Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
Madiation as one of conflict resolution tool needs neutrality as its prerequisite. Neutrality is needed to guarantee that the third party does not have any vested or national interest. Vested or national interest of the third party will affect the mediation and the negotiation will not reach the best result for each parties. In this case neutrality cannot be fulfilled by United Nation in Morocco-Western Sahara negosiation and this is become stalemate in resolving conflict between Moroco and Western Sahara. This paper will examine why UN cannot play as neutral mediator in this negotiation.
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fatou Diagne Mbaye
Abstrak :
Indonesia memulai praktik Anti-Dumpingnya relatif terlambat, tetapi telah berhasil menebusnya karena sejak investigasi Anti-Dumping pertamanya pada tahun 1996, Indonesia telah menjadi salah satu pengguna tindakan Anti-Dumping yang paling sering. Namun, sistem Anti-Dumping negara ini memerlukan reformasi yang signifikan agar lebih efektif dalam mencegah dan melindungi industri domestik dari barang dumping. Industri negara ini tetap rentan terhadap impor murah meskipun ada penegakan hukum. Pada tahun 2018, Indonesia kehilangan lebih dari $228 juta dalam industri aluminium dan baja berlapis seng, polipropilena berorientasi ganda, polietilena tereftalat berorientasi ganda, dan baja tahan karat canai dingin saja. Peraturan Anti-Dumping juga perlu direformasi agar kompatibel dan konsisten dengan Persetujuan Anti-Dumping WTO dan untuk memfasilitasi interpretasi hukum dan prosedur investigasi Anti-Dumping. Dalam Peraturan Pemerintah nomor 34 Tahun 2011, Peraturan Menteri Perdagangan nomor 76/M-DAG/PER/12/2012 dan Peraturan Menteri Perdagangan No 53/M-DAG/PER/9/2013, beberapa ketentuan tidak sejalan dengan WTO; yang lain akan menjadi lebih jelas dengan penjelassan yang lebih luas dan detail dan akhirnya, ada masalah yang tidak ditangani oleh Peraturan Pemerintah nomor 34 Tahun 2011 sama sekali. Belum lagi, penerapan langkah-langkah Anti-Dumping hanya bisa efektif jika disertai dengan langkah-langkah anti-circumvention untuk memastikan kepatuhan. ......Indonesia started its Anti-Dumping practice relatively late, but has managed to make up for it since its first Anti-Dumping investigation in 1996. It has been one of the most frequent users of Anti-Dumping measures. However, the country's Anti-Dumping system requires significant reform to be more effective in preventing and protecting domestic industries from dumped goods. The country's industry remains vulnerable to cheap imports despite enforcement. In 2018, Indonesia lost more than $228 million in the aluminium and zinc-coated steel, double-oriented polypropylene, double-oriented polyethylene terephthalate, and cold-rolled stainless-steel industries alone. Besides that, the Anti-Dumping regulations (Government Regulation No. 34/2011, Minister of Trade Regulation No. 76/M-DAG/PER/12/2012 and Minister of Trade Regulation No. 53/M-DAG/PER/9/2013) needs to be reformed to be consistent with the WTO Anti-Dumping Agreement in order to facilitate legal interpretation and Anti-Dumping investigation procedures. Some provisions of existing legislation are not WTO-compliant; others will become clearer with more extensive and detailed explanations and finally, there are issues that are not addressed at all. Not to mention that the application of Anti-Dumping measures can only be effective if accompanied by anti-circumvention measures to ensure compliance.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wicaksono
Abstrak :
IMF merupakan organisasi internasional yang tujuan utamanya adalah menjaga kurs mata uang dunia agar tidak mengalami gejolak yang dapat mengganggu perdagangan internasional. Syarat utama yang diajukan lembaga ini untuk memulihkan perekonomian suatu negara yang sedang mengalami krisis adalah liberalisasi ekonomi. Akan tetapi dalam kasus Indonesia, pemerintah Indonesia cenderung untuk tidak melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan oleh lembaga ini. Atas dasar ini maka pokok permasalahan di dalam tesis ini adalah mengapa pemerintah Orde Baru tidak serius untuk melaksanakan syarat-syarat yang diajukan IMF.

