Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Angelica Janet Dosroha
"Dalam beberapa tahun terakhir, industri ekonomi kreatif Indonesia sedang mengalami perkembangan. Namun, terdapat salah satu persoalan yang dihadapi oleh pelaku ekonomi kreatif, yaitu minimnya infrastruktur pendukung, seperti terbatasnya akses ke pembiayaan. Berkaitan dengan pembiayaan, salah satu masalah yang menonjol adalah keengganan bank untuk menerima hak kekayaan intelektual sebagai jaminan. Pada dasarnya, kedudukan hak kekayaan intelektual untuk dijadikan jaminan telah diatur dalam undang-undang. Hak kekayaan intelektual dapat dijadikan sebagai jaminan fidusia. Namun, terdapat ketiadaan peraturan pelaksana dalam pengimplementasiannya. Untuk itu, dalam semangat memajukan industri ekonomi kreatif, Pemerintah menerbitkan PP 24/2022 yang mengatur mengenai skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual. PP 24/2022 memuat pranata pendukung hak kekayaan intelektual sebagai objek jaminan. Namun, kebijakan ini dianggap belum dapat diimplementasikan dikarenakan terkendala dalam beberapa aspek, antara lain lembaga penilai, standar valuasi, sistem administratif, dan regulasi teknis. Pengaturan mengenai kedudukan HKI sebagai objek jaminan juga dikenal di negara Amerika Serikat dan Korea Selatan, yang mana telah berhasil untuk diimplementasikan. Oleh karena itu, skripsi ini akan membahas dan menganalisis perbandingan pengaturan dan implementasi penilaian kekayaan intelektual sebagai objek jaminan pada negara Amerika Serikat dan Korea Selatan, yang dapat memberikan rekomendasi berupa langkah lanjutan untuk perbaikan pengaturan dan implementasi di Indonesia. Bentuk penelitian dari skripsi ini adalah yuridis-normatif dengan tipologi penelitian deskriptif yang didukung oleh studi kepustakaan dan wawancara sebagai alat pengumpul data. Berdasarkan perbandingan dengan Amerika Serikat dan Korea Selatan, dapat disimpulkan bahwa instrumen hukum dalam implementasi kekayaan intelektual sebagai objek jaminan belum diatur secara komprehensif, jelas, dan menyeluruh. Selain itu, implementasi kekayaan intelektual sebagai jaminan utang di Indonesia terkendala oleh lembaga penilai, standar valuasi, sistem administratif, dan regulasi teknis. Oleh karena itu, disarankan perbaikan dan pengambilan langkah lanjutan untuk merealisasikan pelaksanaan kekayaan intelektual sebagai objek jaminan.

In recent years, Indonesia's creative economy industry has been on the rise. However, there is one problem faced by creative economy actors, namely the lack of supporting infrastructure, such as limited access to financing. Concerning financing, one of the prominent problems is the reluctance of banks to accept intellectual property rights as collateral. Regulatory-wise, the position of intellectual property rights to be used as collateral has been regulated in law. Intellectual property rights can be used as fiduciary guarantees. However, there is a lack of implementing regulations in its implementation. For this reason, in the spirit of advancing the creative economy industry, the Government issued PP 24/2022 which regulates intellectual property-based financing schemes. PP 24/2022 contains institutions that support intellectual property rights as collateral objects. However, this policy is deemed unable to be implemented due to constraints in several aspects, including assessment institutions, valuation standards, administrative systems, and technical regulations. Arrangements regarding the position of IPR as collateral objects are also known in the United States and South Korea, which have been successfully implemented. Therefore, this thesis will discuss and analyze the comparative arrangement and implementation of intellectual property valuation as collateral objects in the United States and South Korea, which can provide recommendations in the form of further steps to improve regulation and implementation in Indonesia. The research form of this thesis is juridical-normative with a descriptive research typology supported by literature studies and interviews as data collection tools. Based on comparisons with the United States and South Korea, it can be concluded that legal instruments in the implementation of intellectual property as collateral objects have not been regulated comprehensively, clearly, and thoroughly. In addition, the implementation of intellectual property as collateral for debt in Indonesia is constrained by appraisal institutions, valuation standards, administrative systems, and technical regulations. Therefore, it is recommended to improve and take further steps to realize the implementation of intellectual property as a guarantee object."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Riyadhus Salam
" ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai sita eksekusi terhadap benda persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia dalam hal telah terjadi penjualan benda persediaan tersebut kepada pihak ketiga, dengan bentuk penelitian yuridis normatif, metode penelitian studi kepustakaan, dan menggunakan data sekunder. Pada dasarnya peraturan tentang benda persediaan termuat dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia yang mengatur bahwa setelah terjadi perpindahan terhadap benda persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia, penerima fidusia tidak diperbolehkan untuk mengeksekusi benda persediaan tersebut atas alasan apapun. Dalam kasus ini sita eksekusi terhadap benda persediaan yang telah berpindah kepemilikannya tetap dilakukan. Skripsi ini membahas perlindungan hukum apakah yang melindungi pemegang benda persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia dalam keadaan seperti demikian. Hukum perdata mengenal prinsip droit de suit pada hukum jaminan kebendaan, sedangkan dalam hal benda persediaan terdapat pengecualiaan, asas umum atau prinsip umum dari benda persediaan ini sangat berkaitan dengan adanya sita eksekusi tersebut dan akan dibahas dalam skripsi ini.
ABSTRACT This thesis discusses the execution of confiscation inventory objects that become the object of fiduciary guarantee in case there has been a sale of the inventory objects to a third party. the kind of research is normative juridical, literature study method, and using secondary data. Basically regulations on inventory items contained in Fiduciary Act which provides that after the transfer of the inventory objects that become the object of fiduciary, fiduciary recipients are not allowed to execute the inventory object for any reason. In this case the execution of confiscation of objects inventory has changed ownership remain to be done. This thesis discusses whether the legal protection that protects the buyer of inventory objects that become the object of fiduciary in such a case. Civil law recognized the principle of droit de suit the material security law, whereas in the case of inventory objects are the exception, a general principle of inventory objects is related to the seizure of the execution and will be discussed in this thesis."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S66647
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nayaka Fally Diarsa
"Tesis ini membahas mengenai pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia yang dilakukan diluar pengadilan, lebih khusus setelah diputusnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019. Sebagaimana dikemukakan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1978 K/PDT/2020 dimana Perusahaan Pembiayaan melaksanakan eksekusi objek jaminan fidusia diluar pengadilan melalui titel eksekutorial namun pihak lain tidak menghendaki hal tersebut. Permasalahan pada penelitian ini tentang pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia dalam putusan tersebut yang dilaksanakan sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 disahkan, namun diputus setelah putusan Mahkamah Konstitusi tersebut disahkan. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif menggunakan pendekatan perundang-undangan serta kasus dengan menggunakan data sekunder disertai tipologi penelitian eksplanatoris. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia boleh dilakukan tanpa melalui pengadilan, namun harus tetap berdasar pada Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan Putusan Mahkamah Konstitusi 18/PUU-XVII/2019 sehingga Perusahaan Pembiayaan harus memperbaharui pedoman dalam rangka pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia.

