Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siagian, Yunella Amelia
Abstrak :
Aplikasi serat alam terus berkembang di berbagai sektor industri. Serat kenaf merupakan serat alam yang digunakan dalam penelitian ini karena memiliki sifat mekanik yang cukup tinggi. Busa poliuretan (PU) banyak digunakan sebagai lapisan inti dalam konstruksi komposit sandwich untuk menghasilkan suatu material ringan. Penelitian ini bertujuan menganalisa hasil karakterisasi nanoselulosa dari serat kenaf, menganalisa pengaruh nanoselulosa / Cellulose Nanofiber (CNF) serat kenaf sebagai pengisi (filler) dalam komposit busa PU-CNF, serta merumuskan formulasi komposit busa PU-CNF yang memberikan sifat mekanik terbaik sebagai material kuat dan ringan dalam aplikasi struktural. Nanoselulosa merupakan nanomaterial alami yang dapat diekstrak dari dinding sel tanaman yang memiliki sifat-sifat menarik seperti kekuatan yang tinggi, kekakuan yang sangat baik, dan luas permukaan yang tinggi. Variasi berat CNF yang ditambahkan ke dalam busa PU adalah 0, 3, 5, 7, dan 10 wt%. Proses ekstraksi CNF dari serat kenaf dimulai dengan pre-treatment serat meliputi proses alkalisasi dengan natrium hidroksida dan proses bleaching dengan natrium hipoklorit lalu selanjutnya diberikan perlakuan mekanik dengan alat Ultra Fine Grinder untuk menghasilkan suspensi CNF. Fabrikasi komposit PU-CNF menggunakan metode in-situ polimerization. Karakterisasi CNF meliputi TEM, XRD, dan FT-IR. Hasil TEM pada CNF mengkonfirmasi dimensi berskala nano dari CNF yaitu memiliki diameter pada kisaran 40-70 nm. Hasil FT-IR yang menunjukkan tidak adanya puncak pada daerah panjang gelombang 1700–1740 cm-1 menyatakan pre-treatment pada serat kenaf berhasil mengurangi kandungan non-selulosa. Hasil XRD menunjukkan bahwa kritastalinitas CNF setelah perlakuan mekanik adalah menjadi 75,22%. Karakterisasi komposit busa PU-CNF meliputi uji tekan, uji lengkung-3-titik, dan SEM. Nilai kuat tekan optimal diperoleh pada komposit busa KFCNF3/PU dengan nilai kuat tekan dan modulus tekan optimal masing-masing adalah 284,434 kPa dan 7,32 MPa. Nilai kuat lengkung-3-titik optimal juga diperoleh pada komposit busa PU berpenguat 3wt% CNF yaitu 734,145 kPa. Komposit busa PU berpenguat 3 wt% CNF merupakan komposit terbaik yang memiliki nilai optimum dari hasil uji tekan dan uji lengkung-3-titik. ......Natural fiber applications continue to grow in various industrial sectors. Kenaf fiber is a natural fiber that was used in this study because it has high mechanical properties. Polyurethane (PU) foam is widely used as a core layer in sandwich composite construction to produce a lightweight material. The objective of this research was to analyze the results of nanocellulose characterization from kenaf fibers, to analyze the effect of nanocellulose / Cellulose Nanofiber (CNF) kenaf fiber as a filler in PU-CNF foam composites, and to formulate a PU-CNF foam composite formulation that provided the best mechanical properties as strong and lightweight materials in structural applications. Nanocellulose is a natural nanomaterial that can be extracted from plant cell walls which has attractive properties such as high strength, excellent stiffness and high surface area. The CNF weight variations in PU foam were 0, 3, 5, 7, and 10 wt%. The CNF extraction process from kenaf fiber started with fiber pre-treatment including alkalization with sodium hydroxide and bleaching with sodium hypochlorite and then mechanical treatment with an Ultra Fine Grinder to produce CNF suspension. PU-CNF composites were fabricated using in-situ polymerization method. CNF characterization included TEM, XRD, and FT-IR. TEM results on CNF confirmed that the CNF diameter was in the range of 40-70 nm. FT-IR results showed that no peaks in the 1700-1740 cm-1 wavelength region and this confirmed that pre-treatment on kenaf fibers succeeded in