Penelitian di dalam tesis ini bertujuan untuk melihat bagaimana interaksi antara negara dengan organisasi internasional. Sejumlah teori yang digunakan sebagai alat bantu analisa dalam tesis ini difokuskan pada interdependensi, organisasi internasional dan kepentingan nasional suatu negara. Teori-teori tersebut pada intinya mengemukakan bahwa ada dua kepentingan yang berbeda di dalam hubungan interdependensi, yaitu kepentingan organisasi internasional dan kepentingan nasional suatu negara. Organisasi intemasional berkepentingan agar hubungan antar negara yang saling tergantung antara satu dan lainnya tidak menjadi rusak karena adanya pelanggaran terhadap ketentuan yang telah disepakati. Namun demikian, dalam hubungan interdependensi peran organisasi internasional dipandang perlu karena tanpa adanya lembaga ini, setiap negara akan dengan mudah melanggar peraturan yang telah disepakati. Akan tetapi di sisi lain setiap negara memiliki kepentingannya sendiri yang harus dipertahankan dan diperjuangkan. Dalam konteks ini, tuntutan IMF kepada pemerintah Indonesia untuk meliberalisasikan perekonomiannya merupakan variabel penyebab dari sikap pemerintah yang menolak untuk melaksanakan tuntutan tersebut.

Penolakan ini disebabkan oleh karena tuntutan tersebut bertentangan dengan kepentingan nasional Indonesia, yaitu pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik.

Dari berbagai fakta yang dianalisa, dapat ditarik kesimpulan bahwa liberalisasi ekonomi menyebabkan turunnya pertumbuhan ekonomi dan mengganggu stabilitas politik. Pertumbuhan ekonomi ditujukan tidak saja untuk mensejahterakan seluruh masyarakat, tetapi yang lebih penting di dalam pertumbuhan ekonomi tersebut terdapat kepentingan lainnya yaitu menciptakan stabilitas politik, dengan cara membagi-bagikan hasil dari pertumbuhan itu yang kepada bagian-bagian utama dari elit politik.

Artinya melalui pertumbuhan ekonomi, pemerintah berusaha untuk menjaga kesetiaan dari para pendukung utamanya.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yayak Heriyanto
Abstrak :
ABSTRAK
Iran sebagai negara yang berpenduduk kurang lebih 70 juta jiwa (2006) telah mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan terutama dalam bidang industri, ilmu pengetahuan dan teknologi. Kondisi ini sudah barang tentu membutuhkan sumber energi yang besar pula mengingat hampir 90% masyarakat Iran menggunakan energi listrik dalam menjalankan aktifitas, dan memenuhi kebutuhan mereka. Teknologi nuklir yang dirniliki Iran merupakan satu-satunya solusi alternatif untuk memenuhi kebutuhan energi pcngganti minyak. Teknologi nuklir ini sudah menjadi kebutuhan masyarakat Iran, sehingga pemerintali Iran harta menjaga, mengembangkan, bahkan kalau perlu mempertahankannya dari hambatan dan tekanan baik yang datang dari dalam ataupun dari luar negerinya, mengingat teknologi nuklir Iran sudah menjadi kebutuhan dan kepentingan nasional mereka.

Namun dalam perjalanannya, pelaksanaan kepentingan nasional ini tentyata mendapat hambatan, tekanan, bahkan ancaman dari negara luar terutama Amerika Serikat dan Israel. Kecurigaan akan penyalahgunaan tehnologi nuklir untuk energi menjadi tehnologi senjata nuklir merupakan akar pennasalahan berubahnya kasus nuklir Iran sebagai kasus domestik menjadi kasus internasional. Pemerintah Iran terpaksa hares mengeluarkan kebijakan luar negerinya untuk mernbenarkan, membela, dan meyakinkan dunia intemasional bahwa program nuklir Iran adalah untuk tujuan damai. Terjadinya perbedaan pandangan tentang kasus nuklir Iran yang terjadi antara pernerintah Iran dengan AS, Israel, serta beberapa negara lainnya, telah memaksa kedua belah pihak melakukan berbagai macam cara demi tercapainya tujuan mereka. AS, Israel dan beberapa negara lainnya selalu menekan Iran dengan ancaman akan membawa kasus nuklir Iran ke DK PBB dan akan menjatuhkan sanksi kepada Iran apabila Iran tetap dengan pendiriannya melanjutkan program nuklirnya. Sementara pemerintah Iran seolah oleh tidak memperdulikan ancaman itu dengan keyakinan bahwa program nuklirnya tidak menyalahi aturan yang ditetapkan oleh IAEA, juga keanggotaan negara-negara NPT.
