Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
Amelia Putri
"Ada anggapan umum dalam literatur dan diantara pembuat kebijakan bahwa remitansi migran memiliki peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan rumahtangga migran di daerah asal. Penelitian ini meneliti mengenai remitansi baik internasional maupun internal di Indonesia yang dilakukan untuk memberikan kontribusi dalam menilai dampak dari remitansi pada kesejahteraan rumahtangga. Dengan menggunakan data longitudinal dari Indonesia Family Life Survey (IFLS) tahun 2000 sampai dengan tahun 2007 yaitu pada gelombang 3 dan 4, penelitian ini akan mengamati pengaruh dari perkembangan pendapatan remitansi pada investasi aset rumahtangga sebagai ukuran kesejahteraan antara penerima dan non-penerima.
Penelitian ini menggunakan metode propensity score matching (PSM)untuk mengukur dampak pendapatan dari remitansi pada aset rumahtangga dan membandingkannya dengan rumahtangga non-remitansi. Ditemukan bahwa rumahtangga penerima remitansi secara signifikan memiliki tingkat kesejahteraan lebih tinggi sebesar 29,1% pada tahun 2000 dan 22,2% pada tahun 2007 ketika dibandingkan dengan rumahtangga nonpenerima remitansi.
There is a common assumption in the literature and among policy makers that migrant remittances have an important role in improving the welfare of migrant households in the regions of origin. This study observe the international and internal remittances in Indonesia are being made to contribute in assessing the impact of remittances on household welfare. Using longitudinal data from Indonesia Family Life Survey (IFLS) during 2000 until 2007 on wave 3 and 4, the study will observe at the impact of the development of remittance income on the household accumulated asset as a measure of well-being between recipients and non-recipients. This research using propensity score matching (PSM) method to measure the revenue impact of remittances on household assets and comparing it to non-remittance households. It was found that remittance recipient households had significantly higher levels of welfare by 29.1% in 2000 and 22.2% in 2007 when compared to non-recipient households remittances."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
T52574
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Faisal
"Rata-rata proporsi kejahatan yang tidak dilaporkan di indonesia pada tahun 2009 hingga 2019 adalah 80.2%. Hal tersebut menunjukan bahwa the dark number of crime di indonesia masih relatif besar. Penyebab dari hal tersebut masih belum diketahui, apakah karena sulitnya akses atau karena alasan lain, serta apakah orang miskin yang merupakan kelompok masyarakat rentan memiliki akses yang sama seperti kelompok masyarakat lain dalam hal melaporkan kejahatan atau telah terjadi ketimpangan. Studi ini bertujuan untuk menemukan bukti empirik terkait apakah orang miskin yang menjadi korban kejahatan tidak melaporkan kejahatan yang terjadi. Serta, studi ini juga mencoba mencari potensi penyebab yang membuat orang miskin tersebut tidak melaporkan kejahatan. Dengan menggunakan data survei sosial ekonomi nasional tahun 2018 dan dengan metode ordinary least square, saya menemukan bahwa orang miskin tidak melaporkan kejahatan yang terjadi. Hal tersebut berlaku untuk seluruh tipe kejahatan (pencurian, penganiayaan, perampokan, kejahatan seksual, kejahatan lainnya) serta dengan menggunakan berbagai alat ukur kemiskinan (national poverty line, international poverty line, expenditure group). Penyebabnya adalah akses yang sulit untuk melaporkan kejahatan (kepemilikan handphone, akses internet, jarak menuju kantor polisi terdekat) serta kebutuhan terhadap lawyer dan perlakuan yang berbeda oleh polisi terhadap laporan kejahatan dari korban miskin dan non- miskin. Sehingga, di Indonesia, ketimpangan kesejahteraan (pengeluaran, kepemilikan ponsel, akses internet) dapat menyebabkan ketimpangan barang publik dalam hal keamanan (akses untuk melaporkan kejahatan) dan akses keadilan (kepemilikan pengacara dan perlakuan polisi).