reducing the non-cellulose content. XRD results showed that the crystallinity of CNF after mechanical treatment was 75.22%. The PU-CNF foam composite characterization included compressive test, 3-point bending test, and SEM. The optimal compressive strength values obtained in the PU foam reinforced 3 wt% CNF composites with the optimal compressive strength and modulus values were 284,434 kPa and 7,32 MPa, respectively. The optimal 3-point bending strength value was also obtained in the PU foam reinforced 3 wt% CNF composites, which was 734.145 kPa. PU foam reinforced 3 wt% CNF composites were the best composites that have the optimum value from the results of the compressive and 3-point-bending tests.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryendi Kusnan
Abstrak :
ABSTRAK
Potensi akses bahan baku tekstil rayon sangatlah melimpah di Indonesia namun pemanfaatannya pun masih terbilang minim dan melihat karakteristik rayon sekarang yang masih memiliki beberapa kekurangan. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk membuat filamen yang berpotensi bersaing di pasar tekstil yang terbuat dari nanoselulosa biomasa eceng gondok menggunakan metode hidrolisis dan pemintalan basah. Dalam penelitian ini, eceng gondok di pra-perawatan awalnya dengan dewaxing dengan volume etanol-toulena 2:2, kemudian melakukan pemutihan untuk memutihkan dengan 9 gr NaClO2 dan untuk memisahkan lignin dan hemiselulosa, perlakuan alkali dengan 4% wt NaOH dilakukan. Selanjutnya, hidrolisis asam dilakukan dengan menggunakan asam kuat HCL dengan variasi konsentrasi 1%, 2%, 4% berat pada suhu 80oC selama 2 jam. XRD dan TEM digunakan untuk mengkarakterisasi pulp dari segi kristalinitas dan bentuk mikrokospiknya dan didapatkan konsentrasi minimum untuk mendapatkan nanokristal adalah HCL 2% dengan rentang ukuran partikel 50 nm-200 nm dan kristalinitas sebesar 70%. Untuk pembuatan filamen, metode pemintalan basah dilakukan dengan variasi 1.3-2% wt nanoselulosa dan jarum 16G dan 18G. Setelah filamen diuji tarik didapatkan rata-rata kuat tarik sebesar 1991 gr, hal ini menunjukan adanya potensi dari segi karakteristik mekanis dibandingkan dengan filamen konvensional.
ABSTRACT
The potential for access to rayon textile raw materials is very abundant in Indonesia, but its use is still relatively minimal and looks at the characteristics of current rayon which still has some disadvantages. So, this study aims to make potentially competitive filaments in the textile market made of nanocellulose water hyacinth biomass using wet hydrolysis and spinning methods. In this study, water hyacinth was pre-treated initially with dewaxing with a volume of ethanol-toulene 2:2, then bleached to whiten with 9 gr NaClO2 and to separate lignin and hemicellulose, alkali treatment with 4% wt NaOH was carried out. Furthermore, acid hydrolysis is carried out using HCL strong acid with a concentration concentration of 1%, 2%, 4% by weight at 80oC for 2 hours. XRD and TEM were used to characterize the pulp in terms of crystallinity and microcospic shape and obtained the minimum concentration to obtain nanocrystal was 2% HCL with a particle size range of 50 nm-200 nm and crystallinity of 70%. For filament making, the wet spinning method is carried out with variations of 1.3-2 wt% nanocellulose and 16G and 18G needles. After tensile test, filaments obtained an average tensile strength of 1991 gr, this shows the potential in terms of mechanical characteristics compared to conventional filaments.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prima Aulia Pratiwi
Abstrak :
