Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fredy Christianto
"Latar Belakang: Dry eye disease (DED) merupakan sekelompok gangguan pada lapisan tirai mata yang terjadi akibat penurunan produksi air mata atau instabilitas dari tirai mata. Salah satu penyebab terjadinya DED adalah penurunan sekresi air mata akibat penurunan refleks berkedip, yang sering terjadi pada pekerja visual display terminal (VDT). Blinking therapy merupakan salah satu terapi yang dapat diberikan pada penderita DED untuk meningkatkan blink rate dan menurunkan jumlah incomplete blink. Metode: Pencarian literatur dilakukan pada database Pubmed, Cochrane Library, dan Google Scholar dengan kata kunci dry eye disease, blinking therapy, dan ocular surface disease index. Pencarian menghasilkan tiga artikel terpilih yang kemudiaan ditelaah kritis. Hasil: Blinking therapy dapat dilakukan secara konvensional, menggunakan software animasi pada komputer, ataupun menggunakan kacamata khusus wink glass. Blinking therapy dapat memberikan perubahan nilai OSDI yang signifikan secara statistik dalam jangka waktu terapi 20 menit hingga 4 minggu. Kesimpulan: Blinking therapy dapat digunakan sebagai tata laksana pada pasien dengan DED untuk memperbaiki gejala mata kering sesuai dengan parameter yang dinilai pada OSDI.

Background: Dry eye disease (DED) is a group of tear film disturbances that is caused by decrease in tear production or tear film instability. One of the causes of DED is reduced tear secretion, which often happens in visual display terminal (VDT) workers. Blinking therapy is one of the therapies that can be given to DED patients to increase blink rate and reduce the number of incomplete blinks.
Methods: Literature searching was done on database such as Pubmed, Cochrane Library, and Google Scholar. The keywords used on the literature searching were dry eye disease, blinking therapy, and ocular surface disease index. Three articles were chosen and critically appraised.
Results: Blinking therapy can be done using conventional method, using animation software on computer, or by using specifically designed wink glass. Blinking therapy shows statistically significant changes in OSDI scores with therapy duration ranging from 20 minutes to 4 weeks.
Conclusion: Blinking therapy can be done as a treatment for DED patients to improve dry eye symptoms as measured in OSDI.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Krishna Ernanda
"Latar Belakang: Pengawet dalam tetes mata memengaruhi permukaan okular, ditemukan terutama pada pasien yang menggunakan obat tetes anti-glaukoma. Beredar tetes mata timolol maleat dengan pengawet chlorhexidine gluconate (CHG) yang belum pernah diteliti efeknya terhadap parameter permukaan okular.
Tujuan: Mengetahui pengaruh pengawet chlorhexidine gluconate 0,002% dalam sediaan timolol maleat 0,5% (timolol-CHG) terhadap permukaan okular pasien glaukoma dan hipertensi okuli.
Metode: Penelitian eksperimental terandomisasi dengan samar tunggal pada 54 mata pasien dengan diagnosis glaukoma maupun hipertensi okuli yang menggunakan timolol maleat 0,5% pengawet polyquaternium-1 (timolol-PQ1) <12 bulan. Dua puluh tujuh mata mengganti pengobatan ke timolol-CHG dan 27 mata melanjutkan timolol-PQ1. Dinilai tear break up time (TBUT), tear break up pattern (TBUP), skor pewarnaan kornea konjungtiva (staining), skor ocular surface disease index (OSDI), Schirmer I dan TIO awal dan sesudah satu bulan intervensi.
Hasil: Nilai rerata selisih TBUT 0,15±5,28 detik pada kelompok timolol-CHG dan (- 1,30)±3,47 pada timolol-PQ1. Tidak terdapat perbedaan bermakna selisih nilai parameter permukaan okular (TBUT, staining, OSDI, Schirmer I) maupun TIO antar kedua kelompok. Line dan dimple pattern merupakan TBUP yang paling banyak ditemukan pada kedua kelompok baik sebelum maupun sesudah intervensi. Analisis dalam kelompok mendapatkan penurunan TBUT bermakna (p < 0,05) pada kelompok timolol-PQ1 setelah dibandingkan dengan sebelum intervensi, pada kelompok timolol-CHG tidak didapatkan perbedaan bermakna.
Kesimpulan: Timolol-CHG memiliki efek terhadap permukaan okular dan TIO sebanding dengan timolol-PQ1. Penggunaan timolol-CHG dapat dipertimbangkan sebagai alternatif jangka pendek pengobatan glaukoma.

Background: Patients with glaucoma and ocular hypertension using topical anti-glaucoma medication are more likely to have ocular surface problems. It happens mainly due to the preservatives in the eye drops. Chlorhexidine gluconate (CHG) as a preservative have not been studied for their effects on ocular surface parameters.
