Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arditti, Joseph
New York: John Wiley & Sons, 1992
584.15 ARD f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
""Based on the proceedings of a national symposium on orchid conservation, which was held at the Royal Botanic Gardens, Kew, Richmond, Surrey, 12th & 13th November 1986"--Pref."
Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2004
584.15 MOD (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Elizabeth Handini
"Phalaenopsis celebensis is a rare and endemic species of Sulawesi. In this experiment flower stalk culture was chosen as a method to propagate the species, since generative propagation has not been given satisfied results. Othe advantage is that this method does not need to risk the live of the rare and preciuous cllection. Phalaenopsis celebensis was survived in MS medium supplemented with 5 ppm BA (Benzyladenine). Nodal cuttings of P. celebensis flower stalk under 20-25 C exhibit three growth pattern, either developed into shoots, flower stalk or remain dormant."
Bogor: Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya, LIPI, 2008
580 WKR 8:1 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sofi Mursidawati
"Over one hundred species of Indonesia's native orchids had been propagated generatively at Bogor Botanic Garden during the last seven years. Germination of 100 species Vacin and Went and Hyponex media were varied in regard to their requiremnet. However, some orchids showed a tendency to germinate better in one of the medium. The result presented in this paper is designated as a guideline to put the priority setting of Indonesia's native orchid propagation program in Bogor Botanic Garden"
Bogor: Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya, LIPI, 2008
580 WKR 8:1 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Destario Metusala
"Komunitas anggrek (Orchidaceae) merupakan salah satu kelompok tumbuhan yang terancam terhadap stres kekeringan akibat perubahan iklim. Komunitas anggrek di Indonesia mengembangkan dua bentuk hidup utama, yaitu epifit dan terestrial. Penelitian bertujuan untuk membandingkan adaptasi anatomi daun dan akar antara anggrek epifit dan terestrial; membandingkan tingkat adaptasi terhadap stres kekeringan antara bentuk hidup epifit dan terestrial pada spesies anggrek toleran terang; membandingkan tingkat adaptasi terhadap stres kekeringan antara bentuk hidup epifit dan terestrial pada spesies anggrek toleran naungan; serta membandingkan tingkat adaptasi terhadap stres kekeringan antara spesies Eulophia spectabilis dari tropis basah dan E. petersii dari tropis kering. Analisis anatomi dilakukan dengan pengamatan sayatan paradermal dan sayatan melintang daun maupun akar. Analisis fisiologi dilakukan secara eksperimental dengan perlakuan kekeringan di rumah kaca selama 30 hari. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan strategi adaptasi anatomi daun dan akar antara anggrek epifit dengan terestrial. Anggrek epifit lebih mengutamakan penyesuaian ketebalan dan luasan jaringan penyusun organ daun maupun akar, sedangkan anggrek terestrial lebih mengutamakan penyesuaian luasan komponen pembuluh angkut daun dan akar, serta jumlah stomata dan luasan total stomata. Pada spesies anggrek toleran terang, kelompok epifit memiliki tingkat adaptasi yang lebih tinggi terhadap stres kekeringan dibandingkan kelompok terestrial. Pada spesies anggrek toleran naungan, kelompok epifit memiliki tingkat adaptasi terhadap stres kekeringan dengan rentang variasi yang lebih lebar dan tidak berbeda nyata dengan kelompok terestrial. Spesies Eulophia petersii dari tropis kering memiliki tingkat adaptasi yang lebih tinggi terhadap stres kekeringan dibandingkan Eulophia spectabilis dari tropis basah. Ciri anatomi pada komunitas anggrek tropis Indonesia terkait tingkat adaptasi yang lebih tinggi terhadap stes kekeringan meliputi: jaringan mesofil dan daun yang lebih tebal; lapisan kutikula yang lebih tebal; jaringan hipodermis yang berkembang; komponen pembuluh angkut daun yang lebih sempit, jaringan sklerenkim yang berkembang baik di sekitar pembuluh angkut primer daun; stomata dengan ukuran lebih besar, jumlah lebih sedikit, dan area total stomata yang lebih sempit; komponen pembuluh angkut akar yang lebih sempit; dan jaringan velamen yang lebih berkembang. Ciri fisiologi pada komunitas anggrek tropis Indonesia terkait tingkat adaptasi yang lebih tinggi terhadap stes kekeringan meliputi: selisih prolin yang lebih kecil, laju penurunan kandungan air relatif jaringan daun yang lebih rendah, dan nisbah klorofil a/b yang lebih tinggi.