Keberadaan plastik petroleum menjadi permasalahan karena memiliki dampak lingkungan dengan sifatnya yang non-biodegradable sehingga membutuhkan waktu lama untuk terurai, juga dampak kesehatan dengan adanya potensi mengontaminasi jika berperan sebagai pengemas bahan pangan. Oleh karena itu, diperlukan alternatif pengganti bahan baku plastik petroleum yang lebih bersifat biodegradable dan food-grade untuk meminimalisir terjadinya permasalahan tersebut. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan edible film berbasis biokomposit protein ikan lele dengan metode enzymatic cross-linking Transglutaminase serta penambahan Nanokristalin Selulosa (NCC) sebagai material penguat. Penggunaan metode enzymatic cross-linking Transglutaminase dapat meningkatkan sifat mekanik dan fisik dari edible film protein meliputi ketebalan (75-20 μm), kelarutan (96,208-20,43%), TS (5,799-10,02 MPa) dan EAB (80-13%) dengan membentuk ikatan cross-linking ε-(-γ-glutamyl) lysine iso-peptide yang terdeteksi berdasarkan pergeseran pita serapan Amida II (1550-1530 cm-1) dengan analisis FTIR. Namun, mengurangi nilai transparansi dari edible film dimana TG-05 menghasilkan nilai transparansi terendah sebesar 3,27. Formulasi TG-05 digunakan sebagai formulasi awal pembuatan edible film protein dengan penambahan NCC. Edible film protein dengan penambahan 10% mengalami peningkatan pada sifat fisik dan mekanik jika dibandingkan dengan edible film berbasis protein meliputi ketebalan, TS dan EAB, tetapi mengalami penurunan pada kelarutan terhadap air dan transparansi. Sementara edible film protein dengan penambahan 15% memiliki peningkatan pada ketebalan, namun menghasilkan efek terbalik (reversed effect) dengan mengalami penurunan pada sifat mekanik dan fisik meliputi TS dan EAB, serta kelarutan, karena terjadi aglomerasi di beberapa sisi edible film. Analisis FTIR mendeteksi adanya pergeseran panjang gelombang pada edible film berbasis protein dan NCC yang mengindikasi adanya interaksi intermolekular via ikatan hidrogen antara protein dengan NCC pada daerah 3400-3200 cm-1. ......The existence of petroleum plastics is a problem because its non-biodegradable thus it takes a long time to decompose, as well as health effect with a potential to contaminate if it is as a food packaging. Therefore, it needs an alternative to substitute the petroleum plastic’s raw material with biodegradable and food grade material to minimize these problems. In this research, catfish protein-based edible film was made using enzymatic cross-linking method by Transglutaminase enzyme and the addition of Nanocrystalline Cellulose (NCC) as reinforcement. Using enzymatic cross-linking method by Transglutaminase could improve mechanical dan physical properties of protein edible films including thickness (75-20 μm), solubility (96,208-20,43%), TS (57,99-10,02 MPa) and EAB (80-13%) by forming cross-linking bond of ε-(-γ-glutamyl) lysine iso-peptide which was detected based on the wavelength shift in Amide II (1550-1530 cm-1) by FTIR analysis. However, it reduced the transparancy value of edible film where TG-05 is the lowest value of 3,27. TG-05 formulation was used as the main formulation for protein-based edible film with NCC addition. Protein-based edible film with 10% addition of NCC had an increased in physical and mechanical properties when it compared to protein-based edible film including thickness, TS and EAB, but had an decreased in water solubility and transparency. Meanwhile, 15% addition of NCC had an increased in thickness but it obtained the reversed effect by decreasing TS and water solubility also increasing EAB because the agglomeration which occurred on the several sides of edible film. FTIR analysis detected a wavelength shift on protein-NCC edible film which indicated an intermolecular interaction via hydrogen bonds between proteins and NCC in 3400-3200 cm-1 region.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cornelia Pradita Notoprajitno
Abstrak :
ABSTRAK
