Ditemukan 1 dokumen yang sesuai dengan query
Nathania Emily Lysandra
Abstrak :
Fenomena campur tangan asing dalam pemilihan umum sebuah negara bukanlah sebuah fenomana yang baru. Dengan adanya perkembangan teknologi, campur tangan negara asing terhadap sebuah pemilihan umum dapat berlangsung sepenuhnya dalam ranah siber. Sebuah campur tangan asing dalam pemilihan umum dapat melanggar prinsip non-intervensi dalam hukum internasional jika metode campur tangan yang digunakan bersifat koersif. Semakin ada urgensi untuk menerapkan hukum internasional terhadap operasi siber sebuah negara yang memiliki tujuan ikut campur dengan urusan internal negara lain. Sebagaimana telah dinyatakan dalam literatur akademis, seperti laporan UN Group of Governmental Experts (GGE) dan Tallinn Manual 2.0, serta praktik negara-negara: hukum internasional juga berlaku dalam ranah siber dan operasi siber. Campur tangan Rusia dalam pemilihan umum Amerika Serikat tahun 2016 melibatkan berbagai jenis operasi siber, diantaranya operasi peretasan terhadap infrastruktur pemilihan umum dan email, serta operasi pengaruh yang terdiri dari peristiwa doxing dan disinformasi. Adapun melalui penelitian yang telah dilakukan, ditemukan kesimpulan bahwa dugaan campur tangan Rusia belum dapat ditentukan sebagai pelanggaran prinsip non-intervensi dalam hukum internasional. Hal ini dikarenakan belum adanya hukum kebiasaan internasional yang mengutuk kegiatan siber tersebut sebagai pelanggaran hukum internasional, terkecuali adanya manipulasi atau pengubahan tabulasi hasil pemilu. Oleh karena itu, negara-negara perlu menutup kesenjangan dalam konsepsi ruang lingkup prinsip non-intervensi terhadap operasi siber. Perlu adanya kerjasama dan dialog antara negara-negara maupun organisasi internasional untuk memberikan definisi ‘koersi’ dalam prinsip non-intervensi untuk mengisi kesenjangan ini terhadap masa yang mendatang.
......The phenomenon of foreign interference in the general election of a country is not new. With the development of technology, the intervention of foreign countries in a general election can take place entirely in the cyber realm. Foreign interference in an election may violate the principle of non-intervention in international law if the method of interference used is coercive. There is an increasing urgency to apply international law to a country’s cyber operations to interfere with another country’s internal affairs. As stated in the academic literature, such as the reports of the UN Group of Governmental Experts (GGE) and the Tallinn Manual 2.0, as well as the practice of countries: international law also applies in the realm of cyber and cyber operations. Russia's interference in the 2016 US election involved various types of cyber operations, including hacking operations on election infrastructure and email, and influence operations consisting of doxing and disinformation events. This thesis concludes that the alleged Russian interference could not be determined as a violation of the principle of non-intervention in international law, as there no customary international law condemns cyber activities as a violation of international law (except for manipulating or changing the tabulation of election results). Countries must close the gap in the conception of the scope of the principle of non-intervention in cyber operations. There is a need for cooperation and dialogue between countries and international organizations define ‘coercion’ in the principle of non-intervention to fill this gap in the future.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library