This thesis discusses about the implementation of the execution of fiduciary guarantee objects that are carried out outside the court, more specifically after the decision of the Constitutional Court Number 18/PUU-XVII/2019. As stated in the Supreme Court Decision Number 1978 K/PDT/2020 where the Financing Company executes the fiduciary guarantee object outside the court through an executorial title but other parties do not want this. The problem in this study is the implementation of the execution of the fiduciary guarantee object in the decision which was carried out before the Constitutional Court Decision Number 18/PUU-XVII/2019 was ratified, but was decided after the Constitutional Court decision was ratified. To answer these problems, normative juridical law research methods are used using statutory and case approaches using secondary data accompanied by an explanatory research typology. In this study it was found that the execution of fiduciary guarantee objects may be carried out without going through a court, but must still be based on Law Number 42 of 1999 concerning Fiduciary Guarantees and Constitutional Court Decision 18/PUU-XVII/2019 so that Financing Companies must update the guidelines in the context of implementing the execution of fiduciary guarantee objects."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novela Christine
"Perjanjian jaminan fidusia merupakan perjanjian accesoir dari perjanjian kredit, yang berfungsi sebagai jaminan atas pembayaran utang debitur kepada kreditur. Dalam akta jaminan fidusia terdapat pihak pemberi fidusia dan penerima fidusia. Pemberi fidusia didefinisikan sebagai pemilik dari objek jaminan fidusia, akan tetapi terdapat debitur yang berkedudukan sebagai pemberi fidusia yang membebankan benda yang bukan miliknya menjadi objek jaminan fidusia. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini adalah akibat hukum terhadap akta jaminan fidusia yang memiliki identitas kepemilikan objek yang dikaburkan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Manado Nomor 390/PDT.G/2018/PN.Mnd; dan hubungan hukum yang mendasari pembuatan akta jaminan fidusia yang memiliki pemberi fidusia dan pemilik objek jaminan fidusia yang berbeda. Penelitian dalam tesis ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan tipe penelitian problem identification. Hasil analisis menunjukkan bahwa akibat hukum terhadap akta jaminan fidusia tersebut adalah batal demi hukum, dikarenakan tidak memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Jaminan Fidusia, dan bukan disebabkan oleh batalnya perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok. Akta jaminan fidusia yang memiliki pemberi fidusia dan pemilik objek jaminan fidusia yang berbeda dapat terjadi dikarenakan adanya hubungan hukum pada jual beli kendaraan bermotor yang belum melakukan balik nama BPKB, atau terdapat harta bersama yang hendak dijaminkan. Saran yang dapat diberikan adalah pemilik objek jaminan yang berkeberatan atas pembebanan benda miliknya dapat melakukan perubahan terhadap objek jaminan fidusia ataupun pembatalan akta kepada notaris. Pada saat pembuatan akta jaminan fidusia harus memposisikan pemilik objek jaminan fidusia sebagai pihak ketiga pemberi fidusia agar tidak terjadi gugatan maupun perlawanan pada saat eksekusi objek jaminan.

Fiduciary security contract is an accessory contract to the credit agreement, which serves as the guarantee for the payment made by the debtor to the creditor. The parties included in fiduciary security deed are fiduciary giver and fiduciary recipient. Fiduciary giver is defined as the owner of collateral object, however, there was a debtor acting as the fiduciary giver who put the fiduciary security upon the object that is not their property. The issues raised in this study are the legal consequence of fiduciary security deed which has obscured ownership of object based on Case Study of Manado District Court Number 390/PDT.G/2018/PN.Mnd; and the legal relation that serves as the basis in making fiduciary security deed which has different fiduciary giver and fiduciary object’s owner. The method used for this research is a normative juridical, by means of problem identification as the analytical types. The result of analysis concluded that the legal consequence of the fiduciary security deed is null and void, on the account of violating Article 1 number 5 Undang-Undang Jaminan Fidusia and isn’t due to the cancellation of credit agreement as the principal contract. Fiduciary security deed could have a different fiduciary giver and fiduciary object’s owner in addition to the legal relation on sale and purchase of vehicle that did not go through the transfer of vehicle ownership, or there is a marital property that would be used as a collateral. The recommendations suggested are the fiduciary object’s owner who object using their asset as a collateral could ask the notary to make an amendment for the collateral of fiduciary or nullify the deed. In the making of fiduciary security deed, the fiduciary object’s owner have to be put as the fiduciary giver third party in order that there would not be a lawsuit or opposition in the fiduciary collateral execution. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Rahma Ayu
