Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wiwit Ade Fidiawati
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian: Karsinoma ovarium merupakan salah satu keganasan yang sangat penting karena menempati urutan ke empat penyebab kematian pada wanita. Di Indonesia dari tahun 1989-1992 terdapat 13% karsinoma ovarium dalam 1.726 kasus. Diagnosis histopatologik memegang peranan penting dalam penanganan tumor ovarium. Saat ini yang masih sering menimbulkan masalah diagnostik adalah membedakan antara tumor borderline dengan kistadenokarsinoma padahal penanganan dan prognostiknya berbeda. AgNOR merupakan salah satu cara penilaian proliferasi dengan menghitung nucleolar organizer region (NOR) yang merupakan lengkung DNA ribosom yang ditranskripsikan menjadi RNA ribosomal dengan bantuan RNA polimerase. Jumlah dan ukuran AgNOR berkorelasi dengan aktivitas proliferasi sel. Peningkatan nilai AgNOR mencerminkan peningkatan aktivitas proliferasi sel atau ploidi. Pada penelitian ini, nilai AgNOR digunakan untuk melihat hubungannya dengan derajat histopatologik tumor ovarium musinosum. Penghitungan nilai AgNOR dilakukan pada 20 kasus kistadenoma, 20 kasus tumor borderline dan pada 20 kasus kistadenokarsinoma dengan dua cara, yaitu rata-rata jumlah AgNOR per nukleus (mAgNOR) dan persentase nukleus dengan AgNOR>1, >2, >3 dan >4 (pAgNOR). Hasil dan kesimpulan: Dari penelitian ini diperoleh nilai mAgNOR dan pAgNOR meningkat dan kistadenoma, tumor borderline dan kistadenokarsinoma (masing-masing 2,14; 3,55 dan 5,18). Nilai pAgNOR pada karsinoma lebih tinggi daripada nilai pAgNOR pada kistadenoma dan pada tumor borderline (pAgNOR>1 pada kistadenoma 69,55%; pada tumor borderline 964% dan pada kistadenokarsinoma 99,95%). Dengan menggunakan analisis varian didapatkan perbedaan bermakna di antara ke tiga jenis tumor tersebut (p=0,00). Dan dengan uji korelasi diperoleh hubungan yang sangat kuat antara nilai AgNOR dan derajat histopatologik tumor ovarium musinosum. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai AgNOR dapat digunakan untuk membedakan antara kistadenoma ovarium musinosum, tumor borderline dan kistadenokarsinoma. ......Ovarian carcinomas are one of the most important malignant tumors because it had become the fourth most common cause of female cancer death. In Indonesia from 1989 to 1992, more than 13 % of 1.726 cancer cases were ovarian carcinomas. Histopathologic diagnostic become an important role in treatment of ovarian tumors. However, the main problem in histopathologic diagnostic the difficulties in differentiating ovarian cystadenocarsinomas and borderline tumors. Application of objective method is therefore necessary for the differential diagnosis. Nucleolar organizer region (NOR) are loops of DNA on the short arms of acrocentric chromosomes that presumably are associated with ribosomal RNA activity, protein synthesis and cellular proliferation. NOR are readily demonstrated by means of argyrophilia of their associated proteins, using the so-called AgNOR technique. Increased number of AgNOR may reflect increased proliferative activity of cell or ploidy, i.e., the count of AgNOR per nudeus was higher in malignant than in benign tissues. In this study, the authors tested AgNOR counting method for their ability to discriminate between benign tumour, borderline tumor and carcinoma and to see correlation between histopathologic grades of mutinous ovarian tumors with AgNOR counts. Selective cases of 20 cases cystadenomas, 20 cases of borderline tumors and 20 cases of cystadenocarsinomas were evaluated by 2 AgNOR counting method: 1) the mean number of AgNORs per nucleus (mAgNOR) and 2) the percentages of nuclei with >1, >2, >3 and >4 AgNORs (pAgNOR>1, pAgNOR>2, pAgNOR>3 and pAgNOR>4, respectively). Result and conclusion: mAgNOR counts demonstrated a progressive increase from cytadenomas to borderline tumours and to cystadenocarcinomas (2,14; 3,55 and 5,18, respectively). pAgNOR counts were higher in carcinoma than in cystadenoma and in borderline tumors (in adenoma, 69.55% have pAgNOR>1, while in borderline and in carcinoma were 96,1% and 99,55%, respectively). Using analysis of variance, both AgNOR counts enabled significant discrimination between cystadenoma, borderline tumours and carcinoma (13=0, 00). The AgNOR counts show statistically significant correlation with histopathological grade of mucinous ovarian tumors. The result indicates that the AgNOR counting procedure may be useful in distinguishing borderline tumours from cytadenocarcinoma and cystadenoma mutinous of ovary.