Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ronaa Fadhila Emelda
"COVID-19 merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 yang mengakibatkan pandemi global. Jakarta adalah salah satu kota di Indonesia dengan angka kasus dan kematian tertinggi akibat COVID-19. Salah satu cara paling efektif untuk mengurangi keparahan dan resiko penularan COVID-19 adalah dengan vaksinasi. Vaksin dapat merangsang respons imunitas humoral tubuh yang menghasilkan antibodi netralisasi. Selain vaksin, antibodi netralisasi dapat diinduksi secara natural oleh imunitas tubuh. Hybrid immunity merupakan gabungan antara antibodi netralisasi yang diinduksi secara natural dan yang diinduksi oleh vaksin. SARS-CoV-2 terus bermutasi memunculkan berbagai varian yang menyebabkan peningkatan jumlah kasus dan munculnya gelombang COVID-19 baru di Indonesia, yaitu gelombang Delta pada Juni 2021 dan gelombang Omicron pada Januari 2022. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi perubahan antibodi netralisasi 3 bulan setelah vaksinasi dosis lengkap dari beberapa jenis vaksin, yaitu vaksin virus inaktivasi (CoronaVac), vaksin viral vektor (ChAdOx1 nCoV-19), dan vaksin mRNA (BNT162b2) serta pengaruh riwayat infeksi SARS-CoV-2 pada penerima vaksin terhadap berbagai varian SARS-CoV-2 (Wuhan, Delta, Omicron B.1.1.529 dan BA.2). Penelitian dilakukan dengan menggunakan uji Surrogate Virus Neutralization Test (sVNT) yang memiliki prinsip kerja seperti enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dan meniru interaksi antara receptor binding domain (RBD) dan angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) dalam pelat ELISA dengan RBD dan ACE2 yang telah mengalami pemurnian dengan sampel serum partisipan populasi umum (n = 76). Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara antibodi netralisasi sebelum dan 3 bulan setelah vaksinasi dosis lengkap, tetapi tidak terdapat perbedaan signifikan pada antibodi netralisasi yang dihasilkan dari masing-masing jenis vaksin. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh waktu pengambilan sampel setelah terjadi gelombang Omicron COVID-19 sehingga terjadi hybrid immunity yang menyebabkan tingginya kadar antibodi netralisasi yang merata pada setiap jenis vaksin. Partisipan dengan riwayat infeksi SARS-CoV-2 memiliki kadar antibodi netralisasi yang lebih tinggi. Terdapat perbedaan antibodi netralisasi yang signifikan terhadap berbagai varian SARS-CoV-2 dengan penurunan kadar antibodi netralisasi yang signifikan terhadap varian Omicron B.1.1.529 dan BA.2. Kesimpulan dari penelitian ini adalah vaksinasi dosis lengkap berhasil meningkatkan kadar antibodi netralisasi hingga 3 bulan pascavaksinasi yang dipengaruhi oleh riwayat infeksi SARS-CoV-2.