"Penelitian ini membahas mengenai Metode Argumentasi yang Digunakan oleh Hakim Dalam Penyelesaian Kasus Penentuan Boedel Pailit Terhadap Tanah dan Bangunan yang Telah Diikat Perjanjian Pengikatan Jual Beli Sebelum Developer Pailit (Putusan Mahkamah Agung Nomor 644 K/Pdt.Sus-Pailit/2017). Pada kasus tersebut, Majelis Hakim dalam putusannya mengabulkan gugatan para kreditor untuk mengeluarkan tanah/bangunan yang masih diikat dalam PPJB kedalam Boedel Pailit. PPJB ialah perjanjian yang dibuat oleh pihak penjual dan pembeli sebagai bentuk kesepakatan awal sebelum dibuatnya AJB. Metode yang dipergunakan ialah dengan melaksanakan dan wujud yuridis normatif, data yang dipakai yaitu sekunder dengan kemudahan untuk dibaca ataupun dipahami, kemudian teori yang mendukung ialah dengan membahas hal tersebut, kemudian simpulan serta yang menjadi saran dari Penentuan Boedel Pailit Terhadap Tanah dan Bangunan yang Telah Diikat PPJB Sebelum Developer Pailit dan Penerapan Metode Argumentasi oleh Mahkamah Agung Dalam Putusan 644 K/Pdt.Sus-Pailit/2017 Terkait Penentuan Boedel Pailit tersebut. Hasil dari penelitian ini adalah objek PPJB yakni tanah/bangunan tersebut seharusnya masih merupakan milik debitur pailit sehingga kurator berwenang untuk memasukkannya ke dalam boedel pailit namun Hakim dalam putusannya mengabulkan gugatan penggugat untuk mengeluarkan obyek PPJB tersebut dari Boedel Pailit dengan mengesampingkan aturan hukum khusus yang berlaku dan menggunakan aturan hukum yang lebih umum yakni yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), sehingga Hakim dalam hal ini telah menggunakan metode argumentasi analogi dalam memutus perkara.

The credit agreement for banking and non-banking Financial Institutions requires the existence of a guarantee that must be met in order to be able to make a
loan. A credit agreement with a fiduciary guarantee is a policy taken to adapt to the development of the business world and the needs of the community. One of the things
that will be discussed in this thesis is the transfer of the object of fiduciary security without the approval of the creditor through a case study taken from the decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia. In this case, the debtor must have good faith to maintain the collateral properly. Article 23 of Law Number 42 of 1999
concerning Fiduciary Guarantees, debtors are prohibited from transferring, mortgaging or leasing to other parties the objects that are used as objects of fiduciary
security if there is no prior approval from the creditor. This research is a normative juridical research, in which data collection techniques are obtained from the library
and analyzed based on applicable laws. The results of this study are after an analysis of Decision Number: 60/Pid.B/2020/Pn.Bjn concluded that in the Judge's Consideration of Court Decision Number: 60/Pid.B/2020/Pn.Bjn, the panel of judges accepted and
granted Exception from PT. AF Surabaya which states that Mr. R is legally proven to have committed a criminal act of a fiduciary provider who transferred the object of a
fiduciary guarantee which was carried out without prior written consent from the fiduciary recipient. This means that if there are parties who commit crimes like this, this can be considered by the judge in making a decision.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Harmoni Siska
"Kuasa Menjual masih banyak digunakan dalam proses peralihan hak dan sering menjadi penyebab timbulnya sengketa, keabsahan mengenai kuasa menjual yang seringkali dijadikan dasar kreditor mengikat suatu jaminan yang dimiliki oleh debitor untuk kepastian hukum kreditor dalam kegiatan utang piutang tanpa menggunakan lembaga pembiayaan. Penelitian doktrinal ini menggunakan data sekunder yang berasal dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata, peraturan mengenai peralihan hak dan peraturan lainnya terkait dengan akta kuasa dan perjanjian utang piutang. Penelitian ini menganalisis mengenai prinsip pemberian kuasa dan perkembangan hukumnya serta menelaah pembuatan akta kuasa menjual dan pengakuan utang yang dibuat dalam waktu bersamaan dalam pertimbangan hakim dalam menentukan suatu putusan pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 369/PDT.G/2023/PN.JKT.BRT terkait kuasa menjual yang dijadikan objek jaminan yang merupakan satu kesatuan dengan akta pengakuan utang. Dicabutnya Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 Tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak, tentunya menimbulkan ketidakpastian atas akta kuasa yang masih marak dibuat di hadapan Notaris. Pengaturan mengenai kuasa jual diatur dalam pasal 1792 sampai dengan 1819 KUH Perdata, Akta kuasa yang dibuat di hadapan Notaris merupakan alat bukti yang sempurna, namun, jika pembuatannya tidak dijalankan sesuai dengan peraturan yang ada, maka akta kuasa tersebut dapat terdegradasi sebagai akta dibawah tangan, serta akta kuasa menjual dengan akta pengakuan utang yang dibuat secara bersamaan dapat menimbulkan suatu sengketa karena melanggar asas kepatutan.