Objective: To evaluate the effect of chlorhexidine gluconate 0,002% preseved timolol maleate 0,5% (timolol-CHG) on the ocular surface of patients with glaucoma and ocular hypertension.
Methods: Randomized single-blind controlled trial in 54 eyes of patients diagnosed with glaucoma or ocular hypertension that has been using polyquaternium-1 preserved timolol maleate 0.5% (timolol-PQ1) for <12 months. Twenty-seven eyes switched therapy to timolol- CHG, and 27 eyes continued with timolol-PQ1. Tear break-up time (TBUT), tear break-up pattern (TBUP), corneal-conjunctival staining score, ocular surface disease index (OSDI) scoring, Schirmer I, and intraocular pressure (IOP) were assessed at baseline and one month post intervention.
Results: Mean differences (1 month-baseline) of TBUT were 0.15±5.28 seconds in timolol- CHG group and (-1.30)±3.47 in timolol-PQ1 group. There were no difference (p > 0.05, for all) between groups in terms of ocular surface parameters (TBUT, staining, OSDI, Schirmer I) and IOP mean differences. Line and dimple pattern were the most common break-up pattern found in both group at baseline and at 1 month. Analysis within group found significant difference (p < 0.05) of timolol-PQ1 TBUT at 1 month compared to baseline, TBUT were lower at 1 month.
Conclusion: Timolol-CHG has comparable effects on the ocular surface and IOP comparable to timolol-PQ1. The use of timolol-CHG may be considered as a short-term alternative for glaucoma treatment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adisti
"Latar Belakang: Bertambahnya jumlah penderita miopia di dunia menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah pengguna Lensa Kontak Lunak (LKL). Di Indonesia, prevalensi miopia sebesar 26.1% pada tahun 2002 dan diperkirakan akan meningkat setiap tahunnya. Pemaikaian LKL memiliki efek samping berupa terjadinya inflamasi pada kornea dan konjungtiva, yang ditandai oleh peningkatan kadar Interleukin-6 (IL-6) pada air mata. Tujuan: Mengevaluasi peningkatan kadar IL-6 pada air mata pada pengguna LKL harian tipe hidrogel konvensional dan LKL mingguan tipe silikon hidrogel serta meninjau korelasinya dengan tingkat inflamasi konjungtiva. Metodologi (Method): Penelitian ini merupakan suatu uji eksperimental randomisasi acak terkontrol dengan desain dua kelompok paralel, yaitu satu subjek miopia yang diterapi menggunakan LKL Hydrogel Nefilcon-A harian di satu mata, dan menggunakan LKL Silicone Hydrogel Lotrafilcon-B mingguan di mata lainnya, selama 14 hari. Tindakan foto konjungtiva, dan pengambilan sampel air mata untuk IL-6 dilakukan sesaat sebelum pemakaian LKL dan 14 hari setelah pemakaian LKL. Hasil: Seratus mata dari 50 pasien dilibatkan dalam penelitian ini. Dari seluruh subjek tersebut, 80,8% adalah perempuan dan 18,2% laki-laki dengan usia rata-rata 22,18±1,79 tahun. Median delta IL-6 sebelum dan setelah penggunaan LKL adalah 6,37 (0,05 — 1115,80) pg / mL untuk silikon hidrogel dan 4,46 (0,01 - 685,40) pg / mL untuk hidrogel konvensional. Tidak didapatkan perbedaan bermakna antara kadar IL-6 pra dan pasca LKL pada kedua grup (p=0,117). Kesimpulan: Kadar IL-6 pada air mata mengalami peningkatan signifikan setelah 14 hari penggunaan LKL pada kedua kelompok. Tetapi peningkatan kadar IL-6 pada air mata tersebut tidak disertai dengan peningkatan hiperemia konjungtiva.

