Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 30 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lukito
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
T39676
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmat Santoso
Abstrak :
Besi Tuang Nodular (BTN) atau Ductile iron adalah salah satu dari jenis besi tuang yang memiliki grafit yang berbentuk bulat. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan sifat mekanisnya, baik itu dengan metoda perlakuan panas menjadi ADI (Austempered Ductile Iron), maupun dengan dengan cara memasukkan unsur lain kedalam logam. Penulis mencoba meneliti untuk meningkatkan sifat mekanisnya dengan cara yang kedua, tctapi metoda yang dilakukan adalah dengan mengubah jumlah komposisi Mangan dan Tembaganya saja, sehingga biaya pembuatannya lebih murah. Sampel uji dalam penelitian ini diperoleh dengan memodifikasi kandungan Mangan 0,6% dan tembaga 0,4% pada komposisi kimia FCD 60. Pengujian yang dilakukan adalah uji komposisi kimia, uji mekanis (kekerasan, uji tarik, elongasi) dan uji struktur mikro. Hasilnya menunjukkan bahwa pengaruh kandungan 0, 7% Mn dan 0,4% Cu dapat meningkatkan sifat mekanisnya, hasilnya dapat mendekati sifat sifat mekanis AD! dengan mampu tarik 899N/mm2 dan kekerasannya 293 HB.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S37721
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Wibowo
Abstrak :
Besi tuang nodular merupakan besi tuang yang memiliki grafit berbentuk bulat, sebagai hasil penambahan unsur Magnesium atau Cerium. Besi tuang nodular banyak digunakan untuk aplikasi struktural seperti: pinion bergigi, Caliper piringan rem, komponen kendaraan bermotor, roda gigi, poros engkol dsb. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya faktor sifat dan ketahanan mekanis yang harus dimiliki oleh material tersebut. Oleh karena itu perlu untuk terus diupayakan penelitian untuk mencapai suatu kondisi yang optimal. Penelitian dilakukan dengan menggunakan proses perlakuan panas austemper pada besi tuang FCD kelas 60, untuk memperoleh suatu sifat mekanis atau kombinasinya yang lebih baik. Hasil dari proses perlakuan panas ini dikenal dengan nama ADI (Austempered Ductile Iron). Kondisi perlakuan panas yang dilakukan adalah memanaskan material (austenisasi) pada temperatur 800 °C dan 850 °C dengan waktu tahan 60 menit, disusul dengan pencelupan cepat pada temperatur celup 300 °C, 350 °C dan 400 °C dengan waktu tahan selama 30 dan 60 menit. Dari hasil penelitian, nilai kekuatan tarik dan kekerasan tertinggi diperoleh melalui kondisi austemper dengan temperatur austenisasi 850 °C, yaitu masing-masing sebesar 84,3 kg/mm2 dan 260,62 BHN. Temperatur austenisasi 800 °C akan menghasilkan material dengan nilai tegangan yang tertinggi, yaitu sebesar 16,45% namun memiliki nilai kekuatan tarik dan kekerasan yang terendah, masing-masing sebesar 46,76 kg/mm2 dan 150,41 BHN.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S47856
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mirna Rizkiana
Abstrak :
Industri manufaktur dewasa ini semakin meningkat seiring dengan peningkatan kebutuhan manusia akan alat transportasi. Salah satu komponen yang digunakan dalam rangka proses produksi ialah casting dies untuk aplikasi proses stamping. Casting dies yang digunakan merupakan jenis besi tuang nodular spesijikasi TGC 600. Beragam permasalahan pun muncul baik dalam rangka proses produksi maupun proses perbaikan komponen. Salah satu masalah yang timbul dalam rangka proses perbaikan material TGC 600 ialah terjadinya retak pada komponen setelah dilakukan proses perbaikan dengan pengelasan (repaired by welding). Diketahui bahwa metode pengelasan yang digunakan ialah SMA W (Shielded Metal Arc Welding) dengan filler metal TM-llCr yang mengandung kadar Cr yang tinggi. Selain filler metal, proses perlakuan panas (heat treatment) pun turut berpengaruh terhadap performance hasil lasan. Tujuan dilakukannya penelitian ini ialah untuk mengetahui pengaruh penggantian filler metal IM-llCr dengan filler metal MG-CAST 31 yang mengandung kadar nikel yang tinggi serta pengaruh perlakuan panas yang meliputi pemberian panas sebelum proses pengelasan (Preheating) dan pemberian panas setelah proses (Post Weld Heat Treatment) terhadap karakteristik material yang meliputi struktur mikro dan nilai kekerasan. Variabel proses Preheating yang dilakukan ialah pada temperatur 200_C, 300_C dan Non Preheating, sedangkan variabel proses PWHT yang digunakan ialah Non PWHT dan dengan PWHT. Dari penelitian diketahui bahwa dengan melakukan penggantian jenis filler metal dengan jenis MG-CAST 31 serta melakukan proses perlakuan panas pada material, kegagalan berupa retak tersebut dapat dihindari. Dengan makin meningkatnya temperatur Preheating dan PWHT, nilai kekerasan pada daerah base metal, HAZ dan filler metal semakin turun akibat terjadinya proses tempering. Diketahui pula bahwa kondisi optimum dihasilkan pada variabel proses Preheating 200_C dan Non PWHT.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S41685