Selulosa sebagai bahan dasar untuk perban sedang banyak dipelajari karena kelarutannya dalam air, keberlanjutan, dan ketersediaannya di alam semesta. Nanoselulosa dapat diaplikasikan sebagai rangka pembalut luka hemostatik oleh karena keanekaragaman bentuk struktural, keringanan, dan portabilitas yang dimilikinya. Penelitian ini adalah bagian dari proyek multidisiplin yang bertujuan untuk merancang desain sebuah pembalut luka hemostasik untuk menangani kasus pendarahan yang eksesif. Dalam kasus ini, penelitian yang dilakukan berfokus pada perancangan struktur dan gugus fungsi. Rumput spinifex diolah secara mekanis (menggunakan high-pressure homogenise) dan secara kimiawi (menggunakan larutan campuran asam nitrat dan natrium nitrit) untuk mengisolasi nanoselulosa dengan morfologi dan gugus fungsi yang berbeda. Larutan nanoselulosa yang telah diolah kemudian dikeringkan menggunakan mesin freeze dryer. Proses pengeringan menghasilkan rangka pembalut luka dalam bentuk bulat dengan ketebalan, massa jenis, dan porositas yang bervariasi. Spinifex yang diolah secara mekanis menghasilkan nanofiber dengan fleksibilitas dan aspect ratio yang tinggi. Pemrosesan kimiawi menghasilkan nanofiber dengan struktur crystalline yang lebih kaku dengan gugus fungsi karboksilat. Gugus fungsi ini memiliki sifat hemostatik dan bakterisidal yang diperlukan dalam aplikasi pembalut luka. Dihipotesiskan bahwa perbedaan morfologi sebagai hasil dari kedua metode pemrosesan akan menghasilkan performa penggumpalan darah yang berbeda dalam aplikasi sebagai pembalut luka.
ABSTRACT
Cellulose-based scaffolds are investigated due to their water-solubility, sustainability, safety and abundance as a raw material. Scaffolds constructed of nanocellulose may potentially be applied in wound dressings due to their versatility in structural form, light weight, and portable properties which are essential for this application. This work is a part of a multidisciplinary project, which aims to design a haemostatic wound dressing in cases of severe bleeding. This study focuses mainly on engineering the scaffold and optimising its structure and surface functionality. Spinifex pulp was treated both mechanically (using a high-pressure homogeniser) and chemically (using a mixture of nitric acid and sodium nitrite) to isolate nanocellulose of different morphologies and surface functionalities. Different concentrations of nanocellulose solution were then freeze-dried to form round-shaped scaffolds with different thickness, density and porosity. Mechanically-treated grass resulted in flexible and high aspect ratio nanofibres. Nanofibres obtained from the chemical method are rigid crystalline cellulose nanofibres. Chemically treating the fibres also changed the surface chemistry from hydroxyl to carboxyl groups. These functional groups exhibit haemostatic and bactericidal properties, which is crucial in a wound dressing design. It is hypothesised that the morphologies attained from the two methods may potentially lead to different blood clotting attributes when applied as a haemostatic wound dressing.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Sari Triana
Abstrak :
ABSTRAK
Penumpukan sampah plastik terjadi karena penguraian plastik yang membutuhkan waktu hingga ratusan bahkan ribuan tahun. Bioplastik merupakan plastik atau polimer yang dapat dengan mudah terdegradasi secara alami. Pati merupakan bahan baku yang paling sering digunakan dalam pembuatan bioplastik karena sifatnya yang murah, dapat diperbarui, dan biodegradable. Namun, film berbahan dasar pati menunjukkan sifat mekanik dan daya tahan air yang buruk. