Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Rizal Sanif
"Penelitian survival secara historical cohort pada enam puluh dua penderita tumor ovarium borderline. Terdapat 9 penderita stadium FIGO IA, 9 stadium IC, 3 stadium IIIA, 2 stadium IIIB, 4 stadium IIIC, 1 stadium IV dan 34 stadium inadekuat. Dua puluh satu penderita dilakukan pembedahan radikal, 10 penderita hanya dilakukan histerektomi total dan salfingo-ooforektomi bilateral, 6 penderita dilakukan pembedahan konservatif, 24 penderita hanya dilakukan unilateral salfingo-ooforektomi atau kistektomi dan 1 penderita hanya biopsi saja. Enam belas penderita mendapat kemoterapi adjuvan kombinasi dengan platinum base, yaitu 8 penderita stadium inadekuat, 7 stadium III dan 1 stadium IV. Lama pengamatan lanjut antara 0,002 sampai 10,48 tahun dengan median 3,5 tahun. Lima puluh sembilan penderita tetap hidup. Tiga penderita meninggal karena penyakitnya. Residif terjadi pada 4 penderita. Ketahanan hidup penderita 2 tahun 96% dan 10 tahun 94%. Pada test ?log rank? didapatkan residu dan tipe histologi merupakan faktor prognostik yang bermakna mempengaruhi survival. (Med J Indones 2002; 11: 222-9)

Sixty-two patients with borderline tumors of ovary were historical cohort analyzed for survival characteristics. There were 9 patients with FIGO stage IA, 9 with stage IC, 3 with stage IIIA, 2 with stage IIIB, 4 with stage IIIC, 1 with stage IV and 34 with inadequate stage tumors. Twenty one patients had surgical staging with radical surgery, 10 patient had at least a total abdominal hysterectomy and bilateral salpingo-oophorectomy, 6 patient had surgical staging with conservative surgery, 24 patient had at least a unilateral salphingo-oophorectomy or ovarian cystectomy and 1 patient had biopsy. Sixteen patients received cisplatin-based combination chemotherapy, that were 8 with inadequate stage tumors, 7 with stage III tumors and 1 with stage IV tumor. Follow-up range from 0.02 to 10.48 years, with a median of 3.5 years. Fifty nine patient were alive. Three patients died, all of disease. Recurrence were found in 4 patients. The overall 2-years survival rate was 96% and 10-years survival rate was 94%. In log rank test, residual disease and histology type were significant predictor of survival. (Med J Indones 2002; 11:222-9)"
Medical Journal of Indonesia, 2002
MJIN-11-4-OctDec2002-222
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sukma Dewi Pawestri
"Latar Belakang: Sindroma ovarium polikistik (SOPK) merupakan sebuah penyakti dengan prevalensi yang tinggi dan beban kesehatan yang besar. Hingga saat ini, penyebab SOPK masih belum jelas. Penelitian sebelumnya mengenai ekspresi reseptor vitamin D (VDR) pada pasien SOPK menunjukkan hasil yang menjanjikan namun belum terbukti secara jelas. Oleh sebab itu, diduga bahwa polimorfisme VDR berperan penting dalam kejadian dan beratnya gejala SOPK.
Metode: Penelitian potong lintang dilakukan pada pasien SOPK dan wanita usia reproduktif non-SOPK sebagai kontrol pada November 2019 hingga 2021. Pasien hamil, menyusui, memiliki riwayat gangguan hormon adrenal, tiroid, maupun prolaktin, atau mengonsumsi obat hormonal dalam 6 bulan terakhir dieksklusi dari penelitian. Subjek penelitian direkrut secara konsekutif. Ekspresi VDR dinilai dari ekspresi mRNA VDR yang dinilai dengan pemeriksaan PCR. Polimorfisme VDR dinilai pada tiga titik regio penyandi gen, yakni rs7975232, rs11574113, dan rs11574114.