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Pansyleksono
Abstrak :
Dari 428 kasus yang didiagnosa di FKUI/RSCM sejak tahun 1985 hingga tahun 1993, diperoleh 38 kasus KSB yang mengalami residif. Sedangkan yang representetif dan dapat diteliti dari kasus yang residif hanya 30 kasus dengan jenis pertumbuhan sebagai berikut yaitu Nodular Infiltratif (5 kasus), Infiltratif Sklerosing (9 kasus), InfiItratif Non Sklerosing (14 kasus) dan Multilokal. (2 kasus). Dalam penelitian ini digunakan teknik pulasan Perak Kolloidal untuk melihat gambaran morfologik dan menghitung jumlah butir Nukleolar Organizer Region (NOR). Jumlah absolut NOR per inti memberikan gambaran distribusi yang berlainan pada setiap kasus. Jumlah rata-rata AgNOR oleh dua pemeriksa secara terpisah adalah NI 8.02 (SD 1.36)v IS 8.39 (SD 1.73), INS 9.36 (SD 1.78), dan MF 9.91 (SD 2.02>. Analisa statistik data dengan menggunakan test Studant, memberikan hasil tidak berbeda bermakna antara pemeriksa I dan pemeriksa II, juga jumlah rata-rata AgNOR dapat menunjukkan nilai yang bermakna untuk timbulnya residif. Nilai AgNOR pada NI berbeda bermakna dengan INS maupun MF, juga nilai AgNOR pada IS bermakna makna dengan INS maupun MF. Sedangkan antara NI dengan IS, juga antara INS dengan MF tidak terdapat perbedaan yang bermakna untuk timbulnya residif. Peneliti menyimpulkan bahwa pada penelitian kuantitatif AgNOR secara retrospektif dapat memberikan informasi yang memungkinkan digunakan petunjuk adanya asidif pada beberapa jenis pertumbuhan KSB sehingga dapat membantu dalam menentukan prognosis.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Adriansyah
Abstrak :
Aspek penting dalam pemilihan material selain aspek teknis adalah aspek ekonomis. Pemakaian material yang secara teknis memenuhi syarat tetapi dengan harga yang lebih murah akan menurunkan biaya produksi sehingga daya saing meningkat. Poros engkol, yang dalam hal ini poros engkol produksi Toyota Astra Motor dibuat dengan material besi tuang nodular as-cast yang kemudian diberi perlakuan panas normalisasi sehingga ongkos produksi menjadi mahal. Untuk menurunkan ongkos produksi, material poros engkol tersebut akan diganti dengan besi tuang nodular as-cast dengan penambahan tembaga. Secara teoritis penembahan tembaga dapat meningkatkan karakteristik mekanik material, sehingga tidak perlu lagi dilakukan normalisasi. Dalam penelitian ini digunakan material besi tuang nodular as-cast 0,35 persen tembaga dan 1,32 persen tembaga dengan pembanding besi tuang nodular as-cast tanpa tembaga yang diberi perlakuan panas normalisasi. Data dari hasil pengujian menunjukan adanya peningkatan dari semua karakteristik mekanik material dengan penambahan tembaga, sebagian besar karakteristik mekaniknya diatas karakteristik mekanik besi tuang as-cast tanpa penambahan tembaga dinormalisasi.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S36603
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zainulsjah
Abstrak :
Austemperer Ductile Iron yang dikenal ADI adalah besi tuang nodular yang telah mendapatkan perlakuan panas austemper. Tujuannya untuk meningkntkan sifatsifat mekanis dari besi tuang nodular. Dalam penelitian ini dilakukan penambahan unsur paduan 0,25% Mo dan 1% Ni terhadap besi tuang nodular, kemudian dilakukan perlakuan panas austemper pada komposisi G (tanpa paduan), dengan temperatur austenisasi 850°C dan 900°C waktu tahannya 60 menit dan temperatur austemper 350°C, 375°C dan 400°C waktu tahan 30 menit, Untuk komposisi C (paduan) dengan temperatur austenisasi 850°C dan 900°C waktu tahan 90 menit dan temperatur austemper 350°C, 375°C dan 400°C waktu tahan 120 menit. Kemudian dibandingkan antara kondisi saat as-Cilsi dengan setelah mengalami perlakuan panas austemper. Dari hasil penelitian didapatkan adanya peningkatan sifat mekanis kekuatan tank untuk komposisi tanpa paduan antara (67-76)% dan kekerasan (40-54)%, sedangkan regangan mengalami penurunan (43-57)%. Pada komposisi paduan kekuatan tank meningkat (88-92)%, kekerasan (37-44)%, sedangkan regangan mengalami penurunan (I40-175)%. Dengan meningkatnya temperatur austenisasi, ketahanan impak akan meningkat (17)% pada komposisi paduan dull menurun (6)% pada komposisi tanpa paduan. ...... Austempered Ductile Iron know as ADI is ductile iron which has been austempered heat treated. The porpuse of the heat