ABSTRAK
Iran as a country which has population approximately 70 million (2006) has experienced significant economic growth, especially in industry field, science and technology. This economic growth need a laver number or energy especially considering 90% or Iranian need electricity to do their activities and to iul.111 their need. Iran's nuclear teclinology is an altennualive solution to fulfill their national energy need. Nuclear program has become Iran's national interest so that Iran concluded several contracts for construction of nuclear plants and the supply of nuclear fuel. By the time of the Islamic Revolution in January 1979. Iran's nuclear program has considered on the most advanced in the Middle East.

'Concurrently, United Stated (US), Israel, and Europeans Unior Trio (EU riot accused that Iran's nuclear program as their national interest has continued to maintain that Iran is pursing an underground nuclear weapons program. And while this claim has not yet been substantiated by I AEA inspections, proponents argue tht-t hvan has violated the NP T and that the country's nuclear file should, in turn, be referred to the United Nation Security Council (UNSC) for its review. For its part, Iran's foreign policy try to convince international community dun Iran's nuclear prngrarn is a contituues to assert that pursues a nuclear progr:an with only peaceful application. While Iran's government believes that the situation may he resolved diplomatically.
2007
T 17718
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mei Edi Prayitno
Abstrak :
ABSTRAK
Setiap negara bersaing meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan, melalui pemanfaatan sumber daya maritim dan perdagangan lewat laut, yang berdampak pada sengketa wilayah dan konflik, sehingga perlu meningkatkan kekuatan laut, termasuk kapal selam. Permasalahannya tidak banyak publikasi yang menjelaskan formulasi penyusunan postur kekuatan kapal selam, disamping juga negara Indonesia belum memiliki kapal selam untuk perairan dengan kedalaman kurang dari 200 m dan model pengambilan keputusan untuk pembangunan postur kekuatan kapal selam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyusun formulasi pembangunan postur kekuatan kapal selam, mendesain kapal selam littoral untuk perairan barat Indonesia dan strategi pembangunan kekuatan kapal selam. Metode penelitian untuk formulasi dan strategi pembangunan kapal selam melalui survei kepada purposive random sampling dengan kriteria perwira angkatan laut dan karyawan galangan yang terlibat pembangunan kapal selam klas 209 serta metode trial error untuk desain kapal selam. Data sekunder adalah data kekuatan kapal selam negara blok barat-blok timur selama perang dingin dan postur kekuatan kapal selam negara Asia Pasifik. Dari penelitian dihasilkan formulasi pembangunan postur kekuatan kapal selam negara pantai/kepulauan, desain kapal selam littoral panjang 30 m, kecepatan menyelam maksimum 20 knot dan dapat dioperasikan 10 hari. Strategi meningkatkan postur kekuatan kapal selam diperlukan peran Kementerian pertahanan untuk mendorong pembangunan fasilitas dan SDM industri utama kapal selam.
ABSTRACT
Each country competes to increase prosperity and prosperity, through the use of maritime resources and trade by sea, which has an impact on regional disputes and conflicts, so it is necessary to increase sea power, including submarines. The problem is not many publications that explain the formulation of submarine force structure, Indonesia does not have a littoral submarine which operates in waters depth less than 200 m and submarine force structure development strategy is needed. The purpose of this research is to formulate submarine force structure development, design a littoral submarine for western Indonesian waters and submarine strength development strategy. Research methods for formulation and submarine development strategies through surveys of purposive random sampling with the criteria of naval officers and shipyard employees involved in class 209 submarine construction and trial error methods for submarine design. Secondary data are data on the submarine power of the west-east block country during the cold war and the Asia Pacific nation's submarine force structure. From the research the formulation of the submarine force structure was built, the design of the littoral submarine is 30 m long, 20 knots maximum diving speed and 10 days operation. Improving submarine structure required the role of the Ministry of defense to encourage the development of facilities and human resources of the submarine main industry.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihite, Faradita Utami Putri
Abstrak :