Hasil: Sebanyak 80 pasien SOPK dan 80 pasien kontrol diikutsertakan dalam penelitian. genotip A/A pada regio rs7975232 dan genotip C/C pada regio rs11574113 lebih banyak didapatkan pada pasien dengan SOPK. Di sisi lain, genotip A/C pada regio rs7975232 dan genotip C/G pada regio rs11574114 lebih banyak didapatkan pada kelompok kontrol (p < 0,05). Tidak terdapat perbedaan ekspresi VDR pada pasien dengan polimorfisme yang berbeda (p > 0,05).
Kesimpulan: Didapatkan polimorfisme gen penyandi VDR yang berbeda antara pasien SOPK dan non-SOPK. Tidak didapatkan perbedaan ekspresi VDR yang bermakna antara pasien SOPK dan non-SOPK.

Background: Polycystic ovary syndrome (SOPK) is a disease with a high prevalence and a large health burden. Until now, the cause of SOPK is still unclear. Previous studies on vitamin D receptor (VDR) expression in PCOS patients have shown promising results but have not been clearly proven. Therefore, it is suspected that the VDR polymorphism plays an important role in the incidence and severity of PCOS symptoms.
Methods: A cross-sectional study was conducted on PCOS patients and non-SOPK women of reproductive age as controls from November 2019 to 2021. Patients who were pregnant, breastfeeding, had a history of adrenal, thyroid, or prolactin hormone disorders, or had taken hormonal drugs in the last 6 months were excluded from the study. study. Research subjects were recruited consecutively. VDR expression was assessed from VDR mRNA expression assessed by PCR examination. VDR polymorphism was assessed at three points in the gene encoding region, namely rs7975232, rs11574113, and rs11574114.
Results: A total of 80 PCOS patients and 80 control patients were included in the study. A/A genotypes in the rs7975232 region and C/C genotypes in the rs11574113 region were more common in patients with PCOS. On the other hand, the A/C genotype in the rs7975232 region and the C/G genotype in the rs11574114 region were more common in the control group (p < 0.05). There was no difference in VDR expression in patients with different polymorphisms (p > 0.05).
Conclusions: Different polymorphisms of the VDR coding gene were found between PCOS and non-SOPK patients. There was no significant difference in VDR expression between PCOS and non-SOPK patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yessy Qurrata A`yun
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah 3,75%; 7,5%; dan 15% konsentrasi etilen glikol (EG) dan susu skim (SS) dalam vitrifikasi dapat mempengaruhi morfologi ovarium tikus (Rattus norvegicus L.) Sprague-Dawley fase proestrus. Ovarium yang digunakan dalam penelitian berasal dari tikus dengan usia 12 minggu dan diisolasi ketika fase proestrus kemudian vitrifikasi selama 48 jam. Ovarium dibagi menjadi sembilan kelompok dengan tiga pengulangan, yaitu KK 1, KK 2, KK 3, KKP 1, KKP 2, KKP 3, KP 1, KP 2, dan KP 3. KK 1, KK2, dan KK 3 adalah ovarium fase proestrus tanpa vitrifikasi. KKP 1, KKP 2, dan KKP 3 adalah ovarium fase proestrus yang divitrifikasi menggunakan EG dengan konsentrasi 3,75%; 7,5%; dan 15%. KP 1, KP 2, dan KP 3 adalah ovarium fase proestrus yang vitrifikasi menggunakan kombinasi EG dan SS dengan konsentrasi 3,75%; 7,5%; dan 15%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata jumlah folikel preantral dengan morfologi utuh pada KKP 1, KKP 2, KKP 3, KP 1, KP 2, dan KP 3 lebih rendah dibandingkan KK dan tidak berbeda nyata. Namun, penelitian ini menunjukkan bahwa vitrifikasi ovarium tikus dengan etilen glikol dan susu skim memiliki pengaruh terhadap morfologi folikel preantral tikus.