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, pati dapat dikombinasikan dengan material sintetis maupun alami. Nanoselulosa merupakan nanomaterial alami yang berasal dari selulosa dengan keunggulan berupa kuat tarik yang tinggi, kristalinitas yang tinggi, dan luas permukaan yang tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi nanoselulosa, temperatur gelatinisasi, dan pH gelatinisasi terhadap karakteristik bioplastik dan untuk mendapatkan formulasi terbaik dalam pembuatan bioplastik yang sesuai dengan standar kantong plastik. Pati yang digunakan berasal dari tepung tapioka komersial. Nanoselulosa diisolasi dari ampas tebu melalui proses dewaxing menggunakan pelarut benzena-metanol (2:1); bleaching menggunakan NaClO2 1 wt% pada suhu 80 oC selama 3 jam; penghilangan hemiselulosa menggunakan NaOH 17,5% pada suhu ruang selama 2 jam; hidrolisis asam menggunakan HCl 4 M pada suhu 80 oC selama 2 jam; dan ultrasonikasi selama 5 menit. Berdasarkan karakterisasi FTIR dan XRD, metode isolasi nanoselulosa yang dilakukan menghasilkan nanoselulosa dengan tingkat kristalinitas 27,3% dan ukuran kristal 161,424 nm. Sintesis biokomposit dilakukan dengan mencampurkan pati, nanoselulosa, akuades, dan plasticizer gliserol sebanyak 25% b/b. Konsentrasi nanoselulosa divariasikan dengan nilai 0, 1, 3, 5, 10, dan 15% b/b. Berdasarkan karakterisasi awal didapatkan nilai optimal kadar nanoselulosa adalah sebesar 10% b/b dan selanjutnya dijadikan basis dalam penelitian ini. Variasi temperatur terdiri atas 4 tingkatan, yaitu 75, 80, 85, dan 90 oC, sementara itu variasi pH terdiri atas 4 tingkatan, yaitu 4, 3, 2, dan 1, sehingga terdapat 16 unit percobaan. Karakterisasi biokomposit dilakukan dengan pengujian kekuatan mekanik berupa kuat tarik dan elongasi, uji daya serap air, serta uji biodegradabilitas dengan melakukan penguburan material pada tanah (soil burial test). Hasil terbaik diperoleh pada variasi temperatur 75 oC dan pH 3 dengan nilai kuat tarik sebesar 23 kgf/cm2, elongasi sebesar 6,67%, daya serap air sebesar 98%, dan dapat terdegradasi hingga 93,16% dalam waktu 10 hari.
ABSTRACT
Accumulation of plastic waste occurs because it can take hundreds, or even thousands of years to fully decompose. Bioplastics are plastics or polymers that can be easily degraded. Starch is the most common feedstock used to make bioplastic due to its inexpensive, renewable, and biodegradable properties. However, starch-based film exhibits poor mechanical properties and poor water barrier properties. In order to overcome these drawbacks, starch can be mixed with various synthetic and natural materials. Nanocellulose is a natural nanomaterial derived from cellulose consists of attractive properties, such as high tensile strength, high crystallinity, and high surface area. The aim of this research was to study the effect of nanocellulose concentrations, temperature of gelatinization, and pH of gelatinization on the bioplastic characteristics and to obtain the best formulation in making a good quality bioplastic according to the standards of plastic bag. The starch used obtained from commercial tapioca flour. Nanocellulose was isolated from sugarcane bagasse through a dewaxing process using benzene-methanol (2:1); bleaching using NaClO­2 1 wt% at 80 oC for 3 hours; hemicellulose removal using NaOH 17.5% at room temperature for 2 hours, acid hydrolysis using HCl 4 M at 80 oC for 2 hours; and continued with ultrasonication for 5 minutes. Based on FTIR and XRD characterizations, the nanocellulose isolation method produced nanocellulose with a crystallinity level of 27.3% and a crystal size of 161.424 nm. The synthesis of biocomposite is carried out by mixing starch, nanocellulose, distilled water, and glycerol as much as 25% w/w. The nanocellulose concentration was varied with values of 0, 1, 3, 5, 10, and 15% w/w. Based on the initial characterization, the optimal value of nanocellulose concentration was 10% w/w and to be used as the basis for this research. Gelatinization temperature consisting of 4 levels, there are 75, 80, 85, and 90 oC, while gelatinization pH consisting of 4 levels, there are 4, 3, 2, and 1, so that there are 16 experimental units. Biocomposite characterization was carried out by mechanical tests consisting of tensile strength and elongation at break, water absorption test, and soil burial test to determine biocomposite biodegradability. The result show that the gelatinization temperature of 75 oC at pH 3 produces the best characteristic of starch-nanocellulose biocomposite with tensile strength of 23 kgf/cm2, elongation at break of 6.67%, water absorption of 98%, and can be degraded up to 93,16% within 10 days.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Feborando Murdiarso