treated is to increase mechanical characteristics of ductile iron. In this research, additional alloyed factor of 0.25% Mo and 1% Ni towards the ductile iron, then austempered heat treated at G composition (non alloyed), at the austenitising temperature of 850°C and 900°C retained 60 minutes .ind austempering temperature of 350°C3375°C and 400°C retained 30 minutes. For C composition (alloyed) on the austenitising temperature 850°C and 900°C retained 90 minutes and austemepring temperature 350°C, 375°C and 400°C retained 120 minutes. The next step, comparing the as-cast to the after-austempering heat treated condition. The result of research found that the increasing mechanical characteristics of tensile strength for non alloyed composition between (67-76)% and the hardness (40-54)%, while the elongation has decreased (43-57)%. At the alloyed composition, the strength of tensile increased (88-92)%, the hardness (37-44)%, lute the elongation has decreased (140-175)%. When the austenitising temperature in cases, the impact strength will increase (17)% at the alloyed composition, decrease (6)% at the non-alloyed composition.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
T16732
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nyoman Udhi
Abstrak :
ABSTRAK
Besi tuang nodular saat ini banyak dipakai oleh industri sebagai pengganti Baja tempa dalam pembuatan komponen mesin, karena mernpunyai nilai ekonomis dan sifat mekanik yang baik. Mengingat permintaan sifat mekanik dari berbagai komponen berbeda-beda diharapkan dengan memilih beberapa cara perlakuan panas seperti aniling, normalising, hardening, dan tempering, dapat diperoleh sifat mekanik yang optimum sesuai dengan spesifikasi komponen yang direncanakan.

Aniling dilakukan untuk memperbaiki keuletan dan ketangguhan, mengurangi kekerasan; normalising untuk memperbaiki kekuatan; hardening untuk meningkatkan kekerasan atau memperbaiki kekuatan; sedangkan tempering untuk menghilangkan tegangan sisa akibat proses pendinginan secara cepat.

Dalam pelaksanaan perlakuan panas ini, untuk proses aniling, normalising, dan hardening yang diambil sebagai parameter adalah temperatur austenisasi pada 800, 850, 900, dan 950° C. Sedangkan untuk proses tempering sebagai benda kerja diambil spesimen dari hasil hardening 850° C, temperisasi divariasikan pada temperatur 300, 400, 500, dan 600° C. Parameter lain seperti waktu tahan dan media pendinginan untuk masing-masing perlakuan dibuat tetap. Untuk nrengetahui sifat mekanik sebelum dan sesudah perlakuan panas dilakukan pengamatan mikrostruktur, pengujian tarik, pengujian kekerasan, dan pengujian impak.

Hasil yang diperoleh dari proses aniling menunjukkan adanya peningkatan keuletan (elongasi) dan ketangguhan (impak), sedang kekuatan dan kekerasannya menurun. Impak tertinggi dihasilkan pada temperatur austenisasi 850° C. Dari proses normalising diperoleh peningkatan kekuatan dan kekerasan, tetapi terjadi penurunan elongasi dan impak Kekuatan/kekerasan tertinggi dihasilkan pada temperatur austenisasi 900°C Demikan pula untuk proses hardening, kekuatan dan kekerasan meningkat, sedang impale menurun. Kekuatan/kekerasan tertinggi dihasilkan pada ternperatur austenisasi 850° C. Dalam proses tempering, dibandingkan dengan kondisi hasil hardening, terjadi peningkatan impak, tetapi kekuatan dan kekerasannya menurun. Elongasi dan impak tertinggi dihasilkan pada temperatur temperisasi 600° C.
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prijo Sidipratomo
Abstrak :
PENDAHULUAN Nodul dingin soliter kelenjar tiroid adalah nodul yang pada pemeriksaan sidik tiroid (scintigrafi) tidak atau kurang menangkap zat radioaktif dibandingkan jaringan tiroid sekitarnya ( 5 ). Apabila pada sidik tiroid dijumpai adanya nodul dingin yang soliter maka harus dilakukan penilaian lebih lanjut karena mempunyai peluang keganasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan nodal-nodul lain yang terjadi pada Kelenjar tiroid (4, 0). Beberapa pemeriksaan dilakukan untuk menelusuri hal seperti biopsi terbuka, biopsi jarum besar, biopsy jarum halus, dan USG ( 4, 10, 20 ). Beberapa penulis telah melaporkan akurasi biopsi jarum halus dalam membedakan jinak dengan ganas. Waifish, dKK. mendapatkan antara 88% - 95% ( 20 ), Budisantoso R mendapatkan 100%, sedangkan Djoko Mulyanto mendapat lebih dari 70% (14). Pemeriksaan USG relatif merupakan pemeriksaan yang masih baru, tidak invasif dan tanpa persiapan. Makalah ini akan mengemukakan hasil pengamatan pemeriksaan USG pada nodul dingin soliter dihubungkan dengan gambaran histologiknya.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1989
T6709
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>