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T 11303
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oni Khonsa
Abstrak :
Kanker ovarium merupakan kanker ke tujuh yang paling sering ditemukan di seluruh dunia setelah kanker payudara, serviks, kolorektal, lambung, korpus uteri dan paru. Menurut data histopatologi tahun 1996, karsinoma ovarium menunjukkan urutan ketiga setelah karsinoma serviks dan karsinoma payudara. Insiden kanker ovarium di Amerika Serikat (AS) berkisar antara 15,7 dari 100.000 wanita kelompok usia 40-44 tahun hingga 54 dalam 100.000 wanita kelompok usia 75-79 tahun. Di Australia, insiden kanker ovarium sebesar 11,8 dalam 100.000 wanita. Kanker ovarium cukup membingungkan karena inaidennya meningkat seiring dengan meningkatnya angka kematian selama beberapa dekade terakhir. Gejala Minis yang tidal( spesifik pada stadium dini the International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO), maupun keterlambatan dalam merujuk pasien rnenyebabkan banyak kasus yang datang pada stadium lanjut. Pada saat didiagnosis, lebih dari 60% kanker ovarium menunjukkan stadium lanjut dan prognosisnya buruk dengan perkiraan ketahanan hidup 5 tahun berkisar 10-20%. Di Norwegia, sekitar 480 insiden kasus baru didiagnosis setiap tahunnya, dan sekitar duapertiga pasien mengalami kekambuhan penyakit, yang terbukti berakibat fatal. Keganasan ovarium terjadi pada semua umur. Angka morbiditas meningkat hingga mencapai usia 70 tahun, kemudian menurun kembali. Waktu kritis adalah sekitar usia 40 tahun morbiditas meningkat secara dramatis. Terdapat beberapa tulisan mengenai faktor prognostik pada pasien dengan kanker ovarium dan banyak peneliti menekankan pentingnya faktor-faktor ini untuk perencanaan dan hasil akhir pengobatan. Penelitian-penelitian yang dilakukan biasanya berbasis populasi, maupun rumah sakit. Sebagian peneliti menggunakan sampel kanker ovarium secara keseluruhan sementara sebagian lainnya menggunakan sampel karsinoma ovarium.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T20986
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutrisno
Abstrak :
Tujuan: Mengetahui pengaruh mutasi patogenik BRCA1/2 tumor terhadap kesintasan pasien advanced stage-high grade serous epithelial ovarian cancer di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, RSUP Persahabatan, dan RS MRCCC Siloam Jakarta. Metode: Sejumlah 68 sampel dari 144 pasien diagnosis high-grade serous epithelial ovarian cancer (HGSOC) stadium FIGO IIB-IV, periode 1 Januari 2015 sampai 31 Maret 2021, di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, RSUP Persahabatan, dan RS MRCCC Siloam Jakarta, menjalani pemeriksaan NGS mutasi patogenik BRCA1/2 tumor, dilibatkan dalam penelitian kohort historikal ini. Kami membandingkan karakteristik klinikopatologis pasien, dan hasil luaran kesintasan, setelah pasien menjalani tatalaksana primer, berdasarkan status mutasi patogenik BRCA1/2 tumor. Faktor terkait tatalaksana, yang diperkirakan berpengaruh terhadap hasil luaran kesintasan pasien, juga turut dianalisis dalam penelitian ini. Hasil: Angka kejadian mutasi patogenik BRCA1/2 tumor diketahui sebesar 27,94% (19/68). Antara kelompok mutasi patogenik BRCA1/2 tumor, dengan kelompok tanpa mutasi patogenik, tidak terdapat perbedaan statistik signifikan berdasarkan usia, paritas, indeks massa tubuh (kg/m2), riwayat kanker payudara, stadium FIGO 2014, kadar CA125 