Abstrak :
Serat alam yang dijadikan selulosa memiliki ketertarikan di bidang penelitian dan pengembangan material komposit dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu serat alam yang mempunyai potensi menjadi selulosa adalah serat kenaf yang berasal dari Sumberjo Jawa Timur. Metode yang digunakan untuk membuat komposit poliuretan berpenguat nanoselulosa serat kenaf Sumberejo Jawa Timur NC-PU adalah polimerisasi in-situ. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa sifat termal dan morfologi komposit NC-PU. Komposit dianalisa menggunakan TGA (thermogravimetric analysis), DTG (derivative thermogravimetric analysis), DSC (differential scanning analysis), dan SEM (scanning electron microscope). Penambahan nanoselulosa sampai 7 wt% menurunkan suhu leleh komposit NC-PU dan menurunkan laju dekomposisi. Laju dekomposisi terendah dimiliki oleh komposit 10 wt% NC-PU sebesar 1.7%/menit dengan sisa dekomposisi tertinggi sebesar 67%. Penambahan nanoselulosa pada PU juga menurunkan ukuran pori rata-rata komposit NC-PU. ......Natural fibers made into cellulose have attracted interest in the research and development of composite materials in recent years. One of them is Kenaf fiber from Sumberejo, East Java. The Kenaf fiber nanocellulose reinforced polyure-thane (NC-PU) composite were prepared via in-situ polymerization. The aim of this study was to analyze the thermal properties and morphology of NC-PU com-posite. The NC-PU composite were then characterized by TGA (thermogravimetric analysis), DTG (derivative thermogravimetric analysis), DSC (differential scan-ning analysis), and SEM (scanning electron microscope). The addition of nano-cellulose up to 7 wt% in polyurethane was found to decrease the melting tempera-ture of NC-PU composites and decreased the rate of decomposition. The lowest decomposition rate was owned by the composite 10 wt% NC-PU at 1.7%/minute with the highest remaining decomposition of 67%. The addition of nanocellulose to PU also decreased the average pore size of NC-PU composites.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Rahayu
Abstrak :
Sintesis nanokomposit dari nanoselulosa sekam padi dan zat anorganik telah dibuat. Digunakan TiO2 sebagai zat anorganik sehubungan dengan sifatnya yang green chemistry. Selulosa di isolasi dari sekam padi dengan tahapan maserasi lemak dengan toluena : etanol(2:1). Penghilangan hemiselulosa dan lignin dengan menggunakan NaClO2 1,4% pH asam. Rendemen selulosa yang diperoleh adalah 46,169 % untuk metode I dan 31,178 % untuk metode II. Spektrum FTIR selulosa menunjukkan hilangnya lignin pada bilangan gelombang 1750 cm-1 untuk selulosa metode I sedangkan selulosa metode II masih terdapat lignin. Indeks kristalinitas dari selulosa diperoleh dari analisis XRD sebesar 60,265% untuk selulosa I sedangkan selulosa II 53,78%. Rendemen nanoselulosa yang disintesis dari selulosa sekam padi menurun dengan meningkatnya konsentrasi asam sulfat. Indeks Kristalin dari nanoselulosa yang diperoleh dari analisis XRD sebesar 80% untuk konsentrasi asam sulfat 60%. Analisis dengan SEM menunjukkan morfologi permukaan nanoselulosa yang halus merata. Analisis dengan TEM menunjukkan ukuran partikel yang cukup baik dengan naiknya konsentrasi asam sulfat. Ukuran yang terbaik di peroleh dengan menggunakan asam sulfat 60% yaitu 100 x 30 nm. Nanokomposit dapat diperoleh dengan impregnasi zat anorganik TiO2 pada nanoselulosa, hal ini ditunjukkan dengan FTIR dan TEM.