The research aimed to find out whether 3,75%; 7,5%; and 15% concentration of ethylene glycol (EG) and skimmed milk (SM) in vitrification can influence the development of ovary of rat (Rattus norvegicus L.) strain Sprague-Dawley during the proestrus phase. The test ovary used were from rat with age 12 weeks and isolated when proestrus phase then vitrified for 48 hours. The test ovaries were divided into nine groups with three repetitions, namely KK 1, KK 2, KK 3, KKP 1, KKP 2, KKP 3, KP 1, KP 2, and KP 3. KK 1, KK2, and KK 3 are proestrus ovary without vitrification. KKP 1, KKP 2, and KKP 3 are proestrus ovary that vitrification on EG with concentrations of 3,75%; 7,5%; and 15%. KP 1, KP 2, and KP 3 are proestrus ovary that vitrification on EG and SM with concentrations of 3,75%; 7,5%; and 15%. The results showed that the average of the preantral follicle ovary in KKP 1, KKP 2, KKP 3, KP 1, KP 2, and KP 3 are lowest than KK and not were significantly different. However, this research showed that vitrification of rat ovary with ethylene glycol and skimmed milk may have effect to ovary morphology."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Mar Atus Sholihah
"B-cell leukaemia/lymphoma-2 Bcl-2 dan Bcl-2-associated X protein Bax merupakan anggota dari Bcl-2 family yang berperan dalam meregulasi apoptosis. Apoptosis penting dalam perkembangan manusia. Terganggunya kejadian apoptosisakan memberikan efek terhadap keadaan fisiologis manusia, diantaranya gangguan reproduksi. Salah satu gangguan reproduksi yang dialami oleh wanita usia reproduktif yaitu Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK). Wanita penderita SOPK memiliki jumlah folikel yang lebih banyak dibandingkan wanita tanpa SOPK.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui ekspresi mRNA bax dan bcl-2 pada wanita SOPK serta mengetahui korelasi rasio ekspresi mRNA bax terhadap bcl-2 dengan rasio fertilisasi. Sel granulosa untuk penelitian didapatkan dari 18 wanita penderita SOPK dan 10 wanita tanpa SOPK yang sedang menjalani program FIV. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan yang berarti antara rasio ekspresi mRNA bax/bcl-2 wanita penderita SOPK dan tanpa SOPK p > 0,05. Korelasi yangkuat R = 0,525 ditemukan antara rasio ekspresi bax/bcl-2 dengan rasio fertilisasi.

B cell leukemia lymphoma 2 Bcl 2 and Bcl 2 associated X protein Bax are members of the Bcl 2 family that play a role regulating apoptosis. Apoptosis plays an important role in human development. Disruption of apoptosis will have an effect on the physiological state of humans, including reproductive disorders. One of there productive disorders experienced by women in reproductive age is Polycystic Ovary Syndrome (PCOS). Women with PCOS have a higher number of follicles than women without PCOS.
The aim of this study was to find out the expression of baxand bcl 2 mRNA expression in PCOS women and to know the correlation of bax mRNA expression ratio to bcl 2 with fertilization ratio. Granulosa cells for the study were obtained from 18 women with PCOS and 10 women without PCOS undergoing IVF program. The results showed no significant difference between the expression ratio of bax bcl 2 mRNA women with PCOS and without PCOS p 0.05. A strong correlation R 0.525 was found between the expression ratio of bax bcl 2and the fertilization rate.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wenny Trias Ramadanty
"ABSTRAK
Latar belakang.:Kurkumin merupakan senyawa polifenolik yang memiliki aktivitas farmakalogi, sebagai antikanker, seperti pada kanker ovarium. Kurkumin memiliki bioavaibilitas rendah karena tidak terabsorpsi baik dan mengalami metabolisme tinggi. Ukuran partikel merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses absorpsi dimana memperkecil ukuran partikel dapat meningkatkan kelarutan suatu senyawa dan transpor melintasi membran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui modifikasi ukuran partikel pada profil farmakokinetik kurkumin dalam darah dan pada organ ovarium.Metode : Penelitian dilakukan pada tikus betina Sprague Dawley yang diberi kurkumin dan nanokurkumin sebesar 500 mg/kgBB secara oral. Darah diambil dari vena ekor pada menit ke 10, 15, 30, 45, 75, dan 120 menit, dan organ ovarium diambil pada menit ke 120 dan 180. Analisis kadar kurkumin pada plasma dan ovarium menggunakan UPLC-MS/MS serta dilakukan analisis parameter famakokinetik.Hasil penelitian : Kurkumin pada kelompok kurkumin dan nanokurkumin terdeteksi dan terukur dalam plasma dan organ ovarium. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara kelompok kurkumin dan kelompok nanokurkumin dalam parameter farmakokinetik di plasma maupun ovarium. Namun, kadar di organ ovarium pada kelompok nanokurkumin lebih tinggi 1,3 kali dan 3,6 kali dibandingkan kelompok kurkumin pada menit ke 120 dan ke 180.Kesimpulan : Penurunan ukuran partikel kurkumin tidak meningkatkan kadar obat dalam plasma tetapi meningkatkan distribusi kurkumin dalam organ ovarium.