The Power of Sale is still widely used in the process of transferring rights and is often the cause of disputes, the validity of the power of sale which is often used as the basis for the creditor to bind a guarantee owned by the debtor for the legal certainty of the creditor in debt and receivables activities without using a financing institution. This doctrinal research uses secondary data derived from the Civil Code, regulations regarding the transfer of rights and other regulations related to power of attorney and debt and receivables agreements. This study analyzes the principle of granting power of attorney and its legal development as well as examines the making of power of attorney deeds to sell and debt recognition made at the same time in the judge's consideration in determining a decision in the West Jakarta District Court Decision Number 369/PDT. G/2023/PN. JKT. BRT is related to the power of sale which is used as the object of collateral which is an integral part of the debt recognition deed. The revocation of the Instruction of the Minister of Home Affairs Number 14 of 1982 concerning the Prohibition of the Use of Absolute Power, of course, creates uncertainty over the power of attorney that is still widely made before the Notary. The regulation regarding the power of sale is regulated in articles 1792 to 1819 of the Civil Code, the power of attorney made before the Notary is a perfect piece of evidence, however, if the manufacture is not carried out in accordance with existing regulations, then the power of attorney can be degraded as a deed under hand, and the power of attorney deed and the debt acknowledgment deed made simultaneously can cause a dispute because it violates the principle of propriety."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Belinda Alvia Edison
"Tesis ini membahas mengenai tinjauan yuridis terhadap pembuatan kuasa menjual oleh Notaris atas agunan yang dijaminkan dalam perjanjian kredit. Dalam praktek dunia perbankan khususnya dalam kegiatan perkreditan, pembuatan Kuasa Menjual selalu dimintakan kreditor kepada debitor karena dianggap sangat efektif, lebih mudah, serta biayanya murah dan tidak berbelit-belit apabila objek jaminan akan dijual pada saat debitor wanprestasi/cidera janji. Kuasa menjual semuanya dibuat di hadapan Notaris. Adapun pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah 1). Bentuk kekuatan hukum dari pembuatan Kuasa Menjual serta pengaruhnya bagi perlindungan hukum terhadap debitur, Kreditur, dan Notaris ditinjau berdasarkan perundang-undangan terkait, 2).bentuk penerapan hukum oleh hakim terhadap tindakan PT. Bank NISP dalam penyelesaian kredit macet dengan menggunakan Kuasa menjual (PT. Bank NISP dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 1361K/Pdt/2010 tanggal 29 Oktober 2010). Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang berbentuk yuridis normatif dengan sifat eksplanatoris deskriptif.
