dan NAA 2 mgl
-1
+ Kinetin 1 mgl
-1
(M8). Untuk menginduksi
kalus dilakukan penanaman potongan tangkai daun dalam medium
Murashige dan Skoog (MS) 1962 modifikasi dengan penambahan 2,4-D
2,5 mgl
-1
+ Kinetin 1 mgl
-1
. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisiologi
Tumbuhan, Departemen Biologi, FMIPA UI, Depok (April 2007--September
2007). Untuk induksi dan optimalisasi kalus, dilakukan pemeliharaan selama
delapan minggu dengan pencahayaan kontinu. Semua eksplan yang
ditanam pada medium induksi kalus membentuk kalus remah. Kalus remah
yang terbentuk pada medium tersebut kemudian disubkultur ke dalam
delapan medium optimalisasi kalus. Setelah ± empat minggu disubkultur ke
medium optimalisasi kalus, tampak bahwa terjadi keragaman tekstur dan
warna kalus yang tergantung pada macam dan konsentrasi ZPT yang
digunakan. Jumlah kalus remah yang terbentuk pada medium optimalisasi
iii
berturut-turut dalam medium M1 (40%), M2 (80%), M3 (66,67%), dan M4
(33,33%) dengan warna kalus sebagian besar abu-abu muda, hartal, hingga
cokelat. Sementara itu, medium M5--M8 cenderung membentuk kalus
kompak dan campuran (remah dan kompak), dengan warna kalus sebagian
besar hijau. Berat basah dan berat kering kalus tertinggi terdapat pada
medium M7 masing-masing (750,7 ± 357) mg dan (69,1 ± 32,3) mg,
sedangkan berat basah dan berat kering terendah terdapat pada medium M4
masing-masing (363,3 ± 230,9) mg dan (29,6 ± 21,1) mg. Secara umum,
medium M2 dapat dinyatakan sebagai variasi auksin dan sitokinin yang baik
untuk optimalisasi kalus remah tangkai daun C. asiatica."
Universitas Indonesia, 2007
S31476
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Induksi kalus daun Centella asiatica (L.) Urban telah banyak dilakukan,
namun, tidak terdapat informasi mengenai urutan daun yang digunakan.
Penelitian bertujuan mengetahui respons daun urutan ke-1 (D1), ke-2 (D2)
dan ke-3 (D3) yang ditanam pada medium Murashige & Skoog 1962, dengan
empat macam kombinasi auksin dan sitokinin. Kombinasi tersebut adalah
2,4-D 0,5 mgl-1 + BA 0,5 mgl-1 (M1), 2,4-D 0,5 mgl-1 + Kinetin 0,5 mgl-1 (M2),
NAA 0,5 mgl-1 + BA 0,5 mgl-1 (M3) dan NAA 4 mgl-1 + Kinetin 2 mgl-1 (M4).
Eksplan dikultur dengan fotoperiodisitas 16 jam. Penelitian dilakukan di
Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Departemen Biologi FMIPA UI Depok
(Oktober 2005--Maret 2006). Baik D1, D2 maupun D3 mampu membentuk
kalus, namun D1 dan D2 memiliki persentase lebih besar dan hari inisiasi
lebih awal. Medium dengan kombinasi zat pengatur tumbuh M1, M2, M3 dan
M4 dapat mendukung pembentukan kalus. Kalus pada medium dengan
kombinasi M1 dan M2 memiliki kategori sedikit hingga cukup banyak. Pada
medium dengan kombinasi M3 dan M4 kategori kalus yang diperoleh cukup
banyak hingga sangat banyak dan pada kalus tersebut tumbuh akar. Kalus
yang terbentuk memiliki tekstur dan warna bervariasi."
Universitas Indonesia, 2006
S31417
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Jhonny H
"ABSTRAK
Salah satu penggunaan bahan bakar sebagai energi yang ramah
lingkungan yang mulai diperkenalkan di Indonesia untuk kendaraan bermotor
adalah bioetanol. Sangat sulit didapatkan etanol yang kemurniannya lebih
dari 99% (fuel grade). Hal ini dikarenakan etanol memiliki titik didih yang
berdekatan dengan titik didih air atau yang dinamakan titik azeotrop.