ABSTRACT
Background Curcumin is a polyphenolic compound that has pharmacological activity, as an anticancer, such as in ovarian cancer. Curcumi has low bioavailability because it is not well absorbed and has high metabolism. Particle size is one factor that can affect the absorption process, minimizing particle size can increase the solubility of a compound and transport across the membrane. The purpose of this study was to determine the modification of particle size in pharmacokinetic profile of curcumin in blood and ovarian organs.Method The study was conducted on Sprague Dawley female mice given curcumin and nanocurcumin of 500 mg kgBW orally. Blood was taken from the vein of the tail at 10, 15, 30, 45, 75, and 120 minutes, and the ovarian organs were taken at 120 and 180 minutes. Curcumin levels in plasma and ovaries analyzed using UPLC MS MS and also pharmacokinetic parameter.Result Curcumin were detectable and measurable in plasma and ovarian organs curcumin and nanocurcumin groups. Overall there were no statistically significant difference of pharmacokinetic parameters between curcumin and nanocurcumin groups in both plasma and ovaries. However, levels of curcumin in ovarian organs at nanocurcumin group were 1.3 and 3.6 times higher than curcumin at 120 and 180 minutes.Conclusion Particle size reduction of curcumin did not increase the amount of curcumin in the plasma but increases the distribution of curcumin in ovarian organs."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58972
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andhika Ardi Perdana
"Latar Belakang: Sindrom ovarium polikistik dan obesitas memperlihatkan dampak pada kemampuan endometrium untuk menerima hasil konsepsi. Penggunaan Ultrasonografi Doppler memiliki peran penting dalam pemeriksaan reseptivitas endometrium karena efisiensi dan prosedur non-traumatis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki efek modifikasi gaya hidup pada penerimaan endometrium wanita obesitas dengan sindrom ovarium polikistik menggunakan ultrasonografi.
Metode: Penelitian observasional ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo Jakarta, Indonesia dari Agustus 2019 hingga Mei 2020. Total 32 subjek yang berpartisipasi dalam penelitian ini pada awalnya. Karena kasus loss to follow up, subjek akhir dikurangi menjadi 14 orang. Subyek pertama dievaluasi dengan USG trans-vaginal untuk melihat gambar endometrium, kemudian disarankan untuk mendapatkan konseling gizi oleh ahli gizi klinis dan kemudian ditindaklanjuti selama 6 bulan menggunakan ultrasonografi trans-vaginal.
Hasil: Sebanyak 19 subjek menerima konseling gizi oleh spesialis Gizi Klinis. Tapi kemudian, hanya 14 subjek yang dievaluasi dengan Ultrasonografi. Ada beberapa hasil yang signifikan antara sebelum dan sesudah perawatan beberapa subjek seperti kalori, berat badan, indeks massa tubuh, lingkar pinggang (p<0,05) dan jenis zona vaskular, volume endometrium, indeks aliran vaskular dalam endometrium (p<0,05).