serum pre operatif (U/mL), volume cairan ascites intra operatif (mL), lesi residual pasca laparotomi debulking, pemberian neoadjuvant chemotherapy (NACT), pemberian kemoterapi adjuvant. Riwayat kanker keluarga terkait HBOC, merupakan variabel paling berpengaruh terhadap mutasi patogenik BRCA1/2 tumor. Kelompok dengan riwayat kanker keluarga terkait HBOC, berisiko 5,212 kali lebih besar mengalami mutasi patogenik BRCA1/2 tumor, dibandingkan dengan kelompok tanpa riwayat kanker tersebut (RR adjusted 5,212; 95%CI 1,495-18,167; nilai p=0,010). Pada kelompok mutasi patogenik BRCA1/2 tumor, kemungkinan meninggal 86% lebih rendah (RR adjusted 0,149; 95%CI 0,046-0,475; nilai p=0,001), dan median survival yang lebih baik (median 46 bulan; 95%CI 34,009-57,991; nilai p=0,001), apabila dibandingkan dengan kelompok tanpa mutasi patogenik (median 23 bulan; 95%CI 15,657-30,343; nilai p=0,001). Analisis multivariat menunjukkan mutasi patogenik BRCA1/2 tumor merupakan faktor prognostik independen yang baik terhadap hasil luaran kesintasan (RR adjusted 0,149; 95%CI 0,046-0,475; nilai p=0,001). Kesimpulan: Pasien advanced stage-high grade serous epithelial ovarian cancer, dengan mutasi patogenik BRCA1/2 tumor, memiliki kesintasan lebih baik, dibandingkan pasien tanpa mutasi patogenik BRCA1/2 tumor. ......Objective: To evaluate the impact of pathogenic BRCA1/2 tumor mutational status on advanced stage- high grade serous epithelial ovarian cancer survival outcome at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, RSUP Persahabatan, and RS MRCCC Siloam Jakarta. Methods: A total 68 of 144 patients diagnosed with FIGO 2014 stage IIB-IV high grade serous epithelial ovarian cancer (HGSOC) between January 1st, 2015 until March 31st, 2021, at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, RSUP Persahabatan, and RS MRCCC Siloam Jakarta, underwent NGS tumor BRCA1/2 gene testing, and were included in this cohort hystorical study. We compared patients clinicopathological characteristics, and survival outcomes after primary treatment, according to pathogenic BRCA1/2 tumor mutational status. Treatment-related factors that might affect patients’ survival outcome were also investigated. Results: The BRCA1/2 pathogenic tumor mutations prevalence was observed in this study 27.94% (19/68). There were no significant statistical differences in age, parity, body mass index (kg/m2), previous breast cancer history, FIGO 2014 staging, pre-operative serum CA 125 level (U/mL), intra operative ascites volume (mL), post cytoreductive surgery residual lesion, neoadjuvant chemotherapy (NACT), and adjuvant chemotherapy administration, between the pathogenic tumor BRCA1/2 mutation, and no pathogenic tumor BRCA1/2 mutation groups. The hereditary breast ovarian cancer family history (HBOC) variable has the strongest correlation with pathogenic tumor BRCA1/2 mutation. The group with a family history of HBOC-related cancer had a 5.212 times greater risk of developing pathogenic BRCA1/2 tumor mutations, compared with the group without a history of those cancer (RR adjusted 5.212; 95%CI 1.495-18.167; p value=0.010). The pathogenic BRCA1/2 tumor mutation group displayed better survival outcome. In the pathogenic BRCA1/2 tumor mutation group, the likelihood of dying was 86% lower (RR adjusted 0.149; 95%CI 0.046-0.475; p-value=0.001), and the median survival was better (median 46 months; 95%CI 34.009- 57.991; p value=0.001), than without pathogenic BRCA1/2 tumor mutations group (median 23 months; 95%CI 15.657-30.343; p value=0.001). The multivariate analyses identified pathogenic BRCA1/2 tumor mutation as an independent favorable prognostic factor for survival outcome (RR adjusted 0.149; 95%CI 0.046-0.475; p-value=0.001). Conclusions: In advanced stage-HGSOC, patients with pathogenic BRCA1/2 tumor mutations have a better prognosis with longer survival outcome than those without pathogenic BRCA1/2 tumor mutations.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library