Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Komariyah
Abstrak :
Pada tesis ini dipelajari pengaruh spatter terhadap degradasi material yaitu pengaruhnya terhadap laju korosi serta terhadap kegagalan struktur yang diawali dengan timbulnya retak akibat beban bending fatigue. Beberapa pengujian dilakukan untuk mendapatkan data-data yang diperlukan yang selanjutnya dianalisa. Uji Vickers dilakukan untuk mengetahui perubahan nilai kekerasan akibat adanya spatter. Untuk mendapatkan data tentang awal terjadinya retak dilakukan uji bending fatigue. Pengaruh spatter terhadap laju korosi diteliti dengan melakukan pengujian Cyclic Potentiodynamic Polarization. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai kekerasan akibat adanya spatter lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa spatter. Awal retak akibat beban fatigue tidak terjadi pada daerah spatter, tetapi terjadi pada mikro notch pada daerah HAZ. Laju korosi pada daerah spatter lebih tinggi dibandingkan dengan daerah tanpa spatter.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
T40833
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Isnainda Rusdian Putra
Abstrak :
Pengelasan aluminium paduan dengan metoda GMAW konvensional masih memiliki kelemahan, yaitu terjadinya porositas dan penurunan kekuatan di area Heat Affected Zone (HAZ). Oleh karena itu perlu digunakan metoda alternatif seperti metoda pulse GMAW. Pada metoda pulse GMAW dihasilkan gaya elektromagnetik yang menyebabkan tingginya pergerakan konveksi dalam kampuh lasan. Hal ini menyebabkan aliran logam cair akan merusak pembentukan dendrit sel-sel selama pembekuan sehingga pembentukan porositas dalam ruang antar dendrit dapat ditekan. Pada penelitian ini pengelasan dilakukan dengan metoda pulse GMAW dengan kecepatan las yang divariasikan namun variabel lain dijaga konstan. Kemudian kawat las yang digunakan terdapat dua macam, yaitu ER5356 dan ER4043. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa kandungan porositas yang dihasilkan dengan metoda pulse GMAW lebih sedikit daripada GMAW konvensional. Kemudian bertambahnya kecepatan las dapat meningkatkan kandungan porositas akibat laju pembekuannya meningkat. Selanjutnya dapat diketahui juga bahwa dengan metoda pulse GMAW, kekerasan hasil lasan dapat ditingkatkan. Hal ini disebabkan karena ukuran butir yang dihasilkan lebih halus.
Welding of aluminum alloys by using conventional GMAW method has limitations, such as occurrence of porosity and decrease in strength in the area of Heat Affected Zone (HAZ). Therefore it is necessary to use alternative methods such as pulse GMAW method. In the pulse GMAW method high electromagnetic force was generated which causes the high movement of convection in the weld seam. It causes the flow of molten metal will damage the formation of dendritic cells during solidification so that the formation of porosity in the space between the dendrite can be suppressed. This research was conducted by pulse GMAW method with varying welding speeds holding other variables constant. Then there are two kinds of welding wire is used, namely ER5356 and ER4043. From these results it can be seen that the content of porosity produced by pulse GMAW method less than conventional GMAW. Then increasing welding speed can improve the content of porosity due to increasing solidification rate. Furthermore, it is known also that pulse GMAW method can increase the hardness of the weldments. This is because the grain becomes finer.