Kesimpulan: Belum didapatkan korelasi yang signifikan antara perubahan antropometri dan asupan kalori harian dengan perubahan Zona Vaskular endometrium disebabkan tingginya angka loss to follow-up dan belum tekontrolnya asupan kalori harian dari setiap subjek.

Background: Polycystic Ovarian Syndrome and obesity have shown an impact on endometrium ability to accept the results conception. The use of a Doppler Ultrasonography has an important role in the examination of endometrial receptivity due to efficiency and non traumatic procedure. The aim of this study is to investigate the effect of lifestyle modification on endometrial receptivity of obese women with polycystic Ovarian Syndrome using ultrasonography.
Methods: This observational study was conducted at Cipto Mangunkusumo General Hospital Jakarta, Indonesia from August 2019 to May 2020. From a total of 32 subjects were participated in this study. Due to loss of follow up case, the final subject was decrease into 14 person. The subjects were firstly evaluated with the trans-vaginal ultrasound to see the picture of the endometrium, then advised to get nutrition counseling by Clinical nutritionist and then followed up for 6 months using trans- vaginal ultrasonography.
Results: A total 19 subjects were received nutrition counseling by Clinical Nutritionist. But then, only 14 subjects were evaluated by Ultrasonography. There were several significant results between before and after treatment of some subjects such as calories, body weight, body mass index, waist circumference (p<0,05) and type of the vascular zone, endometrium volume, vascular flow index in endometrium (p<0,05). In this study, no significant results have been found on the correlation between dietary changes and changes of endometrial receptivity.
Conclusion: No significant correlation has been found between changes in antropometrics and daily calorie intake with changes in endometrial vascular zones due to high loss to follow-up rates and uncontrolled daily caloric intake for each subject."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwit Ade Fidiawati
"Ruang lingkup dan cara penelitian: Karsinoma ovarium merupakan salah satu keganasan yang sangat penting karena menempati urutan ke empat penyebab kematian pada wanita. Di Indonesia dari tahun 1989-1992 terdapat 13% karsinoma ovarium dalam 1.726 kasus. Diagnosis histopatologik memegang peranan penting dalam penanganan tumor ovarium. Saat ini yang masih sering menimbulkan masalah diagnostik adalah membedakan antara tumor borderline dengan kistadenokarsinoma padahal penanganan dan prognostiknya berbeda. AgNOR merupakan salah satu cara penilaian proliferasi dengan menghitung nucleolar organizer region (NOR) yang merupakan lengkung DNA ribosom yang ditranskripsikan menjadi RNA ribosomal dengan bantuan RNA polimerase. Jumlah dan ukuran AgNOR berkorelasi dengan aktivitas proliferasi sel. Peningkatan nilai AgNOR mencerminkan peningkatan aktivitas proliferasi sel atau ploidi. Pada penelitian ini, nilai AgNOR digunakan untuk melihat hubungannya dengan derajat histopatologik tumor ovarium musinosum. Penghitungan nilai AgNOR dilakukan pada 20 kasus kistadenoma, 20 kasus tumor borderline dan pada 20 kasus kistadenokarsinoma dengan dua cara, yaitu rata-rata jumlah AgNOR per nukleus (mAgNOR) dan persentase nukleus dengan AgNOR>1, >2, >3 dan >4 (pAgNOR).
Hasil dan kesimpulan: Dari penelitian ini diperoleh nilai mAgNOR dan pAgNOR meningkat dan kistadenoma, tumor borderline dan kistadenokarsinoma (masing-masing 2,14; 3,55 dan 5,18). Nilai pAgNOR pada karsinoma lebih tinggi daripada nilai pAgNOR pada kistadenoma dan pada tumor borderline (pAgNOR>1 pada kistadenoma 69,55%; pada tumor borderline 964% dan pada kistadenokarsinoma 99,95%). Dengan menggunakan analisis varian didapatkan perbedaan bermakna di antara ke tiga jenis tumor tersebut (p=0,00). Dan dengan uji korelasi diperoleh hubungan yang sangat kuat antara nilai AgNOR dan derajat histopatologik tumor ovarium musinosum. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai AgNOR dapat digunakan untuk membedakan antara kistadenoma ovarium musinosum, tumor borderline dan kistadenokarsinoma.