COVID-19 is a disease caused by the SARS-CoV-2 virus which has resulted in a global pandemic. Jakarta is one of the cities in Indonesia with the highest number of COVID-19 cases and deaths. One of the most effective ways to reduce the severity and transmission risk of COVID-19 is by getting vaccinated. Vaccines can stimulate the body's humoral immune response to produce neutralizing antibodies. Apart from vaccines, neutralizing antibodies can be induced naturally by the body's immunity. Hybrid immunity is a combination of naturally induced neutralizing antibodies and those induced by vaccines. The continuously mutating SARS-CoV-2 has led to the emergence of various variants which have resulted in an increase in the number of cases and the emergence of new COVID-19 waves in Indonesia, namely the Delta variant which appeared in June 2021 and the Omicron variant in January 2022. This study aims to evaluate changes in neutralizing antibodies 3 months after complete doses of several types of vaccines, namely inactivated virus vaccine (CoronaVac), viral vector vaccine (ChAdOx1 nCoV-19), and mRNA vaccine (BNT162b2) and the effect of a history of SARS-CoV-2 infection in vaccine recipients against various variants SARS-CoV-2 (Wuhan, Delta, Omicron B.1.1.529 and BA.2). The study was conducted using the Surrogate Virus Neutralization Test (sVNT) test which has a working principle like the enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) and mimics the interaction between the receptor binding domain (RBD) and angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) in ELISA plates using RBD and ACE2 that had undergone purification with sera samples of general population participants (n = 76). The results showed that there were significant differences between the neutralizing antibodies before and 3 months after the full dose of vaccination, but there were no significant differences in the neutralizing antibodies produced from each type of vaccine. This was probably caused by the sampling time after the Omicron COVID-19 wave occurred, resulting in hybrid immunity which resulted in high levels of neutralizing antibodies that were evenly distributed in each type of vaccine. Participants with a history of SARS-CoV-2 infection had higher levels of neutralizing antibodies. There were significant differences in neutralizing antibodies against various variants of SARS-CoV-2 with a significant decrease in levels of neutralizing antibodies against Omicron B.1.1.529 and BA.2 variants. The conclusion of this study is that full dose vaccination has succeeded in increasing neutralizing antibody levels for up to 3 months after vaccination which are affected by a history of SARS-CoV-2 infection."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulya Rahma Karyanti
"Infeksi dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat utama di negara tropis dan subtropis di dunia. Indonesia merupakan negara kedua dengan insidens kasus dengue tertinggi. Pada tahun 2011, Indonesia dilibatkan penelitian multi senter vaksin chimeric yellow fever tetravalent dengue vaccine (CYD-TDV) fase III uji klinis. Efektivitas (real world effectiveness/RWE) vaksin dengue setelah sepuluh tahun perlu dievaluasi. Penelitian ini bertujuan menilai kejadian penyakit dengue yang dirawat inap dan bagaimana kadar antibodi netralisasi dengue pasca pemberian vaksin dengue tiga kali di 0, 6 dan 12 bulan di Jakarta setelah 10 tahun, dan pada masa pandemi COVID-19 mengevaluasi kejadian COVID-19 dan kadar titer antibodi netralisasi RBD SARS-CoV-2 pada kelompok yang telah mendapat vaksin dengue dibandingkan kelompok yang tidak mendapat vaksin dengue. Desain penelitian dilakukan secara kohort retrospektif untuk menilai riwayat dengue dan COVID-19 dan potong lintang komparatif dengan menilai antibodi netralisasi terhadap keempat serotipe dengue serta antibodi netralisasi IgG RBD SARS-CoV-2 pada kelompok yang telah diberi vaksin dengue dan kelompok kontrol yang tidak mendapat vaksin dengue di lima puskesmas Senen, Jatinegara, Koja, Tambora dan Pasar Minggu di DKI Jakarta pada Juni sampai Desember 2022. Hasil penelitian menginklusi 419 subjek, terdiri dari kelompok vaksin dengue 207 dan kelompok kontrol (non-vaksin dengue) 212 yang diberi kuesioner dengan subset yang diambil pemeriksaan darah pada kelompok vaksin dengue 79 dan kelompok kontrol 80. Kejadian penyakit dengue rawat inap pada kelompok yang mendapat vaksin dengue CYD-TDV 10/207 dibandingkan kejadian penyakit dengue rawat inap 11/212 pada kelompok yang tidak mendapat vaksin dengue tidak berbeda bermakna secara statistik. Pada usia 12–17 tahun kelompok vaksin dengue CYD-TDV ditemukan rerata median antibodi netralisasi PRNT DENV-1 737,5 (52–5969) l/dil, DENV-2 1373 (0–11000) l/dil, DENV-3 316,5 (25–3662) l/dil dan DENV-4 292,5 (0–1654) l/dil lebih tinggi secara bermakna dari kadar antibodi netralisasi PRNT kelompok non-vaksin dengue, yaitu DENV-1 182 (0–68237) l/dil, DENV-2 703 (0–91558) l/dil, DENV-3 205 (0-36091)l/dil dan DENV-4 109 (0–35812) l/dil, kecuali terhadap DENV-3 tidak berbeda bermakna. Pada kelompok usia 18 tahun atau lebih, kadar antibodi netralisasi PRNT terhadap keempat serotipe dengue tidak berbeda bermakna antar kedua kelompok. Kejadian COVID-19 rawat inap setelah vaksin COVID-19 pada kelompok vaksin dengue 16/207 ditemukan lebih tinggi secara bermakna (p = 0,005) dibandingkan kelompok yang tidak mendapatkan vaksin dengue 4/212. Kadar titer antibodi netralisasi RBD SARS-CoV-2 pada kelompok yang mendapat vaksin dengue CYD-TDV 97,61 (29,55–98,23)U/mL tidak berbeda bermakna (p = 0,477) dengan kadar titer antibodi netralisasi RBD SARS-CoV-2 pada kelompok yang tidak mendapat vaksin dengue 97,21 (22,08–98,23)U/mL.