Liberalisasi di bidang pengadaan pemerintah masuk menjadi pembahasan negara maju dan berkembang dalam beberapa Persetujuan Perdagangan Internasional seperti Agreement on Government Procurement, Trans Pasific Partnership Agreement, dan European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement. Indonesia belum ikut serta dalam ketiga persetujuan diatas. Indonesia memiliki beberapa kepentingan nasional untuk ikut serta di dalam persetujuan diatas, namun keikutsertaan tersebut juga memiliki dampak negatif. Tesis ini membahas mengenai tiga hal yaitu kebijakan Indonesia mengenai Pengadaan Pemerintah, kepentingan nasional dalam ikut serta di Persetujuan Pengadaan Pemerintah, dan implikasi hukum apabila Indonesia nantinya ikut serta. Penulis menggunakan metode yuridis normatif yaitu metode berusaha menyelaraskan ketentuan hukum internasional dengan hukum nasional yang berlaku dalam bidang pengadaan pemerintah untuk menjawab permasalahan pada tesis. Indonesia belum membuka akses pasar bebas terhadap bidang pengadaan pemerintah untuk produk barang/jasa dari negara lain. Apabila Indonesia membuka akses pasar bebas dalam pengadaan pemerintah, terdapat beberapa hal baik dan buruk yang akan berdampak pada kepentingan nasional. Selain itu juga terdapat beberapa implikasi hukum yang akan terjadi. Indonesia bukan tidak mungkin untuk ikut serta dalam Persetujuan Pengadaan Pemerintah, namun untuk itu pemerintah wajib mempertimbangkan apakah keikut sertaan ini lebih banyak memberikan sesuatu yang baik untuk kepentingan nasional atau bahkan lebih banyak memberikan hal yang buruk. Pemerintah juga memerlukan kesiapan yang matang untuk menghadapi liberalisasi pengadaan pemerintah sehingga keikut sertaan ini tidak akan membawa kerugian semata bagi kepentingan nasional.
In these recent years, the topic of Government Procurement liberalization is being discussed by developed and developing countries on International Trade Agreement such as Agreement on Government Procurement, Trans Pasific Partnership Agreement, and European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement. Indonesia has not participated yet in the above three agreements. There are several national interests of Indonesia if Indonesia participate in the above agreements, but such participation also has a negative impact. This thesis discusses about three questions i.e. the Indonesian policy on Government Procurement, Indonesian national interest of participating the Government Procurement Agreements, and the legal implications in case Indonesia participate on Government Procurement Agreements. The author uses the normative juridical method in trying to harmonize the provisions of international law with the applicable national law in the field of government procurement to answer the questions appear on the thesis. Indonesia has not open yet a free market access to the goods services of the government procurement from other countries. If Indonesia opens a free market access in government procurement, there are some good and bad things that will affect the national interest. There are also some legal implications that will occur. For Indonesia, it is not impossible to participate in the Government Procurement Agreements, however to participate in the Government Procurement Agreements, Indonesian government must consider whether this participation is giving more good or even giving more bad things to the national interest. The government also needs a mature readiness to deal with the liberalization of government procurement so that this participation will not only bring harm to the national interest of Indonesia.
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T47610
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
The goal of long term development 2005 -b2025 is to realize a progress, self - reliant and fair nation as the foundation for next development stages to fair and welfare people in the framework of the Republic of Indonesia based on Pancasila (Five Principles) and Undang-Undang Dasar 1945 (Constitution). Indicator of ahieving the Indonesian progress, self-reliant and fair, the next 20byears National Development is directed to the acievement fundamental targets as follow: a realizing good moral , civilized and humanized character of Indonesian people,b, realizing a competable nation to reach more prosperous and welfare , c. realizing democracy nation of Indonesia under law and justice, d. realizing safety and peace for the whole of Indonesian people and protect the unity of Republic of Indonesia and state sovereignty of foreign or domestic threat and realizing a fair distribution development and everlasting harmony state ,f. realizing Indonesia as strong , progress and self - reliant archipelago state,g. realizing Indonesian role in international relationship. Al those indicators are ideal hope for Indonesia in nation and state living. Hovewer those should be supported by estabilishing goog regional regulation. In the framework estabilishing good regional regulation, need some first steps, they are : Firstly, Establishment of Togetherness Vision on ideal condition which will be reached. Secondly, scale of priority which arrangement that will be prioritized as central point and covers other arrangements. Thirdly process of vertical hormonization to carry out a syncronized complete whole organization or arrangement compared to other similar or higher arrangement together with law principles . Forth arrangement must aim to development targets achievement in Local Long Term Development Plan (RPJPD) and Local Middle Term Development Plan (RPJMD). Fifth, those organizations or arrangement should be able to solve the emerging issues.