The orchid community (Orchidaceae) is one of the most threatened plant's groups to drought stress due to climate change. Indonesian orchid community has developed two main life forms, as epiphyte and terrestrial. The aims of this study were to compare the anatomical adaptation of leaf and root between epiphytic and terrestrial life forms on the Indonesian tropical orchid community; to compare the adaptation level to drought stress between epiphytic and terrestrial life forms in sun-tolerant orchid species; to compare the level of adaptation to drought stress between epiphytic and terrestrial life forms in shade-tolerant orchid species; to compare the level of adaptation to drought stress between orchid Eulophia spectabilis from wet tropical and E. petersii from dry tropical. The anatomical analysis was performed with observations on paradermal and transverse sections of leaves and roots. The physiological analysis was conducted experimentally in the greenhouse with drought treatment for 30-days. The results showed that epiphytic orchids have prioritized the anatomical adaptation strategy by adjusting the thickness and area of leaf and root's tissues, while the terrestrial orchids through the adjustment of the area of leaf and root's vascular components, as well as the number and total area of stomata; in sun-tolerant species, epiphytic orchids have shown a higher adaptation level to drought stress than terrestrial orchids; in shade-tolerant species, epiphytic orchids have shown a wider range of adaptation level to drought stress and not significantly different with terrestrial orchids; Eulophia petersii from dry tropical showed a higher adaptation level to drought stress than E. spectabilis. The anatomical traits related to a higher adaptation level to drought stress were: thicker mesophyll and leaf tissue, thicker cuticle layer, well developed hypodermic tissue, narrower leaf vascular bundle components, well developed sclerenchyma tissue around the leaf's primary vascular bundle, broader size-but fewer stomata, narrower total stomatal area, narrower root vascular components, and a more developed velamen layer. The physiological traits related to a higher adaptation level to drought stress were: lower proline deviation, lower decline rate in leaf water content, and a higher chlorophyll a/b ratio. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
D2442
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pornprapa Siritheptawee
"ABSTRAK
High annealing temperature - random amplified polymorphic DNA (HAT-RAPD) marker was used to identify and investigate the genetic relationship among 15 Paphiopedilum species of Venus slipper. The total of 72 primers was screened and 16 primers could be used for DNA amplification with clear amplified products to construct DNA fingerprints. The total of 248 polymorphic bands was found. A dendrogram, which constructed from the polymorphic bands using UPGMA by the NTSYS program, showed genetic similarities among 15 Paphiopedilum species with similarity coefficients ranging from 0.252 to 0.624. The orchids were classified into 3 clusters. These results indicated that the HAT-RAPD markers are capable to specify Paphiopedilum, and can be used in the breeding program and for genetic resource conservation in the future.
"
Pathum Thani: Thammasat University, 2018
607 STA 23:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Rianto Budi Hartono
"Pada saat krisis sektor agribisnis justru masih tetap eksist, yang terus berkembang dan masih mampu menyumbang devisa dengan nilai eksport sebesar US $ 13 milliar Nilai eksport anggrek secara keseluruhan selama lima tahun terakhir dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2001 mengalami pasang surut, yaitu kalau pada tahun 1997 sebesar US $ 38,3 ribu meningkat menjadi US $ 2,95 juta pada tahun 1999. Namun pada tahun 2000 justru mengalami penurunan hingga hanya sebesar US $ 1,1 juta, tetapi hal itu hanya berlangsung sesaat dan kembali mengalami kenaikan sebesar US $1,4 juta pada tahun 2001 (Departemen Pertanian, 2002).
Agribisnis bunga khususnya anggrek merupakan salah satu komoditi yang sangat potensial untuk ditumbuhkembangkan khususnya di kota-kota besar di Indonesia karena selain memiliki spesies terlengkap, unggul juga terbesar di dunia, dari seluruh jenis anggrek bulan yang ada 65 % di antaranya berasal dan asli dari Indonesia (Haryani & Bambang Sayaka, 1991), 40 % anggrek jenis Cattleya dan 80 % anggrek jenis Dendrobium terdapat di Indonesia (Supramana & Gede Suatika, 1995). Di samping itu pengusahaan agribisnis anggrek masih dapat dilakukan pada lahan-lahan yang terbatas luasnya. Oleh karena itu komoditas anggrek merupakan salah satu produk unggulan yang menjadi prioritas utama untuk dapat ditumbuhkembangkan di Propinsi DKI Jakarta.