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T42872
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudi Kurniawan
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan dengan rqjuan untuk mengetahui pengaruh rempgrarur ausafenisasi, waiau rahan, dan volume media celup air rerhadap nilai kekerasan dan srrukiur mikro komponen _praduk liner KL3, yang dibuat dari baja mangan ausrenirfk ape GX I20Mn (DEAD, dengan kompisisi utama I2-13% Mn dan 1,1 - 1,3%C. Untuk penelitian ini sampel dibuar dengan ukuran sekirar 2x],5x1,5 cm yang berasal dari sisrem saluran (gatring .system) pada pengecoran produk fersebut. Variabel penelitian yang digunakan adalah Temperatur ausrenisasi (930 ‘C 98011 1030 U., waktu rahan (30, 45, 60 meniy serta volume air (500, 1500, dan 2500mU. Kondisi yang dileliti meliputi dampak terhadap kekerasan dan struldur mikro dan gfek Iaimqya yang muncul sebagai alcibat sampingan. Dari basil penelitian dqneroieh bahwa nilai Icekerasan akan serna/rin menurun dengan naiknya temperatur austenisasi dan waldu tahan. Hal ini disebablran partzicel karbkia akan semakin larut dengan bertambahnya remperalur austemlsasi dan wahu tahan, dengan pengaruh terbesar dqaerlihatkan pada temperatur austenisasinya. Kelcerasan dari 258 HB hingga 202 HB untuk menuryukkan kisaran kekerasan dari remperalur 93011 hingga mencapai temperatur 1030 ‘C. Kekerasan menurun disebabkan terlarutnya partikel karbida yang keras alcan menyebabkan kekerasan baja mangan turun. Namun pada volume media celup air yang berbeda, lidalc menurju/ckan perubahan yang signqikan bahkan cenderung untuk tidal: terpéngaruh. Hal demilcian teljadi karena :Wk penahanan Iaju pendinginan yang diharaplcan dengan semakin keciinya volume air tidak rerpenuhi karena kesetimbangan panas yang dicapai belum mampu menahan [qu pendinginan tersebut. Dari hasil peneiitian ini juga didaparkan permukaan .fampel yang rerak akibat proses pendinginan cepat di dalam air Icarena pengaruh tegangan yang bekerja pada sampel.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S41976
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Matary Puspita Gatot
Abstrak :
Titanium memiliki afinitas yang tinggi terhadap oksigen untuk membentuk lapisan TiO2. Pada temperatur tinggi, lapisan TiO2 kehilangan sifat protektifnya sehingga dapat menyebabkan oksigen masuk ke dalamnya dan menyebabkan material menjadi rapuh, keras dan susah di machining . Percobaan ini bertujuan untuk meminimalisir lapisan TiO2 yang terbentuk pada saat proses sintering. Serbuk Ti-6Al-4V di kompaksi kemudian di sinter dengan teknologi baru arc plasma sintering dengan arus 40 A, 50 A, dan 60 A selama 8 menit untuk mencegah terjadinya oksidasi. Sebagai perbandingan, dilakukan pula sintering konvensional dengan atmosfer argon dengan temperatur 1100°C, 1200°C serta 1300°C selama 4 jam. Pengujian OM, SEM-EDS, XRD, densitas serta kekerasan dilakukan untuk menganalisis hasil sinter yang diperoleh. Fasa yang diperoleh dari hasil arc plasma sintering dan sintering konvensioanal adalah α dan β titanium. Lapisan TiO2 dari hasil proses arc plasma sintering lebih tipis dibandingkan dengan hasil sintering konvensional. Densitas relatif yang diperoleh pada proses arc plasma sintering untuk arus 40 A,50 A dan 60 A sebesar 89.54%, 91.87% dan 98.72% dengan nilai kekerasan secara berturut-turut 296.52, 332.81 dan 378.23 HV. Pada sintering konvensional densitas yang diperoleh pada temperatur 1100°C, 1200°C dan 1300°C adalah 95.73%, 96.72% dan 98.64% dengan nilai kekerasan secara berturut-turut sebesar 413.86, 427.45 dan 468.60 HV.