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Velda Leona Dewi
Abstrak :
Modal sosial berasal dari posisi dan status sosial seseorang, yang mampu membuat suatu individu menggerakkan kelompok atau individu lain yang memiliki sumber daya atau kewenangan modal untuk tujuan tertentu. Keberhasilan Prancis dalam menjadikan nuklir sebagai energi hijau dalam ranah Uni Eropa mempromosikan energi hijau, mengindikasikan adanya modal sosial yang dimiliki oleh Prancis. Hal tersebut menjadi pembahasan dalam penelitian ini sebab Prancis mendukung penuh cenderung tidak goyah, dan mendapatkan banyak penolakan dalam mempromosikan energi hijau di European Green Deal. Kontradiksi terjadi pada tahun 2021, saat EU Taxonomy memasukkan dan mempertimbangkan nuklir menjadi energi berkelanjutan rendah karbon dengan syarat. Penelitian ini mengulik alasan Prancis mendukung keras nuklir sebagai energi hijau serta hal apa yang membuat nuklir mampu masuk dalam bursa energi hijau. Melalui konsep kepentingan nasional Thierry de Montbrial, penelitian ini mampu menemukan alasan Prancis mendukung penuh nuklir sebagai energi hijau dan melalui teori modal sosial Bourdieu, ditemukan modal sosial yang Prancis miliki sehingga nuklir diterima sebagai energi hijau. Kedua teori ini erat kaitannya dengan identitas, maka digunakan teori indentitas Stuart Hall untuk menjadi jembatan antara keduanya. Melalui penelitian ini diketahui bahwa Prancis memiliki identitas yang kuat di masa lalu, sehingga merujuk pada kepentingan nasionalnya saat ini yaitu menjadi negara superpower beridentitas. Nuklir yang menjadi strategi Prancis membutuhkan aspek modal sosial untuk mendukung keberhasilannya. Dengan identitasnya yang kuat, modal sosial Prancis beragam di antaranya adalah pelopor Uni Eropa, pelopor energi hijau dan ekosistemnya, serta konsistensi penggunaan nuklir di negaranya. Pada akhirnya, power yang berasal dari identitas adalah modal sosial utama Prancis dalam menjadikan nuklir sebagai energi hijau. ......Social capital comes from a person's position and social status, which is able to make an individual move a group or other individuals who have capital resources or authority for certain purposes. France's success in making nuclear a green energy within the realm of the European Union in promoting green energy indicates that France has social capital. This is the subject of discussion in this study because France fully supports it, tends not to falter, and receives a lot of resistance in promoting green energy in the European Green Deal. The contradiction occurs in 2021, when the EU Taxonomy includes and considers nuclear to be a low-carbon sustainable energy with conditions. This research explores the reasons why France strongly supports nuclear as green energy and what makes nuclear capable of being included in the green energy market. Through Thierry de Montbrial's concept of national interest, this research is able to find out why France fully supports nuclear as green energy and through Bourdieu's theory of social capital, French social capital is found so that nuclear is accepted as green energy. These two theories are closely related to identity, so Stuart Hall's identity theory is used to become a bridge between the two. Through this research it is known that France has had a strong identity in the past, so that it refers to its current national interest, which is to become a superpower country with an identity. Nuclear as a French strategy requires aspects of social capital to support its success. With its strong identity, France's social capital is diverse, including being a pioneer of the European Union, a pioneer of green energy and its ecosystem, as well as the consistency of the use of nuclear in the country. In the end, power that comes from identity is France's main social capital in making nuclear a green energy.
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trixsaningtiyas Gayatri
Abstrak :
Bagi Indonesia, IJEPA merupakan kebijakan perdagangan bebas bilateral pertama yang diambil Indonesia dalam rangka memenuhi kepentingan nasional bidang ekonomi khususnya perluasan akses pasar produk ekspor di pasar Jepang, mengembalikan investasi Jepang yang menurun dalam beberapa waktu terakhir dan juga sebagai kerangka bagi alih teknologi industri manufaktur Indonesia. Secara politis IJEPA memberikan Indonesia kedudukan setara dengan negara lain yang telah terlebih dahulu menjalin kerjasama perdagangan bebas dengan Jepang. Sedangkan bagi Jepang, IJEPA merupakan kebijakan diplomasi perdagangan internasional yang merupakan komplementer dari kebijakan perdagangan internasional Jepang sebelumnya yang hanya menganut multilateralisme melalui WTO. Situasi global dengan semakin meningkatnya perjanjian perdagangan bebas regional/bilateral di berbagai kawasan mendorong Jepang untuk mengamankan pasarnya dan memenuhi kepentingan ekonominya khususnya di Asia Tenggara. Secara khusus IJEPA bagi Jepang merupakan upaya untuk memenuhi kepentingan ekonomi antara lain perluasan akses pasar produk Jepang, mengamankan investasi, serta mengamankan pasokan energi dan sumber daya mineral sebagai kebutuhan utama bagi industrinya. Secara politis IJEPA pun memberikan Jepang peluang untuk tetap menjadi negara penjamin stabilitas ekonomi dan politik kawasan. Dengan semua asumsi dan hipotesis yang ditawarkan, tesis ini menyimpulkan bahwa IJEPA adalah suatu kebijakan luar negeri yang dibentuk atas dasar kepentingan ekonomi dan politik kedua negara.