Hasil dari penelitian adalah kuasa menjual memiliki kekuatan hukum yang mengikat namun tidak bersifat eksekutorial. Hal ini dikarenakan kuasa menjual tidak dapat didaftarkan atau bukan merupakan objek pendaftaran tanah. Kuasa menjual semata-mata hanya didasarkan kepada kesepakatan antara debitor dan kreditor. Kuasa menjual menjadi alternatif solusi favorit yang digunakan para pihak sebagai opsi penyelesaian masalah kredit macet. Disamping itu melihat kepada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1361K/Pdt/2010 tanggal 29 Oktober 2010, hakim Pengadilan Negeri, hakim Pengadilan Tinggi, dan hakim Mahkamah Agung berdasarkan kasus yang ada mengambil pertimbangan bahwa : (1) penggunaan kuasa mutlak adalah hal yang dilarang, (2) Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan jo. Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2660K/Pdt/1987 tanggal 27 Februari 1987 yang melarang bank (termasuk Bank NISP) untuk melakukan penjualan langsung berdasarkan Akta Kuasa yang diberikan oleh Debitur atau Avalis hutang tersebut, dan diwajibkan bagi Bank untuk melakukan penjualan dengan prosedur lelang melalui Pengadilan Negeri yang berwenang untuk objek jaminan yang telah dibebankan dengan Hak Tanggungan.

This thesis discussed about judicial review against the making of Authority to sell by notary for collateral pledged in credit agreement.In world banking practice, especially in lending activities, the authority to sell always requested by the creditor to debtor because it seemed very effective, easier, cheaper, and not difficult in case the collateral is being sold because the debtor?s defaults. All of the authority to sell are made by notary. Now the main issues discussed in this research are 1). The legal power of making the authority to sell and its influence for legal protection against a debtor, a creditor, and notary reviewed by relevant regulation, 2). The form of the law enforcement by judges towards PT. Bank NISP for the settlement of non-performing loans by using the authority to sell (The Verdict of Supreme Court forPT.Bank NISP case Number 1361K/Pdt/2010 date 29 October 2010). This research used t juridical normative method, with descriptive explanatory result.
The results of the research explain that the authority to sell have legal force that bound but not executorial. This results due to the authority to sell cannot be registered and is not the object of land registration. The authority to sell based on an agreement between the debtor and the creditor. The authority to sell is a favorite alternative solutions that are used by the parties as an option resolving the issue of non performing loans. In addition, viewed from the verdict of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Case Number 1361K/Pdt/2010 date 29 October 2010, justice of the District Court, High Court judges, and Supreme Court justices took into consideration that: (1) the use of absolute form of the authority is banned, (2) based on article 6 Undang-Undang HakTanggungan jo. the jurisprudence of the Supreme Court of the Republic Indonesia CaseNumber 2660 K/Pdt/1987 on February 27, 1987 prohibit banks (including the Bank NISP) to conduct direct sales based on the letter of authority given by the debtor or Avalist debts and the Banks are required to conduct the sale with auction procedures through the District Court authorized to guarantee that an object has been charged with dependents.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41408
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alif Komaldi
"Tindak pidana pengalihan objek jaminan fidusia menjadi salah satu perkara penting yang banyak ditangani oleh penyidik di Satuan Reserse Kriminal khususnya di wilayah hukum Polres Pandeglang. Banyak lembaga jasa pembayaran yang mengeluhkan bahwa debitur yang tidak mampu melaksanakan kewajibannya kemudian melakukan take over di bawah tangan atau sepengetahuan leasing. Banyak masyarakat awam yang mengira bahwa mengalihkan objek jaminan fidusia hanyalah ranah perdata yang apabila dikemudian hari terjadi ganti rugi maka permasalahn selesai. Namun yang diatur dalam UU No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia khususnya di pasal 36 menyebutkan bahwa debitur yang mengalihkan objek jaminan fidusia jelas melakukan tindak pidana. Ditambah lagi pihak-pihak ketiga, keempat, dan seterusnya menganggap bahwa permasalahan tersebut hanyalah sebatas antara kreditur dan debitur atau yang bertanda tangan dalam kontrak. Dalam hal ini penyidik Polres Pandeglang, mempunyai peran penting dalam penegakan hukum. Apalagi dalam azaz hukum dikenal adanya azaz keadilan, yang mana dalam perkara pengalihan objek jaminan fidusia, harus dituntaskan sampai ke tangan terakhir. Dijelaskan juga bahwa perbuatan melawan hukum berkaitan dengan tindakan yang dapat menimbulkan kerugian bagi pihak lain sehingga pihak tersebut dapat memberikan gugatan, sehingga dapat dimaknai bahwa penerima objek jaminan fidusia di luar dari kontrak pun melakukan tindak pidana. Namun dalam hal ini, terdapat beberapa kendala yang dialami penyidik seperti sulitnya mencari alat bukti yang mengarah tentang take over di bawah tangan, kemudian barang bukti yang sulit ditemukan, serta terlapor maupun saksi yang sulit untuk dimintai keterangan. Sehingga tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui sejauh mana peran penyidik Sat Reskrim Polres Pandeglang dalam menangani perkara pengalihan objek jaminan fidusia dengan menggunakan teori peran, konsep perbuatan melawan hukum, konsep penyidikan, serta konsep fidusia itu sendiri. Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif dengan tipe penelitian studi kasus agar lebih tajam dalam menganalisa peran penyidik.

