Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Irwansyah
"Pemimpin dan kepemimpinan merupakan diskursus antara ideologi dan budaya. Diskursus tidak hanya terjadi dalam dunia nyata tetapi juga dunia virtual seperti dalam forum komunitas online. Dengan menggunakan konsep kepemimpinan timur dan barat, dan metode netnografi dalam diskursus teks, kajian ini menemukan adanya kategorisasi level netizen dalam memberi komentar atau pendapatnya. Kepemimpinan transaksional lebih dipilih ketimbang kepemimpinan transaksional oleh netizen kaskuser. Pemimpin yang melakukan perubahan dan berorientasi bekerja dengan dilengkapi dengan aksentuasi ketimuran merupakan gambaran ideal versi komunitas forum online. Walaupun demikian harapan dan keinginan anggota forum komunitas online yang terbagi berdasarkan level netizen versi Kozinet belum tergambarkan dengan baik berdasarkan level atau kategori berdasarkan versi pengelola forum komunitas online.
Leader and leadership states between ideological and cultural discourses. These discourses are not only occurred in the real world but also in the virtual world particularly in an online communitu forum. By using East and West leadership concepts and netnography method in text discourses, this study finds that there is netizen level categorization in giving comments and opinions in the forum. Transactional leadership is prefered by Kasku~er netizen than transformational leadership. Leader who makes a change, work oriented, and has the East accent, is idealfigure of online commuity forum. Although, expectation and need offorum online community member which are decided into Kozinets netizen level, are not depicted according to level of observed online community forum."
Prodi Ilmu Komunikasi UAI, 2015
MK-Pdf
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Syahrul Muhammad Ghiffari
"Era digital semakin berkembang pesat, ditandai dengan semakin banyak platform di internet guna menunjang aktivitas persebaran informasi. Web 2.0 sebagai bentuk inovasi baru di internet dengan tujuan memberikan keleluasaan bagi para pengguna untuk dapat berpartisipasi sebagai produsen maupun konsumen informasi di media digital melalui budaya partisipatoris. Keluaran dari fenomena tersebut ialah kehadiran content creator sebagai penyalur informasi baru di era Web 2.0 pada platform media sosial. Penelitian ini memadukan digital citizenship sebagai landasan etika dalam menjalankan budaya partisipatoris di dunia digital. Sehingga, peran warganet sebagai aktor budaya pengawasan diperlukan untuk menjaga batasan atau pelanggaran content creator yang berpotensi terjadi di dunia digital. Begitu pula bagi warganet sebagai bagian dari berjalannya budaya partisipatoris di media sosial. Penelitian ini berfokus untuk menganalisis budaya partisipatif content creator yang terbilang masih sangat bebas dengan disertai budaya pengawasan dari warganet agar tidak terjadi pelanggaran etika. Hasilnya, pengguna media sosial baik content creator maupun warganet memiliki kesadaran untuk menjaga etika di dunia digital. Namun, tak jarang ditemui ragam perilaku warganet lain yang melewati batas etika. Bentuk-bentuk budaya partisipatoris seperti afiliasi, ekspresi, pemecahan masalah kolaboratif, dan sirkulasi merupakan hasil implementasi yang dilakukan content creator. Sementara, warganet memiliki cara sendiri untuk menjalankan fungsi pengawasan persebaran konten di dunia digital melalui komentar.
The digital era is growing rapidly, marked by the increasing number of platforms on the internet to support information dissemination activities. Web 2.0 as a form of new innovation on the internet with the aim of providing freedom for users to be able to participate as producers and consumers of information in digital media through participatory culture. The output of this phenomenon is the presence of content creators as distributors of new information in the Web 2.0 era on social media platforms. This study combines digital citizenship as an ethical basis for implementing participatory culture in the digital world. Thus, the role of netizens as actors of supervisory culture is needed to maintain the boundaries or violations of content creators that have the potential to occur in the digital world. Likewise for netizens as part of the implementation of participatory culture on social media. This study focuses on analyzing the participatory culture of content creators which is still relatively free accompanied by a culture of supervision from netizens so that ethical violations do not occur. As a result, social media users, both content creators and netizens, have an awareness to maintain ethics in the digital world. However, it is not uncommon to find various other netizen behaviors that cross ethical boundaries. Forms of participatory culture such as affiliation, expression, collaborative problem solving, and circulation are the results of implementation carried out by content creators. Meanwhile, netizens have their own way to carry out the function of monitoring the distribution of content in the digital world through comments."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library