Teknologi yang semakin modern dan canggih menuntut peneliti untuk bekerja
lebih giat, tidak hanya pada bidang dengan cakupan skala mikro akan tetapi
pada skala nano. Seperti halnya penelitian kali ini telah dilakukan sintesis
zeolit NaA. Zeolit NaA memiliki diameter pori 3-4 Å sehingga secara teoritis
dapat memisahkan molekul air yang memiliki diameter 2,8 Å dan etanol yang
diameter porinya 4,4 Å. Zeolit NaA pada penelitian ini disintesis melalui
proses reaksi hidrotermal dengan komposisi molar yang digunakan untuk
membuat gel adalah Al2O3 : Na2O : SiO2 : H2O = 1 : 3,1 : 1,6 : 125. Deposisi
Si pada zeolit NaA secara Chemical Vapor Infiltration (CVI) yang dilakukan
bertujuan untuk mempersempit pori dari zeolit NaA. Hasil XRD menunjukkan
bahwa reaksi hidrotermal selama 24 jam yang optimum dicapai pada suhu
130 °C dan deposisi Si pada zeolit NaA tidak mengubah struktur dari kristal
zeolit NaA. Dengan membandingkannya terhadap difraktogram standar
membuktikan zeolit NaA dan zeolit NaA terdeposisi Si berhasil disintesis.
Foto SEM menunjukkan partikel kristal dari zeolit NaA dan zeolit NaA
terdeposisi Si berukuran sekitar 1-3 μm. Dengan deposisi Si pada zeolit NaA, keadaan topografi dari kristal menjadi lebih rapat. Analisis dengan EDX
menunjukkan Rasio Si/Al pada zeolit NaA dan NaA terdeposisi Si (+ TEOS
1%) secara berturut-turut adalah 0,5839 dan 0,5975. Dari hasil spektrum IR
yang diperoleh terlihat bahwa zeolit NaA dan zeolit NaA terdeposisi Si
memiliki komposisi kimia yang sama, adanya deposisi Si pada zeolit NaA
tidak menimbulkan adanya perubahan spektrum dari zeolit NaA yang
signifikan. Hasil karakterisasi BET menjelaskan bahwa deposisi Si dengan
teknik CVI berhasil mempersempit pori dengan cara infiltrasi pada permukaan
internal dari pori zeolit NaA, sehingga ukuran pori zeolit NaA menjadi
berkurang dengan adanya deposisi Si yang mempengaruhi terjadinya reduksi
volume pori (pore volume) dan luas permukaan (surface area). Hasil uji
kinerja dari zeolit NaA dan NaA terdeposisi Si pada proses pemisahan etanolair
menunjukkan performans yang sangat baik. Ini dibuktikan dengan
terjadinya peningkatan kemurnian etanol umpan dengan konsentrasi 94,18%
naik hingga diatas 99,6% pada perbandingan 6:1 (ml etanol / g zeolit). Uji
kinerja terbaik diberikan oleh zeolit NaA terdeposisi Si ( + TEOS 0,25%) yang
menghasilkan etanol dengan kemurnian/konsentrasi 99,75%."
2007
S30651
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"PEMISAHAN Zr ? Hf SECARA SINAMBUNG MENGGUNAKANMIXER SETTLER. Telah dilakukan pemisahanZr ? Hf secara sinambung menggunakan pengaduk pengenap (mixer settler) 16 stage. Larutan umpan adalah zirkon nitrat dengan kadar Zr = 30786 ppm dan Hf = 499 ppm. Ekstraktan dipakai adalah solven 60 % TBP dalam kerosen dan larutan scrubbingyang dipakai adalah asam nitrat 1 M. Umpan masuk pada stageke 5 dikontakkan secara berlawanan arah dengan solven masuk pada stage ke 16 dan larutan scrubbing masuk pada stage ke 1. Tujuan penelitian ini adalah memisahkan unsur Zr dan Hf dari hasil olah pasir zirkon menggunakan solven TBP dengan alat mixer settler16 stage. Analisis umpan dan hasil proses pemisahan untuk zirkonium (Zr) dilakukan dengan menggunakan alat pendar sinar-X, sedangkananalisis unsur hafnium (Hf) menggunakan Analisis Pengaktifan Neutron (APN). Parameter penelitian dilakukan dengan variasi keasaman asam nitrat dalam umpan dan variasi waktu pada berbagai laju pengadukan. Hasil penelitian pemisahan unsur Zr dengan Hf diperolehkondisi optimum pada keasaman umpan 4 N HNO3, keseimbangan dicapai setelah 3jam dan laju pengadukan 3300 rpm. Hasil ekstrak unsur zirkon (Zr) diperoleh kadar sebesar 28577 ppm dengan efisiensi 92,76 % serta kadar pengotor hafnium (Hf) sebesar 95 ppm.
