Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Azura Zuhria
"Kemajuan teknologi dan globalisasi mendorong perubahan di berbagai bidang, salah satunya di bidang perekonomian. Namun, perubahan tidak selalu membawa dampak positif, tetapi juga dampak negatif. Salah satu dampak negatif yang dari perubahan ini adalah timbul kejahatan lintas batas dan kejahatan terorganisir, seperti kejahatan pencucian uang. Sehingga, negara perlu membentuk suatu perjanjian bantuan hukum timbal balik antar negara untuk memberantas dan menanggulangi kejahatan yang terjadi yang disebut MLAT. MLAT mengatur berbagai bantuan hukum, salah satunya menyita, merampas, dan membekukan aset hasil kejahatan. Negara menggunakan asas retroaktif dalam MLAT yang menyebabkan bantuan hukum berlaku secara surut sebagai upaya menanggulangi dan memberantas kejahatan, seperti MLAT Indonesia-Swiss. Sedangkan, Pasal 28 VCLT menyatakan bahwa perjanjian berlaku secara non-retroaktif, kecuali ditentukan lainnya dalam perjanjian. Perjanjian yang berlaku surut juga berpotensi melanggar hak seseorang untuk tidak dihukum oleh hukuman yang berlaku surut. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan mengkaji mengenai kedudukan hukum asas retroaktif dalam MLAT serta melakukan perbandingan dengan MLAT yang telah diratifikasi Indonesia. Kesimpulannya, asas non-retroaktif dalam Pasal 28 VCLT tidak mutlak. Asas retroaktif dalam MLAT Indonesia-Swiss tidak menyimpangi hukum perjanjian internasional. Walupun begitu, akan lebih baik MLAT berlaku secara non-retroaktif. Apabila MLAT bersifat retroaktif, maka penerapan harus dilaksanakan dengan hati-hati.
Advances in technology and globalization have driven changes in various fields, one of which is in the economy. However, change does not always bring positive impacts, but also negative impacts. One of the negative impacts of this change is the emergence of cross-border crime and organized crime, such as money laundering. Thus, States needs to form a mutual legal assistance agreement among them to eradicate and overcome crimes that occur. MLAT regulates various legal assistance, one of which is confiscation, seizure, and freezing of assets resulting from crimes. States includes the retroactive principle in MLAT which causes legal assistance to apply retroactively as an effort to tackle and eradicate crime, such as Indonesia-Swiss MLAT. Meanwhile, Article 28 of the VCLT states that an international agreement applies non-retroactively, unless established otherwise in the treaty. A retroactive treaty also has the potential to violate a person's right not to be punished by a retroactive penalty. This research is normative, by examining the legal position of the retroactive principle in MLAT and compare MLATs which has been ratified by Indonesia. In conclusion, the principle of non-retroactivity in Article 28 of the VCLT is not absolute. The retroactive principle in the Indonesia-Swiss MLAT does not deviate from law of treaties. Even so, it would be better for MLAT to apply non-retroactively. If the MLAT is retroactive, it must be implemented with caution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Arfi Pramusintho
"Penelitian ini mengkaji keberlakuan asas non-retroaktif dalam kewenangan penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) terkait tindak pidana asal pencucian uang yang baru diberikan kewenangan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 15/PUU-XIX/2021. Asas non-retroaktif merupakan prinsip dalam hukum pidana yang menyatakan bahwa suatu perbuatan tidak dapat dikenakan sanksi pidana jika pada saat dilakukan belum diatur sebagai tindak pidana oleh peraturan perundang-undangan. Akan tetapi belum secara jelas menerangkan apakah penerapan asas non-retroaktif dapat pula berlaku terhadap kewenangan PPNS. Skripsi ini bertujuan untuk memahami dan mengevaluasi penerapan asas tersebut, khususnya dalam konteks tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode penelitian doktrinal yang merupakan kumpulan dan analisis dari aturan, asas, norma, atau panduan penafsiran, dan nilai-nilai. Penelitian ini dimulai dengan identifikasi sumber hukum yang akan diteliti, kemudian dilanjutkan dengan penafsiran dan analisis terhadap sumber hukum tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asas nonretroaktif dapat diterapkan terhadap PPNS berdasarkan ketentuan yang ada dalam KUHP dan KUHAP. Selain itu, penelitian ini mengungkapkan adanya tantangan dalam penerapan asas non-retroaktif bagi PPNS dan juga saran membangun dalam penerapan asas non-retroaktif secara teori maupun praktik.
This research examines the applicability of the non-retroactive principle in the authority of Civil Servant Investigators (PPNS) related to the predicate crime of money laundering, which has just been given authority based on the Constitutional Court Decision (MK) Number 15/PUU-XIX/2021. The principle of non-retroactivity is a principle in criminal law which states that an act cannot be subject to criminal sanctions if at the time it is committed it has not been regulated as a criminal offense by statutory regulations. However, it has not been clearly explained whether the application of the non-retroactive principle can also apply to the authority of PPNS. This thesis aims to understand and evaluate the application of this principle, especially in the context of money laundering crimes in Indonesia. The research method conducted is doctrinal research method which is a collection and analysis of rules, principles, norms, or guidelines for interpretation, and values. This research begins with the identification of legal sources to be studied, then continued with the interpretation and analysis of the legal sources. The results show that the principle of non-retroactivity can be applied to PPNS based on existing provisions in the Criminal Code and Criminal Procedure Code. In addition, this research reveals the challenges in applying the non-retroactive principle for PPNS and also constructive suggestions in applying the non-retroactive principle in theory and practice."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library