The crime of transferring the object of fiduciary security is one of the important cases that is handled by many investigators in the Criminal Investigation Unit, especially in the jurisdiction of the Pandeglang Police. Many payment service institutions complain that debtors who are unable to carry out their obligations then take over under the hand or with the knowledge of the leasing. Many ordinary people think that transferring the object of fiduciary guarantees is only a civil matter, if compensation occurs in the future, the problem will be solved. However, what is regulated in Law no. 42 of 1999 concerning Fiduciary Guarantees, especially in article 36 states that the debtor who transfers the object of the fiduciary guarantee is clearly committing a crime. In addition, third, fourth and so on parties consider that the problem is only between the creditor and the debtor or those who sign the contract. In this case the Pandeglang Police investigator has an important role in law enforcement. Moreover, in the principle of law, there is a principle of justice, which in cases of transfer of objects of fiduciary guarantees, must be completed to the last hand. It was also explained that acts against the law are related to actions that can cause harm to other parties so that the party can file a lawsuit, so it can be interpreted that the recipient of the fiduciary object outside of the contract also commits a crime. However, in this case, there were several obstacles experienced by investigators, such as the difficulty in finding evidence that led to underhanded take-over, then evidence that was difficult to find, and the reported and witnesses who were difficult to question. So that the purpose of this study is to find out the extent of the role of investigators from the Criminal Investigation Unit of the Pandeglang Police in handling cases of transferring fiduciary guarantee objects by using role theory, the concept of unlawful acts, the investigative concept, and the fiduciary concept itself. In this study a qualitative method was used with the type of case study research in order to be sharper in analyzing the role of the investigator.

"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rayhan Aminuddin Haroen
"Tesis ini mengkaji eksekusi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri di luar pengadilan yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan, serta pelindungan hukum yang dapat diberikan kepada debitur dalam pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan penelitian berupa pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus, tipe penelitian deskriptif, data dikumpulkan melalui data sekunder yang terdiri dari bahan hukum, serta data primer melalui wawancara dengan Manajer Hubungan Kelembagaan LAPS SJK. Simpulan penelitian ini adalah: legalitas atau keabsahan eksekusi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri di luar pengadilan yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan adalah tergantung daripada kesepakatan antara kedua belah pihak mengenai wanprestasi. Apabila tidak tercapai kesepakatan mengenai wanprestasi antara kedua belah pihak dan debitur keberatan menyerahkan objek jaminan fidusia secara sukarela, maka kreditur harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada Pengadilan Negeri, sehingga dalam situasi yang demikian kreditur tidak memiliki legalitas untuk melakukan eksekusi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri di luar pengadilan. Apabila kedua belah pihak sepakat mengenai adanya wanprestasi dan debitur secara sukarela menyerahkan objek jaminan tersebut, dengan demikian kreditur memiliki legalitas untuk dapat melakukan eksekusi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri di luar pengadilan. Bentuk perlindungan hukum yang dapat diberikan terhadap debitur dalam hal kreditur melakukan eksekusi objek jaminan fidusia, yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Penelitian ini menyarankan Otoritas Jasa Keuangan, hendaknya melakukan pengawasan yang intensif dan ketat terhadap oknum kreditur dan/atau petugas penagihan utang yang melakukan pelanggaran dan mengabaikan peraturan perundang-undangan dalam pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia, serta melakukan penegakan hukum dengan memberikan sanksi, baik administratif maupun pidana apabila terbukti melakukan pelanggaran atas ketentuan tersebut.