Simpulan: vaksin dengue setelah 10 tahun menunjukkan kadar rerata antibodi dari semua serotipe dengue lebih tinggi secara bermakna pada kelompok usia 12–17 tahun, kecuali tidak bermakna terhadap DENV-3. Kejadian COVID-19 pada kelompok vaksin dengue lebih tinggi dibanding kelompok yang tidak dapat vaksin dengue sehingga antibodi dengue tidak memberi perlindungan terhadap COVID-19.

Dengue infection is still a major public health problem in tropical and subtropical countries. Indonesia is second country with highestincidence of dengue cases. In 2011, Indonesia was involved in multi-center research on the chimeric yellow fever tetravalent denguevaccine (CYD-TDV) phase III clinical trial. Real world effectiveness of dengue vaccines after 10 years needs to be evaluated. Thisstudy aims to assess the incidence of hospitalized dengue and evaluate the levels of dengue-neutralizing antibodies after denguevaccine administration three times at 0, 6 and 12 months in Jakarta after 10 years. Besides, to evaluate the incidence of COVID-19and level of SARS-CoV-2 RBD neutralizing antibody titers in dengue vaccine group compared to the non-dengue vaccine group during COVID-19 pandemic. The study design was carried out in a retrospective cohort to assess the history of dengue and COVID-19 and a cross-sectional study to assess the neutralizing antibodies against four dengue serotypes and SARS-CoV-2 IgG RBDneutralizing antibodies in the dengue vaccine group and the control non-dengue vaccine group at five health centers in Senen,Jatinegara, Koja, Tambora and Pasar Minggu in DKI Jakarta from June to December 2022. Results of the study included 419subjects, consisting of 207 in dengue vaccine group and 212 in control group (non-dengue vaccine), with a subset of denguevaccine group of 79 and the control group of 80. Incidence of hospitalized dengue in dengue vaccine group compared non-denguevaccine group was not statistically significant different. At the age of 12–17 years, the CYD-TDV dengue vaccine group had median PRNT neutralizing antibodies titers against DENV-1 737.5 (52–5969) l/dil, DENV-2 1373 (0–11000) l/dil, DENV-3 316.5 (25–3662) l/dil and DENV-4 292.5 (0–1654) l/dil significantly higher than the titers of PRNT neutralizing antibodies in the non-dengue vaccine group, as follow DENV-1 182 (0–68237) l/dil, DENV-2 703 (0–91558) l/dil, DENV-3 205 (0–36091) l/dil and DENV-4 109 (0–35812) l/dil, except for DENV-3 was not significantly different. Meanwhile, in the age 18 years and older, the levels of PRNT neutralizing antibodies against the four dengue serotypes did not differ significantly between the two groups. The incidence of COVID-19 hospitalization after COVID-19 vaccination in the dengue vaccine group 16/207 was found to be significantly higher (p = 0.005) than the group that did not receive the dengue vaccine 4/212. The levels of SARS-CoV-2 RBD neutralizing antibody titers in the group that received the CYD-TDV dengue vaccine was 97.61 (29.55–98.23) U/mL not significantly different (p = 0.477) from the SARS-CoV-2 RBD neutralizing antibody titers in the non-dengue vaccine group 97.21 (22.08–98.23) U/mL. Conclusion: dengue vaccine after 10 years showed that median antibody levels from all dengue serotypes were significantly higher in age 12–17 years, except against DENV-3 was not significantly different. The incidence of COVID-19 in the dengue vaccine group was higher than in the non-dengue vaccine group, therefore dengue antibodies did not provide protection against COVID-19."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2025
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library