Pengembangan agribisnis anggrek, jika dilakukan secara terintegrasi dan berkelanjutan akan dapat menjadi komoditas andalan yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan sekaligus dapat meningkatkan pendapatan masyarakat serta meningkatkan penerimaan pendapatan daerah. Untuk itu diperlukan adanya upaya untuk mengidentifikasikan suatu subsistem agribisnis anggrek yang terbaik untuk dikembangkan di kota-kota besar khususnya di DKI Jakarta sehingga akan mampu tumbuh dan berkembang seiring dengan pertumbuhan sektor industri. Salah satu langkah awal yang nyata dapat dilakukan dengan Cara mengidentifikasikan karakteristik dari agribisnis anggrek. Sehingga nantinya akan dapat diperoleh suatu karakter berdasarkan atas besar kecilnya usaha dalam setiap sub sistem agribisnis anggrek yang paling besar potensinya untuk dapat dikembangkan di Propinsi DKI Jakarta.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi karakteristik secara umum agribisnis anggrek di Propinsi DKI Jakarta, kemudian dilakukan pengidentifikasian kondisi agribisnis anggrek berdasarkan aspek-aspek keuangannya. Selain itu dilakukan pula pengidentiftasian kebutuhan layanan yang diperlukan para pengusaha agribisnis anggrek serta menelaah peranan Dinas Pertanian dan Kehutanan Propinsi DKI Jakarta dalam rangka mengembangkan usahanya.
Penelitian ini bersifat kuantitatif dan kualitatif, dengan menggunakan analisis kluster untuk mengidentifikasikan dari setiap karakter agribisnis yang ada di Propinsi DKI Jakarta. Dari hasil pengidentifikasien tersebut, maka untuk mengetahui penyebab perbedaan antara masing-masing karakter tersebut dilanjutkan dengan analisis diskriminan (Multiple Discriminant Analysis Method) Sistem pengambilan sampel dilakukan dengan cara stratified random sampling dengan sistem proporsional. Dimana penelitian dilakukan di tiga wilayah, yaitu wilayah barat, selatan dan timur, dari masing masing wilayah diambil sampel secara proporsional sebesar 25 % dari total populasi yang ada di tiap wilayah. Sehingga masing-masing sampel yang diambil di Wilayah Jakarta Barat sebanyak 40 sampel, Jakarta Selatan 46 sampel dan Jakarta Timur sebanyak 44 sampel.
Dari serangkaian penelitian diperoleh temuan bahwa pertama ; Agribisnis anggrek di wilayah Propinsi DKI Jakarta terbagi dalam empat subsistem, yakni subsistem penyedaan bibit tanaman, subsistem tanaman pot, subsistem bunga potong serta subsistem jasa pemasaran. Dan keempat subsistem ini masing-masing diperoleh tiga kelompok besar, yaitu kelompok agribisnis yang belum mampu berkembang, kelompok agribisnis yang bare berkembang dan kelompok agribisnis maju.;1) Wilayah Jakarta Barat : a) Agribisnis yang belum mampu berkembang sebanyak 67,5 %, b) Agribisnis yang baru berkembang sebanyak 10 %, c) Agribisnis yang telah maju sebanyak 22,5 %, 2) Wilayah Jakarta Selatan : a) Agribisnis yang belum mampu berkembang sebanyak 58,7 %, b) Agribisnis yang baru berkembang sebanyak 21,7 %, c) Agribisnis yang telah maju sebanyak 19,6 %, 3) Wilayah Jakarta Timur ; a) Agribisnis yang belum mampu berkembang sebanyak 75 %, b) Agribisnis yang baru berkembang sebanyak 15,9 %, c) Agribisnis yang telah maju sebanyak 9,1 %. Kedua ; dengan menggunakan analisis diskriminan temyata dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap tiap-tiap kelompok adalah, a) Aspek tenaga kerja ; jumlah tenaga kerja, b) Aspek produksi ; luas lahan usaha, c) Aspek Keuangan ; biaya total, total penerimaan, biaya variabel, tingkat keuntungan, RIC ratio, reinvestasi labs, d) Aspek pemasaran ; kemampuan meningkatkan daya saing produk, e) Aspek pengembangan usaha; kondisi modal kerja. Ketiga ; berdasarkan atas temuan di lapangan dan karaktenstik dari setiap tahapan pengembangan agribisnis maka pengembangan agribisnis anggrek di Propinsi DKI Jakarta sebaiknya lebih diprioritaskan pada subsistem penyedaan bibit, tanaman pot dan jasa perdagangan mengingat berbagai permasalahan yang ada di tiap-tiap subsistem. Untuk itu diperlukan adanya sentra-sentra pemasaran baik berupa pasar bunga maupun tempat pelelangan khusus bunga. Selanjutnya untuk mengatasi permasalahan aspek keuangan khususnya dalam hal kesulitan akses ke lembaga keuangan formal (Bank) maka diperlukan adanya lembaga keuangan mikro (micro-financing) mengingat karakter dari usaha agribisnis ini sangat,berbeda dengan usaha lain, baik dalam hal kepastian usaha maupun tingkat resiko yang dihadapi.