Synthesis of cellulose rice husk nanocomposite and inorganic substances have been made. TiO2 is used as inorganic substance with respect to the nature of green chemistry. Cellulose in isolation from rice husk with maceration stage fat with toluene:ethanol (2:1). The elimination of hemicellulose and lignin by using NaClO2 1.4% acidic pH. The yield of cellulose obtained was 46.169% to of the methods I and 31.178% to the method II. FTIR spectra at wave number 1750 cm-1 showed a loss of lignin cellulose for method I while the cellulose method II still contained lignin. Crystallinity index of cellulose obtained from XRD analysis of 60.265% for the first cellulose while the cellulose II 53,78%. The yield synthesized nanocellulose from rice husk cellulose decreased with increasing concentrations of sulfuric acid. Crystalline index of nanocellulose obtained from XRD analysis of 80% to 60% concentration sulfuric acid. Analysis by SEM showed a smooth surface morphology nanoselulosa evenly. Analysis by TEM showed the particle size is pretty good with the increasing concentration of sulfuric acid. The best size is obtained by using sulfuric acid 60%, 100 x 30 nm. Nanocomposite can be obtained by impregnating an inorganic substance TiO2 on nanocellulose, as shown by FTIR and TEM.
2016
S65846
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmy Husin Bagis
Abstrak :
The study of nanocellulose has been emerging due to its highly possible applications. The main objective of this research is to fabricate nanocellulose crystalline filament from Sugarcane Bagasse through wet-spinning method. Sugarcane Bagasse is chosen due to its abundance in Indonesia and high cellulose content. In this research, the Sugarcane Bagasse were mechanically treated in order to minimize the size. Secondly, the biomass is pre-treated with NaClO2 (Bleaching) in order to eliminate lignin and hemicellulose. Thirdly, the biomass is treated with Acid Hydrolysis. The variation used in Acid Hydrolysis is HCl with 1, 3, and 5. After obtaining Nanocellulose Crystalline, the biomass was spun through wet-spinning method using 16G needle, 18G needle, 1.5, and 2 in concentration as the variation. The wet spinning method used a coagulating bath that is filled with Acetone. The characterization used in this research would be Cellulose Content Test, TEM, XRD, and Tensile Strength Test. The average results of this research are 42.75 on cellulose isolation, 63.9 on CNC crystallinity index, 45.3 nm on particle size, and 4.3 lbs on tensile strength at fracture with 11.91 on elongation. Nanocellulose Filament used in this research would be applicable for the future textile and material industry that possibly replace fossil fuel-based material.
Studi tentang nanoselulosa telah muncul karena pengaplikasian yang sangat memungkinkan. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk membuat filamen kristal nanoselulosa dari ampas tebu melalui metode pemintalan basah atau wet spinning. Ampas tebu dipilih karena kelimpahannya di Indonesia dan kandungan selulosa yang tinggi. Dalam penelitian ini, ampas tebu diperlakukan secara mekanis untuk meminimalkan ukuran. Kedua, ampas tebu diolah dengan NaClO2 (Bleaching) untuk menghilangkan lignin dan hemiselulosa. Ketiga, ampas tebu diperlakukan dengan Hidrolisis Asam. Variasi yang digunakan dalam Hidrolisis Asam adalah HCl dengan 1, 3, dan 5. Setelah memperoleh Nanocellulose Crystalline (CNC), biomassa dipintal melalui metode pemintalan basah menggunakan jarum 16G, jarum 18G, konsentrasi 1,5, dan 2 sebagai variasi. Metode pemintalan basah menggunakan rendaman koagulasi yang diisi dengan Aseton. Karakterisasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Konten Selulosa, TEM, XRD, dan Uji Kekuatan Tarik. Hasil rata-rata dari penelitian ini adalah 42,75 pada isolasi selulosa, 63,9 pada indeks kristalinitas CNC, 45,3 nm pada ukuran partikel, dan 4,3 lbs pada kekuatan tarik pada fraktur dengan 11,91 pada perpanjangan. Filamen Nanoselulosa yang digunakan dalam penelitian ini akan berlaku untuk industri tekstil dan material yang mungkin dapat menggantikan bahan berbasis bahan bakar fosil di masa yang akan datang.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library