Ovarian carcinomas are one of the most important malignant tumors because it had become the fourth most common cause of female cancer death. In Indonesia from 1989 to 1992, more than 13 % of 1.726 cancer cases were ovarian carcinomas. Histopathologic diagnostic become an important role in treatment of ovarian tumors. However, the main problem in histopathologic diagnostic the difficulties in differentiating ovarian cystadenocarsinomas and borderline tumors. Application of objective method is therefore necessary for the differential diagnosis. Nucleolar organizer region (NOR) are loops of DNA on the short arms of acrocentric chromosomes that presumably are associated with ribosomal RNA activity, protein synthesis and cellular proliferation. NOR are readily demonstrated by means of argyrophilia of their associated proteins, using the so-called AgNOR technique. Increased number of AgNOR may reflect increased proliferative activity of cell or ploidy, i.e., the count of AgNOR per nudeus was higher in malignant than in benign tissues. In this study, the authors tested AgNOR counting method for their ability to discriminate between benign tumour, borderline tumor and carcinoma and to see correlation between histopathologic grades of mutinous ovarian tumors with AgNOR counts. Selective cases of 20 cases cystadenomas, 20 cases of borderline tumors and 20 cases of cystadenocarsinomas were evaluated by 2 AgNOR counting method: 1) the mean number of AgNORs per nucleus (mAgNOR) and 2) the percentages of nuclei with >1, >2, >3 and >4 AgNORs (pAgNOR>1, pAgNOR>2, pAgNOR>3 and pAgNOR>4, respectively).
Result and conclusion: mAgNOR counts demonstrated a progressive increase from cytadenomas to borderline tumours and to cystadenocarcinomas (2,14; 3,55 and 5,18, respectively). pAgNOR counts were higher in carcinoma than in cystadenoma and in borderline tumors (in adenoma, 69.55% have pAgNOR>1, while in borderline and in carcinoma were 96,1% and 99,55%, respectively). Using analysis of variance, both AgNOR counts enabled significant discrimination between cystadenoma, borderline tumours and carcinoma (13=0, 00). The AgNOR counts show statistically significant correlation with histopathological grade of mucinous ovarian tumors. The result indicates that the AgNOR counting procedure may be useful in distinguishing borderline tumours from cytadenocarcinoma and cystadenoma mutinous of ovary.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T 11303
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laksmi Wingit Ciptaning
"Ruang lingkup dan cara penelitian : Respon ovarium terhadap stimulasi FSH sangat dipengaruhi oleh fungsi reseptor FSH (FSHR). Genotip FSHR memainkan peranan yang mendasar pada respon fisiologis organ target terhadap stimulasi FSH. Telah diketahui polimorfisme pada gen reseptor FSH mempengaruhi sensitivitas reseptor terhadap FSH. Persentase penderita Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK) pada wanita usia reproduksi cukup besar yaitu sekitar 5 -10 % dan dalam penanganannya membutuhkan terapi induksi ovulasi, salah satunya dengan menggunakan FSH eksogen. Sehubungan dengan hal tersebut perlu dilakukan penelitian terhadap polimorfisme gen reseptor FSH pada penderita SOPK di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : a). Distribusi genotip dan frekuensi alel FSHR di posisi 307 dan 680 ekson 10 pada kelompok SOPK dan kelompok normal. b). Kadar FSH basal pada wanita penderita SOPK dan wanita normal. c). Hubungan antara distribusi genotip FSHR di posisi 307 dan 680 dengan level FSH basal pada kelompok SOPK dan kelompok normal. Kesimpulan : Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan distribusi genotip maupun frekuensi alel pada posisi 307 dan 680 pada ekson 10 gen reseptor FSH antara kelompok wanita penderita SOPK dan kelompok wanita normal. Ada perbedaan bermakna antara kadar FSH basal pada kelompok SOPK dan kelompok normal . Tidak terdapat perbedaan kadar FSH yang bermakna pada varian genotip posisi 307 maupun posisi 680 gen FSHR antara kelompok SOPK dan kelompok normal, dengan kadar FSH basal tertinggi pada posisi 307 pada kelompok SOPK dimiliki oleh genotip Threonin/Threonin dan kadar FSH basal tertinggi di posisi 680 pada kelompok SOPK dimiliki oleh genotip Asparagin/Serin."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T 16217
