Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
Fadhlin Kurnia
Abstrak :
ABSTRAK
Penyelenggaraan pasar temporer sebagai ruang temporer mendapat respon
pro dan kontra dari masyarakat kota Jakarta. Dengan karakternya yang mengubah
suatu sistem ruang kota dalam waktu tertentu, kehadiran pasar temporer
mengganggu penggunaan ruang regulernya. Adanya gangguan ini membuat
respon yang diberikan oleh Pemerintah Kota Jakarta terhadap penyelenggaraan
pasar temporer seringkali berupa penertiban paksa yang berujung pada
dihilangkannya penyelenggaraan pasar. Meskipun begitu, Pasar Temporer
Kemang Utara mampu mempertahankan penyelenggaraannya hingga lebih dari
sepuluh tahun. Hal tersebut dikarenakan adanya negosiasi ruang sebagai
penyesuaian akan konflik-konflik yang muncul dari penyelenggaraan pasar.
Praktik negosiasi ini menerapkan karakter kota yang baik, yakni partisipasi dan
kontrol, yang merespon keragaman dengan menerapkan hak terhadap ruang kota.
Namun dalam kasus Pasar Temporer Kemang Utara yang terjadi di kawasan
hunian di mana penghuni memiliki rasa kepekaan terhadap teritori yang tinggi,
kontrol yang diterapkan merupakan kontrol terhadap teritori. Pemerintah
kemudian menerapkan aturan yang sesuai dengan karakter ini dan membuat
legalitas yang dimunculkan terhadap penyelenggaraan pasar merespon kontrol
teritori yang dimiliki oleh penghuni di kawasan. Dengan demikian
penyelenggaraan pasar temporer menjadi penerapan hak setiap pihak yang
berpartisipasi dalam proses negosiasi ruangnya
ABSTRACT
Temporary market as an implementation of temporary space has variety of
responses given by Jakarta Citizens. With its characteristic that change the city‟s
spatial system in some range of time, temporary market disturbs the regular use of
its location. This disturbance often leads the government to end up giving a force
to stop. However, Kemang Utara Temporary Market was able to maintain holding
the event for more than ten years. This happened because there was spatial
negotiation as an adjustment of conflicts appeared. The practice of spatial
negotiation implemented characters of a good city which is participation and
control. These characteristics responded to the city‟s diversity character by
implementing the citizen‟s right to their city. In the case of Kemang Utara
temporary market which happened in a residential area, the control itself is an
implementation of territory‟s control. As a matter of fact, Jakarta‟s government
made the rules as a response to this characteristic which led the legality of the
temporary market respond well to the high need of territory control of the
residents. To conclude, temporary market is seen as an implementation of rights to
the city space, implemented by the people who took participate in its spatial
negotiation process.
;
2016
S65444
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rumaishatul Ulya
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam keseharian kota, terdapat ruang formal dan informal. Struktur kota,
termasuk elemen-elemen ruang di dalamnya, memberikan peran dalam
mengidentifikasi hadirnya ruang informal. Ruang informal digambarkan melalui
ruang sisa kota yang timbul dari interaksi elemen dan pengguna ruang kota dalam
keseharian. Aktivitas keseharian ?ngetem? atau ?mangkal? yang dilakukan oleh
komunitas supir bajaj, sebagai salah satu pengguna ruang kota, mempertegas dua
sisi representasi ruang kota, yaitu planner dan users. Upaya mengisi atau
memanfaatkan ruang dilakukan melalui interaksi dan negosiasi ruang sisa di
sekitar stasiun Manggarai. Sehingga, penting untuk memahami hubungan antara
elemen ruang sisa kota dan bagaimana komunitas supir bajaj stasiun Manggarai
memanfaatkan ruang tersebut dengan taktik dan strategi keseharian yang mereka
lakukan. Salah satu penggambaran proses memahami hal ini melalui analogi
?dapur? kota.
ABSTRACT
In everyday life of the city, both formal and informal spaces exist. The structure
of the city, including its physical elements, contributes in identifying informal
space in urban life. Informal space is shown through leftover urban space that
emerges from the interaction of elements and users of urban space in everyday
lifes. 'Ngetem' or 'mangkal' done by the community of bajaj drivers, as one of the
user of urban space, highlights the two sides of urban space representations, which
are planners and users. Their efforts to occupy or utilize space are done through
interaction and negotiation of leftover space around the Manggarai Station area.