Titanium has a high affinity with oxygen forming a protective layer TiO2. At elevated temperatures, the TiO2 layer loses its protective properties. It can cause oxygen diffuse into bulk material and causes the material to become brittle, hard and difficult to machining. This experiment aims to minimize the formation of TiO2 layer during the sintering process. Ti-6Al-4V powder was compacted and then sintered with new technology arc plasma sintering (APS) with a current of 40 A, 50 A, and 60 A to produce the sintered specimen which was protected from oxidation. In comparison, conventional sintering was carried out with an argon atmosphere with a temperature of 1100°C, 1200C and 1300C. OM, SEM-EDS, XRD, density and hardness tests were carried out to analyze the results of the sintered process. Phases obtained from the arc plasma sintering and conventional sintering are a and b titanium. The TiO2 layer from the result of the arc plasma sintering process is thinner than the conventional sintering results.The relative density obtained in the arc plasma sintering process for currents 40 A, 50 A and 60 A was 89.54%, 91.87% and 98.72% with hardness values of 296.52, 332.81 and 378.23 HV. In conventional sintering the density obtained at temperatures of 1100 C, 1200 C and 1300 C was 95.73%, 96.72% and 98.64% with hardness values of 413.86, 427.45 and 468.60 HV, respectively.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shella Charisma Agryanandha
Abstrak :

Pengelasan Tungsten Inert Gas (TIG) merupakan sebuah proses pengelasan menggunakan elektroda tungsten. Baja perkakas pengerjaan dingin (cold work tool steel) adalah baja perkakas yang sering digunakan untuk pembuatan mold dan dies. Selama penggunaanya, dies berpotensi mengalami kegagalan seperti retak. Penambalan dies yang retak maupun pecah dilakukan dengan pengelasan TIG. Baja ini merupakan salah satu material dengan kemampuan las yang rendah karena karbon ekivalen yang tinggi, sehingga aspek metalurgi sangat penting diperhatikan dalam metode pengelasannya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh penggunaan kawat las Zenith 941 dan Stellite 6 pada baja perkakas DC 53 dengan variasi penggunaan dan tanpa penggunaan kawat las SS 312 sebagai buttering menggunakan las TIG terhadap mikrostruktur, nilai kekerasan, dan ketahanan aus. Hasil yang diperoleh dari penelitian yaitu mikrostruktur hasil pengelasan pada bagian logam las dengan Zenith 941 menghasilkan struktur seperti dendritik yang kaya Fe (besi). Sedangkan logam las Stellite 6 menghasilkan struktur yang lebih mengarah ke kolumnar. Nilai kekerasan tertinggi di dapat dari benda uji tanpa buttering dengan penggunaan kawat las Zenith 941, yaitu sebesar  626 HV, mendekati kekerasan logam induk. Nilai ketahanan aus tertinggi juga diperoleh dari benda uji tanpa buttering dengan penggunaan kawat las Zenith 941, yaitu sebesar 0.07 x 10-6 mm3/mm. 4. Kawat las Zenith 941 dipilih untuk perbaikan las baja perkakas DC 53 karena menghasilkan nilai kekerasan yang hampir sama degan logam induk serta nilai ketahanan aus tertinggi.

 


Welding Tungsten Inert Gas (TIG) is a welding process using tungsten electrodes. Cold work tool steel is a tool steel that is often used for making molds and dies. During its use, dies have the potential to fail like a crack. Patching of cracked or broken dies is done by TIG welding. This steel is one of the materials with low weld ability because of the high carbon equivalent, so the metallurgical aspect is very important to consider in the welding method. This study aims to see the effect of using Zenith 941 and Stellite 6 welding wires on DC 53 tool steel with variations in use and without the use of SS 312 welding wire as buttering using TIG welding against microstructure, hardness value and wear resistance. The results obtained from the study of microstructure results from welding on welded metal parts with Zenith 941 produce a dendritic structure that is rich in Fe (iron). While the Stellite 6 welding metal produces a structure that is more directed to columnar. The highest hardness value obtained from specimens without buttering with the use of Zenith 941 welding wire, which is equal to 626 HV, approaches the hardness of the parent metal. The highest wear resistance value is also obtained from the specimen without buttering with the use of Zenith 941 welding wire, which is equal to 0.07 x 10-6 mm3 / mm. 4. Zenith 941 welding wire was chosen for the repair of DC 53 tool steel welds because it produces a hardness value that is almost the same as the parent metal and the highest wear resistance value.