As for Indonesia, The 2007 IJEPA was the first bilateral free-trade policy which was issued to meet its several domestic economical interests, particularly in regard to the economic expansion of market access for all Indonesia?s exported goods to Japan, restoring the Japan?s investment which has been declining for the last few years, and also as a technology transfer framework within Indonesia?s manufacturing industry as well. The 2007 IJEPA politically put Indonesia at the same and equivalent position to other countries that have formed earlier freetrade partnership with Japan. While for Japan, The 2007 IJEPA was a kind of international trade diplomacy that also become a complementary to its international trade policy which previously only follow multilateralism through WTO. The situation inside the global world which provides an increase of either bilateral or regional free-trade agreement at various areas also encourages Japan to secure its market and economical interest, especially within the South-East Asian region. Specifically for Japan, The 2007 IJEPA is sort of effort to meet its economical goal, among others, market expansion for products of Japan, to secure the investment, and also to secure the supplies of energy and mineral resource for its industry consumption. In the other hand, The 2007 IJEPA also politically gives Japan more opportunity to remain become one of the economic and political stabilizer countries within the region. Through all the hypothesis and assumptions presented in this thesis, it can be obviously concluded that The 2007 IJEPA is a kind of international policy that is established based on both economical and political interest between the two countries.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T25101
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Oloan Bahagia
Abstrak :
Tesis ini mendeskripsikan dan menganalisis tentang sentimen kedaulatan anggota Uni Eropa yang menjadi kendala dalam memaksimalkan peran CFSP. Masalah ini dapat diidentifikasi sebagai hal seperti bagaimana menyelaraskan kebijakan luar negeri dan keamanan bersama dengan negara-negara anggota secara efektif di dalamnya, kemudian masalah alat atau instrumen pelaksana kebijakan, dan yang paling penting adalah bagaimana Uni Eropa mengatasi atau menyatukan perbedaan. Kepentingan anggota Uni Eropa yang umumnya dipengaruhi oleh tiga negara inti Uni Eropa yaitu Prancis, Jerman, dan Inggris yang selalu mendominasi dan menentukan berbagai pertumbuhan dalam kerangka Uni Eropa dan Eropa, termasuk juga dalam hal keamanan Eropa. Tesis ini juga mencoba untuk mengetahui bentuk-bentuk kerjasama pertahanan dan keamanan Uni Eropa yang dapat aktif dalam menjaga perdamaian regional dan diasumsikan dapat diterima oleh semua anggota Uni Buropean tanpa harus mengabaikan kepentingan nasional salah satu atau beberapa negara anggota. . Tesis ini, meskipun menyimpulkan bahwa CFSP Uni Eropa khususnya dalam hal kebijakan pertahanan dan keamanan Uni Eropa masih bergantung pada NATO dan masih akan dilanjutkan......This thesis describes and analyzes about sentiment of member sovereignty of the European Union that is becoming constraint in maximizing role of CFSP. This problem can be identified as a thing such as how to harmonize common foreign and security policy with member nations effectively in it, then the problem of appliance or instrument executor of policy, and the most important thing is how European Union overcome or unite the different interests of member of European Union which was generally influenced by the three EU core states that is, French, Germany, and UK which always predominate and determinant various growth in framework of European Union and Europe, including also in the case of European security. This thesis also tries to find out the forms of European Union defense and security cooperation that can be active in taking care of regional peace and assumed can be accepted by all member of Buropean Union without having to disregard natonal interest one of or some of member's state. This thesis, although conclude that CFSP of European Union especially in the case of EU's defense and security policies still dependent on NATO and still will be continued.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>