This thesis reviews the execution of fiduciary security objects on its own power outside of court carried out by finance companies, as well as legal protection that can be given to debtors in executing fiduciary security objects, using normative juridical methods with research approaches in the form of statutory and case approaches, descriptive research type, data were collected through secondary data consisting of legal materials, as well as primary data through interviews with the Government Relations Manager of LAPS SJK. The conclusions of this study are: the legality or validity of executing fiduciary security objects on their own power outside of court carried out by finance companies is depending on the agreement between the two parties regarding default. If an agreement is not reached regarding default between the two parties and the debtor refuses to surrender the fiduciary security object voluntarily, the creditor must submit an application for execution to the District Court, so that in such situation the creditor does not have the legality to execute the fiduciary security object on his own power outside court. If both parties agrees on default and the debtor voluntarily surrenders the fiduciary security object, thus the creditor has the legality to be able to execute the fiduciary security object on his own power outside the court. Forms of legal protection that can be given to debtors in the event that creditors execute fiduciary security objects, namely preventive legal protection and repressive legal protection. This research suggests that the Financial Services Authority to carry out intensive and strict supervision of unscrupulous creditors and/or debt collectors who commit violations and ignore statutory regulations in executing fiduciary security objects, as well as enforce the law by imposing sanctions, both administrative and criminal. if proven to have violated these regulations."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bari Rizqullah
"Penelitian membahas keberlakuan aset kripto sebagai objek jaminan. Sebagai sebuah objek yang memiliki nilai menimbulkan pertanyaan apakah aset kripto dapat dijaminkan. Untuk mengetahui hal tersebut, maka perlu diketahui kedudukan aset kripto sebagai benda menurut hukum kebendaan Indonesia serta pengaturan hukum jaminan Indonesia dan juga perbandingannya dengan Amerika Serikat, penelitian juga dilakukan untuk mengetahui lembaga jaminan yang ideal serta mekanismenya. Penelitian dilakukan menggunakan metode yuridis-normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Diketahui bahwa menurut teori seperti teori virtual property dan hukum kebendaan Indonesia bahwa aset kripto merupakan benda. Diketahui bahwa aset kripto dapat dijadikan sebagai objek jaminan di Indonesia walaupun terdapat beberapa kekurangan dan kelemahan, begitupula dengan di Amerika Serikat. Melalui perbandingan, terdapat satu hal yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan demi kemajuan hukum jaminan di Indonesia, yakni pengaturan secara tegas bahwa terdapat benda tidak berwujud selain hak dan piutang yang dinamakan general intangibles layaknya di Amerika Serikat. Gadai dianggap sebagai lembaga jaminan paling ideal untuk aset kripto berdasarkan teori Subekti. Mekanisme dan eksekusi gadai aset kripto ini dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan gadai pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) dengan sedikit penambahan mekanisme merujuk pada praktik dan mekanisme yang ada seperti smart contract.

Analysis will analyze crypto assets as a collateral. As an asset with high value, it is questionable whether crypto asset can be collateralized. To answer this question, first we need to know whether crypto asset is a property or not according to the Indonesian property law, as well as Indonesian law about security and its comparison to the United States of America (USA), this analysis will also try to find the most ideal security and its mechanism. Analysis will use juridical-normative method with statute approach. Result shows that crypto asset is a property according to theories like virtual property and Indonesian property law. Crypto asset can also be collateralized according to Indonesian and USA law, although there are some weaknesses and inadequacies. From comparison, there is one point that can be useful for the improvement of Indonesian security law, that is a firm regulation about intangible property that is not a debt nor a right named as general intangibles like in the USA. Gadai is the most ideal security in Indonesia to be imposed upon crypto asset. Mechanism and execution can be carried out according to Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) with some additional mechanism according to practice such as smart contract."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>