Background: The increasing number of myopia patient in the world, causes growth in Soft Contact Lenses (SCL) users. In Indonesia, the prevalence of myopia was 26.1% in 2002 and is expected to increase every year. SCL usage has proven to increase cytokine production, especially Interleukin-6 (IL-6) which accompanied by inflammation of the ocular surface such as conjunctival hyperemia. Objective: Comparing IL-6 tear levels and their correlation with conjunctival inflammation scale between overnight wear silicone hydrogel SCL and daily wear hydrogel SCL. Methods: This study is a randomized controlled trial between two parallel groups. A myopia subject, who has never used SCL before, being treated using daily Hydrogel (Nefilcon-A) SCL in one eye, and overnight Silicone Hydrogel (Lotrafilcon-B) SCL in the other eye, for 14 days. The slit lamp examination, conjunctival photographs, and tear sampling for IL-6 were done before and 14 days after SCL usage. Results: One hundred eyes from 50 patients were included in this study. Of those patients, 80,8% were female and 18,2% male with mean age 22,18±1,79 years old. Median of IL-6 delta (pre-post) SCL usage was 6,37 (0,05 — 1115,80) pg / mL for silicon hydrogel and 4,46 (0,01 - 685,40) pg / mL for conventional hydrogel (p = 0,117). There were no significant difference between the initial and final conjunctival hyperemia scales in both groups (p=1,000). The correlation between IL-6 tear levels and conjunctival hyperemia was not significant (p = 0.234). Conclusion: There were a significant increase of IL-6 tear levels after 14 days of SCL usage in both groups. But the marked escalation of tear IL-6 levels was not accompanied by increasing scales of azconjunctival hyperemia."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vincent Wang Tahija
"Latar Belakang : Pasien Non-Proliferative Diabetic Retinopathy (NPDR), Proliferative Diabetic Retinopathy (PDR) dengan neuropati kornea akan mengalami terganggunya stabilitas air mata. Penurunan sekresi dan konsituen air mata akan menyebabkan gangguan berupa mata kering. Pada pasien Diabetes dengan retinopati diabetik, gangguan kornea ini berpotensi lebih memperburuk gangguan penglihatan yang terjadi.
Tujuan : Menilai stabilitas air mata pada pasien NPDR, PDR dengan neuropati kornea sebelum, sesudah diberikan tetes mata Sodium hyaluronat+Vitamin A,E (HA+Vit A,E) atau Sodium Hyaluronat saja (HA).
Metodologi : Penelitian ini merupakan uji eksperimental randomisasi acak terkontrol, dengan dua kelompok utama (NPDR, PDR), kedua kelompok mendapatkan tetes mata HA+Vit A,E atau HA selama 28 hari. Sensitivitas kornea, Skoring Ocular Surface Disease Index (OSDI), Non-Invasive Break Up Time (NIBUT), Schirmer I, jumlah sel goblet konjungtiva dinilai pada 0, 2, 4 minggu.
Hasil : 96 subyek berpartisipasi, 65.6% wanita, 34.4% laki-laki (rerata usia 54.4 tahun). Skor OSDI memperlihatkan perbaikan signifikan, nilai terbesar pada kelompok PDR HA+Vit A,E dengan -4.86±5.76 (P= 0.000), NIBUT memperlihatkan perbaikan signifikan, nilai terbesar pada kelompok NPDR HA dengan 4.79±2.63 (P= 0.000), Schirmer I memperlihatkan perbaikan signifikan, hasil terbesar pada kelompok NPDR HA dengan 2.41±2.35 (P= 0.000). Sitologi impressi konjungtiva memperlihatkan perbaikan signifikan, terutama pada kelompok NPDR HA+Vit A,E (66% perbaikan). Seluruh kelompok memperlihatkan perbaikan signifikan, tetapi perbaikan antar kelompok tidak bermakna.
Kesimpulan : Parameter seluruh kelompok memperlihatkan perbaikan yang signifikan setelah diberikan tetes mata HA+Vit A,E maupun HA saja, Tetapi jika dibandingkan antar kelompok, tidak terdapat perbedaan perbaikan yang signifikan.

Background : Patient with Non-Proliferative Diabetic Retinopathy (NPDR), Proliferative Diabetic Retinopathy (PDR) with corneal neuropathy will experiencing disruption in tear film stability. Decrease in tear film secretion and constituent will cause dry eyes. In Diabetic patients with diabetic retinopathy, this corneal disorder has the potential to further worsen visual impairment.
Purpose : To Assess tear film stability in NPDR, PDR patients with corneal neuropathy before, after treatment with topical Sodium hyaluronat+Vitamin A,E (HA+Vit A,E) or Sodium Hyaluronat only (HA).
Method : This study was a double blind experimental randomized control trial with two parallel groups (NPDR, PDR), both group receives HA+Vit A,E or HA for 28 days. Corneal sensitivity, Ocular Surface Disease Index (OSDI), Non-Invasive Break Up Time (NIBUT), Schirmer I, conjungtival goblet cells will be assessed on 0, 2, 4 weeks.
Result : 96 subjects participated, 65.6% female, 34.4% male, mean age 54.4 years old. OSDI score shows significant improvement, highest improvement seen on PDR HA+Vit A,E with -4.86±5.76 (P= 0.000), NIBUT hows significant improvement, highest improvement seen on NPDR HA with 4.79±2.63 (P= 0.000), Schirmer I shows significant improvement, highest improvement seen on NPDR HA with 2.41±2.35 (P= 0.000). Conjungtival goblet cells shows significant improvement, highest improvement seen on NPDR HA+Vit A,E (66% improved). All groups shows shows significant improvement, but between groups the improvement was not statistically significant.
Conclusion : Parameters on all groups shows statistically significant improvement after topical HA+Vit A,E or HA. But, if compared between groups, the improvement was not significantly differed.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library