SEPARATION of Zr - Hf CONTINUOUSLY USE THE MIXER SETTLER. Separation of Zr - Hf continuously using mixer settler 16 stage has been done. The feed solution is zircon nitrate concentration of Zr = 30786 ppm and Hf = 499 ppm. As the solvent used extractant 60 % TBP in 40 % kerosene. Nitric acid solution used srubbing 1 M. The feed entered into stage to 5 is contacted with solvents direction on the stage to 16 and the scrubbing solution enter the stage to 1. The purpose of this study is to separate Zr and Hf of the results from the process of zircon sand using solvent TBP using 16 stage mixer settler. Analysis of the feed and the results of the separation process for zirconium (Zr) using X-ray fluorescence instrument which hafnium (Hf) using Neutron Activation Analysis (AAN). Parameter study done of acidity variation of nitric acid in the feed and time variation in various stirring speed. From the research the separation of Zr-Hf, the optimum conditions in acidity feed 4 N HNO3, equillibrium was received after 3 hours, and stirring speed of 3300 rpm obtained extract of zircon (Zr) concentration = 28577 ppm (effisiency of Zr = 92,76 %)with impurities of hafnium (Hf) = 95 ppm."
Pusat Sains Teknologi Akselerator-BATAN ; Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir BATAN, 2016
621 URANIA 22:3 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"An experiment to investigate the somatic embryogenesis from shoot-derived callus of Pogostemon cablin (nilam plant) has been conducted at the Plant Biotechnology Laboratory, Agricultural Faculty, University of Jambi from January through to July 2004. Callus proliferation was induced on explants taken from young shoots cultured on solid MS medium supplemented with phytohormones NAA (0.8, 1.1, 1.4, and 1.7 ppm) and BAP (1.1, 1.4, 1.7, and 2.0 ppm) under in vitro conditions. Cultures were maintained at 25  1 oC, light intensity 50 �?�mol m-2 s-1, and 16 hours photoperiod. The results indicated that all cultured explants showed positive responses on callus proliferation on all treatments within two weeks of culture initiation. The effect of phytohormones, however, was unspecific as all callus showed similar properties, from non-embryogenic to embryogenic. The addition of NAA and/or BAP to the culture medium was not significantly affected the number of days to callus proliferation. Callus fresh weight was significantly affected by NAA (P = 0.01) or BAP (P = 0.05), but the interaction of these phytohormones resulted in a non-significant effect on callus fresh weight (P = 0.18). Also, BAP significantly affected callus dry weight (P =0.03). However, neither NAA nor its interaction with BAP significantly affected callus dry weight (P = 0.07 and 0.16, subsequently). Embryogenic and non-embryogenic callus were subcultured separately onto new fresh media with the same composition as for callus induction. Following this subculture, embryogenic callus regenerated somatic embryos within ten days, whereas non-embryogenic callus did not show any symptom of embryogenesis, and lost their proliferative capacity after six weeks of subculture. The regenerated somatic embryos continued to grow to form profuse mass of young plantlets ready for in vivo acclimatization."
Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2004
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui respon kalus Centella
asiatica (L.) Urban (pegagan) terhadap medium optimalisasi. Penelitian
dilakukan di Lab. Fisiologi Tumbuhan Dept. Biologi, FMIPA UI, Depok (Maret-
-September 2007). Kalus diinduksi dari tangkai daun bagian atas urutan
ke-1, menggunakan medium Murashige & Skoog (1962) dengan
penambahan 2,5 mgl-1 2,4-D dan 1 mgl-1 kinetin. Kalus yang telah terbentuk
beserta eksplan dipindahkan ke medium optimalisasi (Murashige & Skoog
1962) dengan penambahan 2,5 mgl-1 2,4-D atau NAA, yang dikombinasikan
dengan 0; 0,25; 0,5; 0,75; dan 1 mgl-1 kinetin. Kultur dipelihara pada kondisi
terang kontinu (2 minggu untuk induksi kalus dan 4 minggu untuk optimalisasi
kalus). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa seluruh eksplan mampu
membentuk kalus pada medium induksi. Secara umum, kalus hasil induksi
berwarna hijau. Namun, setelah disubkultur ke medium optimalisasi,
sebagian besar sampel pada tiap perlakuan mengalami pencokelatan.
Sebagian besar kalus hasil induksi maupun optimalisasi bertekstur kompak.