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Y. Danang Prasetyo
"Latar Belakang: Sindrom ovarium polikistik (SOPK) merupakan kelainan endokrin dan metabolisme dengan prevalensi tinggi. Salah satu akibat dari SOPK merupakan infertilitas. Fertilisasi In Vitro (FIV) merupakan salah satu alternatif dari masalah tersebut. Akan tetapi, belum terdapat penelitian yang mendeskripsikan hubungan SOPK dengan komplikasi obstetri pada pasien yang menjalani FIV dibandingkan dengan pasien lainnya. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan komplikasi obstetri pada wanita yang menjalani program FIV dengan SOPK Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif yang dilakukan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo sejak tahun 2013-2019. Subjek penelitian merupakan seluruh wanita berusia diatas 18 tahun yang menjalani program FIV tanpa kelainan ginekologis lain selain SOPK. Luaran dalam penelitian ini adalah komplikasi obsteri berupa abortus dan IUFD. Analisa dilakukan dengan menggunakan cox-regresi untuk mendapatkan nilai Risk Ratio (RR) setelah dilakukan control terhadap confounding Hasil: Penelitian ini mengikutsertakan 355 wanita, dimana 72 diantaranya memiliki SOPK (20,3%). Komplikasi obstetri yang didapatkan pada subjek dengan SOPK adalah preterm (2,78%), IUFD (17,24%), abortus (9,72%), dan kehamilan ektopik (1,39%). Tidak dijumpai hubungan antara SOPK dengan IUFD pada wanita yang menjalani program FIV (RR: 1.07, 95%CI: 0.52-2.20, p-value: 0.864). Didapatkan adanya hubungan antara interaksi antara SOPK dengan pembelahan nisbah < 6 terhadap terjadinya abortus pada wanita yang menjalani program FIV. (RR: 7.32, 95%CI: 2.10-25.45, P-value: 0.002). Simpulan: SOPK tidak memengaruhi terjadinya IUFD dan abortus pada wanita yang menjalani program FIV.

Introduction: Polycystic ovary syndrome (PCOS) is an endocrine and metabolic disorder with a high prevalence. One result of PCOS is infertility. In Vitro Fertilization (FIV) is one of the alternatives to the problem. However, there are no study describing the differences in obstetric complications of PCOS patients undergoing FIV compared to other patients. Aim: This study aims to determine the relationship of obstruction complications in women undergoing FIV programs with PCOS.
Methods: This was a retrospective cohort study conducted at Dr. RSUPN. Cipto Mangunkusumo since 2013-2019. The study subjects were all women aged over 18 years who underwent FIV programs without other gynecological abnormalities besides PCOS. The outcomes in this study were obstetric complications in the form of abortion and IUFD. Analysis is done by using cox-regression to get the value of Risk Ratio (RR) after controlling for confounding Results: This study included 355 women, of whom 72 had PCOS (20.3%). Complications found in subjects with PCOS were preterm preterm were found in (2.78%), IUFD (17.24%), abortion (9.72%) and ectopic pregnancy (1.39%). No association was found between PCOS and IUFD in women undergoing FIV programs (RR: 1.07, 95% CI: 0.52-2.20, p-value: 0.864). Interaction between PCOS and ratio <6 had higher probability of having abortion in women
undergoing FIV program obtained. (RR: 7.32, 95% CI: 2.10-25.45, P-value: 0.002). Conclusion: PCOS does not affect the occurrence of IUFD and abortion in women undergoing FIV programs.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>