 

2019
T53173
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hanafiah
Abstrak :
Perkembangan biomaterial berbasis Zn mulai banyak digunakan sebagai aplikasi medis yang memiliki sifat utama yaitu biodegradable. Penggunaan paduan Zn sebagai aplikasi biomaterial sudah mulai digunakan pada sekitar tahun 2011 tetapi masih memerlukan beberapa material pendukung agar mampu memaksimalkan sifat mekanik dan ketahanan degradasi pada paduan Zn. Paduan utama Zn memiliki nilai laju degradasi yang sudah cukup baik tetapi memerlukan unsur pendukung agar dapat memperbaiki sifat mekaniknya. Penelitian ini dilakukan untuk mendukung aplikasi biomaterial berbasis Zn dengan penambahan unsur lain agar mampu memperbaiki sifat mekanik dan laju degradasi. Pada penelitian ini unsur yang ditambahkan yaitu zirkonium (Zr) dan Mangan (Mn) dengan komposisi Zr sebesar 1% dan komposisi Mn sebesar 0.25%, 0.50%, dan 1%. Metode penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan cara membuat sampel dengan pengecoran pada temperature 650-750°C dan dilanjutkan pengujian mikrostruktur dan perilaku korosi. Dari hasil analisa mikrostruktur, penambahan variasi Mn pada paduan Zn-1Zr akan membentuk banyak presipitat apabila semakin banyak kandungan Mn yang diberikan dan pada kandungan tersebut, ukuran butir yang dihasilkan lebih kecil dan halus. Pengujian polarisasi dilakukan untuk mengetahui perilaku korosi. Laju korosi yang dihasilkan menunjukan bahwa semakin banyak penambahan unsur Mn pada paduan Zn-1Zr maka laju korosi yang dihasilkan semakin tinggi. ......The development of Zn-based biomaterials has been widely used in medical applications due to their main characteristic of biodegradability. The use of Zn alloys as biomaterial applications started around 2011 but still requires some supporting materials to maximize the mechanical properties and degradation resistance of Zn alloys. The main Zn alloy has a decent degradation rate but requires supporting elements to improve its mechanical properties. This research aims to support Zn-based biomaterial applications by adding other elements to enhance the mechanical properties and degradation rate. In this study, zirconium (Zr) and manganese (Mn) were added with a composition of 1% Zr and Mn compositions of 0.25%, 0.50%, and 1%. The research method used in this study involved creating samples through casting at a temperature of 650-750°C, followed by microstructure analysis and corrosion behavior testing. The microstructure analysis results showed that the addition of various Mn compositions to the Zn-1Zr alloy would form numerous precipitates with an increase in Mn content. At this content level, the resulting grain size is smaller and finer. A polarization test was carried out to determine the corrosion. The corrosion rate demonstrated that the higher the addition of Mn to the Zn-1Zr alloy, the higher the resulting corrosion rate.
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dean Agasa Ardian
Abstrak :
Penelitian dalam studi ketahanan hydrogen embrittlement dan pengaruh variasi suhu canai hangat terhadap ukuran butir ferit pada stainless steel AISI 430 diawali dengan melakukan pemanasan ulang pada sampel AISI 430 dengan temperatur reheating sebesar 1100oC untuk mendapatkan fasa fully ferittic pada struktur mikro sampel. Selanjutnya material mengalami singlepass dengan besaran deformasi 55% pada 3 variabel suhu dalam rangkaian proses canai hangat (warm rolling) untuk mengetahui pengaruhnya terhadap ukuran butir ferit yang dihasilkan pada proses TMCP. Langkah berikutnya adalah melakukan hydrogen charging test pada sampel yang belum mengalami deformasi dan sudah mengalami deformasi dari proses canai hangat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh proses canai hangat terhadap peningkatan sifat mekanis baja AISI 430 stainless steel dan pengaruh dari besar butir akibat dari deformasi yang dilakukan terhadap ketahanan dari Hydrogen Embrittlement. ......Research in study of hydrogen embrittlement resistance and effect of several temperature for ferrite grain size of AISI 430 Stainless Steel is initiated by reheating the sample of AISI 430 at temperature of 1100oC to obtain fully ferritic phase in microstructure. Furthermore, the material is 55% deformed in 3 temperature variables in series of warm rolling process to know the effect of warm rolling for the ferrite grain size of the material. The next step is doing hydrogen charging test on the both of sample which are not deformed and deformed from warm rolling process. This research objective is analyzing the effect of the warm rolling process on mechanical properties of AISI 430 Stainless Steel. The second objective of this research is analyzing the effect of ferrite grain size on hydrogen embrittlement resistance.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S1752
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vanny Az-zahra
Abstrak :
Teknologi modern yang berkembang saat ini menuntut penyediaan material dengan kombinasi sifat yang tidak mungkin didapat dari paduan material konvensional seperti paduan metal, keramik dan polimer. Kombinasi sifat material menjadi lebih beragam dengan adanya komposit. Komposit secara umum adalah material buatan yang terdiri dari multifasa gabungan antara paduan metal, keramik, dan polimer. Bahan komposit saat ini banyak digunakan sebagai subtitusi untuk bahan-bahan dalam teknologi modern karena bahan komposit memiliki sifat yang lebih baik. Pada penelitian ini, digunakan serbuk grafit dan serbuk tembaga sebagai filler dan unsaturated polyester sebagai matriks polimer. Semua bahan dicampur dengan metode simple mixing kemudian dicetak. Setiap formulasi dilakukan pengujian kekerasan dan fleksural. Pengaruh dari penambahan 5?30 wt% serbuk grafit menunjukkan bahwa nilai kekerasan meningkat menjadi 60,54 HRB pada penambahan 5 wt%. tetapi mulai dari 10?20 wt% penambahan grafit nilai kekerasan menurun hingga 51,88 HRB. Begitu pula dengan nilai fleksural yang meningkat pada penambahan 5 wt% grafit dengan nilai 204,20 MPa kemudian mengalami penurunan sampai 146,88 MPa pada penambahan 20 wt% grafit. Penambahan 5?30 wt% serbuk tembaga menunjukkan bahwa nilai kekerasan meningkat sampai penambahan 25 wt% tembaga dengan nilai 48,8 HRB. Kemudian menurun pada penambahan 30 wt% tembaga dengan nilai 36 HRB. Begitu pula dengan nilai fleksural yang meningkat sampai penambahan 25 wt% tembaga dengan nilai 246,77 MPa. kemudian mengalami penurunan sampai 182,24 MPa pada penambahan 30 wt% serbuk tembaga.