Sampel yang ditanam pada medium M9 (MS + 2,5 mgl-1 NAA + 0,75 mgl-1
kinetin) menunjukkan persentase kehidupan sampel paling tinggi (50%).
Dengan demikian, medium M9 merupakan medium yang paling mampu
menunjang pertumbuhan kalus dibandingkan kesembilan medium lainnya."
Universitas Indonesia, 2007
S31466
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh konsentrasi NAA
(Naphthaleneaceticacid) dan Kinetin (6-furfurylaminopurine) terhadap
pertumbuhan akar adventif pada kultur in vitro daun Centella asiatica (L.) Urban
(pegagan) pada bulan Mei--Oktober 2007. Eksplan daun pegagan urutan ke-1
dengan ukuran 1 cm2 ditanam pada medium Murashige & Skoog (1962)
modifikasi, dengan penambahan empat macam kombinasi NAA dan Kinetin.
Ke empat macam kombinasi tersebut adalah NAA 4 mgl-1 + Kinetin 2 mgl-1 (M0),
NAA 3 mgl-1 + Kinetin 2 mgl-1 (M1), NAA 5 mgl-1 + Kinetin 2 mgl-1 (M2), dan NAA
6 mgl-1 + Kinetin 2 mgl-1 (M3). Kultur daun diinkubasi pada fotoperiodisitas 16
jam selama 40 hari. Akar adventif dibentuk secara tidak langsung dari kalus
yang bertekstur kompak. Pembentukan akar adventif terjadi pada minggu ke-3
hingga akhir pengamatan. Medium M0, M1, M2, dan M3 mampu mendukung
pembentukan akar adventif. Medium M1 merupakan medium yang lebih baik
dibandingkan medium kontrol (M0) berdasarkan persentase eksplan yang
membentuk akar adventif per perlakuan (58,3%) dan rata-rata hari inisiasi akar
adventif (hari ke-24). Medium M3 merupakan medium yang lebih baik
dibandingkan medium kontrol (M0) berdasarkan rata-rata berat basah akar
adventif (359,2 mg) dan rata-rata berat kering akar adventif (11,7 mg).
Hasil pengamatan mikroskopis terhadap akar adventif pegagan yang
tumbuh secara in vitro maupun akar pegagan yang tumbuh secara in vivo
menunjukkan kesamaan. Secara morfologi terdapat tudung akar, primordia
8
akar lateral, dan akar lateral. Secara anatomi terdapat epidermis, korteks, dan
jaringan pembuluh. Analisis kualitatif terhadap senyawa terpenoid, steroid,
saponin, dan fenolik menunjukkan bahwa akar adventif pegagan yang tumbuh
secara in vitro mengandung senyawa terpenoid dan steroid."
Universitas Indonesia, 2007
S31475
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggun Septeza Dewi
"ABSTRAK
Physalis angulata L. merupakan tanaman yang banyak digunakan sebagai obat
tradisional, oleh karena itu untuk menjaga ketersediaannya perlu dilakukan
budidaya, salah satunya dengan kultur in vitro. Penelitian yang dilakukan
bertujuan untuk mengetahui respons eksplan daun P. angulata pada medium MS
vitamin MS + 2,4-D 0,3 mg l -1 (M1); MS vitamin MS + 2,4-D 0,4 mg l -1 (M2);
MS vitamin MS + NAA 0,5 mg l-1 & BAP 0,5 mg l-1 (M3), MS vitamin B5 + 2,4-
D 0,3 mg l -1 (M4); MS vitamin B5 + 2,4-D 0,4 mg l-1 (M5); MS vitamin B5 +
kombinasi NAA 0,5 mgl & BAP 0,5 mg l-1 (M6). Eksplan dikultur dengan
fotoperiodesitas 12 jam. Terdapat 4 kategori respons, yaitu terbentuknya kalus
(K), Akar adventif (A), kalus yang kemudian diikuti dengan tumbuhnya akar
advenif (KA), serta kalus yang kemudian juga diikuti dengan tumbuhnya akar
adventif dan tunas adventif (KAT). Eksplan dapat membentuk K dan KA
diseluruh medium, sedangkan eksplan yang membentuk A saja hanya terlihat di
medium M2. Sementara itu, eksplan yang membentuk KAT juga hanya terlihat di
medium M3 dan M6. Secara keseluruhan, eksplan menunjukkan respons banyak
terbentuk di medium M6. Pada penelitian ini, eksplan dapat merespons media
perlakuan melalui tahapan kalogenesis dan organogenesis.