Dalam hal struktur organisasi maka peranan Dinas Pertanian dan Kehutanan sudah cukup baik, tetapi di sisi lain jika dilihat dari segi program kerja dan alokasi anggaran maka peranan dinas belum mampu menyentuh langsung pada masyarakat bisnis, sehingga keberadaannya kurang dapat dirasakan oleh masyarakat agribisnis anggrek.
Peranan Dinas Pertanian dan Kehutanan perlu ditingkatkan lagi baik dari segi program kerja maupun pengalokasian anggaran yang ada, sehingga mampu mendorong perkembangan agribisnis anggrek di wilayah Propinsi DKI Jakarta. Dengan demikian secara tidak langsung juga akan memperbaiki struktur ekonomi mikro dan akan meningkatkan penerimaan pendapatan asli daerah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12416
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elizabeth Handini
"ABSTRAK
Besides reputed for its beauty, Paphiopedilum is recognized as rare orchids due to intensive destruction of its habitat. Propagation of Indonesian Paphiopedilum had been conducted at Bogor Botanic Garden. Strong, healthy plantlet of Paphiopedilum glaucophyllum, P. superbiens, and P. primunilum were derived from seeds sown on 0.8 Knudson-C medium. "
Bogor: Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya, LIPI, 2008
580 WKR 8:2 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sharfina Ishmah
"Anggrek merpati Dendrobium crumenatum merupakan anggrek yang tersebar luas di Asia Tenggara dan memiliki nilai sebagai tanaman hias dan tanaman obat. Spesies ini dapat beradaptasi pada berbagai habitat, salah satunya habitat terang hingga ternaung. Intensitas cahaya diketahui memiliki pengaruh terhadap perkembangan tumbuhan. Informasi mengenai pengaruh intensitas cahaya pada anatomi Dendrobium crumenatum masih terbatas, penelitian ini ditujukan untuk membandingkan karakter anggrek yang tumbuh di habitat terang dan ternaung. Habitat terang dan ternaung ditentukan dengan membandingkan intensitas cahaya menggunakan lux meter. Organ vegetatif berupa daun, akar, dan pseudobulb diambil dari anggrek yang tumbuh di habitat tersebut. Sampel disayat, diwarnai dan diawetkan, lalu diamati di bawah mikroskop cahaya. Hasil parameter kualitatif dideskripsikan, sementara parameter kuantitatif dianalisis dengan uji t tidak berpasangan. Penelitian ini menunjukkan bahwa intensitas cahaya memiliki pengaruh pada karakter morfologi dan anatomi D. crumenatum. Perbedaan anatomi pada daun yaitu ketebalan daun, ketebalan kutikula, ketebalan mesofil, ketebalan epidermis adaksial, dan kerapatan stomata abaksial. Ditemukan karakter anatomi berupa trikoma sumur pada daun. Ketebalan kutikula dan epidermis yang berbeda signifikan teramati pada pseudobulb Tidak didapat perbedaan anatomi bernilai signifikan pada akar. Dapat disimpulkan bahwa intensitas cahaya lebih memengaruhi karakter anatomi daun. Studi eksperimental serta penggunaan spesies lain sebagai pembanding disarankan untuk penelitian lanjutan.
Pigeon orchid Dendrobium crumenatum is commonly found in South East Asia, with values as ornamental and medicinal plant. This species adapts in broad habitat ranges, such as sunny to shaded habitats. Light intensity is known to influences plant development. There are limited informations of how light intensity affect D crumenatums anatomy, this research is aimed to compare the anatomy of D. crumenatum from sunny and shaded habitats. Habitat types determined by comparing light intensities using lux meter. The vegetative organs including leaf, pseudobulb and root were sampled. Samples were cut, stained and preserved, then observed using light microscope. Observed qualitative parameters were described, quantitative parameters were analyzed using unpaired t-test. This research shows that light intensity affected morphology and anatomy of D. crumenatum. Anatomical difference with statistical significance in leaves are leaf thickness, cuticle thickness, adaxial epidermis thickness, mesophyll thickness, and frequency of abaxial stomata. Noteworthy feature of the leaf includes sunken trichomes. Different cuticle and epidermis thickness were observed in the pseudobulb. There was no significant anatomical differences with in the root. It can be concluded in D. crumenatum, light intensity affects leaf anatomy the most. Experimental research and study regarding other species are suggested in the future"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library