Therefore, it is important to understand the connection between the elements
of leftover urban space around Manggarai Station and how the community of
bajaj drivers occupy those spaces using their own tactics and daily strategies. One
of the ways to understand the process of this urban informality's phenomena is by
using the analogy 'kitchen' of the city.
2016
S63291
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Dinda Lutfiyah
Abstrak :
Skripsi ini bertujuan untuk meredefinisi konsep co-housing yang ada sesuai dengan konteks lokal di Jakarta. Kampung Muka sebagai salah satu komunitas secara tidak langsung telah menerapkan beberapa prinsip co-housing sesuai dengan konteks lokal. Nilai partisipatoris yang menjadi salah satu prinsip co-housing selanjutnya dijadikan pembelajaran akan bagaimana penerapannya di Kampung Muka. Nilai partisipatoris yang dipelajari berdampak pada negosiasi ruang yang diharapkan mampu mengeluarkan pemahaman baru kepada masyarakat terkait konsep co-housing yang sesuai dengan konteks lokal.
......
This thesis aims to redefine co housing concept adapted to local context in Jakarta. Kampung Muka as one of community based domestic space indirectly has applied some co housing principles according to the local context. Participatory, as one of that principle, furthermore being learned on how its used in Kampung Muka. The participatory that has been learned affects the negotiating of spaces which expected to suggest new understanding to the society about co housing concept according to the local context.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Friska Lirenzsa
Abstrak :
Menurut BPS 2017, Tambora merupakan salah satu area terpadat di Jakarta dengan jumlah penduduk 260.100 orang di dalam area seluas 5,4 km2. Salah satu hal yang menonjol di Tambora adalah keberadaan industri konfeksi berbasis hunian sebagai salah satu aktifitas ekonomi informal yang lazim ditemukan. Di dalam satu gang, kita dapat menemukan beberapa hunian yang melakukan kegiatan industri konfeksi di dalamnya. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana para aktor dalam industri konfeksi berbasis hunian menegosiasi ruang untuk memenuhi kegiatan bekerja dan bertinggal dalam ruang yang terbatas. Mereka menegosiasi ruang dengan cara melakukan satu kegiatan di area yang sama terus-menerus, membagi-bagi fungsi ruang, dan meletakan objek-objek tertentu yang mendefinisikan kegiatan. Para pemilik usaha membangun rumah bertingkat dan secara ukuran lebih besar untuk menginjeksi aktifitas bekerja tanpa mengganggu privasi yang dibutuhkan oleh tiap keluarga. Proses negosiasi diekspansi hingga ke ruang publik sebagai respon dan adaptasi terhadap kesesakan di dalam hunian. Studi dilakukan untuk menonjolkan hubungan antara proses interupsi domestik dengan industri konfeksi berbasis hunian hingga ke area publik yang membentuk respon serupa sebagai karakteristik satu permukiman. Karakteristik yang terbentuk dapat digunakan untuk mengidentifikasi pola permukiman dan memperbaikinya dengan menonjolkan industri konfeksi berbasis hunian sebagai salah satu kekhasan Tambora.
......
With the population is 260.100 (BPS 2017) and covers the area of 5.4 km2, Kampung Tambora was one of the highest density urban areas in Jakarta. This settlement is well known for its confection home-based industry that supports the livelihood of the community. In one alley, we can find several houses run the business of confection industry. Inside the house, women and men work and live together by means of negotiation with the limited space. This study aims to understand how all actors in confection home-based industry negotiate the space, as they have to fulfill both the domestic and working needs in a limited space. The study shows how they negotiate using spatial practice, placement of space function, and arrangement of objects to define the activities. They also create multi-stories house to inject working activities without interrupting the privacy of domestic needs. The negotiation process expanded into the communal alley as their way to adapt and cope with crowding. Therefore, this study also reveals how the domestic activities inside the house spatially interrupted the alley, which is considered as the public domain. As similar response done by other houses, this process of negotiation characterized the way of living at Kampung Tambora. The finding of this study in Kampung Tambora can be used to identify the pattern of home-base industry settlement and improve the living condition of similar type of settlements in other high dense kampungs in Jakarta.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library