ABSTRACT
Physalis angulata L. is plant widely used in traditional medicines, therefore to
keep its availability the cultivation is required, one way to ensure its availability is
by using in vitro culture. Research aims to know response of P. angulata?s leaves
explant on medium MS supplemented with MS vitamins + 2,4-D 0,3 mg l -1 (M1);
MS supplemented with MS vitamins + 2,4-D 0,4 mg l -1 (M2); MS supplemented
with MS vitamins + NAA 0,5 mg l-1 & BAP 0,5 mg l-1 (M3), MS supplemented
with B5 vitamins + 2,4-D 0,3 mg l -1 (M4); MS supplemented with B5 vitamins +
2,4-D 0,4 mg l-1 (M5); MS supplemented with B5 vitamins + kombinasi NAA 0,5
mgl & BAP 0,5 mg l-1 (M6). The explant were cultured with photoperiodisity in
12 hours. The result show there are four categories response, the first, explant
response to form a callus (K), explant response to form adventitious root (A), next
is the callus formation that followed by the growth of adventitious root (KA), and
the last one callus formation that followed by the growth of adventitious root and
adventitious shoot. The explant could form K and KA in every medium, but the
one that form A only found in M2. However, the explant that form KAT only
found in several medium, which are medium M3 and M6. Overall, the explant
show response many formed in medium M6. By this research, the explant could
response to several action, such as through organogenesis and calogenesis."
2016
S65622
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Perkasa RNT
"Produksi benih secara in vitro dapat dijadikan metode alternatif dalam perbanyakan benih sumber kultivar unggul, namun penelitian penggunaan zat pengatur tumbuh yang tepat dalam mendukung regenerasi dan enkapsulasi pada kultivar ini belum pernah dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kombinasi TDZ dan NAA pada media dasar MS dan vitamin dari media B5 terbaik dalam regenerasi eksplan embryonic axis dan menentukan apakah metode enkapsulasi yang digunakan dapat mengenkapsulasi eksplan kedelai kultivar Rajabasa secara in vitro dengan baik. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, yang berlangsung dari bulan Mei hingga Agustus 2014. Eksplan yang digunakan adalah embrionic axis kedelai kultivar Rajabasa. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap. Media yang digunakan adalah MS dan Vitamin dari media B5 dengan penambahan zat pengatur tumbuh TDZ (0 mg L-1; 0,01 mg L-1; 0,1 mg L-1; 1,0 mg L-1) dan NAA (0 mg L-1; 0,01 mg L-1; 0,1 mg L-1; 1,0 mg L-1), kemudian tahap kedua dilakukan enkapsulasi pada eksplan hasil regenerasi menggunakan Na-Alginat 4% + CaCl2.2H2O 100 mM. Perlakuan yang terbaik diperoleh pada perlakuan TDZ 0,01 mgL-1 + NAA 0 mgL-1, tetapi tahap enkapsulasi yang dilakukan belum mampu mengenkapsulasi eksplan hasil regenerasi secara in vitro dengan baik.

In vitro seed production can be used as an alternative method in seed multiplication of superior cultivars sources, but the research concerning the use of the growth regulators to support regeneration and encapsulation in this cultivar has never been done. The objective of this experiments is to find out the best combination of TDZ and NAA on medium MS + vitamin from medium B5 in the regeneration of embryonic axis explant and determine the encapsulation method used in this research that can encapsulate soybean cv Rajabasa in vitro. Current research was carried out from May to August 2014 at Tissue Culture Laboratory, Faculty of Agriculture, Universitas Padjadjaran. The explants used in the research are embryonic axis of Rajabasa soybean cultivar. Its experimental design was a Completely Randomized Design (CRD). The used medium was MS and vitamin from medium B5 with the addition of growth regulators TDZ (0 mgL- 1; 0.01 mgL- 1; 0.1 mgL- 1; 1.0 mgL- 1) and NAA (0 mgL- 1; 0.01 mgL- 1; 0.1 mgL- 1; 1.0 mgL- 1). Second stage of encapsulation in explants regenerated using Na-Alginate 4% + CaCl2.2H2O 100 mM. The best treatment was obtained on combination of TDZ 0,01 mgL-1 + NAA 0 mgL-1, but the encapsulation stage in this research has not been able to encapsulates regenerated explants in vitro.
"
Bogor: Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, 2016
630 AGRIN 20:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library