Nowadays the development of modern technology also needs material with particular combination of properties which is better than the conventional material like metal alloy, ceramic, and polymer can provide. This combination of properties give wide range in its application. Composite material is the material consisting of multiphase between metal alloy, ceramic, and polymer. Composite material with better properties can substitute conventional material in particular application. This study used graphite powder and copper powder as filler, and unsaturated polyester as polymer matrix. Filler and matrix were mixed by simple mixing method and molded. Each sample were tested to get hardness and flexural value. The effect of 5 ? 20 wt% addition of graphite powder showed the increasing of hardness value to 60,54 HRB at 5 wt% addition, however with 10 ? 20 wt% addition, the hardness value decrease to 51,88 HRB. The flexural value showed the same effect, this value increased to 204,20 MPa at 5 wt% of addition, but decreased to 146,88 MPa for 20 wt% of graphite addition. The effect of 5 ? 30 wt% addition of copper powder showed increasing of hardness value to 48,8 HRB at 25 wt% copper powder. Then, this value decrease to 36 HRB at 30 wt% copper powder. The flexural value showed the same effect, it increased to 246,77 MPa at 25 wt% of addition and then decreased to 182,24 MPa at 30 wt% of copper addition.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S1848
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Zazali
Abstrak :
ABSTRAK
Komposit karbon adalah material komposit yang matriks dan penguatnya adalah karbon. Material ini biasanya digunakan pada berbagai aplikasi tertentu yang membutuhkan sifat mekanis yang baik dan mampu stabil pada suhu tinggi. Komposit karbon ini dibuat dengan material penyusun coal tar pitch, batubara(BB) dan arang batok kelapa(ABK). Dalam pembuatan komposit karbon ini akan divariasikan jumlah dari bahan penguat BB:ABK yaitu 60:40, 70:30, 80:20. Proses pembuatan spesimen uji dilakukan dengan metode kompaksi serbuk panas dengan tekanan 78 Mpa, temperatur 1000C, waktu tahan 30 menit dan kemudian dikarbonisasi. Pengujian densitas dan porositas dilakukan untuk mengetahui kepadatan spesimen uji yang dihasilkan sedangkan pengujian kekerasan dan keausan bertujuan untuk mengetahui sifat mekanis spesimen uji. Nilai densitas tertinggi dan persentase porositas terendah didapat pada saat komposisi BB:ABK 80:20 yaitu 1.53 gr/cm3 dan 32.14 %. Nilai kekerasan tertinggi dan laju keausan terendah terdapat pada saat komposisi BB:ABK 60:40 yaitu 38.54 BHN dan 0.05838 mm3/Nm.
ABSTRACT
Carbon composite is kind of composite that using carbon as the matrix and reinforcement. This material is commonly used for applications which requires excellent mechanical properties and dimensional stability at high temperatures. Carbon composite consisting of coal tar pitch, coal, and coconut shell charcoal. Ratio between coal:coconut shell charcoal as reinforcement in the process of making this composite carbon is 60:40, 70:30, and 80:20. Composite carbon are prepared by hot compaction method at pressure of 78 MPa, temperature of 1000C for half hour and then perform carbonization. Porosity and density testing performed to determine the density of sample. Hardness and wear testing also performed to determine mechanical properties of specimens. Maximum density obtain was 1.53 gr/cm3 (ratio 80:20). Lower density value was 32.14 %(ratio 80:20). Maximum hardness was 38.54 BHN (ratio 60:40) which also have lowest wear rate value (0.05838 mm3/Nm).
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S833
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>