The average proportion of unreported crimes in Indonesia from 2009 to 2019 was 80.2%. It shows that the dark number of crimes in Indonesia is still relatively large. The cause of this is still unknown, whether it is due to the difficulty of access to reporting or for other reasons, and whether the poor that are vulnerable group have the same access as other groups to reporting crimes or there is an inequality. This study aims to find evidence whether poor people who are victims of crime don't report crimes that have occurred. In addition, this study also tries to find the potential causes that make the poor don't report crimes. Using the 2018 national socio-economic survey data and using the ordinary least square method, I found that poor people don't report crimes that have occurred. It applies to all types of crime (theft, persecution, robbery, sexual, others) and different poverty measurement tools (national poverty line, international poverty line, expenditure group). The reasons are lack of access to reporting (possession of mobile phones, internet access, and distance to the police station), the need for lawyers, and the different treatment of reports by the police for the poor and the rich. So, In Indonesia, inequality in welfare (expenditure, cell phone ownership, internet access) can lead to inequality in public goods in terms of security (access to reporting) and access to justice (lawyer ownership and police treatment)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Faisal
"Rata-rata proporsi kejahatan yang tidak dilaporkan di indonesia pada tahun 2009 hingga 2019 adalah 80.2%. Hal tersebut menunjukan bahwa the dark number of crime di indonesia masih relatif besar. Penyebab dari hal tersebut masih belum diketahui, apakah karena sulitnya akses atau karena alasan lain, serta apakah orang miskin yang merupakan kelompok masyarakat rentan memiliki akses yang sama seperti kelompok masyarakat lain dalam hal melaporkan kejahatan atau telah terjadi ketimpangan. Studi ini bertujuan untuk menemukan bukti empirik terkait apakah orang miskin yang menjadi korban kejahatan tidak melaporkan kejahatan yang terjadi. Serta, studi ini juga mencoba mencari potensi penyebab yang membuat orang miskin tersebut tidak melaporkan kejahatan. Dengan menggunakan data survei sosial ekonomi nasional tahun 2018 dan dengan metode ordinary least square, saya menemukan bahwa orang miskin tidak melaporkan kejahatan yang terjadi. Hal tersebut berlaku untuk seluruh tipe kejahatan (pencurian, penganiayaan, perampokan, kejahatan seksual, kejahatan lainnya) serta dengan menggunakan berbagai alat ukur kemiskinan (national poverty line, international poverty line, expenditure group). Penyebabnya adalah akses yang sulit untuk melaporkan kejahatan (kepemilikan handphone, akses internet, jarak menuju kantor polisi terdekat) serta kebutuhan terhadap lawyer dan perlakuan yang berbeda oleh polisi terhadap laporan kejahatan dari korban miskin dan non- miskin. Sehingga, di Indonesia, ketimpangan kesejahteraan (pengeluaran, kepemilikan ponsel, akses internet) dapat menyebabkan ketimpangan barang publik dalam hal keamanan (akses untuk melaporkan kejahatan) dan akses keadilan (kepemilikan pengacara dan perlakuan polisi).
The average proportion of unreported crimes in Indonesia from 2009 to 2019 was 80.2%. It shows that the dark number of crimes in Indonesia is still relatively large. The cause of this is still unknown, whether it is due to the difficulty of access to reporting or for other reasons, and whether the poor that are vulnerable group have the same access as other groups to reporting crimes or there is an inequality. This study aims to find evidence whether poor people who are victims of crime don't report crimes that have occurred. In addition, this study also tries to find the potential causes that make the poor don't report crimes. Using the 2018 national socio-economic survey data and using the ordinary least square method, I found that poor people don't report crimes that have occurred. It applies to all types of crime (theft, persecution, robbery, sexual, others) and different poverty measurement tools (national poverty line, international poverty line, expenditure group). The reasons are lack of access to reporting (possession of mobile phones, internet access, and distance to the police station), the need for lawyers, and the different treatment of reports by the police for the poor and the rich. So, In Indonesia, inequality in welfare (expenditure, cell phone ownership, internet access) can lead to inequality in public goods in terms of security (access to reporting) and access to justice (lawyer ownership and police treatment)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library